saat terjadi revolusi pertanian di Eropa. Akan tetapi, pengakuan terhadap ilmu
ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri baru diberikan pada abad ke-18, setelah
tokoh Adam Smith muncul. Adam Smith (1729-1790), merupakan tokoh utama dari
aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik.
Dalam menghadapi persoalan ekonomi yang terus berkembang dengan adanya
perkembangan zaman, teori-teori ekonomi yang dikembangkan oleh pakar-pakar
klasik seperti lumpuh tak berdaya. Teori klasik dan neo-klasik tidak mampu
menjelaskan fenomena dan peristiwa yang sesungguhnya telah terjadi. Apalagi
memberikan jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi. Hal ini sebetulnya tidak
dapat disesalkan, sebab yang terjadi pada tahun-tahun tersebut memang sangat
berbeda dengan persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi. Dalam situasi tidak
menentu inilah lahir seorang tokoh ekonomi yang kemudian menjadi sangat
berpengaruh, yaitu J. M. Keynes dengan teori ekonomi modern.
Ekonomi ala Keynes atau Teori Keynes, adalah suatu teori ekonomi yang
didasarkan pada ahli ekonom Inggris abad ke-20, john maynard keynes Teori ini
mempromosikan suatu ekonomi campuran, baik negara maupun swasta memegang
peranan penting. Kebangkitan ekonomi ala Keynes menandai berakhirnya ekonomi
laissez faire(teori klasik), suatu teori ekonomi yang berdasarkan pada keyakinan
bahwa pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan negara.
Hal ini berarti menandakan bahwa Masyarakat dalam suatu Negara benar benar
bebas dalam melakukan segala kegiatan ekonomi namun tetap dalam batasan-batasan
hukum yang berlaku dalam Negara tersebut.
demikian di dalam masyarakat selalu terdapat cukup penghasilan ( berarti daya beli ,
juga permintaan) untuk dibelanjakan pada hasil-hasil produksi. Kekurangan produksi
akan suatu barang tertentu masih bisa terjadi, tetapi secara
agregat ( total
berarti bahwa secara umum tidak mungkin akan terjadi kelebihan produksi di dalam
masyarakat.
Apabila seandainya pada suatu waktu barang tertentu yang telah diproduksi
tidak bisa terjual ( kelebihan produksi) maka melalui mekanisme harga ( harga
bersifat fleksibel) harga barang tersebut akan turun, selanjutnya akan mengakibatkan
barang tersebut lebih banyak diminta oleh konsumen ( sesuai hukum permintaan)
sampai kelebihan barang tersebut habis terjual. Pada akhirnya perekonomian akan
kembali pada posisi kseimbangan ( full employment). Demikian pula sebaliknya jika
terjadi kekurangan produksi, melalui mekanisme harga, harga barang akan naik,
selanjutnya harga naik akan mengakibatkan
masyarakat
terhadap barang-barang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak cukup
untuk menyerap barang dan jasa yang dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa
terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima pendapat Say, bahwa setiap proses
produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output dan (2) menghasilkan
penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian jika
semua
diproduksi maka tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya,
penghasilan masyarakat tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan
sebahagian di tabung. Jumlah yang ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif
di pasar barang.
Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada
dua sektor : yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak
dibelanjakan ( di tabung di Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang
merupakan permintaan tidak efektif. Jika penghasilan yang ditabung tersebut
dipinjamkan kepada perusahaan untuk investasi oleh Bank , maka penghasilan
tersebut akan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Jadi jelas bahwa tidak ada
jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat yang ditabung dapat diterjemahkan
sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini tergantung pada perusahaan, mau
atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika perusahaan hanya
meminjam uang sbagian dari jumlah tabungan yang ada maka berarti hanya sebagian
dari jumlah tabungan tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif di pasar barang.
Dengan demikian permintaan efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai seluruh
output yang ditawarkan di pasar barang. Dengan kata lain akan terjadi kelebihan
produksi.
Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan
mengurangi produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya
akan menurun. Kedua, ini bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu
harga-harga barang dan jasa turun. Ini sesuai dengan hukum permintaan-penawaran,
dimana jika permintaan lebih kecil dari penawaran maka harga akan cenderung
turun. Seberapa besar pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP
dan harga, tergantung pada fleksibilitas harga untuk turun. Jika harga cukup fleksibel
untuk turun maka pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP
dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk
turun maka pengaruhnya juga cukup besar.
Menurut kaum Keynesian, kekurangan
Apabila perusahaan melakukan investasi lebih besar dari jumlah tabungan masyarakat
di Bank maka permintaan efektif di pasar barang akan lebih besar dari jumlah
barang / jasa yang ditawarkan. Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya permintaan
efektif di pasar barang tergantung pada keputusan rumah-tangga untuk konsumsi dan
keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut Keynes, umumnya keputusan rumahtangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah (naik) jika
pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi
biasanya sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang
sangat menentukan gejolak GDP dan kesempatan kerja.
Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang
ditabung oleh rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang
lebih besar dari tingkat output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya
GDP dan harga pada periode berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap
kenaikan GDP dan harga sangat tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang
belum terpakai di masyarakat. Jika kapasitas produksi masih tersedia maka kurangnya
produksi di pasar barang akan meningkatkan GDP tanpa meningkatkan harga.
Namun, jika kapasitas produksi telah penuh maka kurangnya produksi tersebut tidak
akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan meningkatkan harga atau inflasi.
Keseimbangan di Pasar Barang
Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran
agregat = pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan
pada sisi permintaan ( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti
tercapai keseimbangan di pasar barang. Keseimbangan di pasar barang tercapai jika
permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Keseimbangan ini merupakan
keseimbangan yang sesungguhnya dari suatu perekonomian. Secara grafis,
keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gb. 3.16.).
TEORI KLASIK
Pada Pasar Barang
Tidak
mungkin
TEORI KEYNESIAN
Pada Pasar Barang
ada
Dapat
kelebihan/
kekurangan produksi.
Produksi total masyarakat = kebutuhan
terjadi
produksi
Tidak
selalu
kelebihan/kekurangan
mencapai
full
employment
of activity)
Landasan berfikirnya :
a). Hukum Say : supply creates its own
demand.
b). Harga umum fleksibel
1. Setiap proses produksi mempunyai
dua akibat:
a). Menghasilkan output
b). Memberikan penghasilan kepada pemilik
faktor produksi yang besarnya sama dengan
nilai output.
2. Pasar Uang
a. Pasar Uang Teori Ekonomi Klasik
Di pasar uang permintaan akan uang bertemu dengan penawaran akan uang.
Mengenai permintaan akan uang, kaum klasik mempunyai suatu teori yang cukup
terkenal, yang dinamakan Teori Kuantitas. Teori Kuantitas mengatakan bahwa
masyarakat memerlukan uang tunai untuk keperluan transaksi tukar-menukar mereka
(misalnya jual beli barang dan jasa). Menurut kaum klasik, karena uang tidak bisa
menghasilkan apa-apa kecuali mempermudah transaksi, maka uang akan diminta oleh
masyarakat sejumlah yang tidak lebih dari apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
untuk membiayai proses transaksi mereka. Jadi semakin banyak transaksi yang
dilakukan semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
bentuk persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Md = k PY
Rumus ini bararti bahwa jumlah permintaan uang ditentukan oleh output atau
income (Y) dan harga barang (P) serta konstanta (k). Konstanta antara lain adalah
kecepatan uang digunakan dalam transaksi, dimana k = 1/V (V adalah kecepatan uang
digunakan atau turn over). Karena dalam jangka pendek income (output) dan
konstanta adalah tidak berubah (tetap) maka jumlah permintaan uang akan ditentukan
hanya oleh harga. Jadi permintaan uang (Md) sebanding dengan tingkat harga (P)
(Ovita, 2013).
Volume transaksi tersebut tergantung pada dua hal, yaitu : volume barang/jasa
yang diproduksi oleh masyarakat (diukur dengan GDP riil atau GDP pada harga
konstan), dan tingkat harga umum. Semakin besar GDP semakin banyak transaksi
yang diharapkan untuk dilaksanakan oleh para anggota masyarakat. Semakin tinggi
harga-harga barang, semakin besar uang tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap
transaksi.
Penawaran akan uang Ms = ditentukan oleh kebijaksanaan moneter
Permintaan akan uang Md = kPQ
di mana, k = suatu konstanta, Q = GDP dengan harga konstan , P= tingkat harga
umum (rata-rata).
Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran akan uang dengan
permintaan akan uang, sehingga :
Ms = Md = kPQ
Persamaan ini bisa ditafsirkan, bahwa kalau volume uang yang beredar (Md)
ditambah dengan, misalnya 10%, maka tingkat harga umum (P) akan naik dengan
10% pula, kecuali bila k dan Q berubah (yang dalam jangka pendek dianggap tidak
berubah). Secara ringkas : pasar uang mempertemukan permintaanakan uang (teori
Kuantitas) dan penawaran akan uang. Selanjutnya permintaan dan penawaran akan
uang ini menentukan tingkat harga umum.
Keynes berpendapat sama dengan teori klasik yaitu volume transaksi erat
kaitannya dengan jumlah barang/jasa yang diproduksi, sehingga :
Md = k.P.Q
Dimana :
k = konstanta.
P = harga.
Q = Volume transaksi
2) Motif berjaga-jaga.
Motif Berjaga-jaga, hal ini Keynes membedakan permintaan akan uang
untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang
diluar rencana dari transaksi normal atau rutin (Dewi, 2014).
Misal untuk pembayaran keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan
pembayaran tidak terduga lainnya. Orang akan mendapat manfaat dengan
memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga
tersebut. Karena sifat uang yang liquid atau mudah untuk ditukar dengan barang
atau sebagai alat pembayaran lainnya. Permintaan akan uang untuk motif
transaksi dan berjaga-jaga tidak menyimpang dari teori klasik, yaitu
memandang kebutuhan akan uang berdasarkan fungsi sebagai alat tukar (Dewi,
2014).
3) Motif spekulasi.
Motif ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan seandainya pemegang
uang tersebut dapat meramal apa yang terjadi di masa depan dengan tepat.
Permintaan untuk spekulasi adalah permintaan akan uang tunai untuk tujuan
memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan berspekulasi dalam pasar
obligasi (surat berharga) (Dewi, 2014).
Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, maka
orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya hari ini. Ini berarti uang
tunai yang saat ini untuk berspekulasi akan berkurang. Sebaliknya, apabila
harga obligasi diharapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini
akan bertambah (obligasi dijual) (Dewi, 2014).
K = rP, maka P = K/r
Dimana :
Keynes mengatakan bahwa permintaan akan uang untuk spekulasi saat ini
tinggi apabila tingkat bunga saat ini (dirasa) rendah dan permintaan untuk
spekulasi saat ini rendah apabila tingkat bunga untuk spekulasi mempunyai
hubungan yang berkebalikan dengan tingkat bunga (saat ini) (Dewi, 2014). Ini
adalah inti teori moneter Keynes.
Md = [kQ + (r)]P atau Md/P =kQ + r
Dimana :
Ada beberapa hal yang perlu disadari mengenai teori pasar uang dari Keynes
(Astuti, 2013):
1) Teori tersebut lebih cocok bagi Negara-negara berkembang yang mempunyai
lembaga pasar uang yang telah berkembang. Mekanisme substitusi antara uang
tunai dengan obligasi dan surat-surat berharga lainnya, yang kemudian
menentukan harga dari obligasi (surat-surat berharga lain) atau tingkat bunga,
hanya relevan bagi Negara-negara semacam ini. Di banyak Negara sedang
berkembang, pasar uang belum berkembang (dan mungkin bahkan belum ada).
Mekanisme subtitusi yang relevan, bukan antara uang tunai dan surat berharga,
tetapi antara uang dan barang. Jadi, di Negara-negara yang terakhir disebut ini
mekanisme subtitusi tersebut menentukan harga barang. Jadi kita kembali lagi
kepada dalil Teori Kuantitas kaum Klasik, yang menyatakan bahwa perubahan
jumlah uang yang beredar menentukan harga barang, bukannya tingkat bunga.
2) Mengenai anggapan bahwa jumlah uang yang beredar ditentukan oleh penguasa
moneter, sebetulnya hanya suatu karikatur yang kasar dari kenyataan. Kita ingat
bahwa uang yang beredar terdiri dari dua bagian, yaitu uang kartal dan uang
giral. Hanya uang kartallah yang langsung ditentukan oleh penguasa moneter,
sedangkan uang giral diciptakan oleh sector perbankan. Uang giral ini bisa
dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan kredit,
tingkat bunga dan perbankan. Yang perlu diingat disini adalah bahwa kekuasaan
pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang beredar, tidaklah selangsung dan
semutlak seperti yang digambarkan dalam teorti diatas.
Artinya pada tingkat upah riel yang berlaku di pasar tenaga kerja semua orang
yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan.
Mereka yang menganggur, hanyalahmereka yang tidak bersedia bekerja pada
tingkat upah yang berlaku (penganggur yang sukarelaa). Proses permintaan
danpenawaran tenaga kerja pada pasar tenaga kerja disajikan padaGambar 2.1.
Sumbu
vertikal
menunjukkan
tingkat
upah
riil,
sumbu
Tenaga
Kerja.
http://anescynthiadewi.blogspot.com/2014/11/teori-
2013.
Berbagai
Pengertian
Dalam
Ekonomi
Makro.