Anda di halaman 1dari 18

Gangguan Penyalahgunaan Zat

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Abnormal

Disusun Oleh :

Monica Ivonne C.

111211131016

Kholifatu Zahro

111211131017

Satrio Hariawan

111211132024

Aditya Aulia R.

111211133016

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2015

BAB I
KERANGKA TEORI
1. 1. Definisi Sindrom
Gangguan penggunaan zat adalah gangguan yang melibatkan penggunaan
maladaptif dari zat psikoaktif. Gangguan yang diakibatkan penggunaan zat adalah
gangguann yang dapat muncul karena penggunaan zat psikoaktif seperti
intoksikasi, gejala putus zat, gangguan mood, delirium, demensia, amnesia,
gangguan psikotik, gangguan kecemasan, disfungsi seksual dan gangguan tidur.
Penggunaan zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori.
Penyalahgunaan zat secara patologis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu
penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat. Ketergantungan zat dalam DSM IVTR ditandai oleh adanya berbagai masalah yang berkaitan dengan konsumsi suatu
zat. Konsekuensi yang ditimbulkan bersifat merusak dan menimbulkan masalah
baik dalam hal sosial, pekerjaan, psikologis atau fisik. Ciri dari penyalahgunaan
zat adalah apakah pola dari perilaku penggunaan obat berulang kali terkait dengan
konsekuensi yang merusak.
Berbagai gangguan utama yang berkaitan dengan penyalahgunaan zat yang
melibatkan alkohol, mengisap nikotin dan rokok, mariyuana, sedatif dan stimulan,
dan halusinogen, berbagai faktor etiologis dan membahas mengenai penanganan
yang tersedia bagi gangguan ini.
1.1.1

Gangguan Yang Berkaitan Dengan Penyalahgunaan Zat


Ketergantungan obat dapat didiagnosis sebagai kondisi yang

disertai dengan ketergantungan fisiologis (juga disebut kecanduan) jika


terdapat toleransi atau gejala putus zat. Toleransi diindikasikan oleh salah
satu keadaan dari
a) dosis zat yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek yang diinginkan lebih
besar, atau
b) efek obat menjadi sangat berkurang jika mengkonsumsi obat tersebut
dalam dosis biasa.

Berikut in beberapa zat yang umumnya disalahgunakan :


1. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Alkohol
Secara umum penyalahgunaan alkohol dan ketergantungan alkohol
berbeda. Ketergantungan alkohol memicu penderitaan yang lebih berat
pada orang-orangnya. Simtom gangguan yang muncul juga lebih parah
seperti toleransi dan putus zat. Efek pemutusan zat dalam diri peminum
kronis akan menimbulkan perasaan cemas, depresi, lemah, tidak dapat
tidur, tremor otot dan berbagai gangguan lainnya. Pada kasus yang sangat
ekstrim dapat menimbulkan delerium tremens. Delerium tremens adalah
keadaan dalam diri peminum disaat kadar alkohol dalam darah mendadak
turun. Sekietika orang tersebut akan tremor dan mengalami halusinasi
yang utamanya visual, namun juga taktil. Seolah-olah banyak hewan
fantasi yang mengelilinginya. Kejadian ini bahkan dapat membuat
peminum melukai dirinya sendiri untuk menghalau hewan fantasinya
tersebut.
Sedangkan untuk penyalahgunaan alkohol lebih merujuk pada
perilaku menggunakan zat alkohol dengan zat-zat lainnya seperti rokok.
Hal ini dapat berdampak pada pekerjaan dan kehidupan sosial peminum.
Biasanya penyalahgunaan alkohol yang berkelanjutan akan menimbulkan
ketergantungan alkohol.
Prevalensi Penyalahgunaan Alkohol dan Komordibitas dengan
Gangguan Lain
Secara umum penyalagunaan alkohol lebih sering terjadi pada lakilaki dari pada wanita. Kadar alkohol yang dibutuhkan untuk memberikan
efek pada seseorang juga berbeda tergantung gender. Sebagian besar
mereka menyalahgunakan alkohol untuk melarikan diri dari hal-hal sulit
yang terjadi dalam hidupnya. Dan beberapa diantaranya juga mengalami

gangguan kesehatan seperti sakit jantung dan lambung ketika mulai


meminum alkohol.
2. Nikotin dan Merokok
Nikotin adalah zat dalam tembakau yang menyebabkan kecanduan.
Zat ini merangsang berbagai reseptor nikotinik di dalam otak. Jalur-jalur
neutral yang teraktivasi merangsang neuron-neuron dopamin di daerah
mesolimbik yang tampaknya berperan dalam menghasilkan atau
menguatkan efek sebagian besar obat-obatan kimia (Stein dkk., 1998:
dalam Davidson, 2010).
Masalah kesehatan yang hampir pasti disebabkan oleh kebiasaan
merokok dalam jangka waktu yang lama adalah emfisema, yaitu kanker
laring dan esofagus, dan sejumlah penyakit kardiovaskular. Komponen
yang kemungkinan paling berbahaya dalam asap tembakau adalah nikotin,
karbon monoksida, dan tar; yang terakhir terutama mengandung beberapa
hidrokarbon tertentu, yang banyak diantaranya adalah karsinogen (Jaffe,
1985; dalam Davidson, 2010).
Konsekuensi Perokok Pasif
Environmental Protection Agency, 1993 dalam Davidson, 2010
menyatakan efek ATL sebagai berikut :

Nonperokok dapat menderita kerusakan paru-paru. Mereka


yang hidup bersama perokok memiliki risiko tertinggi.
Kelainan paru-paru prakanker ditemukan pada mereka yang
hidup bersama perokok.

Para non perokok berisiko lebih tinggi mengalami penyakit


kardiovaskular

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang merokok pada masa


kehamilan memiliki kemungkinan lahir prematur, berat badan
lahir rendah, dan cacat lahir.

3. Mariyuana
Mariyuana terdiri dari daun dan bagian atas yang berbunga dari
sejenis tanaman rami yang dikeringkan dan dihancurkan, yaitu Cannabis
Sativa. Mariyuana digunakan dengan cara diisap, dikunyah, digunakan
sebagai teh, atau dimakan dalam makanan yang dipanggang.
Efek Mariyuana

Efek psikologis.
Mariyuana membuat para pengguna merasa rileks dan mudah
bersosialisasi.

Dosis

besar

dilaporkan

menimbulkan

berbagai

perubahan cepat dalam emosi, perhatian yang menumpul, pikiran yang


terpecah, dan melemahnya memori. Waktu juga seolah berjalan lebih
lambat. Dosis yang sangat besar bahkan menimbulkan halusinasi dan
berbagai efek lain yang sama dengan efek LSD, termasuk kepanikan
ekstrem, yang muncul dari keyakinan bahwa pengalaman yang
menakutkan tidak akan pernah berakhir. Temuan selanjutnya adalah
bahwa mariyuana dapat menunjukkan hilangnya memori jangka

pendek dan melemahkan ketrampilan psikomotorik kompleks.


Efek Somatik.
Efek somatik jangka pendek mariyuana mencakup mata memerah
dan gatal, mulut dan kerongkongan kering, nafsu makan meningkat,
berkurangnya tekanan pada mata dan meningkatkan tekanan darah.
Penggunaan mariyuana secara serius dalam waktu lama dapat merusak

struktur dan fungsi paru-paru.


Efek Terapeutik.
Pada tahun 1970-an beberapa studi double blind (a.l.,Salan,
Zinberg, & Frei, 1975 dalam Davidson, 2010) menunjukkan bahwa
THC dan obat-obatan terkait lain dapat mengurangi rasa mual dan
hilangnya nafsu makan yang menyertai kemoterapi pada beberapa
pasien kanker. Mariyuana juga merupakan obat bagi rasa tidak nyaman
karena AIDS (Sussman dkk., 1996 dalam Davidson, 2010).

4. Sedatif dan Stimulan

Sedatif
Sedatif utama, melambatkan berbagai aktifitas tubuh dan

mengurangi responsivitasnya. Kelompok obat-obatan ini mencakup oplatopium dan berbagai derivatnya yaitu morfin, heroin, dan kodein dan
berbiturat serta penenang sintesis, seperti sekorbabital (seconal) dan
diazepam (valium)
a. Oplat kelompok sedatif yang menimbulkan kecanduan yang dalam
dosis sedang, menghilangkan rasa sakit dan menyebabkan tidur. Yang
paling terkenal adalah opium.
b. Morfin lalu pada tahun 1806 alkaloid morfin, berhasil dipisahkan dari
opium kasar. Bubuk yang rasanya pahit tersebut terbukti sebagai
sedatif dan penghilang rasa sakit yang kuat.
c. Heroin pada tahun 1874 mereka menemukan bahwa morfin dapat
diubah menjadi obat lain yang sangat kuat untuk menghilang rasa
sakit, yang mereka beri nama heroin.
Prevalensi Penyalahgunaan Opiat.
Dewasa ini heroin merupakan jenis opiat yang paling banyak
disalahgunakan. Selama bertahun-tahun angka ketergantungan jauh lebih
besar di kalangan dokter dan perawat dibanding dalam berbagai kelompok
lain dengan latar belakang pendidikan yang setingkat.

Sedatif Sintesis
Jenis sedatif utama, yaitu barbiturat disintesis sebagai obat yang

membantu seseorang agar dapat tidur atau merasa rileks. Sedatif


melemaskan otot, mengurangi kecemasan, dan dalam dosis rendah
menghasilkan kondisi euforik ringan.

Stimulan
Stimulan atau upper, seperti kokain, bekerja di dalam otak dan

sistem saraf simpatetik untuk meningkatkan keterjagaan dan aks motorik.

Amfetamin, seperti benzedrin, adalah stimulus sintesis; kokain adalah


stimulan alamiah yang diekstrak dari daun koka.
a. Amfetamin :adalah upaya dari berbagai hasil untuk menemukan
ekstrak dari daun-daunan. Amfetamin seperti benzedrin, Deksedrin dan
Methedrin, menghasilkan efeknya dengan menyebabkan pelepasan
norepinefrin dan dopamin dan menghambat pengembalian kedua
neurotransmitter tersebut.
b. Metamfetamin : sebagaimana jenis amfetamin lain, metamfetamin
dapat ditelan atau disuntikan.
c. Kokain : berasal dari tanaman koka. Selain menburangi rasa sakit, ia
bekerja lebih cepat pada otak, menghambat pengembalian dopamin di
berbagai daerah mesolimbik yang diangap menghasilkan kondisi yang
menyenangkan.
5. LSD dan Halusinogen Lain
Istilah yang saat ini digunakan bagi LSD adalah halusinogen, yang
menggambarkan salah satu efek utama obat-obatan semacam itu, yaitu
menimbulkan halusinasi. Efek halusinogen tergantung pada sejumlah
variabel psikologis, selain besarnya dosis itu sendiri.
Suatu baru yang mirip halusinogen, Ekstasi, dilarang pada tahun
1985. Ekstasi mengandung MDA dan MDMA. Ekstasi mengandung
unsur-unsur dari keluarga halusinogen dan amfetamin, namun efeknya
cukup berbeda dari keduanya sehingga beberapa orang mengusulkan untuk
memasukannya dalam kategori tersendiri yang disebut entaktogen (a.l.,
Morgan, 2000).
Suatu obat yang sulit untuk digolongkan adalah PCP, yaitu fensiklidin,
yang sering dijuluki debu malaikat. Dikembangkan sebagai obat penenang
untuk kuda dan hewan besar lain.
1. 2. Gejala
Simptom penyalahgunaan zat/obat tidak pernah sama dengan kriteria
untuk ketergantungan zat/obat pada kelompok substance. Walaupun diagnosis
penyalahgunaan obat lebih mungkin pada individu yang baru menggunakan

zat/obat, beberapa individu cenderung menggunakan zat/obat yang menyebabkan


kerugian sosial dalam jangka waktu panjang tanpa menunjukkan bukti-bukti
ketergantungan pada zat/obat. Kategori penyelahgunaan zat/obat disini tidak
termasuk kafein dan nikotin. Penyalahgunaan didefinisikan pada penggunaan
zat/obat, bukan pemakai, salah guna, penggunaan yang berbahaya.
Menurut DSM IV, substance abuse merupakan bagian dari substancerelated disorder, yang merupakan gangguan yang berkaitan dengan penggunaan
zat yang disalahgunakan (termasuk alkohol) untuk mendapatkan efek samping
dari zat itu sendiri dan bias jadi memperoleh racun dari zat itu sendiri. Substance
abuse juga dapat diartikan sebagai pola menggunakan zat secara bahaya (tidak
sesuai dengan instruksi penggunaan obat yang semestinya) untuk mengubah
mood.
Penggunaan zat secara patologis dikelompokkan dalam dua kategori :
penyalahgunaan zat dan ketergantungan zat.
Kriteria ketergantungan Zat dalam DSM Kriteria penyalahgunaan Zat dalam
IV TR
Tiga atau lebih dari hal-hal ini :

DSM IV TR
Penggunaan zat secara maladaptive

- Toleransi

yang ditunjukkan oleh salah satu dari

- Putus obat

berikut ini :

- Zat digunakan dalam waktu lebih - Gagal memenuhi tanggung jawab


lama dan lebih banyak dari yang - Penggunaan
dimaksudkan
untuk

mengurangi/mengendalikan

berbahaya
- Berulang kali mengalami berbagai

penggunaannya

masalah hukum yang berkaitan

banyak

waktu

yang

dengan penggunaan zat

digunakan dalam berbagai ativitas - Terus


untuk mendapatkan zat tersebut
- Berbagai

dalam

berbagai situasi yang secara fisik

- Keinginan/upaya

- Sangat

berulang

aktivitas

social,

rekreasional, atau pekerjaan menjadi


berhenti/berkurang

menerus

menggunakan

terlepas dari berbagai masalah yang


disebabkan oleh penggunaan zat
tersebut

- Terus

menerus

menggunakannya

meskipun menyadari bahwa berbagai


masalah

psikologis/fisik

menjadi

semakin parah karenanya

1. 3. Etiologi
Penelitian terhadap penyebab penyalahgunaan zat semakin sering
dilakukan, dan usia yang rentan terhadap awal dimulainya penyalahgunaan zat
adalah usia remaja. Faktor penyalahgunaan dan ketergantungan zat meliputi
variabel sosiokultural, psikologis, dan biologis.
1. Variabel Sosiokultural
Variabel sosiokultural diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Budaya
Delint (dalam Davidson, 2010) menyatakan bahwa negara yang
memiliki grafik sebagai peminum alkohol tertinggi adalah negara seperti
Prancis, Spanyol dan Italia. Salah satu penyebab tingginya angka
penyalahgunaan alkohol adalah faktor budaya yang melegalkan wine dan
jenis alkohol lainnya untuk dikonsumsi, sehingga sikap budaya yang
demikian pada akhirnya akan mempengaruhi seseorang untuk minum
secara berlebih dan akhirnya terlibat dalam penyalahgunaan alkohol,
ditambah lagi dengan kemudahan memperoleh zat terkait di negara-negara
tersebut.
2. Keluarga
Variabel keluarga juga merupakan hal yang juga penting, anak yang
memiliki orang tua yang merokok memiliki kemungkinan 4 kali lebih
besar juga terlibat dalam kegiatan merokok daripada yang tidak memiliki
orang tua yang merokok (Nevid, 2005). Masalah-masalah seperti
perceraian, kekerasan dalam rumah tangga dan kurangnya dukungan
emosional juga sering kali dikaitkan dengan meningkatnya kemungkinan
mengunnakan rokok, alkohol, narkoba dan zat sejenisnya.

3. Teman sebaya
Kondisi psikologis remaja yang sedang mencari jati diri seringkali
mudah terpengaruh oleh teman sebanyanya untuk menggunakan alkohol,
narkoba, rokok dan sebagainya.
4. Media
Media

turut

memiliki

andil

dalam

mempengaruhi

terjadinya

penyalahgunaan zat. Media, melalui tayangan-tayangan di TV maupun


internet sering mengkaitkan perilaku merokok dengan sifat yang ksatria,
keren, kenikmatan, relaksasi dan bergaya, sehingga seringkali orang yang
menggunakan rokok di asosiasikan dengan berbagai hal positif yang
terdapat di iklan maupun film. Tayangan iklan minuman keras di negaranegara

barat

pun

sangat

mempersuasi

individu

untuk

ikut

menggunakannya.
2. Variabel Psikologis
Terdapat 2 bahasan terkait variabel psikologis :
1. Pengaruh Alkohol pada mood
Faktor yang mendasari individu menggunakan obat-obatan adalah
keinginan untuk dapat merubah mood individu. Meliputi peningkatan
mood positif maupun pengurangan mood negatif.
2. Keyakinan tentang prevalensi penggunaan obat dan resiko
kesehatan yang ditimbulkan
Seseorang meyakini bahwa obat berbahaya memilki prevalensi
penggunaan yang dilihatnya pada orang lain. Melihat dari 2 pernyataan
di awal, pengaruh sosiokultural dan perubahan mood masih belum bisa
menjelaskan secara gamblang dalam penyalahgunaan zat.
3. Variabel Biologis
Kemampuan fisiologi individu dalam mentoleransi zat yang
berlebihdapat meningkatkan penyalahgunaan zat bagi individudi
kemudian hari. Salah satu indikator adalah etnis. Etnis Asia tingkat
penyalahgunaan alkoholnya rendah karena intoleransi fisiologisnya,
disebabkan oleh kekurangan enzim yang mencerna alkohol yang
bersifat keturunan.

1. 4. Pengukuran dan diagnosis


Mengacu pada DSM IV-TR, substance abuse memiliki kriteria sebagai
berikut :
Pola maladaptif yang muncul sehingga menyebabkan bahaya atau
kerusakan secara klinis. Ditunjukkan dengan satu atau beberapa kriteria yang
terjadi dalam periode 12 bulan atau 1 tahun.
1.

Penggunaan yang berulang sehingga dapat mengakibatkan gagalnya

2.

menjalankan kewajiban di tempat kerja, sekolah, atau rumah.


Penggunaan yang berulang saat situasi dimana hal tersebut berbahaya bagi

3.

tubuh, seperti berkendara dibawah pengaruh zat tersebut.


Memiliki masalah yang berkaitan dengan hukum akibat penggunaan zat

4.

tersebut.
Menetapnya penggunaan zat meskipun memiliki masalah yang diakibatkan
karena penggunaan zat tersebut.

BAB II
ANALISA KASUS
2. 1.

Deskripsi kasus secara umum


Penampakan fisik kasus
Dari studi kasus yang berupa observasi dan wawancara kepada
subyek bernama D yang berusia 21 tahun yang mulai merokok sejak kelas
2 SMP.

Gejala-gejala yang tampak dalam kasus observasi


Mengkonsumsi nikotin dalam bentuk rokok 2 pack per hari yang di
dapat saat proses wawancara dengan rerata 2 rokok dalam waktu 1 jam
selama proses berlangsungnya observasi

Perawatan yang diterima kasus selama ini


Subyek tidak pernah mendapatkan treatment karena subyek tidak
melakukan check kesehatan di rumah sakit.

2. 2. Analisa kasus
Analisa Etiologi gejala Kasus menurut literature review
Teman sebaya
Kondisi psikologis remaja yang sedang mencari jati diri seringkali mudah
terpengaruh oleh teman sebayanya untuk menggunakan alkohol, narkoba, rokok
dan sebagainya.
Rancangan intervensi yang perlu dilakukan dalam kasus
Berbagai peraturan larangan merokok di tempat umum merupakan bagian
konteks sosial yang intensif untuk mengurangi konsumtifitas rokok. Keberhasilan
secara keseluruhan di kalangan berpendidikan lebih tinggi, usia lebih tua atau
masalah kesehatan yang akut.

Penanganan Psikologis
Strategi adalah mengurangi dan mengganti asupan rokok, boleh merokok

pada waktu tertentu yang telah dijadwalkan dikendalikan oleh waktu buka

berdasarkan dorongan dalam diri, mood, atau situasi. Untuk memberikan suatu
dampak para ahli klinis menjalankan program standar.

Penanganan Biologis
Selembar plester poliethilin dilekatkan di tangan berfungsi sebagai system

pemasok nikotin. (melalui kulit) yang secara perlahan dan stabil dibawa ke otak.
Biasanya digunakan 10 sampai 12 minggu yang semakin lama semakin sedikit.

Mencegah Kekambuhan
Terlepas dari caranya berhenti merokok tergantung kognisi dan informasi

yang didapat sangat mmempengaruhi. Sanksi sosial bagi perokok juga membantu
menjauhi rokok seiring berjalanya waktu.
2. 3.

Diagnosa Multiaksial
Axis I
F1x.24 Sedang menggunakan zat (ketergantungan aktif)
Axis II
Z03.2 Tidak ada diagnosis
Axis III
Tidak ada data
Axis IV
Masalah psikososial dan lingkungan lain
Axis V
GAF 80-71 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam
sosial, pekerjaan, sekolah, dll.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3. 1.

Simpulan
Metode observasi yang kami gunakan adalah tehnik observasi non-

partisipan, dimana observer tidak ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh
subjek. Observer hanya merekam dan mengamati perilaku subjek saat terjadi di
lingkungan yang sebenarnya.
Kami menggunakan tehnik event recording. Dimana nantinya kami
mencatat kemunculan target perilaku dan deskripsi suasana. Observasi ini
dilakukan sebanyak 2 sesi dan masing masing sesi memiliki durasi 60 menit.
Alasan kami menggunakan metode ini karena sesuai dengan target
perilaku yang kami amati. Kami mengamati kuantitas seberapa banyak target
perilaku yang muncul, dari pengamatan tersebut dapat mengindikasikan bahwa
subjek mengalami gangguan ketergantungan zat berupa nikotin.
Selanjutnya kami juga menggali data menggunakan wawancara
yang kami lakukan pada tanggal 29 september 2015, wawancara ini bertujuan
untuk melengkapi data dari target perilaku yang tidak muncul pada saat observasi
Berdasarkan data yang kami dapatkan saat observasi pada sesi pertama,
kedua observer melihat adanya target perilaku yang muncul sebanyak dua kali
untuk target perilaku berapa banyak rokok yang dihabiskan dalam kurun waktu 1
jam , dan untuk target perilaku merokok di tempat berbahaya ( dekat bahan yang
mudah terbakar ) kedua observer melihat satu kali target perilaku tersebut muncul
yakni subyek merokok dekat elpiji danus ( dana usaha ).
Sedangkan untuk observasi sesi kedua untuk target perilaku berapa banyak
rokok yang di habiskan dalam 1 jam kedua observer melihat target perilaku
tersebut muncul tiga kali, dan untuk target perilaku meminta rokok teman di saat
persediaan rokok yang dipunya habis, menunda melakukan permintaan teman saat
sedang merokok serta tetap bersikeras merokok walaupun telah ditegur temannya
observer melihat masing-masing dari target perilaku tersebut muncul sebanyak
satu kali.

Pada observasi tidak semua target perilaku muncul, maka kami melakukan
wawancara guna melengkapi data target perilaku yang belum muncul pada saat
observasi, serta kriteria ketergantungan nikotin yang tidak observable
Dari hasil observasi dan wawancara yang kami lakukan dengan subyek,
semua kriteria ketergantungan zat nikotin hampir semua terpenuhi sesuai kriteria
ketergantungan nikotin berdasarkan DSM 5: Sering mengkonsumsi tembakau
dalam jumlah yang lebih besar dalam periode yang lama dari yang diperkirakan,
adanya keinginan dan usaha yang gagal untuk mengurangi atau mengendalikan
penggunanan tembakau, banyak waktu terbuang sia-sia hanya untuk mendapatkan
dan menggunakan tembakau, keinginan kuat dan mendesak untuk menggunakan
tembakau, penggunaan tembakau yang berlebihan mengakibatkan kegagalan
untuk memenuhi kewajiban peran utama di tempat kerja, sekolah, ataupun rumah.
(misalnya, gangguan dengan pekerjaan),penggunaan tembakau berkelanjutan
meskipun memiliki permasalahan dengan sosial atau interpersonal yang
disebabkan atau diperburuk oleh efek tembakau. (misalnya berargumen dengan
orang lain tentang penggunaan tembakau), kepentingan sosial, kerja, kegiatan
rekreasi dapat berkurang karena penggunaan tembakau, menggunakan tembakau
terus-menerus dalam situasi dimana membahayakan bagi tubuh. (misalnya
merokok di tempat tidur), tetap menggunakan tembakau walaupun sudah
mengetahui atau mengalami masalah fisik dan psikis, toleransi, didefinisikan
dengan terjadinya kedua hal berikut: meningkatnya jumlah penggunaan tembakau
untuk mencapai efek yang digunakan, ditandai dengan berkurangnya efek
penggunaan tembakau secara terus-menerus dengan jumlah yang sama, menarik
diri yang di manifestasikan dengan 2 kriteria: penggunaan tembakau paling
lambat seminggu yang lalu, selama 24 jam pasti mengalami 4 atau lebih simptom
sebagai berikut: tembakau atau biasa disebut nikotin ketika kembali dikonsumsi
maka akan hilang keempat simptom yang terkait dengan penarikan dari tembakau.
3. 2.

Saran
Kelebihan dari hasil observasi dan wawancara yang kami lakukan adalah

bisa dengan mudah dan lebih mendalam dalam penggalian data untuk

ketergantungan zat nikotin.

Sedangkan kelemahannya adalah antar observer

memiliki ketimpangan dalam mempersepsikan beberapa target perilaku yang


diobservasi seperti mempersepsikan area yang berbahaya.
Tidak semua kriteria ketergantungan zat dan penyalahgunaan zat bisa
diamati dengan metode observasi dan wawancara, karena observasi dan
wawancara ini berinteraksi langsung dengan subyek, dan untuk subyek yang
sudah masuk dalam kondisi parah maka metode wawancara ini akan sulit bahkan
tidak mungkin dilakukan.

LAMPIRAN
Foto-Foto Kasus

Daftar Pustaka
American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic And Statistical Manual of
Mental Disorder (4th ed): Text Revision. Washington, DC : American
Psychiatric Publishing.
American Psychiatric Association. (2013).

Diagnostic Statistical Manual of

Mental Disorder (5th ed). Washington, DC : American Psychiatric


Publishing.
Davidson, Gerald C. dkk. (2010). Psikologi Abnormal (Edisi ke 9). Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada
Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ
III dan DSM 5. Jakarta : PT. Nuh Jaya
Nevid, Jeffrey S., dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai