Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mata merupakan organ dengan komponen mikrosirkulasi yang dapat terlihat.
Akibatnya penyakit vaskular yang mengenai mata dapat dilihat langsung. Selain itu, mata
memberikan petunjuk penting mengenai perubahan vaskular patologis pada seluruh tubuh.1
Retina merupakan bagian yang cenderung terkena banyak penyakit, baik yang
diturunkan maupun yang didapat. Secara umum penyakit vaskular retina berasal dari dua
perubahan sirkulasi kapiler retina yaitu kebocoran mikrosirkulasi dan oklusi mikrosirkulasi.
Kedua proses tersebut akan memberikan gambaran penyakit yang berbeda. Kebocoran
mikrosirkulasi misalnya, akan menyebabkan perdarahan, edema retina dan pembentukan
eksudat. Sedangkan oklusi kapiler dapat memicu proses pembentukan pembuluh baru,
pertumbuhan vena iregular, atau penurunan penglihatan bila berlangsung secara akut.1
Oklusi kapiler retina dapat terjadi pada pembuluh sentral ataupun pembuluh cabang
yang secara umumnya disebabkan oleh emboli.1 Keadaan ini merupakan keadaan emergensi
opthamologi yang dapat menyebabkan kebutaan. Namun penyakit ini bukan suatu penyakit
yang berdiri sendiri.2
Pada tahun 1859, Van Graefe menggambarkan Central Retinal Artery Occlusion
(CRAO) sebagai proses penyumbatan arteri sentral retina yang disebabkan oleh emboli pada
pasien yang menderita endokarditis. Pada tahun 1868, Mauthner beranggapan bahwa suatu
proses vasokonstriksi dapat menyebabkan oklusi dari arteri retina. 3 Penyebab dari CRAO
dianggap sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik
yang lain.2,3
Kerusakan retina yang ireversibel terjadi setelah oklusi total arteri sentralis retina
selama 90 menit sehingga hanya tersedia sedikit waktu untuk memulai terapi. Oleh sebab itu
merupakan suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk mengembalikan aliran
darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan sedini mungkin. 5,6,11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis dan
melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina biasa juga disebut selaput jala,
merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.
Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata
dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm
pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang
berdiameter 5,5 - 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah pigmentasi kekuningan
yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh
darah retina temporal. 5,6

Gambar 2.1 Anatomi Mata


Retina merupakan suatu srtuktur yang kompleks dimana terdiri dari 10 lapisan yang
terpisah yang terdiri dari bagian fotoreseptor, neuron, sel ganglion maupun serabut saraf
2

optik. Retina bertanggung jawab dalam proses pengubahan cahaya menjadi sinyal listrik dan
pengintegrasian awal dari sinyal-sinyal tersebut.1
Lapisan-lapisan retina tersebut secara berurutan adalah: dan terdiri atas lapisan:1,4
a. Membran limitan interna, merupakan membrane hialin antara retina dan badan kaca.
b. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju kearah saraf optik. Di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
c. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
d. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
e. Lapis nucleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapis ini mendapatkan metabolisme dari arteri retina sentral.
f. Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aseluler dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
g. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang. Ketiga
lapis diatas avaskular dan mendapatkan metabolism dan kapiler koroid.
h. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
i. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang dan sensitif terhadap panjang
gelombang pendek, menengah dan tinggi, yang membuatnya dapat membedakan
warna. Sel ini terkonsentrasi di fovea.
Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam dan sensitif terhadap cahaya namun
tidak terhadap panjang gelombang cahaya (tidak membedakan warna). Sel batang
menyususn sebagian besar fotoreseptor di retina bagian lainnya.
j. Epitel Pigmen Retina (EPR), merupakan bagian perbatasan anatara retina dengan
koroid.

Gambar 2.2 Lapisan-lapisan retina


Pada bagian nasal dari makula lutea terdapat papilla nervi opticus, yaitu tempat
dimana N.II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung
sel batang atau kerucut sama sekali dan disebut titik buta. Bagian tengahnya ada lekukan
yang tampak agak pucat, dari tempat inilah keluar arteri dan vena retina sentralis yang
kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini
merupakan arteri terminal dan tak ada anastomose. Namun terkadang di dapat anastomose
antara a. Siliaris dan a. Retina sentral yang disebut a. Silioretinal yang terletak di makula,
sehingga bila terjadi emboli yang masuk ke dalam arteri retina sentralis fungsi dari makula
tak terganggu. 6
Pemasok arteri utama ke orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika,
cabang besar pertama dari bagian intrakranial arteri karotis interna. Cabang ini berjalan di
bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang
intraorbital pertama adalah arteri retina sentralis, yang memasuki nervus optikus sekitar 8-15
mm di belakang bola mata sebagai penyuplai darah ke retina. Arteri posterior siliaris yang
merupakan cabang dari arteri ophtalmika akan menyuplai darah ke koroid. Pada sekitar 14%
populasi terdapat variasi cabang silioretinal dari arteri siliaris posterior yang akan
4

memberikan tambahan suplai darah pada makula dari sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina
keluar pada papil N.II, membentuk gambaran percabangan yang berbeda-beda pada setiap
individu. 6
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina. Sedangkan dua per
tiga sebelah dalam retina disuplai oleh cabang-cabang arteri retina sentral. Fovea sepenuhnya
disuplai oleh koriokapiler dan apabila terjadi pelepasan dari retina terjadi kerusakan yang
menetap. 6

Gambar 2.3 Pembuluh darah retina


2.2.

Oklusi Arteri Sentralis Retina

Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) merupakan suatu penyumbatan pada


pembuluh arteri retina sentral yang umumnya disebabkan oleh emboli. 5 Keadaan ini
berlangsung secara akut dan merupakan emergensi oftamologi yang dapat menyebabkan
kebutaan.2
2.3.

Epidemiologi
Data pada studi di Amerika, menunjukkan bahwa CRAO ditemukan tiap 1:10.000.

Bahkan pada 1-2% penderita, ditemukan gangguan mata bilateral. Umumnya penderita lakilaki lebih tinggi dari pada wanita. Kebanyakan penderita berusia sekitar 60 tahun, namun
pada beberapa kasus dijumpai mengenai penderita yang lebih muda hingga usia 30 tahun.
Umumnya insiden pada kelompok usia yang berbeda disebabkan penyebab yang berbeda
pula.3
Insidensi dijumpai meningkat pada penderita hipertensi, diabetes, systemic heart
disease, penyakit kardiovaskular, perokok, obesitas, subakut bacterial endocarditis, tumor,
leukemia, pengguna kortikosteroid suntikan, polyarteritis nodosa, syphilis, trauma tumpul,
paparan radiasi, dan pengguna kokkain.2,5
2.4.

Etiologi
CRAO bukan suatu penyakit yang berdiri sendiri. Penyebab dari CRAO dianggap

sebagai proses multifaktorial, yang disebabkan oleh kelainan-kelainan sistemik yang lain.
CRAO dapat diakibatkan oleh:

Proses aterosklerosis dan trombosis yang terjadi pada lamina cribosa.6

Emboli yang berasal dari arteri karotis atau proses lain di jantung. Emboli dianggap
sebagai penyebab CRAO yang tersering.1,4,5
Emboli dapat terbentuk dari berbacam sumber di tubuh. Jenis emboli yang dapat
menyebkan obstruksi pada arteri retina adalah:7
Jenis Emboli
Calcium emboli

Sumber
Plak atheromatous yang berasal dari

Cholesterol emboli

arteri karotis ataupun katup jantung


Plak atheromatous yang berasal dari

(Hollenhorst plaque)

arteri carotid

Thrombocyte-fibrin

Pada atrial fibrillation, myocardial

emboli (gray)

infarction, ataupun pada operasi jantung


6

Myxoma emboli

Pada atrialmyxoma (umumnya usia

Bacterial ataupun

muda)
Pada endocarditis dan septicemia

mycotic emboli (Roth


spots)

Gambar 2.4 Hollenhorst plaque (cholesterol emboli)

Obliterasi arteri retina yang berkaitan dengan peradangan pada arteritis maupun
periarteritis.6 Proses inflamasi yang mencetuskan oklusi seperti pada arteritis temporal
merupakan penyebab yang jarang terjadi.7

Angiospasme merupakan penyebab yang jarang. Penyebab terjadinya spasme pada


pembuluh antara lain pada migren, keracunan alkohol, tembakau, kina, atau timah
hitam.4,6

Peningkatan tekanan intra okular yang sangat tinggi juga dikaitkan dengan kejadian
obstruksi pada arteri retina, seperti yang terjadi pada akut glaukoma sudut tertutup.6,8

Gangguan trombofilia, dimana hal ini berkaitan dengan CRAO yang terjadi pada usia

muda.6
2.5.
Faktor Resiko

Ada sejumlah faktor risiko umum untuk terjadinya oklusi arteri dan vena. Faktor-faktor
tersebut faktor sama dengan faktor yang mencetuskan masalah pembuluh darah yang dapat
menyebabkan masalah lain seperti serangan jantung dan stroke. Faktor risiko utama tersebut
adalah: 3,5,9,10,11

Usia. Oklusi pembuluh darah retina paling sering terjadi pada orang dengan usia di atas
65 tahun, walaupun pada oklusi arteri retina dapat juga terjadi pada usia dibawah 30
tahun.

Tekanan darah tinggi

Diabetes Mellitus

Hiperlipidemia (kolesterol > 6,5 mmol/L)

Penyakit arteri koroner

Merokok

Kegemukan

Glaukoma

Hiperkoagulabilitas

Arteriosklerosis

Papil edema

Diet yang tidak sehat (kurang vitamin dan antioksidan)

2.6.

Patofisiologi
Pada umumnya, oklusi arteri maupun vena retina terjadi karena emboli. Emboli biasanya

berasal dari trombus pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke
dalam sistem sirkulasi dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil.
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial.
8

Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan
diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri:
1. Kondisi dinding pembuluh darah (endotel)
2. Aliran darah yang melambat/ statis
3. Komponen yang terdapat dalam darah sendiri berupa peningkatan koagulabilitas
Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya statis aliran
darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan faktor penyebab.
Selain itu keadaan anatomis vena turut mempengaruhi terjadinya oklusi pada vena retina.
Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur keluar dari nervus optikus
dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang sempit. Karena tempat yang sempit tersebut
mengakibatkan hanya ada keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Anatomi yang
seperti ini merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding pembuluh
darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.
Selain itu, perubahan arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri
menjadi kaku dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan
terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan trombus.
Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri dengan CRVO, tapi
hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara konsisten.
Pada arteri pada umumnya oklusi terjadi karena emboli yang berasal dari trombus
pembuluh darah dari aliran pusat yang terlepas kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi
dan berhenti pada pembuluh darah dengan lumen yang lebih kecil.
Oklusi pada arteri menyebabkan iskemia dari bagian yang diperdarahinya. Iskemia dari
lapisan dalam retina menyebabkan terjadinya edema intraselular sebagai akibat dari
kerusakan selular dan nekrosis. Edema intraselular ini terlihat dalam pemeriksaan funduskopi
sebagai gambaran putih keabu-abuan pada permukaan retina. Penelitian pada primata
menunjukkan oklusi yang komplit pada arteri penyuplai retina mengakibatkan kerusakan
iskemi yang dapat kembali lagi dalam 97 menit. Ini dapat menjelaskan mengapa pasien
dengan oklusi cabang arteri retina memiliki riwayat kehilangan penglihatan yang sementara.
Kemungkinan kejadian ini dikarenakan emboli secara sementara menyumbat dan
mengakibatkan oklusi sementara dan setelah reperfusi retina emboli kembali bebas.
Oklusi cabang arteri retina biasanya terjadi pada bifurkasi dari arteri hal ini berhubungan
dengan sempitnya lumen pada lokasi ini. Pada 90 % kasus, oklusi cabang arteri retina
9

melibatkan pembuluh darah temporal retina. Kemungkinan apakah daerah tersebut lebih
sering terkena atau pembuluh darah nasal retina tidak terdeteksi masih berlum dapat
dipastikan. Pasien dengan oklusi cabang arteri retina memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
morbiditas dan mortalitas dari penyakit cardiovascular dan cerebrovaskular. Pemeriksaan
medis yang menyeluruh diindikasikan pada pasien dengan oklusi cabang arteri retina dan
etiologinya dapat diidentifikasi pada 90% pasien. 2,3,4,7,8
Central Retinal Artery Occlusion (CRAO) akan mengakibatkan kebutaan yang
disebabkan kurangnya asupan darah pada lapisan retina bagian dalam. Secara akut, obstruksi,
yang diakibatkan emboli misalnya, akan membuat terjadinya edema lapisan dalam retina dan
pyknosis sel ganglion nukleus. Iskemik yang diikuti nekrosis akan terjadi, sehingga retina
memberikan gambaran opak dan warna putih kekuningan. Opasitas akan bertambah pada
bagian posterior dikarenakan bertambahnya ketebalan lapisannya, dan sebaliknya pada fovea
yang memberikan gambaran cherry-red spot.3
2.7.

Gambaran Klinis
Umumnya pasien akan mengeluhkan penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-

tiba, tanpa disertai rasa nyeri dan menetap pada salah satu mata. Pada 90% penderita,
kemampuan

visus

menurun

hingga

menghitung

jari,

persepsi

cahaya,

bahkan

kebutaan.1,2,3,5,6,8,9,10,11
Keluhan nyeri pada pesien lebih mengarahkan pada proses iskemik okular yang
sedang berlangsung. Hal ini umumnya disebabkan oleh gangguan sirkulasi pada arteri karotis
dan bukan disebabkan suatu oklusi arteri retina.2
Pada beberapa pasien dapat dijumpai amaurosis fugax, merupakan proses penurunan
penglihatan secara transien yang dapat terjadi selama beberapa detik hingga beberapa menit,
namun dapat pula bertahan hingga 2 jam. Umumnya penglihatan dapat kembali seperti
sebelumnya setelah serangan amaurosis fugax berakhir.3,4,11
Monokular amaurosis fugax dapat pula terjadi akibat hipotensi ortostatik, spasme
pembuluh darah, aritmia, migren retina, anemia, arteritis dan koagulopati. Hilangnya
penglihatan jarang mencapai total dan dapat merupakan gejala awal dari obstruksi dini arteri
sentral. Amaurosis fugax merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada insufisiensi
arteri karotis atau terdapatnya emboli pada arteri oftalmika retina.4
Pada amaurosis fugax umumnya tidak dijumpai kelainan fundus karena pendeknya
serangan. Kadang-kadang terlihat adanya plaque putih atau cerah atau suatu embolus di
dalam arteriol.4
10

Penting untuk menanyakan riwayat penyakit penderita yang dapat menjadi


predisposisi pembentukan trombus, seperti atrial fibrilasi, endokarditis, penyakit-penyakit
atherosklerosis, keadaan koagulopati ataupun hiperkogulasi. Begitu pula dengan riwayat
pengobatan.3
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada penderita yang diduga mengami CRAO
meliputi:3

Penilaian visus, umumnya menurun hingga menghitung jari, lambaian tangan ataupun
tanpa persepsi cahaya.3

Pemeriksaan reaksi pupil, menjadi lambat atau menghilang dan dapat anisokor.4,5,6

Pemeriksaan defek pada pembuluh retina dengan funduskopi, dapat memberikan


gambaran:
-

Seluruh retina menjadi pucat akibat edema dan gangguan nutrisi.

Gambaran cherry-red spot pada makula lutea. Hal ini muncul setelah terjadi infark
pada lapisan retina yang menyebabkan terjadi edema. Akibatnya lapisan retina
akan tampak pucat kecuali pada daerah makula yang tetap berwarna merah karena
lapisannya yang tipis.3,7,10,11,

Tanda Boxcar dapat terlihat pada arteri maupun vena, dimana hal ini menunjukkan
adanya obstruksi yang berat.3

Emboli dapat terlihat pada 20% kasus.3,12


(Ophthalmology at a Glance)
Gambar 2.4 Cherry red spot

Lakukan

pemeriksaan

kardiovaskular

untuk mendengar adanya murmur jantung


ataupun bruit karotis.

Pemeriksaan menyeluruh untuk menilai


kelemahan otot, demam, nyeri tekan pada
temporal ataupun adanya arteri yang

2.8.

teraba, jaw claudication, untuk menyingkirkan adanya arteritis temporal.3,5.


Diagnosis
Dari uraian diatas, pada pasien CRAO umumnya pasien datang dengan keluhan utama

penurunan penglihatan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa disertai nyeri, dan umumnya
unilateral. Pada pemeriksaan, dijumpai penurunan visus hingga menghitung jari ataupun
persepsi cahaya maupun kebutaan. Pada funduskopi dapat ditemui: gambaran fundus menjadi
11

pucat akibat edema retina, fovea tidak terlihat edema, dapat terlihat gambaran cherry-red
spot, arteriol menjadi dangkal dan irreguler, serta tanda boxcar pada bagian vena.9
Pemeriksaan EKG dapat dilakukan untuk menilai adanya kemungkan atrial fibrilasi.
Pasien yang dicurigai aritmia yang tak didapati pada EKG serial dapat dilakukan EKG-holter
(monitor 24 jam).3
Proses pencitraan sangat membantu dalam menentukan proses primer yang
menyebabkan CRAO. Ultrasound pada karotis dapat mendeteksi penyakit atherosklerosis
yang lebih sensitif dari pemeriksaan Doppler yang hanya menilai aliran. Pemeriksaan MRA
dapat memberikan gambaran yang lebih jelas pada obstruksi yang terjadi.3
2.9.

Penatalaksanaan
Sebagai suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk mengembalikan

aliran darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan sedini mungkin.
Penanganan awal sebagai tindakan emergensi yang dapat dilakukan adalah:
1. Menurunkan tekanan intraokular.
Dapat diberikan obat topikal (tetes mata) golongan -blocker ataupun pemberian
acetazolamide 4 X 500mg atau manitol secara intravena dapat menyebabkan penurunan
TIO yang segera.9,11
2. Ocular massage.
Dilakukan dengan gerakan berputar selama 10 detik pada bola mata dan dilepas kemudian
dilakukan berulang-ulang.4,9
Cara tradisional tersebut bertujuan meningkatkan tekanan introkular di dalam mata akibat
tekanan yang terputus dan merangsang mekanisme autoregulator. Saat pemijatan dengan
jari, tenaga yang diberikan akan membuat retina menganggap adanya hipoxia sehingga
terjadi dilatasi vaskular retina sehingga aliran darah meningkat. Ketika pemijatan
dihentikan, cairan akan mengalir dan terjadi penurunan resistensi dari aliran darah.
Harapannya adalah terjadi perpindahan emboli menjadi lebih dalam dan menyelamatkan
sebagian daerah retina.2
3. Konsultasi urgensi pada opthamologist dengan persiapan untuk dilakukannya tindakan
penanganan yang lebih agresif jika diindikasikan, seperti parasintesis camera okuli
anterior (COA).9
Parasintesis dilakukan dengan anastesi lokal dan menggunakan jarum suntik 30G pada
spuit 1cc. Insersi dilakukan pada daerah limbus dengan hati-hati dan menjaga agar jarum
12

tidak merusak lensa. Cairan diambil sebanyak 0.1-0.2 cc. Kemudian jarum ditarik keluar
dan diberikan obat tetes mata berupa antibiotik topikal. Dengan tindakan ini diharapkan
terjadi penurunan TIO yang akan memicu peningkatan perfusi yang akan mendorong
emboli bergerak lebih dalam.3
Tujuan dari pengobatan yang diberikan pada kasus CRAO adalah untuk:3

Menurunkan TIO, hal ini dapat dicapai dengan pemberian obat-obatan golongan
karbonik anhidrase inhibitor, diuretik hiperosmolar, simpatomimetik dan timoptik,
seperti yang diberikan pada penderita glaukoma. Penurunan TIO dapat pula dicapai
dengan parasintesis camera okuli anterior, seperti yang dijelaskan di atas.

Menambah perfusi pada retina, diperoleh melalui pemberian obat vasodilator,


peningkatan pCO2, atau dengan pemberian agen trombolitik perifer untuk
memindahkan trombus. Pendapat lain mengatakan pemberian aspirin pada fase akut
dapat bermanfaat.

Meningkatkan oxygen delivery pada daerah yang hipoxia, dicapai dengan


memberikan oxygen konsentrasi tinggi maupun dengan Terapi Oxygen Hiperbarik.
Hal ini hanya dapat bermanfaat bila diberikan dalam 2-12 jam setelah onset.
Pemberian oxygen dan peningkatan pCO2 umumnya dilakukan dengan pemberian
bantuan nafas dengan campuran 5% CO2 dan 95% O2 selama 10 menit yang

2.10.

dilakukan setiap 2 jam selama 2 hari.3,11


Prognosis
Umumnya pasien dengan CRAO akan mengalami penurunan tajam penglihatan

hingga menghitung jari maupun lambaian tangan. Namun pada 10% pasien dengan variasi
pembuluh silioretinal tajam penglihatan meningkat menjadi sekitar 20/50.3,12
Jika intervensi tertunda, oklusi arteri retina hampir selalu menyebabkan hilangnya
seluruh penglihatan di bidang visual sentral (oklusi arteri sentral), atau sebagian dari bidang
visual perifer (oklusi cabang arteri). Biasanya hanya sekitar 10% dari individu yang memiliki
oklusi pembuluh darah retina mendapat manfaat yang signifikan dari pengobatan, bahkan
ketika diberikan segera. Pengobatan yang tertunda dianggap tidak efektif, meskipun ada
kasus yang terjadi pemulihan spontan bahkan setelah beberapa hari kehilangan penglihatan. 4
Dari data didapati bahwa pasien dengan emboli yang terlihat pada retinanya, baik
menimbulkan obstruksi atau tidak memiliki mortality rate sebesar 56% dalam 9 tahun, dan
27% pada populasi seusia yang tidak memiliki gambaran emboli pada retinanya. Sedangkan

13

pada pasien yang menderita CRAO, harapan hidup pasien adalah sekitar 5.5 tahun,
dibandingkan 15,4 tahun pada penderita tanpa CRAO pada kelompok usia yang sama.3

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba, tanpa rasa sakit pada mata yang tenang
merupakan salah satu kecurigaan terjadinya oklusi pembuluh darah retina. Oklusi pembuluh
darah retina merupakan penyakit multifaktorial yang harus dicari dan diatasi penyebab dan
mengontrol faktor risiko yang ada. Kerusakan retina yang ireversibel terjadi setelah oklusi
total arteri sentarlis retina selama 90 menit sehingga hanya tersedia sedikit waktu untuk
memulai terapi. Hal ini merupakan suatu keadaan emergensi, penanganan yang segera untuk
mengembalikan aliran darah pada retina kemungkinan akan sangat bermanfaat bila dilakukan
sedini mungkin Pembuluh darah merupakan satu-satunya jalan retina mendapatkan suplai
nutrisi dan oksigen, maka penyumbatan pada pembuluh darah merupakan salah satu kasus
kedaruratan mata yang dapat menimbulkan kerusakan retina ireversibel bila terlambat atau
gagal ditangani. Konsultasi dengan dokter spesialis mata sangat dibutuhkan untuk keputusan
terapi selanjutnya.
Prognosis untuk oklusi vaskular retina bervariasi tergantung pada lokasi dan
keparahan penyumbatan, dan kondisi yang mendasarinya.

Individu dapat sembuh

sepenuhnya tanpa intervensi apapun, atau mungkin mengalami kehilangan penglihatan


permanen parsial atau kebutaan juga dapat terjadi.

14

DAFTAR PUSTAKA
1. James, B., Chew, Chris. and Bron Anthony. Lecture Note Oftamologi. 2006. Jakarta:
Erlangga. 7-8; 129-139.
2. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabar, A.G. Retinal Artery Occlusion. Dalam:
Handbook of Ocular Disease Management Eleventh Edition. Jobson Publishing L.L.C.
2009;42-44
3. Graham, R.H. Central Retinal Artery Occlusion. Medscape Reference. 2009. Diakses
dari: http://emedicine.medscape.com/article/1223625-overview [20 Juli 2011]
4. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit - FKUI. 2002;9-10,198
5. Garg, S.J. Central Retinal Artery Occlusion. Dalam: Merck Manual for Healthcare
Professionals

Online.

2008.

Diakses

dari:

http://www.merckmanuals.com/professional/sec10/ch116/ch116b.html#top [22 Juli 2011]


6. Khurana, A.K. Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age
International (P) Limited Publishers. 2007; 255-256
7. Lang, G.K. Retinal Arterial Occlusion. Dalam: Ophthalmology a Short Textbook. New
York: Thieme. 2000; 320-323
8. Olver, J. & Cassidi L. Sudden Painloss of Vision. Dalam: Ophtamology at a Glance.
USA: Blackwell Science Ltd. 2005;42-43
9. Knoop, K.J., Stack, L.B., et all. Central Retinal Artery Occlusion. Dalam: The Atlas of
Emergency Medicine Third Edition. Mc.Graw-Hill. 2010. 162-165
10. Khaw, P.T., Shah, P., & Elkington, A.,R. ABC of Eyes, Fourth Ecition. India: BMJ Books.
2204;36-37.
11. Roirdan-Eva, Paul. & Whitcer, J.P. Vaughans & Asburys General Ophthalmology. Mc
Graw-Hill. 2007.
12. Tasman, William. & Jaeger, E.A. Arterial Obstructive Disease. Dalam: Atlas of Clinical
Ophthalmology Second Edition. 2001. Lippincott Williams & Wilkins. 216

15

Anda mungkin juga menyukai