Makalah Epidural Hematoma
Makalah Epidural Hematoma
DAFTAR ISI
Halaman Judul...............................................................................................................
1
Kata pengantar............................................................................................................
2
Daftar Isi......................................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
7
II.I
Definisi ...........................................................................................................
7
II.II
10
II.III
11
II.IV
Patofisiologi....................................................................................................
20
II.V
Etiologi............................................................................................................
23
II.VI
Gejala Klinis...................................................................................................
24
II.VII
Pemeriksaan Penunjang..................................................................................
26
II.VIII
Diagnosis........................................................................................................
27
II.IX
Diagnosis Banding.........................................................................................
28
II.X
Diagnosa Keperawatan...................................................................................
29
II.XI
30
II.XII
Penatalaksanaan..............................................................................................
30
II.XIII
Komplikasi.....................................................................................................
32
II.XIV Prognosis........................................................................................................
33
II.XV
WOC..............................................................................................................
34
Pengkajian .....................................................................................................
34
III.II
Analisa Data....................................................................................................
35
III.III
Diagnosa Keperawatan...................................................................................
37
III.IV
Tindakan Keperawatan...................................................................................
42
III.V
Evaluasi...........................................................................................................
44
BAB IV PENUTUP....................................................................................................
47
IV.I
Kesimpulan.....................................................................................................
47
IV.II
Saran................................................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................
50
BAB I
5
PENDAHULUAN
Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di
kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk
periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin
akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang
mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka
darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan
inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.(1,2,3 )
Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency
dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Cedera kepala adalah kondisi yang umum secara neurologi dan bedah
saraf dan merupakan salah satu penyebab kematian utama di kalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar, rujukan yang terlambat.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I
DEFINISI
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan epidural hematoma. Desakan oleh
hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar.(1,3)
Hematoma epidural (EDH) merupakan kumpulan darah di antara
duramater dan tabula interna karena trauma (Gambar-1). Pada penderita traumatic
hematoma epidural, 85-96% disertai fraktur pada lokasi yang sama. Perdarahan
berasal dari pembuluh darah -pembuluh darah di dekat lokasi fraktur.
Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah
temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat
robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH
berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai
8
10
II.II
11
Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan
akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di temukan
secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang
menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.(1)
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan
membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar. Bila robek
pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan
12
kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.
Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena
emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat emmbawa infeksi dari kulit
kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa
pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea
terkoyak. (1)
Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak
memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding
atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di sebit tabula
eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur demikian
memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang
lebih ringan . tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan arteria
meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak
menyebabkan tekopyaknya salah satu dari artery-artery ini, perdarahan arterial
yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan
akibat yang fatal kecuali bila di temukan dan diobati dengan segera.
Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges
adalah dura mater, arachnoid, dan pia mater (1)
1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:
a.
13
b.
14
foramen spinosum dan kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal
duramater. Arteri ini kemudian terletak antara lapisan meningeal dan endosteal
duramater. Arteri ini kemudian berjalan ke depan dank e lateral dalam suatu
sulkus pada permukaan atas squamosa bagian os temporale. Cabang anterior
(frontal) secara mendalam berada dalam sulkus atau saluran angulus antero
inferior os parietale, perjalanannya secara kasar berhubungan dengan garis gyrus
presentralis otak di bawahnya.
15
Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang terfiksasi,
mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke posterior dalam sulkus di
bawah lengkungan kranium, dan pada protuberantia occipitalis interna berbelok
dan berlanjut dengan sinus transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis
superior menerima vena serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna,
sinus sagitallis berdilatasi membentuk sinus konfluens.
16
17
oleh
untaian
jaringan
fibrosa
halus
yang
menyilang
ruang
Piamater merupakan suatu membrane vaskuler yang ditutupi oleh sel sel
mesothelial gepeng. Secara erat menyokong otak, menutupi gyri dan turun
kedalam sulki yang terdalam. Piamater meluas keluar pada saraf saraf cranial
dan berfusi dengan epineurium. Arteri serebralis yang memasuki substansi otak
membawa sarung pia mater bersamanya. Piamater membentuk tela choroidea dari
atap ventrikulus otak ketiga dan keempat, dan berfusi dengan ependyma untuk
membentuk pleksus choroideus dalam ventrikulus lateralis, ketiga, dan keempat
otak.
Otak dan medulla spinalis terbungkus dalam tiga sarung membranosa yang
konsentrik. Membran yang paling luar tebal, kuat dan fibrosa disebut duramater,
membrane tengah tipis dan halus serta diketahui sebagai arachnoidea mater, dan
18
membrane paling dalam halus dan bersifat vaskuler serta berhubungan erat
dengan permukaan otak dan medulla spinalis serta dikenal sebagai piamater.
Duramater mempunyai lapisan endosteal luar, yang bertindak sebagai periosteum
tulang tulang kranium dan lapisan bagian dalam yaitu lapisan meningeal yang
berfungsi untuk melindungi jaringan saraf dibawahnya serta saraf saraf cranial
dengan membentuk sarung yang menutupi setiap saraf kranial. Sinus venosus
terletak dalam duramater yang mengalirkan darah venosa dari otak dan meningen
ke vena jugularis interna dileher.
Pemisah duramater berbentuk sabit yang disebut falx serebri, yang terletak
vertical antara hemispherium serebri dan lembaran horizontal, yaitu tentorium
serebelli, yang berproyeksi kedepan diantara serebrum dan serebellum, yang
berfungsi
untuk
membatasi
gerakan
berlebihan
otak
dalam
kranium.
Arachnoidea mater merupakan membrane yang lebih tipis dari duramater dan
membentuk penutup yang longgar bagi otak. Arachnoidea mater menjembatani
sulkus sulkus dan masuk kedalam yang dalam antara hemispherium serebri.
Ruang antara arachnoidea dengan pia mater diketahui sebagai ruang
subarachnoidea dan terisi dengan cairan serebrospinal. Cairan serebrospinal
merupakan bahan pengapung otak serta melindungi jaringan saraf dari benturan
mekanis yang mengenai kepala.
19
Doktrin Monro-Kellie
Konsep utamanya adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan karena
rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid. Segera setelah
trauma, massa (gumpalan darah) dapat terus bertambah sementara TIK masih
dalam batas normal. Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuer mencapai titik
dekompensasi, TIK akan cepat meningkat.
II.IV PATOFISIOLOGI
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital.(8)
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma
akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar. (8)
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
21
22
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval
karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
(8)
a.
b.
Sinus duramatis
c.
23
II.V
ETIOLOGI
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
24
pada ruang epidural, dengan peningkatan tekanan intra kranial (TIK) yang cepat,
herniasi dari unkus dan kompresi batang otak.(1,4,5,6)
Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil
ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal
dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardia. Pada tahap akhir kesadaran
akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami
25
pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi,
yang merupakan tanda kematian.(3)
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :(7)
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Gejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :(7)
1. Lucid interval tidak jelas
2. Fraktir kranii oksipital
3. Kehilangan kesadaran cepat
4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan
5. Pupil isokor
26
Rontgen kepala
CT scan
Meskipun foto radiologi skull atau tengkorak sering dilakukan untuk
mengevaluasi sebuah fraktur tengkorak, dewasa ini CT scan merupakan pilihan
primer dalam hal mengevaluasi trauma kepala. Emergensi CT scan adalah
modalitas utama yang digunakan untuk mengevaluasi trauma kepala akut setelah
27
penilaian neurologis dilakukan. Diagnosis yang tepat dari hasil CT scan sangat
krusial
untuk
menentukan
metode
penanganan
yang
tepat.
II.VIIIDIAGNOSIS
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Adanya garis fraktur
yang menyokong diagnosis epidural hematoma bila sisi fraktur terletak ipsilateral
dengan pupil yang melebar garis fraktur juga dapat menunjukkan lokasi
hematoma.(3)
Computed tomografi (CT) scan otak akan memberikan gambaran
hiperdens (perdarahan) di tulang tengkorak dan dura, umumnya di daerah
temporal dan tampak bikonveks.
28
II.X
DIAGNOSA KEPERAWATAN
29
30
1.
II.XII PENATALAKSANAAN
Penanganan darurat :
1)
2)
Terapi medikamentosa
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera spinal
atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang tekanan intracranial
dan meningkakan drainase vena.(9)
Pengobatan yang lazim
dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/ kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar
serum 3-4mg%.(8)
Terapi Operatif
Operasi di lakukan bila terdapat :
1)
2)
3)
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk
fungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi
operasi emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini di sebabkan oleh lesi desak
ruang.(8)
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
1)
2)
3)
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
32
1)
Penurunan klinis
2)
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
3)
II.XIIIKOMPLIKASI (11)
1)
2)
3)
Kematian
II.XIV PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada : (8)
1)
33
2)
Besarnya
3)
karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar
antara 7-15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada
pasien yang mengalami koma sebelum operasi. (2)
Prognosis epidural hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan
epidural hematoma yang telah dievakuasi mulai dari 16% - 32%. Seperti trauma
hematoma intrakranial yang lain, biasanya mortalitas sejalan dengan umur dari
pasien. Resiko terjadinya epilepsi post trauma pada pasien epidural hematoma
diperkirakan sekitar 2%.(9)
BAB III
LAPORAN KASUS
34
III.I
PENGKAJIAN
Identitas :
Nama
: TN. S.
Umur
: 50 tahun
Suku/Bangsa
: Jawa/Indonesia.
Agama
: Islam
Alamat
Pekerjaan
: tidak bekerja
Pendidikan
: SLTA
Tgl.MRS
Tgl. Pengkajian
Diagnosa Medik
Alasan MRS
klien tidaksadarkan diri dari kejadian sampai dibawa ke RS, muntah-muntah (-),
kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan langsung dirujuk ke RSUD Dr.
Soetomo.
Observasi dan pemeriksaan fisik :
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75
x/menit, tekanan darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 x 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan Eliminasi uri
35
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan Eliminasi alvi
infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah
abdomen, bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang otot integumen:
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena
pasien dalam tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup
hipafix, tidak tampak adanya perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah
tampak lecet-lecet, kedua kelopak mata odem dan hematoma. Turgor baik, warna
kulit pucat.
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2: 46,0
PO2: 259,4
HCO3: 20,4
BE: -6,6
CT Scan tanggal 29 April 2002:
ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan kiri
Fraktur temporal kiri
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV
Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV
Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam
III.II
ANALISA DATA
DS: -
Data
Kemungkinan penyebab
Trauma kepala
Masalah
Gangguan perfusi
DO:
jaringan cerebral
Kesadaran me , GCS: 1
x 1,
CT Scan :
ICH daerah
temporofrontal kiri dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan
Hematom Subarachnoid
Odema otak
TIK
36
kiri
Fraktur temporal
kiri
DS: -
O
TIK
DO:
Menggunakan respirator,
Mode: CR Insp MV:
500 Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
Gangguan pola
napas
rangsangan simpatis
Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler
DS: -
Hipoksemia
Trauma kepala
DO:
Stress
cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maag
slang warna coklat 200 cc.
Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Pe katekolamin
Mual, muntah
37
Resiko tinggi
prosedur invasif.
terhadap infeksi
Trauma kepala
Sindroma defisit
perawatan diri
Hematom Subarachnoid
TIK
Penurunan kesadaran
38
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran
Kriteria hasil:
1.
2.
Intervensi
Rasional
39
terhadap cahaya.
suhu.
mukosa.
Turunkan stimulasi
kenyamanan, seperti
DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
Tujuan:
1.
Kriteria evaluasi:
1.
Intervensi
Rasional
41
kedalaman pernapasan
otak.
ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan
sesering mungkin.
Lakukan penghisapan
Napas .
perhatikan daerah
tekanan oksimetri
42
ulang.
bronkopneumoni.
DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik,
nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami
untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara
teratur, catat adanya
demam, menggigil,
diaforesis.
Berikan antibiotik sesuai
program dokter.
Diagnosa
Tindakan Keperawatan
43
29/4/02
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu:
37C.
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
Memberikan obat:
1.
2.
3.
4.
2
Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.
Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 11.00 14.00 17.00
20.00 23.00 02.00 05.00) , mencatat karakter warna
lendir putih kental.
3
2.
3.
4.
2
Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan
melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) ,
mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan
suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
3
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),
drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering
tidak tampak tanda inflamasi.
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Melakukan pemeriksaan lab:
45
1/5/02
Pasien Meninggal
III.VI EVALUASI
TGL
29/4/2002
DIAGNOSA
1. Perubahan perfusi jaringan S: -
EVALUASI
cahaya +/+
TTV stabil TD berkisar antara 140/100 - 120/90, nadi: 72 76 x/menit, RR: 17 22 x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
29/4/2002
berhubungan dengan
O:
kerusakan neurovaskuler
29/4/2002
30/4/2002
S: -
46
hemoragi/ hematoma; edema GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+
cerebral.
TTV stabil TD berkisar antara 130/100 - 140/110, nadi: 72 76 x/menit, RR: 17 22 x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.
A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.
S: -
berhubungan dengan
O:
kerusakan neurovaskuler
P: Rencana keperawatan :
Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.
S:
47
BAB IV
PENUTUP
IV.I Kesimpulan
Epidural hematoma adalah perdarahan akut pada lokasi epidural. Fraktur
tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama arteri meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale.
Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :(7)
1. Lucid interval (+)
2. Kesadaran makin menurun
3. Late hemiparese kontralateral lesi
4. Pupil anisokor
5. Babinsky (+) kontralateral lesi
6. Fraktur daerah temporal
Diagnosis epidural hematoma didasarkan gejala klinis serta pemeriksaan
penunjang seperti foto Rontgen kepala dan CT scan kepala. Prognosis epidural
hematoma biasanya baik. Mortalitas pasien dengan epidural hematoma yang telah
dievakuasi mulai dari 16% - 32%.
IV.II
Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5
2. Japardi I. Penatalaksanaan Cedera Kepala Secara Operatif. Bagian Bedah
Fakultas Kedokteran USU. [serial online] 2004. [cited 20 Mei 2008].
Didapat dari : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar
%20japardi61.pdf
3. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,
2003. p. 818-9
4. Waxman SG. Correlative Neuroanatomy. USA: Lange Medical Books,
2000. p. 183-5
5. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala.
Jakarta: EGC, 1994. p. 329-30
6. Agamanolis DP. Traumatic Brain Injury and Increased Intracranial
Pressure. Northeastern Ohio Universities College of Medicine. [serial
online] 2003. [cited 20 Mei 2008]. Didapat dari :
http://www.neuropathologyweb.org/chapter4/chapter4aSubduralepidural.h
tml
7. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma
Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11