Anda di halaman 1dari 12

STUDENT PROJECT

BERPIKIR KRITIS BAGI MAHASISWA KEDOKTERAN

KUA 3
Geitha Puspita Darmi

(1502005044/2015)

Sang Ayu Arta Suryantari

(1502005045/2015)

Ni Putu Windi Sukma Putri

(1502005046/2015)

Eva Dharma Yanti

(1502005047/2015)

I Kadek Rengkuh Wira D. Priangga (1502005049/2015)


Nurul Fatin

(1502005050/2015)

Komang Manik Kencana Dewi

(1502005051/2015)

Made Bakti Sukma Dewi

(1502005053/2015)

Pande Putu Esa Cesarani

(1502005055/2015)

Alif Rochmah Izzatul Azka

(1502005057/2015)

Nyoman Tri Paramita

(1502005058/2015)

Made Nanda Saputra

(1502005059/2015)

Ni Putu Tamara Bidari Suweta

(1502005060/2015)

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana


2015

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia pada dasarnya selalu terlibat dalam pengambilan keputusan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam mengambil keputusan, memecahkan masalah,
ataupun ingin memahami sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktivitas
berpikir. Apalagi sebagai seorang dokter, seseorang harus dapat mengambil
keputusan atau tindakan yang tepat terhadap suatu kasus dan diagnosa dengan
pemikiran yang cepat dan tepat. Saat ini ilmu kedokteran yang terus berkembang
baik dalam variasi penyakit, teknologi kedokteran yang semakin mutakhir, dan
pengetahuan masyarakat yang lebih baik tentang kedokteran. Hal itu menuntut
seorang dokter ataupun mahasiswa kedokteran untuk memiliki pemikiran yang
penuh daya kembang sekaligus berpikir kritis yang tajam karena dalam proses
pengambilan keputusan secara cepat akan selalu didasari dengan cara berpikir
kritis dan menggunakan penalaran kritis.1
Berpikir kritis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam pemecahan
masalah, penyelidikan, dan penemuan. Proses berpikir yang berbeda dapat
menghasilkan suatu keputusan yang sama, atau sebaliknya kesimpulan yang
berbeda didapatkan dari proses berpikir yang sama. Dalam berpikir kritis
diajarkan how to think bukan how to learn.2 Dalam hal ini berpikir kritis lebih
menekankan pada knowing how daripada knowing what.
Berpikir kritis adalah sebuah proses dimana seseorang mencoba untuk menjawab
secara rasional pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara mudah dan
dimana semua informasi relevan tidak tersedia.3 Berpikir kritis dianggap mampu
mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai disiplin ilmu serta dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan pengembangan potensi
peserta didik. Berpikir kritis harus selalu dikembangkan dalam membuka diri
terhadap informasi dari berbagai sumber yang ada.
Seseorang yang berpikir kritis tidak akan menerima atau menyimpulkan informasi
begitu saja, tetapi akan mencari fakta-fakta yang mendukung, mencari asumsi
yang tersembunyi dan membentuk berbagai macam keputusan atau kesimpulan. 4

Sedangkan orang yang tidak berpikir kritis, tidak dapat menggunakan dan
menentukan pilihan secara rasional, dimana hal ini dapat membahayakan dirinya
sendiri dan juga orang lain.5
Dalam penalaran klinis di dunia kedokteran pemikiran kritis sangat diperlukan
agar didapatkan suatu pertimbangan klinis yang sesuai dengan diagnosis yang
tepat. Berpikir kritis merupakan wujud dari pemikiran tingkat tinggi karena
dipandang sebagai kemampuan berpikir mahasiswa untuk membandingkan dua
atau lebih informasi, menganalisanya sehingga mendapat penjelasan. Tujuan
khusus mengajar berpikir kritis dalam ilmu pengetahuan atau disiplin ilmu lainnya
adalah untuk meningkatkan keahlian peserta didik dalam berpikir dan
mempersiapkan para peserta didik menjadi lebih berhasil di dunia ini. 6 Oleh
karena itu, maka pada makalah ini penulis akan memaparkan lebih lanjut tentang
berpikir kritis bagi mahasiswa kedokteran.

BAB II
ISI
2.1 Definisi Berpikir Kritis
Definisi berpikir kritis berevolusi seiring pengetahuan yang bertambah mengenai
unsur unsur penyusun kemampuan berpikir kritis. Robert Ennis mendifinisikan
bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang
fokusnya adalah untuk memutuskan apa yang dipercaya atau dilakukan. Richard
Paul mernjelaskan dengan pendekatan baru yang menyinggung kepada berpikir
tentang pikiran anda

sendiri

atau

sering disebut

metakognisi dan

mendefinisikan berpikir kritis sebagai mode berpikir mengenai hal, substansi,


masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan
menangani secara terampil struktur sturktur yang melekat dalam pemikiran dan
menerapkan standar standar intelektual padanya. Michael Scriven berpendapat
bahwa berpikir kritis sebagai kompetensi akademis yang mirip dengan membaca
dan menulis dan hampir sama pentingnya. Oleh karena itu, ia mendefinisikan
berpikir kritis sebagai interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap
observasi dan komunikasi, informasi, dan argumentasi.
Dari seluruh definisi tersebut dapat disusun definisi yang mencakup semua unsur
yaitu berpikir kritis adalah proses berpikir aktif dan reflektif terhadap semua
bentuk informasi menggunakan metode dan standar intelektual yang bertujuan
untuk memunculkan keputusan untuk melakukan tindakan efektif dan efisien 6.
2.2 Komponen Inti Berpikir Kritis
Keterampilan kognitif dalam berpikir kritis adalah komponen inti kompetensi
berpikir kritis. Definisi kompetensi berpikir kritis secara langsung juga
menjelaskan definisi keterampilan kognitif dalam berpikir kritis.
The APA Delphi Report di tahun 1990, melaporkan hasil konsensus mengenai subskills yang menyusun keterampilan kognitif dalam berpikir kritis yaitu
interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation 6.

Interpretation adalah kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan maksud


yang beragam dari pengalaman, situasi, data, peristiwa, pendapat, ketentuan,
keyakinan, peraturan, prosedur, atau kriteria. Analysis adalah kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menyimpulkan hubungan antar kalimat, pertanyaan, konsep,
atau bentuk lain dari gambaran atas kepercayaan, penilaian, pengalaman,
pertimbangan, informasi,dan opini. Sub-skills dari analysis yaitu menguji gagasan,
mendeteksi dan menganalisa sanggahan. Evaluation adalah kemampuan untuk
menilai keakuratan kalimat dan gambaran dari pandangan, pengalaman, situasi,
penilaian, kepercayaan, atau pendapat seseorang, menilai maksud dan
menyimpulkan hubungan antar kalimat, pertanyaan atau gambaran yang lain.
Inference adalah kemampuan untuk menarik kesimpulan yang rasional; menyusun
hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan mengembangkan data,
kalimat ,asas, fakta, penilaian, kepercayaan, opini, konsep, dan gambaran lainnya.
Subskills

dari

inference

adalah

mempertanyakan

fakta,

memperkirakan

kemungkinan yang ada, dan menarik kesimpulan. Explanation dan self-regulation


adalah kemampuan untuk menjelaskan pemikiran dan proses pada pemikiran yang
diambil serta menggunakan kemampuan berpikir kritis terhadap diri sendiri dan
memperbaiki opini sebelumnya. Explanation adalah kemampuan menghasilkan
pandangan yang meyakinkan dan berkaitan secara logis dari hasil pemikiran
seseorang, menyajikan gambaran utuh untuk membenarkan pemikiran dan terkait
dengan bukti, konsep, metode, kriteria, dan pertimbangan kontekstual,
menyajikan pemikiran dalam bentuk penjelasan. Subskills explanation adalah
menggambarkan metode dan membenarkan prosedur, mengusulkan dan
mempertahankan pendapat, menjelaskan konsep atas peristiwa yang ada dari
berbagai sudut pandang, menyajikan dengan baik dan penuh pertimbangan,
menyanggah untuk mencari kemungkinan pada pemahaman terbaik 6.
Self-regulation adalah kesadaran untuk memantau aktivitas kognitif, unsur yang
digunakan dalam aktivitas, dan hasil yang dikembangkan, dengan menggunakan
kemampuan menganalisis dan mengevaluasi hasil pemikiran sendiri melalui
pertanyaan, memastikan dan mengkoreksi kembali pertimbangan maupun
kesimpulan. Sub-skills self-regulation adalah self-examination dan self-correction.

2.3 Indikator Berpikir Kritis


Menurut Glaser, indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: a)
Mengenal masalah; b) menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani
masalah-masalah;c) mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; d)
mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; e) memahami dan
menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas; f) menganalisis data; g) menilai
fakta dan mengevaluasi pernyataanpernyataan; h) mengenal adanya hubungan
yang logis antara masalahmasalah; i) menarik kesimpulan-kesimpulan dan
kesamaan-kesamaan yang diperlukan; j) menguji kesamaan-kesamaan dan
kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil; k) menyusun kembali pola-pola
keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; l) membuat
penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam
kehidupan sehari-hari.
Menurut Ennis indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari
aktivitas kritis siswa meliputi: a) mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan;
b) mencari alasan; c) berusaha mengetahui informasi dengan baik; d) memakai
sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya; e) memerhatikan situasi
dan kondisi secara keseluruhan; f) berusaha tetap relevan dengan ide utama; g)
mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; h) mencari alternatif; i) bersikap
dan berpikir terbuka; j) mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk
melakukan sesuatu; k) mencari penjelasan sebanyak mungkin; l) bersikap secara
sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah.
Selanjutnya

Ennis

mengidentifikasi

12

indikator

berpikir

kritis

yang

dikelompokannya dalam lima besar aktivitas sebagai berikut: a) Memberikan


penjelasan sederhana, yang berisi; memfokuskan pertanyaan, menganalisis
pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan
atau pernyataan b) Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas
mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta
mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi. c) Menyimpulkan yang terdiri
atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan hasil deduksi, meninduksi atau
mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai

pertimbangan d) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi


istilahistilah dan deinisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi
asumsi e) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan
berinteraksi dengan orang lain. Berdasarkan penjelasan indikator-indikator
berpikir kritis diatas.
Aspek kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian sebagai
berikut: a) Keterampilan untuk menolak informasi yang tidak benar dan tidak
relevan b) Keterampilan untuk mendeteksi kekeliruan dan memperbaiki
kekeliruan konsep c) Keterampilan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan
setelah seluruh fakta dikumpulkan dan mempertimbangkan d) Keterampilan untuk
mencari solusi baru.
2.4 Faktor dalam Sistem Pendidikan Kedokteran yang Mempengaruhi
Kemampuan Berpikir Kritis
Ketika kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai komponen penting dalam
pendidikan kedokteran,maka hadir faktor - faktor lain yang dapat diperhitungkan.
Ada empat komponen dalam kemampuan berpikir kritis mahasiswa kedokteran
yaitu learner, teacher, curricular models, dan learning environment 3.
Learner atau pelajar dapat terlibat dalam deep learning maupun surface learning
bergantung pada konteks dalam proses pembelajaran. Keduanya memiliki
kerjanya masing masing bergantung kepada tuntutan materi pembelajaran, oleh
karena itu deep atau surface learning bukanlah aktivitas pembeda antara seorang
pemikir kritis atau bukan meskipun salah satunya berfokus pada pemahaman yang
benar akan realita dan yang lainnya berfokus pada kemampuan mengingat dan
pemahaman yang superfisial.

Kedua pendekatan proses belajar (learning

approaches) ini namun memiliki dampak yang berbeda dalam perkembangan


berpikir kritis mahasiswa. Korelasi langsung, positif, dan signifikan didapatkan
dari hubungan deep learning dengan kemampuan berpikir kritis.
Teacher dalam pendidikan kedokteran adalah sekaligus seorang expert yang
memiliki pengetahuan yang terstruktur, strategi, dan pengalaman yang

terakumulasi dalam masa yang panjang. Selain memiliki dunia dan persepsi yang
berbeda, mahasiswa kedokteran belum melihat detil yang dapat dilihat seorang
expert. Expert dalam peran sebagai teacher harus membantu mahasiswa untuk
memperoleh dari mereka pengetahuan yang struktur, strategi memecahkan
masalah, kebijaksanaan, dan empati dalam menolong pasien dengan berbagai
penyakit. Expert harus menantang mahasiswa untuk berpikir kritis dan
mencontohkan bagaimana berpikir kritis. Penting bagi seorang expert memiliki
pengetahuan yang terstruktur. Pengetahuan bukanlah pengkoleksian fakta,
melainkan proses yang berlangsung dalam menguji informasi, mengevaluasi
informasi, dan menambahkan serta mengorganisasi kembali informasi dalam
rangka memecahakan masalah atau membuat sebuah diagnosis

. Teacher

berperan sebagai role model dalam berpikir kritis sekaligus sebagai penentu
keberjalanan teaching approaches dan learning environment yang mendukung
berkembangnya kemampuan berpikir kritis.
Tujuan utama untuk membantu mahasiswa untuk menjadi seorang expert adalah
dengan membimbing kepada evolusi struktur pengetahuan agar mahasiswa dapat
menggunakan pola induktif atau pola pengenalan dalam memecahkan masalah klinis.
Evolusi struktur pengetahuan ini bergantung kepada curricular model. Papa dan
Harasym meringkas perkembangan lima dari model kurikulum yang dikembangkan
di Amerika Utara dan sejak kapan masing masing mulai diterapkan pada fakultas fakultas kedokteran: Apprenticeship-based (1765 ), Discipline-based (1871), Systembased (1951), Case-based (problem-based learning [PBL])( 1971), Clinical
presentation-based (1991).
Lingkungan pembelajaran (learning environment) yang menstimulus kemampuan
berpikir kritis dapat dibangun dengan metode belajar mengajar yang berpusat pada
siswa, pembelajaran aktif (active learning), metode penilaian, pendekatan pasein
sejak dini, integrasi antara ilmu dasar dan klinik, sasaran pembelajaran, metode
pembelajaran yang multipel, dan metode umum-khusus atau khusus-umum
Pembelajaran aktif dapat dibangun melalui teknik belajar mengajar yang menyajikan
pertanyaan - pertanyaan yang membutuhkan tingkat berpikir lebih tinggi seperti
mengevaluasi dan mensintesis fakta dan konsep daripada sekedar me-recall

pengetahuan, menciptakan diskusi kelas dan debat yang memancing penalaran, dan
tugas penulisan yang mengembangkan proses berpikir dan strategi belajar 8.

2.5 Langkah Berpikir Kritis


Dalam berpikir kritis terdapat langkah-langkah yang harus dilalui yaitu observasi
(observe), analisis (analyse), evaluasi (evaluate), questioning, kontekstualisasi
(contextualise), dan refleksi (reflect). Pada tahap observasi seseorang harus dapat
menentukan dan memahami berbagai informasi yang ada berupa pengalaman,
situasi, data, kejadian-kejadian, penilaian, kebiasaan atau adat, kepercayaan, dan
aturan-aturan. Informasi harus dikumpulkan dari berbagai sumber dan
memastikan informasi tersebut. Informasi tersebut perlu dieksplorasi dari berbagai
perspektif dan diidentifikasi kesamaan maupun kontradiksinya.
Tahap analisis adalah identifikasi hubungan-hubungan inferensional yang
dimaksud dan aktual di antara berbagai informasi yang telah didapatkan. Hal itu
berupa perincian atau pemecahan masalah dari berbagai informasi agar menjadi
tema atau argumen tunggal.
Tahap evaluasi adalah menaksir kredibilitas berbagai pernyataan atau representasi
yang merupakan laporan atau diskripsi dari persepsi, pengalaman, penilaian,
opini, dan menaksir kekuatan logis dari hubungan inferensional atau dimaksud di
antara pernyataan, deskripsi, pertanyaan, atau bentuk-bentuk representasi lainnya.
Pada tahap ini, lebih diprioritaskan informasi yang penting dan membedakan
pendapat dari fakta.
Tahap questioning adalah tahap mencari pertanyaan yang belum dijawab lalu
mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang masuk akal, membuat
dugaan-dugaan dan hipotesis lalu menyimpulkan konsekuensi atau kemungkinan
solusi dari data yang ada.
Tahap kontekstualisasi adalah menganalisis dan mengevaluasi informasiinformasi yang berhubungan dengan konten pertimbangan sejarah, pertimbangan
etika, pertimbangan politik, pertimbangan kebudayaan, pertimbangan lingkungan
dan keadaan yang spesifik.

Tahap refleksi adalah tahap membuat kesimpulan dan mengaplikasikan hasil


pemikiran pada hasil yang paling memungkinkan.9 Tahap dalam proses berpikir
kritis ini harus dilandasi dengan pemikiran yang tajam, hati-hati, dan perencanaan
yang eksplisit dari suatu masalah.

BAB III
KESIMPULAN

Berpikir kritis adalah proses berpikir aktif dan reflektif terhadap semua bentuk
informasi menggunakan metode dan standar intelektual yang bertujuan untuk
memunculkan keputusan untuk melakukan tindakan efektif dan efisien.
Seseorang yang berpikir kritis tidak akan menerima informasi (baik verbal atau
tertulis) begitu saja, tetapi mereka akan mencari fakta-fakta yang mendukung,
mencari asumsi yang tersembunyi dan membentuk berbagai macam keputusan
atau kesimpulan 5.
Berpikir kritis dibutuhkan oleh berbagai jenjang profesi termasuk dokter karena
setiap proses dalam pengambilan keputusan oleh dokter selalu terkait dengan
proses berpikir eksploratif yang senantiasa menggali informasi. Seorang dokter
dalam melakukan anamnesis, menegakkan diagnosis, menentukan terapi, dan
melakukukan aktivitas

intelektual lain selalu dituntut untuk mengaplikasikan

kemampuan berpikir kritis.


The APA Delphi Report di tahun 1990, melaporkan hasil konsensus mengenai
komponen

keterampilan kognitif dalam berpikir kritis yaitu interpretation,

analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation. Selain itu,


sedikitnya ada empat komponen yang bertanggung jawab atas terbangunnya
kemampuan berpikir kritis mahasiswa kedokteran yaitu learner, teacher,
curricular models, dan learning environment.
Langkah-langkah dalam proses berpikir kritis yaitu, observasi, analisis, evaluasi,
hipotesis, kontekstualisasi, dan refleksi. Langkah tersebut yaitu dengan
mengumpulkan berbagai informasi tentang suatu masalah, menganalisa topik
permasalahan, mengevaluasi opini berdasarkan hal yang sebenarnya, mencari halhal yang tidak terjawab berdasarkan literatur informasi, mempertimbangkan
analisis dan evaluasi dari konten spesifik, dan terakhir menjawab pertanyaan yang

tidak terjawab dan membuat kesimpulan lalu mengaplikasikan hasil pemikiran


pada hasil yang memungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ivone, July. 2010. Critical Thinking, Intelectual Skills, Reasoning and
Clinical Reasoning. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha.
2. Duldt-Battey BW. 1997. Teaching winners: how to teach critical thinking,
in critical thinking across the curriculum project. Longview Community
College.
3. Harasym PH, Tsai TC, Hemmati P. 2008. Current trends in developing
medical students critical thinking abilities . Kaohsiung J Med Sci July.

4. Inch, ES. Et al., 2006. Critical Thinking and Communication: The Use of
Reason in Argument 5th Edition. Boston: Pearson Education, Inc
5. Fisher A. 2001. Critical thinking: an introduction. Cambridge University
Press.
6. Facione PA. 2004. Critical thinking: what it is and why it counts.
California.
7. Schafersman, Steven D. 1991. An introduction to critical thinking.
8. Walker SE. 2003. Active learning strategies to promote critical thinking.
Journal of Athletic Training .

9. Rhodes, TL. 2010. Assesing Outcomes and Improving Achievement: Tips


and Tools for Using Rubrics. Washington DC: Association of American
Colleges and Universities.

Anda mungkin juga menyukai