Anda di halaman 1dari 10

KEADAAN HIPEROSMOLAR HIPERGLIKEMIK (KHH)

PENDAHULUAN
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik (KHH) merupakan keadaan darurat medis dan
komplikasi akut yang serius pada penderita diabetes melitus. Kedaruratan ini masih merupakan
penyebab tingginya morbiditas dan mortalitas penderita diabetes melitus, walaupun telah dicapai
kemajuan dalam pemahaman tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaannya. Angka
kejadian Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik masih sulit diperkirakan karena belum ada studi
populasi tentang keadaan ini, namun diperkirakan kurang dari 1% dari semua penderita diabetes
yang dirawat di Rumah Sakit. Pengobatan penderita Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik akan
meningkatkan biaya perawatan penderita.
Angka kematian penderita KHH masih tinggi yaitu sekitar 15%. Prognosisnya semakin
buruk dengan semakin bertambahnya usia dan dengan adanya penurunan kesadaran dan
hipotensi. KHH berbeda dari diabetes ketoasidosis (DKA) dan pengobatannya membutuhkan
pendekatan yang berbeda. Meskipun biasanya terjadi pada orang tua, KHH sering muncul pada
orang dewasa yang lebih muda dan remaja, dan sering sebagai presentasi awal diabetes tipe 2
mellitus. Angka kematian penderita KHH masih tinggi yaitu sekitar 15%. KHH memiliki tingkat
kematian lebih tinggi daripada DKA dan mungkin rumit oleh komplikasi vaskular seperti infark
miokard, stroke atau trombosis arteri perifer. DKA muncul dalam jam, sedangkan HHS muncul
lebih dari beberapa hari, dan akibatnya dehidrasi dan gangguan metabolisme terjadi yang lebih
ekstrim.

DEFINISI
Istilah Koma Hiperosmolar Non Ketotik diganti dengan istilah Keadaan Hiperosmolar
Hiperglikemik karena beberapa alasan, antara lain :
1. Penurunan kesadaran kadang-kadang tidak sampai menjadi koma
2. Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik dapat pula disertai dengan ketosis ringan yang dapat
dideteksi dengan metode nitroprusside.
Terdapat karakteristik yang membedakannya dari jenis hiperglikemia lain seperti DKA, yaitu :

1. Hipovolemia
2. Hiperglikemia (> 30 mmol / L) tanpa hyperketonaemia signifikan (<3.0 mmol / L) atau
asidosis (pH> 7.3, bikarbonat> 15 mmol / L)
3. Osmolalitas> 320 mmol / kg
Patogenesis :
Kelainan yang mendasari kedua keadaan ini adalah adanya penurunan kerja insulin yang
disertai dengan peningkatan sekresi counterregulatory hormones seperti glukagon, katekolamin,
kortisol dan Growth Hormone. Perubahan keseimbangan hormonal ini akan menyebabkan
peningkatan produksi glukosa hepar dan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan perifer, yang
akan memperberat hiperglikemi serta perubahan2 osmolalitas cairan ekstraseluler. Kombinasi
defisiensi insulin dan peningkatan counter-regulatory hormones pada KAD juga akan
merangsang pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak kedalam sirkulasi darah serta
peningkatan

oksidasi

asam

lemak

hati

menjadi

ketone

bodies

(benda2

keton)

yaitu bhydroxybutyrate dan asam asetoasetat yang akan menyebabkan ketonemia dan asidosis
metabolik.
Sebaliknya pada KHH, kadar insulin tidak mencukupi untuk memfasilitasi pemakaian
glukosa oleh jaringan2 perifer namun masih cukup untuk mencegah lipolisis dan terjadinya
ketogenesis (pembentukan benda2 keton) sehingga jarang terjadi asidosis metabolik. Baik KAD
maupun KHH disertai dengan glikosuria yang akan menyebabkan diuresis osmotik yang
berakibat kehilangan cairan dan elektrolit.
FAKTOR PENCETUS
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling utama pada KHH. Faktor pencetus lain
adalah CVD, penyalahgunaan alkohol, trauma, emboli paru dan infark miokard. Berbagai jenis
obat dapat pula mengganggu metabolisme karbohidrat, antara lain : kortikosteroid, pentamidine,
obat-obat simpatomimetik, penghambat a dan b adrenergik serta diuretik, sehingga dapat pula
mencetuskan KHH terutama pada penderita usia lanjut. KHH juga dapat terjadi pada penderita
DM tipe 2 usia lanjut yang tidak menyadari kondisi hiperglikeminya dan kurang mendapat
asupan cairan yang cukup pada saat diperlukan.
DIAGNOSIS
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Proses terjadinya KHH biasanya mulai terjadi dalam beberapa hari. Baik pada KAD
maupun KHH , dapat ditemui gambaran klinis yang klasik meliputi :

- poliuri, polidipsi dan polifagi


- penurunan BB dalam waktu singkat
- mual muntah
- nyeri perut
- dehidrasi
- badan lemas
- penglihatan kabur
- gangguan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
- Turgor yang kurang, bibir dan kulit kering
- Takhikardi
- Hipotensi
- Syok hipovolemik
- Gangguan kesadaran dari apatis sampai koma
Perubahan status mental dapat bervariasi mulai dari sadar penuh pada kasus ringan sampai letargi
atau koma pada kasus yang berat. Walaupun infeksi merupakan faktor pemicu utama terjadinya
KHH, pada pengukuran suhu tubuh dapat menunjukkan suhu tubuh yang normal (normotermik)
atau bahkan hipotermik, terutama karena adanya vasodilatasi perifer. Hipotensi merupakan
petanda prognosis yang jelek pada kedua komplikasi ini.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pertama yang harus dilakukan pada pasien2 yang dicurigai
KHH meliputi :
- Pemeriksaan kadar glukosa darah plasma, ureum, kreatinin dan keton serum, elektrolit,
osmolalitas, urinalisis, keton urin, analisa gas darah, darah rutin lengkap dan
Elektrokardiografi
- Biakan urin, darah dan usap tenggorok dilakukan untuk pertimbangan pemberian
antibiotika yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi.
- Pemeriksaan HbA1c (A1c) bermanfaat untuk menentukan apakah episode akut dari krisis
hiperglikemi ini terjadi akibat kulminasi dari proses perjalanan penyakit DM yang tidak
terdiagnosis sebelumnya atau tidak terkontrol baik atau murni merupakan episode akut
dari DM yang selama ini terkontrol baik.
Kebanyakan pada pasien dengan krisis hiperglikemik ditemukan adanya leukositosis. Kadar
natrium serum biasanya mengalami penurunan karena perubahan aliran air dan elektrolit
dari ruang intravaskuler menuju ekstraseluler akibat adanya hiperglikemi. Kadar kalium serum

dapat mengalami peningkatan karena perpindahan kalium ekstraseluler akibat defisiensi insulin,
hipertonisitas dan asidemia. Penderita yang pada saat pertama kali datang dengan kadar kalium
yang normal rendah atau rendah, sebenarnya sudah menunjukkan defisiensi kalium yang berat
sehingga memerlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan gangguan fungsi jantung
sehingga perlu diberikan suplemen kalium yang cukup untuk mencegah terjadinya aritmia
jantung. Terjadinya stupor atau koma pada penderita DM tanpa adanya kelainan osmolalitas
perlu segera dipertimbangkan adanya penyebab lain dari perubahan status mental ini.
Osmolalitas efektif dapat dihitung dengan rumus :
2 [Na+(mEq/l)] + glucose(mg/dl)/18
Tabel 1 : Kriteria diagnosis Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik
Glukosa Plasma (mg/dl)

> 600

pH arteri

> 7,30

Bikarbonat

Serum

> 15

(mEq/l)
Keton urin

Sedikit/negative

Keton Serum

Sedikit/negative

Osmolalitas

serum

> 320

efektif (mOsm/kg)
Anion gap

<12

Sensorium

Stupor/Coma

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan dari HHS adalah untuk mengobati penyebab yang mendasari dan untuk
secara bertahap dan aman
Menormalkan osmolalitas
Ganti cairan dan elektrolit kerugian
Menormalkan gula darah
Tujuan lainnya termasuk pencegahan :
Arteri atau trombosis vena
Komplikasi potensial lainnya misalnya cerebral edema / central pontine mielinolisis

Foot ulserasi
Prinsip pengobatan KHH meliputi :
- Koreksi terhadap :
o Dehidrasi
o Hiperglikemi
o Gangguan keseimbangan elektrolit
- Pengenalan dan pengobatan terhadap faktor pencetus
- Follow up yang ketat
Penilaian Awal Status Volume Cairan
Hiperglikemia mengakibatkan diuresis osmotik dan kehilangan air melalui ginjal. Jadi
dalam penatalaksanaan KHH diperlukan ketepatan dalam mengidentifikasi dan mengatasi
dehidrasi dan deplesi volume ekstraseluler, tergantung pada tingkat cairan bebas dan natrium
defisit sebagaimana dinilai dalam setiap kasus individu. Kehilangan cairan di HHS diperkirakan
antara 100-220 ml / kg (10-22 liter pada orang dengan berat 100 kg).
a. Klinis
Gangguan akut fungsi kognitif dapat dikaitkan dengan dehidrasi tapi tidak spesifik dan
tidak selalu ada. Perubahan dalam status mental yang umum dengan osmolalities lebih dari 330
mmol / kg. Mata cekung, kerutan memanjang di lidah dan kelemahan ekstremitas berkorelasi
baik dengan meningkatnya urea darah. Hipovolemia berat dapat bermanifestasi takikardia
(denyut nadi> 100 kali/menit) dan

atau hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg).

Meskipun kehilangan elektrolit yang parah dan deplesi volume total tubuh pasien khas dengan
b. Biokimia
HHS tidak harus didiagnosis dari parameter biokimia saja. Namun, glukosa darah nyata
meningkat (biasanya 30 mmol / L atau lebih), seperti osmolalitas. Osmolalitas berguna, baik
sebagai indikator keparahan dan untuk memantau tingkat perubahan dengan pengobatan. Urea
bukanlah osmolite efektif tetapi termasuk dalam perhitungan penting dalam KHH, karena
merupakan salah satu indikator dari dehidrasi berat.
c. Perubahan Status Mental dalam KHH
KHH dan DKA dapat mengakibatkan efek pada fungsi otak dan terkait dengan perubahan
sementara dalam status mental dan juga efek jangka panjang. Hal ini mungkin karena edema
serebral pada kasus yang berat atau adanya gangguan elektrolit signifikan, perubahan

osmolalitas, dehidrasi, infeksi dan sepsis, hipoglikemia selama pengobatan, dan gagal ginjal.
Perubahan dalam status mental berkorelasi dengan keparahan hiperosmolalitas, confusion state
umumnya berhubungan dengan osmolalitas lebih dari 330 mmol / kg. Sebuah penilaian kognisi
harus diserrtai dengan pemeriksaan fisik lengkap dan review terapi obat. Tentu saja tes kognisi
harus dilihat untuk membandingkan dengan kondisi premorbid pada lansia rawat inap yang
biasanya sering kurang.
Terapi Cairan
Terapi cairan initial/ awal dimaksudkan untuk memperbaiki volume cairan intra dan
ekstravaskuler serta memperbaiki perfusi ginjal. Bila tidak ada kelainan / gangguan fungsi
jantung, diberikan cairan isotonis NaCl 0,9 % dengan kecepatan 15 sampai 20
ml/kgBB/jam. Pada 1 jam pertama tetesan cairan dipercepat (1-1,5 liter). Pada jam berikutnya,
terapi cairan tergantung derajat dehidrasi, kadar elektrolit serum dan diuresis (jumlah urin).
Secara umum, infus 0,45% NaCl dengan dosis 4-14 ml/kgBB/jam dapat diberikan bila kadar Na
serum normal atau meningkat. Bila kadar Na rendah, diberikan 0,9% NaCl dengan kecepatan
yang sama. Setelah fungsi ginjal membaik, terlihat dengan adanya diuresis, segera diberikan
infus Kalium sebanyak 20-30 mEq/l sampai kondisi pasien stabil dan dapat menerima suplemen
Kalium oral.
Terapi Insulin
Regular Insulin (RI) melalui infus intravena berkesinambungan merupakan terapi pilihan.
Pada pasien dewasa, bila tidak ada hipokalemi. Dosis rendah biasanya dapat menurunkan kadar
glukosa plasma sebesar 50-75 mg/dl per jam, sama seperti pada pemberian regimen insulin dgn
dosis yang lebih tinggi. Bila kadar glukosa plasma tidak turun sebesar 50 mg/dl dari kadar awal,
periksa keadaan hidrasi pasien. Infus insulin dapat ditingkatkan 2 kali lipat setiap jam sampai
kadar glukosa plasma turun antara 50 sampai 75 mg/dl per jam. Bila kadar glukosa plasma
mencapai 300 mg/dl pada KHH, dosis insulin diturunkan menjadi 0,05-0,1 UI/kgBB/jam (3-6
UI/jam) dan pemberian Dextrose (5-10%). Selanjutnya kecepatan insulin atau konsentrasi
Dextrose disesuaikan untuk mempertahankan kadar glukosa plasma normal sampai gangguan
mental dan keadaan hiperosmolar pada KHH dapat diatasi. Ketonemia memerlukan perawatan
yang lebih lama daripada hiperglikemi.
Selama pengobatan KHH, darah sebaiknya diperiksa setiap 2 4 jam untuk menentukan
kadar elektrolit serum, glukosa, ureum, kreatinin, osmolalitas dan pH darah vena. Umumnya,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan ulang analisa gas darah arteri.

Kalium
Terapi insulin, koreksi terhadap asidosis dan penambahan cairan dapat menurunkan kadar
kalium serum. Untuk mencegah hipokalemi, penambahan kalium hendaklah dimulai bila kadar
kalium serum turun dibawah 5,5 mEq/l dengan syarat bila sudah terjadi diuresis. Umumnya
pemberian Kalium sebanyak 20-30 mEq (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) dalam setiap liter cairan infus
sudah cukup untuk mempertahankan kadar Kalium serum dalam batas normal (4 5 mEq/l). Bila
terjadi hipokalemi berat (< style=""> hendaklah dimulai bersamaan dengan terapi cairan dan
terapi insulin ditunda dulu sampai kadar kalium mencapai > 3,3 mEq/l, untuk mencegah
terjadinya aritmia atau cardiac arrest dan kelemahan otot pernafasan.
Fosfat
Kadar fosfat serum dapat menurun pada saat terapi insulin. Untuk mencegah terjadinya
kelemahan otot jantung dan otot rangka serta depresi pernafasan akibat hipofosfatemia, perlu
diberikan suplemen fosfat terutama pada penderita yang disertai dengan gangguan fungsi
jantung, anemia atau depresi pernafasan dan pada penderita dengan kadar fosfat serum.
Terapi Antibiotik
Seperti dengan semua pasien akut, sepsis mungkin tidak disertai dengan demam. Sebuah
sumber infeksi harus dicari pada riwayat klinis dan pemeriksaan fisik dan protein C-reaktif
mungkin berguna. Antibiotik harus diberikan bila ada tanda-tanda klinis infeksi atau pencitraan
dan / atau tes laboratorium menunjukkan adanya infeksi.

Dibawah ini dicantumkan contoh algoritma penatalaksanaan KHH pada orang dewasa
menurut rekomendasi American Diabetes Association.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering KHH adalah :
- Hipoglikemi karena dosis insulin yang berlebihan
- Hipokalemi akibat pemberian insulin

- Hiperglikemi akibat penghentian terapi insulin intravena setelah penyembuhan tanpa


dilanjutkan dengan insulin subkutan
Edema serebri merupakan komplikasi yang bersifat fatal, yang secara klinis ditandai
dengan penurunan kesadaran disertai lethargy dan sakit kepala. Defisit neurologik dapat terjadi
secara cepat, disertai kejang, inkontinensia urin, perubahan refleks pupil , bradikardia dan gagal
nafas. Progresivitas gejala defisit neurologik ini terjadi akibat adanya herniasi batang otak.
Apabila sudah terjadi perubahan2 perilaku, maka angka kematiannya akan semakin tinggi (dapat
mencapai 70%), dan hanya 7-14% kasus yang dapat mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa
permanen. Mekanisme terjadinya edema serebri sampai sekarang belum diketahui dengan pasti,
namun diduga disebabkan karena perubahan tekanan osmotik akibat perpindahan cairan yang
cepat kedalam sistem syaraf pusat karena penurunan osmolalitas plasma yang terlalu cepat
selama pengobatan KHH.
Prinsip pengobatan edema serebri adalah dengan menurunkan tekanan intrakranial, yaitu
dengan pemberian Mannitol, diberikan dalam 5sampai 10 menit setelah ditemukan gejala awal
defisit neurologik dengan dosis 1 - 2 g/kg selama 15 menit. Pemberian deksametazon dan
diuretik masih kontroversi. Pencegahan edema serebri meliputi :
- Pemberian cairan dan sodium bertahap pada pasien hiperosmolar
- Hindari pemberian bikarbonat kecuali sangat diperlukan
- Tambahkan infus dextrose bila GD sudah mencapai 250 mg/dL
PENCEGAHAN
Kebanyakan kasus KHH dapat dicegah melalui akses yang lebih baik terhadap pusat
pelayanan kesehatan serta edukasi yang baik dan komunikasi yang efektif dengan perawat
kesehatan. Hal yang paling penting adalah bahwa pasien hendaklah dinasihati jangan
menghentikan

insulin

dan

segera

memeriksakan

sakit. Keberhasilan penatalaksanaan hari sakit

diri

kedokter

apabila

mengalami

(sick day management) tergantung dari

keterlibatan anggota keluarga. Pasien dan keluarganya harus bisa melakukan pengukuran kadar
glukosa darah, memeriksa keton urin, penyuntikan insulin, mengukur suhu tubuh, memeriksa
denyut nadi dan frekuensi pernafasan, menimbang berat badan dan melakukan komunikasi
dengan dokter yang merawat.
SIMPULAN
Keadaan Hiperosmolar Hiperglikemik (KHH) merupakan komplikasi akut yang serius
pada penderita diabetes melitus. Berbagai keadaan dapat mencetuskan terjadinya KHH dimana
infeksi merupakan faktor pencetus utama. Prinsip penatalaksanaan krisis hiperglikemi

meliputi koreksi terhadap dehidrasi, hiperglikemi dan gangguan keseimbangan elektrolit,


serta pengenalan dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Sebaiknya penderita dirawat di ruang
rawat intensif dengan follow up yang ketat terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi akibat
penyakitnya maupun efek samping akibat penatalaksanaannya. Hal yang paling penting adalah
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya krisis hiperglikemik dengan edukasi terhadap
pasien dan keluarga tentang pengenalan dini tanda-tanda awal krisis hiperglikemik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kitabchi AE, et.al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes, Diab
Care. 2001;24(1):131-153.
2. Jean-Louis Chiasson, et. al.Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis and the
hyperglycemic hyperosmolar state.CMAJ.2003; 168 (7):859-866.
3. American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Diabetes, Diab Care. 2004;
27(Suppl 1):94-102.
4. Kitabchi AE et.al. Thirty Years of Personal Experience in Hyperglycemic Crises: Diabetic
Ketoacidosis and HyperglycemicHyperosmolar State, J Clin Endocrinol Metab. 2008; 93:
15411552.
5. Fowler M. Hyperglycemic Crisis in Adults: Pathophysiology,Presentation, Pitfalls, and
Prevention. Clin Diab.2009; 27(1):19-23.
6. Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group. The management of the hyperosmolar
hyperglycaemic state (HHS) in adults with diabetes. JDBS.2012; 06: 1-32.

Anda mungkin juga menyukai