Anda di halaman 1dari 18

Pemikiran-pemikiran tentang ekonomi sudah berkembang pada abad ke-15,

saat terjadi revolusi pertanian di Eropa. Akan tetapi, pengakuan terhadap ilmu
ekonomi sebagai cabang ilmu tersendiri baru diberikan pada abad ke-18, setelah
tokoh Adam Smith muncul. Adam Smith (1729-1790), merupakan tokoh utama dari
aliran ekonomi yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik.
Dalam menghadapi persoalan ekonomi yang terus berkembang dengan adanya
perkembangan zaman, teori-teori ekonomi yang dikembangkan oleh pakar-pakar
klasik seperti lumpuh tak berdaya. Teori klasik dan neo-klasik tidak mampu
menjelaskan fenomena dan peristiwa yang sesungguhnya telah terjadi. Apalagi
memberikan jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi. Hal ini sebetulnya tidak
dapat disesalkan, sebab yang terjadi pada tahun-tahun tersebut memang sangat
berbeda dengan persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi. Dalam situasi tidak
menentu inilah lahir seorang tokoh ekonomi yang kemudian menjadi sangat
berpengaruh, yaitu J. M. Keynes dengan teori ekonomi modern.
Ekonomi ala Keynes atau Teori Keynes, adalah suatu teori ekonomi yang
didasarkan pada ahli ekonom Inggris abad ke-20, john maynard keynes Teori ini
mempromosikan suatu ekonomi campuran, baik negara maupun swasta memegang
peranan penting. Kebangkitan ekonomi ala Keynes menandai berakhirnya ekonomi
laissez faire(teori klasik), suatu teori ekonomi yang berdasarkan pada keyakinan
bahwa pasar dan sektor swasta dapat berjalan sendiri tanpa campur tangan negara.
Hal ini berarti menandakan bahwa Masyarakat dalam suatu Negara benar benar
bebas dalam melakukan segala kegiatan ekonomi namun tetap dalam batasan-batasan
hukum yang berlaku dalam Negara tersebut.

Perbedaan Ekonomi Makro Klasik dengan Keynes


1. Pasar Barang
a. Pasar Barang Menurut Teori Klasik
Dalam pasar barang bertemu penawaran agregat dengan permintaan agregat.
Menurut kaum Klasik di pasar barang tidak mungkin akan kekurangan produksi atau
kelebihan produksi dalam jangka waktu lama, sehingga selalu terjadi pasar bersih
( clearing market) atau pasar dalam kondisi ekuilibrium. Jika pada suatu waktu terjadi
kelebihan atau kekurangan produksi, maka mekanisme pasar akan secara otomatis
mendorong kembali perekonomian tersebut pada kondisi di mana tingkat produksi
total masyarakat ( penawaran agregat) akan memenuhi permintaan total masyarakat
secara tepat ( full employment level of activity). Pendapat ini dilandasi adanya
kepercayaan di kalangan kaum Klasik bahwa di dunia nyata ini :
1. Berlaku hukum Say ( Says Law) yang mengatakan bahwa setiap barang yang
diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya ( supply creates its own
demand), dan
2. Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu
bisa dengan mudah berubah ( naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik
antara permintaan dan penawaran.
Logika hukum Say tersebut adalah sebagai berikut : Setiap proses produksi
barang-barang atau jasa-jasa mempunyai dua akibat : (1) menghasilkan barangbarang atau jasa-jasa

sebagai hasil produksi, dan (2 ) memberikan penghasilan

kepada pemilik faktor-faktor

produksi yang digunakan dalam proses produksi

tersebut, yang jumlahnya senilai dengan

nilai hasil produksi tersebut. Dengan

demikian di dalam masyarakat selalu terdapat cukup penghasilan ( berarti daya beli ,
juga permintaan) untuk dibelanjakan pada hasil-hasil produksi. Kekurangan produksi
akan suatu barang tertentu masih bisa terjadi, tetapi secara

agregat ( total

/keseluruhan) permintaan masyarakat akan hasil-hasil produksi selalu ada. Ini

berarti bahwa secara umum tidak mungkin akan terjadi kelebihan produksi di dalam
masyarakat.
Apabila seandainya pada suatu waktu barang tertentu yang telah diproduksi
tidak bisa terjual ( kelebihan produksi) maka melalui mekanisme harga ( harga
bersifat fleksibel) harga barang tersebut akan turun, selanjutnya akan mengakibatkan
barang tersebut lebih banyak diminta oleh konsumen ( sesuai hukum permintaan)
sampai kelebihan barang tersebut habis terjual. Pada akhirnya perekonomian akan
kembali pada posisi kseimbangan ( full employment). Demikian pula sebaliknya jika
terjadi kekurangan produksi, melalui mekanisme harga, harga barang akan naik,
selanjutnya harga naik akan mengakibatkan

produksi meningkat sampai

terpenuhinya permintaan, sehingga terjadi keseimbangan. Suatu perekonomian di luar


posisi keseimbangan ini selalu hanya dalam keadaan sementara saja.
Ditinjau dari segi kebijakan ekonomi, berarti bahwa pemerintah tidak perlu
melakukan campur tangan atau intervensi apapun. Kalau terjadi resesi atau depresi
(GDP

menurun dan terjadi pengangguran) kita cukup menunggu saja sampai

perekonomian tersebut melakukan proses penyesuaian, dan keadaan keseimbangan


pasti akan kembali terjadi. Dalam hal ini pemerintah bisa mempercepat proses
penyesuaian dengan cara membuat sedemikian rupa sehingga harga-harga dapat
turun- naik dengan fleksibel. Secara grafis posisi
digambarkan sebagai berikut ( Gb.2.1)

keseimbangan tersebut dapat

Apabila terjadi excess supply, produsen akan menawarkan produknya dengan


harga yang lebih murah agar produknya dapat terjual. Produsen akan menurunkan
harga jualnya sampai pada harga keseimbangan. Demikian pula sebaliknya, jika
terjadi excess demand, konsumen berani membeli produk dengan harga yang lebih
tinggi. Mereka berani terus meningkatkan harga belinya sampai kebutuhannya
terpenuhi, yaitu pada saat harga keseimbangan tercapai.
b. Pasar Barang Menurut Teori Keynes
Keynes menolak hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara
umum bisa terjadi. Kelebihan produksi terjadi karena permintaan

masyarakat

terhadap barang-barang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak cukup
untuk menyerap barang dan jasa yang dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa
terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima pendapat Say, bahwa setiap proses
produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output dan (2) menghasilkan
penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian jika
semua

penghasilan tersebut dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang

diproduksi maka tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya,
penghasilan masyarakat tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan
sebahagian di tabung. Jumlah yang ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif
di pasar barang.

Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada
dua sektor : yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak
dibelanjakan ( di tabung di Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang
merupakan permintaan tidak efektif. Jika penghasilan yang ditabung tersebut
dipinjamkan kepada perusahaan untuk investasi oleh Bank , maka penghasilan
tersebut akan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Jadi jelas bahwa tidak ada
jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat yang ditabung dapat diterjemahkan
sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini tergantung pada perusahaan, mau
atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika perusahaan hanya
meminjam uang sbagian dari jumlah tabungan yang ada maka berarti hanya sebagian
dari jumlah tabungan tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif di pasar barang.
Dengan demikian permintaan efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai seluruh
output yang ditawarkan di pasar barang. Dengan kata lain akan terjadi kelebihan
produksi.
Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan
mengurangi produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya
akan menurun. Kedua, ini bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu
harga-harga barang dan jasa turun. Ini sesuai dengan hukum permintaan-penawaran,
dimana jika permintaan lebih kecil dari penawaran maka harga akan cenderung
turun. Seberapa besar pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP
dan harga, tergantung pada fleksibilitas harga untuk turun. Jika harga cukup fleksibel
untuk turun maka pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP
dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk
turun maka pengaruhnya juga cukup besar.
Menurut kaum Keynesian, kekurangan

produksi juga mungkin terjadi.

Apabila perusahaan melakukan investasi lebih besar dari jumlah tabungan masyarakat
di Bank maka permintaan efektif di pasar barang akan lebih besar dari jumlah
barang / jasa yang ditawarkan. Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya permintaan
efektif di pasar barang tergantung pada keputusan rumah-tangga untuk konsumsi dan

keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut Keynes, umumnya keputusan rumahtangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah (naik) jika
pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi
biasanya sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang
sangat menentukan gejolak GDP dan kesempatan kerja.
Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang
ditabung oleh rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang
lebih besar dari tingkat output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya
GDP dan harga pada periode berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap
kenaikan GDP dan harga sangat tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang
belum terpakai di masyarakat. Jika kapasitas produksi masih tersedia maka kurangnya
produksi di pasar barang akan meningkatkan GDP tanpa meningkatkan harga.
Namun, jika kapasitas produksi telah penuh maka kurangnya produksi tersebut tidak
akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan meningkatkan harga atau inflasi.
Keseimbangan di Pasar Barang
Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran
agregat = pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan
pada sisi permintaan ( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti
tercapai keseimbangan di pasar barang. Keseimbangan di pasar barang tercapai jika
permintaan agregat sama dengan penawaran agregat. Keseimbangan ini merupakan
keseimbangan yang sesungguhnya dari suatu perekonomian. Secara grafis,
keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut (Gb. 3.16.).

Sebelum ada investasi keseimbangan ada pada titik E, dimana permintaan


agregat =Z0, penawaran agregat = Q0, dan harga umum = P0. Setelah ada investasi
sebesar I, permintaan agregat menjadi Z1, penawaran agregat menjadi Q1, harga
naik menjadi P1 dan keseimbangan menjadi titik F. Pada keseimbangan ini tidak ada
kecenderungan bagi Z, P, maupun Q untuk berubah. Dari proses keseimbangan ini
kita sekarang dapat menjawab pertanyaan bagaimana pengaruh perubahan permintaan
agregat terhadap besarnya output agregat dan perubahan harga.
Perbedaan Pasar Barang Teori Klasik dengan Keynesian secara ringkas dapat dilihat
dalam table berikut :

TEORI KLASIK
Pada Pasar Barang
Tidak

mungkin

TEORI KEYNESIAN
Pada Pasar Barang
ada

Dapat

kelebihan/

kekurangan produksi.
Produksi total masyarakat = kebutuhan

terjadi

produksi
Tidak
selalu

total masyarakat ( full employment level

kelebihan/kekurangan
mencapai

full

employment

of activity)
Landasan berfikirnya :
a). Hukum Say : supply creates its own

Tidak menerima hukum Say

demand.
b). Harga umum fleksibel
1. Setiap proses produksi mempunyai

Sama dengan pendapat Klasik.

dua akibat:
a). Menghasilkan output
b). Memberikan penghasilan kepada pemilik
faktor produksi yang besarnya sama dengan
nilai output.

Tidak semua penghasilan dibelanjakan,

Semua penghasilannya dibelanjakan di


pasar barang.
Tidak perlu campur tangan pemerintah.

ada sebagian yang ditabung.


Perlu campur tangan pemerintah
.

2. Pasar Uang
a. Pasar Uang Teori Ekonomi Klasik
Di pasar uang permintaan akan uang bertemu dengan penawaran akan uang.
Mengenai permintaan akan uang, kaum klasik mempunyai suatu teori yang cukup
terkenal, yang dinamakan Teori Kuantitas. Teori Kuantitas mengatakan bahwa
masyarakat memerlukan uang tunai untuk keperluan transaksi tukar-menukar mereka
(misalnya jual beli barang dan jasa). Menurut kaum klasik, karena uang tidak bisa
menghasilkan apa-apa kecuali mempermudah transaksi, maka uang akan diminta oleh
masyarakat sejumlah yang tidak lebih dari apa yang dibutuhkan oleh masyarakat
untuk membiayai proses transaksi mereka. Jadi semakin banyak transaksi yang

dilakukan semakin banyak uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam
bentuk persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut:
Md = k PY
Rumus ini bararti bahwa jumlah permintaan uang ditentukan oleh output atau
income (Y) dan harga barang (P) serta konstanta (k). Konstanta antara lain adalah
kecepatan uang digunakan dalam transaksi, dimana k = 1/V (V adalah kecepatan uang
digunakan atau turn over). Karena dalam jangka pendek income (output) dan
konstanta adalah tidak berubah (tetap) maka jumlah permintaan uang akan ditentukan
hanya oleh harga. Jadi permintaan uang (Md) sebanding dengan tingkat harga (P)
(Ovita, 2013).
Volume transaksi tersebut tergantung pada dua hal, yaitu : volume barang/jasa
yang diproduksi oleh masyarakat (diukur dengan GDP riil atau GDP pada harga
konstan), dan tingkat harga umum. Semakin besar GDP semakin banyak transaksi
yang diharapkan untuk dilaksanakan oleh para anggota masyarakat. Semakin tinggi
harga-harga barang, semakin besar uang tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap
transaksi.
Penawaran akan uang Ms = ditentukan oleh kebijaksanaan moneter
Permintaan akan uang Md = kPQ
di mana, k = suatu konstanta, Q = GDP dengan harga konstan , P= tingkat harga
umum (rata-rata).
Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran akan uang dengan
permintaan akan uang, sehingga :
Ms = Md = kPQ
Persamaan ini bisa ditafsirkan, bahwa kalau volume uang yang beredar (Md)
ditambah dengan, misalnya 10%, maka tingkat harga umum (P) akan naik dengan
10% pula, kecuali bila k dan Q berubah (yang dalam jangka pendek dianggap tidak
berubah). Secara ringkas : pasar uang mempertemukan permintaanakan uang (teori
Kuantitas) dan penawaran akan uang. Selanjutnya permintaan dan penawaran akan
uang ini menentukan tingkat harga umum.

b. Pasar Uang Teori Keynes


Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan dan penawaran akan uang.
Permintaan akan uang adalah kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk
menunjang kegiatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah
uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-bank, yaitu seluruh uang kartal dan
uang giral yang beredar. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3
macam kebutuhan akan uang : (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga,
dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macam kebutuhan ini disebut 3 motif (alasan)
mengapa orang memegang uang.
1) Motif Transaksi.
Motif transaksi timbul karena dalam perekonomian penggunaan uang untuk
alat tukar menukar. Yaitu terdapat kebutuhan menyelesaikan transaksi-transaksi
dengan menggunakan uang. Pada saat transaksi masih dilakukan dengan barter
barang atau jasa maka tidak dibutuhkan alat likuid berupa uang. Uang tunai
yang digunakan masyarakat tergantung pada: (a) volume transaksi, (b) tingkat
harga umum (Dewi, 2014).

Keynes berpendapat sama dengan teori klasik yaitu volume transaksi erat
kaitannya dengan jumlah barang/jasa yang diproduksi, sehingga :
Md = k.P.Q
Dimana :

k = konstanta.
P = harga.
Q = Volume transaksi

2) Motif berjaga-jaga.
Motif Berjaga-jaga, hal ini Keynes membedakan permintaan akan uang
untuk tujuan melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang
diluar rencana dari transaksi normal atau rutin (Dewi, 2014).
Misal untuk pembayaran keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan
pembayaran tidak terduga lainnya. Orang akan mendapat manfaat dengan
memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga
tersebut. Karena sifat uang yang liquid atau mudah untuk ditukar dengan barang
atau sebagai alat pembayaran lainnya. Permintaan akan uang untuk motif
transaksi dan berjaga-jaga tidak menyimpang dari teori klasik, yaitu
memandang kebutuhan akan uang berdasarkan fungsi sebagai alat tukar (Dewi,
2014).
3) Motif spekulasi.
Motif ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan seandainya pemegang
uang tersebut dapat meramal apa yang terjadi di masa depan dengan tepat.
Permintaan untuk spekulasi adalah permintaan akan uang tunai untuk tujuan
memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan berspekulasi dalam pasar
obligasi (surat berharga) (Dewi, 2014).
Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, maka
orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya hari ini. Ini berarti uang
tunai yang saat ini untuk berspekulasi akan berkurang. Sebaliknya, apabila
harga obligasi diharapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini
akan bertambah (obligasi dijual) (Dewi, 2014).
K = rP, maka P = K/r
Dimana :

K = hasil pertahun yang diterima.

P = harga pasar atau nilai sekarang.


r = tingkat bunga.
Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berlaku adalah
berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artinya dengan tingkat bunga turun.
Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat bunga naik. Bila harga obligasi
diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu
rendah. Bila harga obligasi diharapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi
saat ini dirasa terlalu tinggi (Dewi, 2014).

Keynes mengatakan bahwa permintaan akan uang untuk spekulasi saat ini
tinggi apabila tingkat bunga saat ini (dirasa) rendah dan permintaan untuk
spekulasi saat ini rendah apabila tingkat bunga untuk spekulasi mempunyai
hubungan yang berkebalikan dengan tingkat bunga (saat ini) (Dewi, 2014). Ini
adalah inti teori moneter Keynes.
Md = [kQ + (r)]P atau Md/P =kQ + r
Dimana :

Md/P = permintaan akan uang secara riil.


kQ = permintaan akan uang untuk berjaga-jaga (dinyatakan
suatu proporsi k dari pendapatan nasional riil atau
tingkat output Q).

r = permintaan akan uang untuk motif spekulasi (dinyatakan


sebagai fungsi dari tingkat bunga r).
Fungsi permintaan akan uang tersebut disebut Liquidity Preference, yaitu
Md=f(Q,r). Di Pasar Uang, Liquidity Preference bertemu dengan penawaran
akan uang dan menentukan harga dari penggunaan uang, yaitu Tingkat
Bunga.
Tingkat bunga merupakan penghubung utama antara pasar uang dengan
pasar barang, sebab tingkat bunga menentukan berapa pengeluaran investasi
yang direncanakan oleh investor dan selanjutnya pengeluaran investasi ini
menentukan tingkat permintaan agregat. Penghubung lain antara kedua pasar ini
adalah tingkat harga (P) dan output (Q), karena variabel ini mempengaruhi
Liquidity Preference (MD). Jadi hubungan antara kedua pasar tersebut adalah
timbal balik (Dewi, 2014).

Ada beberapa hal yang perlu disadari mengenai teori pasar uang dari Keynes
(Astuti, 2013):
1) Teori tersebut lebih cocok bagi Negara-negara berkembang yang mempunyai
lembaga pasar uang yang telah berkembang. Mekanisme substitusi antara uang
tunai dengan obligasi dan surat-surat berharga lainnya, yang kemudian
menentukan harga dari obligasi (surat-surat berharga lain) atau tingkat bunga,
hanya relevan bagi Negara-negara semacam ini. Di banyak Negara sedang
berkembang, pasar uang belum berkembang (dan mungkin bahkan belum ada).
Mekanisme subtitusi yang relevan, bukan antara uang tunai dan surat berharga,
tetapi antara uang dan barang. Jadi, di Negara-negara yang terakhir disebut ini

mekanisme subtitusi tersebut menentukan harga barang. Jadi kita kembali lagi
kepada dalil Teori Kuantitas kaum Klasik, yang menyatakan bahwa perubahan
jumlah uang yang beredar menentukan harga barang, bukannya tingkat bunga.
2) Mengenai anggapan bahwa jumlah uang yang beredar ditentukan oleh penguasa
moneter, sebetulnya hanya suatu karikatur yang kasar dari kenyataan. Kita ingat
bahwa uang yang beredar terdiri dari dua bagian, yaitu uang kartal dan uang
giral. Hanya uang kartallah yang langsung ditentukan oleh penguasa moneter,
sedangkan uang giral diciptakan oleh sector perbankan. Uang giral ini bisa
dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan kredit,
tingkat bunga dan perbankan. Yang perlu diingat disini adalah bahwa kekuasaan
pemerintah untuk mengendalikan jumlah uang beredar, tidaklah selangsung dan
semutlak seperti yang digambarkan dalam teorti diatas.

3. Pasar Tenaga Kerja


a. Pasar Tenaga Kerja Teori Klasik
Kaum klasik menganggap bahwa di pasar tenaga kerja, seperti halnya
di pasar barang, apabila harga tenaga kerja (upah) cukup fleksibel maka
permintaan tenaga kerja selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja.
Menurut definisi, tidak ada kemungkinan timbulnya pengangguran sukarela.

Artinya pada tingkat upah riel yang berlaku di pasar tenaga kerja semua orang
yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan.
Mereka yang menganggur, hanyalahmereka yang tidak bersedia bekerja pada
tingkat upah yang berlaku (penganggur yang sukarelaa). Proses permintaan
danpenawaran tenaga kerja pada pasar tenaga kerja disajikan padaGambar 2.1.

Sumbu

vertikal

menunjukkan

tingkat

upah

riil,

sumbu

horizontalmenunjukkan jumlah orang yang bekerja di dalam satumasyarakat.


D1 adalah kurva permintaan akan tenaga kerja (totaldari kebutuhan oleh
produsen-produsen dan pemerintah). Sadalah kurva penawaran tenaga kerja
yang menunjukkan berapaorang yang bersedia bekerja pada berbagai tingkat
upah riil. Fmenunjukkan jumlah angkatan kerja, yaitu semua orang
yangmampu dan bersedia bekerja. Pada posisi ini perekonomian berada pada
full employment , di mana seluruh angkatan kerja yang bersedia bekerja
dapat bekerja. Kalau suatu waktu produsen mengurangi produksinya (karena
barang banyak yang belum laku), maka kurva permintaan akan tenaga kerja
akan bergeser ke kiri menjadi D2. Tingkat upah yang berlaku turun dari w1 ke
w2. Bila harga-harga barang sudahsaling menyesuaikan maka semua barang
akan terjual dan tingkatproduksi menjadi normal kembali, sehingga D2
bergeser kembalike D1. Akibatnya posisi full employment tercapai kembali,
dansekali lagi semua yang ada di angkatan kerja bias bekerja, padatingkat
upah riil lama (w1).

b. Pasar Tenaga Kerja Teori Keynes


Berbeda dengan teori klasik yang menganggap permintaan dan penawaran
terhadap tenaga kerja selalu seimbang (equilibrium) karena harga-harga
fleksibel, maka menurut Keynes pasar tenaga kerja jauh dari seimbang, karena
upah tidak pernah fleksibel, sehingga permitaan dan penawaran hampir tidak
pernah seimbang sehingga pengangguran sering terjadi. Menurut Keynesian
pengangguran bisa terjadi terus menerus dan jenis pengangguran tersebut ada
tiga macam:
a)
Pengangguran karena adanya pergeseran tingkat oputput dari berbagai
sektor dan ini bersifat sementara (frictional unemployment).
b)
Pengangguran musiman, yang jumlahnya tergantung dengan musim
(seasonal unemployment).
c)
Pengangguran yang dibuat (institutional unemployment).
Pengangguran pergeseran (frictional) adalah pengangguran yang
disebabkan karena adanya perubahan struktur dalam ekonomi dan orangorang berpindah dari satu pekejaan ke pekerjaan lain. Masa transisi
perpindahan pekerjaan ini menyebabkan timbulnya pengangguran sementara.
Misalnya ada suatu industri yang tutup karena tidak efisien lagi untuk
diteruskan sehingga orang-orang harus mencari pekerjaan baru. Proses
mencari pekerjaan baru memerlukan waktu dan bahkan adakalanya pekerja
tersebut harus dilatih kembali untuk memsuki lapangan pekerjaan baru.
Contoh lain adalah adanya perpindahan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain
dan sementara perkerjaan baru belum dapat maka status pencari kerja tersebut
adalah pengangguran.
Pengangguran musiman disebabkan karena adanya faktor musim
dari suatu jenis pekerjaan. Misalnya di sektor pertanian ada musim puncak
dimana banyak perkerjaan dan ada pula musim senggang atau tidak ada
pekerjaan sama sekali sehingga petani menjadi menganggur dan mencari
pekerjaan lain. Pengangguran institusinal adalah pengangguran yang timbul
akibat adanya kebijakasanaan pemerintah seperti upah minimum yang
menyebabkan permintaan terhadap tanaga kerja berkurang. Sementara itu

penawaran kerja dari pencari kerja cukup banyak sehinga timbul


pengangguran.Timbulnya ketiga jenis penganguran tersebut diatas disebabkan
oleh karena tidak fleksibelnya harga-harga, termasuk harga tenaga kerja
(upah) dan lambatnya reaksi rasional dari para pelaku ekonomi sehingga tidak
terjadi full employment. Tidak full employment berarti akan ada orang yang
tidak mendapatkan pekerjaan.
Teori pasar tenaga kerja Keynesian ini cukup relevan dalam konteks
pasar tenaga kerja Indonesia. Harga-harga barang dan upah buruh tidak
fleksibel kebawah, bahkan harga bisa naik tanpa sebab yang jelas dan kalau
sudah naik tidak bisa turun. Upah buruh minimum diduga juga ikut berperan
dalam mempertahankan harga yang tinggi sehinga permintaan terhadap tenaga
kerja tidak naik dan menambah pengangguran, walaupun faktor sempitnya
lapangan kerja merupakan faktor terpenting yang menyebabkan jumlah
pengangguran yang besar saat ini. Karena terbatasnya permintaan tenaga kerja
akibat sektor produksi tidak tumbuh tinggi maka banyak tenaga kerja
Indonesia yang menawarkan tenaganya keluar negeri seperti Malaysia. Pelaku
ekonomi juga sangat lambat dalam merespon perubahan ekonomi yang
terjadi. Hal ini karena informasi yang terbatas dan asimetris. Misalnya petani
di desa tidak tahu bahwa harga input atau produksi pertanian telah berobah.
Ketidaktahuan ini biasanya menjadikan posisi petani sangat lemah
dibandingkan dengan pedagang dan pengusaha besar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Agustin Tri. 2013. Teori Makroekonomi Keynes Tentang Pasar Uang.
http://astritria.blogspot.com/2013/06/teori-makroekonomi-keynes-tentangpasar.html Diakses pada 12 Maret 2015 pukul 21:09 wib.
Dewi, Anes Cynthia. 2014. Teori Ekonomi Keyness : Pasar Barang, Pasar Uang Dan
Pasar

Tenaga

Kerja.

http://anescynthiadewi.blogspot.com/2014/11/teori-

ekonomi-keyness-pasar-barang.html Diakses pada 12 Maret 2015 pukul 21:35


wib.
Ovita.

2013.

Berbagai

Pengertian

Dalam

Ekonomi

Makro.

http://ovitarizqi.blogspot.com/2013/04/berbagai-pengertian-dalam-ekonomimakro.html Diakses pada 12 Maret 2015 pukul 22:23 wib.

Anda mungkin juga menyukai