Anda di halaman 1dari 20

HIPERBILIRUBINEMIA

Tujuan Pembelajaran :
Setelah mempelajari bab ini peserta didik diharapkan :
1. Mampu memahami pengertian dari hiperbilirubinemia
2. Mampu memahami etiologi hiperbilirubinemia
3. Mampu memahami patofisiologi dari hiperbilirubinemia
4. Mampu memahami gejala-gejala dari hiperbilirubinemia
5. Mampu memahami penatalaksanaan pada anak dengan hiperbilirubinemia
6. Mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
hiperbilirubinemia
Dalam bab ini menjelaskan mengenai pengertian hiperbilirubinemia, etiologi
hiperbilirubinemia , patofisiologi hiperbilirubinemia, gejala-gejala yang muncul
apabila seorang anak mengalami hiperbilirubinemia, penatalaksanaan pada anak
hiperbilirubinemia, serta asuhan keperawatan pada pasien anak dengan
hiperbilirubinemia.
2.1 DEFINISI
Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir di mana
kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan
ditandai dengan ikterus, keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering
disebut sebagai ikterus neonatorum yang bersifat patologis atau lebih dikenal
dengan hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya
kadar bilirubin didalam jaringan ekstra vaskuler sehingga konjungtiva, kuit
dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga berpotensi besar
terjadi karena ikterus yang merupakan kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Secara umum bayi megalami hiperbilirubinemia

memiliki ciri sebagai berikut adanya ikterus terjadi pada 24 jam pertama,
peningkataan kosentrasi bilirubin serum 10mg% atau lebih setiap 24 jam,
konsentrasi bilirubin serum 10mg% pada neonatus yaang cukup bulan dari
12,5 mg% pada neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses
hemolisis kemudian ikterus yang disertai dengan keadaan berat badan lahir
kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari 3 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindroma gangguan pernafasan dan lain-lain.
Dalam memahami gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adalah
ikterus yang timbul, dan ikterus itu mempunyai dua macam yaitu ikterus
fisiologis dan ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila timbul pada hari
kedua dan hari ketiga dan meghilang pada minggu pertama selambatlambatnya adalah 10 hari pertama setelah lahir ,kadar bilirubin indirek tidak
melebihi 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dari 12,5mg% untuk
neonatus yang kurang bulan, kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak
melebihi 5mg% setiap hari, kadar bilirubin direk tidak melebihi 1mg%.
Kemudian jenis ikterus yang kedua adala ikterus patologis dimana ikterus ini
terjadi pada 24 jam oertama, kadar bilirubin serum melebihi 10mg% pada
neonatus cukup bulan dan melebihi 12,5mg% pada neonatus yang kurang
bulan, terjadi peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari, kterusnya
menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk melebihi 1 mg
%.
2.2 ETIOLOGI
Metabolisme bilitubin bayi baru lahir berada dalam transisi dari
stadium janin yang selama waktu tersebut placenta merupakan tempat utam
eliminasi bilirubin yang larut-lemak ke stadium dewasa, selama waktu
tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut-air dieksekresikan dari sel
hati kedalam system biliaris dan kemudian kedalam saluran pencernaan.
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh
setiap factor yang (1) menambah bebab bilirubin untuk dimetabolisasi oleh
hati; (2) dapat mencederai atau mengurangi aktivitas enzim tranferase; (3)
dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim tranferase; atau (4)
menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya jumlah enzim yang diambil
atau menyebabkan pengurangan reduksi bilirubin oleh sel hepar. Resiko

pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak terkojugasi dalam


serum menjadi bertambah dengan adanya factor-faktor yang mengurangi
retensi bilirubin dalam sirkulasi, atau oleh factor-faktor yang meningkatkan
permeabiltas sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin atau
kerentanan sel otak terhadap toksisitasnya seperti asfiksia, prematuritas,
hiperosmolitas, dan infeksi. Pemberian makan yang awal menurunkan kadar
bilirubin serum, sedangkan ASI dan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin
serum. Mekonium mengandung 1 mg bilirubin/dL dan dapat turut
menyebabkan ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca-dekonjugasi oleh
glukuronidase usus. Obat-obat seperti oksitosin dan bahan kimia yang
diberikan dalam ruang perawatan seperti detergen fenol dapat juga
menimbulkan hiperbilirubinemeia tak terkonjugasi.
2.3 IKTERUS FISIOLOGIS
Pada lingkungan normal, kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang
bereaksi indirek adalah 1-3mg/dL dan naik dengan kecepatan kurang
5mg/dL/24jam; dengan demikian, ikterus dapat dilihat pada hari ke-2 sampai
ke-3, biasanya berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 5-6mg/dl dan menurun
sampai dibawah 2mg/dL antara umur hari ke-5 dan ke-7, ikterus yang disertai
dengan perubahan-perubahan ini disebut fisiologis dan diduga akibat
kenaikan produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin
dikombinasi dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati.
Secara keseluruhan, 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar
bilirubin indirek lebih besar dari 12,9mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai
kadar yang lebih besar dari 15mg/dL. Factor resiko untuk mengalami
hiperbilirubinemia indirek meliputi : diabetes pada ibu, ras (cina, jepang,
korea, dan amerika asli), prematuritas, obat-obatan (vit. K3, novobiosin),
tempat yang tinggi, polistemia, jenis kelamin laki-laki, trisomi-21, memar
kulit, sefalhematom, induksi oksitosin, pemberian ASI, kehilangan berat badan
(dehidrasi atau kehabisan kalori), pembentukan tinja lambat, dan ada saudara
yang mengalami ikterus fisiologis. Bayi-bayi tanpa variable ini jarang
mempunyai kadar bilirubin indirek diatas 12mg/dL, sedangkan bayi yang
mempunyai banyak resiko lebih mungkin mempunyai kadar bilirubinnya lebih
tinggi. Kada bilirubin indirek pada bayi cukup bulan menurun sampai menjadi

kadar orang dewasa (1mg/dL) pada umur 10-14 hari. Hiperbilirubinemia


indirek persisten sesudah 2 minggu member kesan hemolisis, defisiensi
glukuronil tranferase herediter, ikterus ASI, hipotiroidisme atau obstruksi
usus. Ikterus yang disertai dengan stenosis pilorus mungkin karena kehabisan
kalori, defisiensi UDP-glukuronil trnaferase hati, atau kenaikan sirkulasi
bilirubin enterohepatik akibat ileus.
Pada bayi premature kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau
sedikit lebih lambat daripada kenaikan bilirubin pada bayi cukup bulan tetapi
jangka waktunya cukup lama, yang biasanya mengakibatkan kadar yang lebih
tinggi : puncaknya dicapai hari ke-4 dan ke-6. Gambarannya bergantung pada
waktu yang diperlukan bayi preterm untuk mencapai mekanisme matur dalam
metabolisme ekskresi bilirubin. Biasanya kadar puncak 8-12mg/dL tidak di
capai sebelum hari ke-5 sampai ke-7, ikterus jarang diamati.
Diagnosis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan atau preterm dapat
ditegakkan hanya dengan mengesampingkan sebab-sebab ikterus yang
diketahui yang berdasarkan riwayat dan tanda-tanda klinis serta laboratorium.
2.4 PATOFISIOLOGI
Ikterus dan hiperbilirubinemia yang mendasarinya dianggap patologik
jika awitan, lama atau konsentrasi bilirubin serum yang ditentukan secara
berulang memperlihatkan variasi yang cukup berarti dari pola ikterus
fisiologik atau perjalanan ikterus sesuai dengan ikterus fisiologik, tetapi
terdapat alasan lain untuk mencurigai bahwa bayi menghadapi resiko khusus,
akibat neurotoksisitas akibat bilirubin tak terkonjugasi. Mungkin kita tidak
menentukan secara tepat etiologi peningkatan bilirubin takterkonjugasi yang
tidak normal, terutama pada bayi premature; oleh karena itu istilah
hiperbilirubinemia neonatus digunakan pada bayi, yang permasalahan utama
mereka mungkin defisiensi atau ketidak aktifan bilirubin glukuronil tranferase
ketimbang beban bilirubin yang berlebihan yang harus diekresikan oleh tubuh.
Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang
tinggi, yang berhubungan dengan kadar bilirubin serum lebih dari 18-20mg/dL
pada bayi aterm. Hubungan antara kadar bilirubin serum dan kernikterus atau
bentuk cedera otak yang lebih ringan pada bayi yang mengalami
eritroblastosis foetalis, mungkin berlaku untuk semua bayi neonatus, yang

mempunyai konsentrasi bilirubin yang melebihi batasan fisiologik, sesuai


dengan berat badan dan umur kehamilan, terlepas dari etiologi ikterus. Bayi
dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar
yang lebih rendah (10-12mg/dl) yang berhubungan dengan asfiksia, sindroma
kesulitan pernapasan, hipoglikemia, asidosis, sepsis, dan meningitis.
Sulfisoksazol juga meningkatkan kepekaan terhadap kernikterus pada kadar
bilirubin serum, yang relative rendah (12-15mg/dl).
Kurang dari 3% bayi aterm, yang

tidak

memperlihatkan

ketidakcocokan golongan darah, akan memperlihatkan kadar bilirubin yang


lebih besar dari 15mg/dl. Sebanyak 16% dari bayi kulit putih dan 8% bayi
kulit hitam, dengan berat badan lahir rendah mecapai kadar bilirubin tersebut.
Hiperbilirubinemia

yang

tak

terkonjugasinjuga

dihubungkan

dengan

pemberian vit.K atau novobiosin, mongolisme, dan diabetes yang diderita ibu.

2.5 PATHWAY

2.6

MANIFESTASI KLINIS
Ikterus dapat ada pada saat lahir atau dapat muncul pada setiap saat
selama masa neonatus, bergantung pada keadaan yang menyebabkannya.
Ikterus biasanya mulai pada muka dan ketika kadar serum bertambah, turun ke
abdomen kemudian kaki. Tekanan kulit dapat menampakkan kemajuan

anatomi ikterus (muka 5mg/dL, tengah abdomen 15mg/dL, telapak kaki


20mg/dL) tetapi tidak dapat dijadikan tumpuan untuk memperkirakan
kadarnya didalam darah. Ikterus pada bagian-bagian tengah-abdomen, tandatanda dan gejala-gejalanya merupakan factor resiko-tinggi yang memberi
kesan ikterus nonfisiologis, atau hemolisis yang harus dievaluasi lebih lanjut.
Ikterometer atau ikterus transkutanmeter dapat digunakan untuk menskining
bayi, tetapi kadar bilirubin serum diindikasikan pada penderita-penderita yang
ikterusnya progesif, bergejala, atau beresiko untuk mengalami hemolisis atau
sepsis. Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit cenderung
tampak kuning-terang atau oranye, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk)
kulit tampak berwarna kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini biasanya
hanya terlihat pada ikterus yang berat. Bayi dapat menjadi lesu dan nafsu
makan jelek. Tanda-tanda kernikterus jarang muncul pada haru pertama
ikterus.
2.7 KOMPLIKASI
Kernikterus
Gangguan pendegaran dan penglihatan
Retardasi mental
Kerusakan neurologis
Ensefalopati bilirubin
Kematian

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Foto terapi
Merupakan tindakan dengan memberikan terapi melalui sinar yang
menggunakan lampu, dan lampu yang digunakan sebaiknya tidak lebih
dari 500 jam untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh
lampu.
Cara melakukan foto terapi :

Buka pakaian bayi agar seluruh bagian tubuh bayi kena sinar.
Tutup kedua mata dan dan gonat dengan penutup yang

memantulkan cahaya
Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40cm.
Posisi sebaiknya diubah 6jam sekali
Lakukan pengukuran suhu 4-6jam.
Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali

dalam 24jam.
Lakukan pemeriksaan Hb secara berkala terutama pada penderita

mengalami hemolisis.
2. Tranfusi Kukar
Merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarkan darah pada bayi
untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan
mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Cara pelaksanaan tranfusi tukar :
Anjurkan pasien untuk berpuasa 3-4jam sebelum tranfusi tukar.
Siapkan pasien di kamar khusus.
Pasang lampu pemanas dan arahkan kepada bayi.
Tidurkan bayi dalam keadaan telentang dan buka pakaian pada

daerah perut.
Lakukan tranfusi tukar sesuai dengan protap.
Lakukan observasi keadaan umum pasien, catat jumlah darah yang

keluar dan masuk.


Lakukan pengawasan adanya perdarahan pada tali pusat.
Periksa kadar Hb dan bilirubin setiap 12jam.

2.9 ASUHAN KEPERAWATAN


2.9.1 DATA DASAR PENGKAJIAN
1. Aktivasi/Istirahat
Letargi, malas.
2. Sirkulasi
Mungkin pucat, menandakan anemia.

Bertempat tinggal diatas ketinggian 5000 ft.


3. Eliminasi
Bising usus hipoaktif.
Pasase mekonium mungkin lambat.
Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selam pengeluaran bilirubin.
Urin gelap pekat; hitam kecoklatan.
4. Makanan atau Cairan
Riwayat pelambatan atau makan oral buruk, lebih mungkin disusui
daripada menyusu botol.
Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
5. Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran atau kelahiran
ekstaksivakum.
Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan incompatibilitas Rh berat.
Kehilangan reflek moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekauan lengkung punggung dengan fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang.
6. Pernapasan
Riwayat asfiksia.
Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleural, hemoragi
pulmonal).
7. Keamanan
Riwayat positif atau sepsis neonatus.
Dapat mengalami ekimosis berlebihan,

ptekie,

perdarahan

intracranial.
Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan sebagai efek samping
foto terapi.
8. Seksualitas
Mungkin preterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia
gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan

9.

dengan

stress

dingin,asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.


Terjadi lebih sering pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan.
Penyuluhan Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.

Factor keluarga; mis., keturunan etnik (oriental, yunani, korea),


riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan atau sibling sebelumnya,
penyakit hepar, fibrosis kistik, kesalahan metabolisme saat lahir
(galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi glukosa-6fosfat dehidrogenase[G-6-PD]).
Factor ibu, seperti ibu diabetes; mencerna obat-obatan (miss;
salisilat,

sulfonamid

oral

mitrofurantoin(furadantin);

pada

kehamilan

inkompatibilitas

akhir

Rh/ABO;

atau

penyakit

infeksi (mis ; rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplasmosis).


Factor penunjang intra partum, seperti persalinan preterm, kelahiran
dengan ekstraksi vakum, induksi oksitosin, pelambatan, pengkleman
tali pusat, atau trauma kelahiran.

2.9.2 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb
indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, Anti-A, Anti-B
dalam darah ibu. Hasil positif tes Coomb direk menandakan adanya
2.

sensitisasi (Rh-positif, Anti-A, Anti-B) SDM dari neonatus.


Golongan
darah
bayi
dan
ibu:
mengidentifikasikan

3.

inkompatibilatas ABO.
Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi
1,0-1,5mg/dL, yang mungkin di hubungkan dengan sepsis. Kadar
indirek tidak boleh melebihi 5mg/dL dalam 24 jam, atau tidak
boleh lebih dari 20mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15mg/dL

4.

pada bayi preterm (tergantung pada berat badan).


Protein serum total: kadar kurang dari 3,0g/dL menandakan

5.

penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi preterm.


Hitung darah lengkap: haemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang
dari 14g/dL) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin
meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan

6.

(kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.


Glukosa: kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah
lengkap kurang dari 30mg/dL, atau tes glukosa serum kurang dari
40mg/dL bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai menggunakan

7.

simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.


Daya ikat karbondioksida: penurunan kadar

8.

hemolisis.
Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memelurkan

9.

penentuan bilirubin serum.


Jumlah retikulosit: peningkatan

retikulosit

menunjukkan

menandakan

peningkatan produksi SDM dalam respons terhadap hemolisis yang


berkenaan dengan penyakit RH.
10. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormalatau
matur, erotoblastosis pada penyakit RH, atau sferositis pada
inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihawer: evaluasi smear darah maternal terhadap
eritrosit bayi.
2.9.3 DIAGNOSA KEPERWATAN

a) Resiko tinggi terhadap keterlibatan system saraf pusat berhubungan

dengan prematuritas, penyakit hemolitik, asfiksia.


Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk menegakkan
diagnose actual.
Hasil yang diharapkan :
Menunjukkan kadar bilirubin indirek dibawah 12mg/dl pada bayi
cukup bulan usia 3 hari.
Intervensi :
1. Perhatikan kelompok dan golongan darah ibu/bayi
R/ inkompatibilitas ABO mempengaruhi 20% dari semua
kehamilan dan paling umu terjadi pada ibu dengan
golongan darah O, yang anti bodinya anti-A dan anti-B
melewati sirkulasi janin, menyebabkan aglutinasi dan
hemolisis SDM.
2. Tinjau ulang kondisi bayi pada kelahiran, perhatikan kebutuhan
terhadap resusitasi atau petunjuk adanya ekimosis atau petekie
yang berlebihan, asfiksia, atau asidosis.
R/ asfiksia dan asidosis menurunkan afinitas bilirubin terhadap
albumin.
3. Mulai pemberian makan oral awal dalam 4-6jam setalah
kelahiran, khususnya bila bayi diberi ASI.
R/ keberadaan flora usus yang sesuai untuk pengurangan
bilirubin

terhadap

urobilinogen;

turunkan

sirkulasi

enterohepatik bilirubin; dan menurunkan resorpsi bilirubin


dari usus dengan meningkatkan pasase mekonium.
4. Perhatikan usia bayi pada awitan ikterik; bedakan tipe ikterik
(mis: fisiologis, akibat ASI atau patologis).
R/ ikterik fisiologis biasanya tampak antara hari pertama dan
kedua dari kehidupan, seperti kelebihan SDM yang
diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi adekuat pada
janin tidak di perlukan oleh bayi baru lahir dan dihemolisis,
sehingga melepaskan bilirubin, produk pemecah terakhir
dari heme.
5. Gunakan meter ikterus transkutaneus

R/ memberikan

skinning

noninvasif

terhadap

ikterik,

menghitung warna kulit dalam hubungannya dengan


bilirubin serum total.
6. Evaluasi bayi terhadap pucat, edema, atau hepatomegali
R/ tanda-tanda ini mungkin berhubungan dengan hidrops
fetalis, inkompatibilitas Rh dan pada hemolisis uterus SDM
janin.
7. Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi
Bilirubin direk dan indirek
R/ bilirubin tampak dalam 2 bentuk; bilirubin deirek, yang
dikonjugasi oleh enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek; yang di konjugasi dan tampak dalam
darah atau terikat pada albumin.
Tes Coomb darah tali pusat direk/indirek
R/ hasil positif dari tes Coomb indirek menandakan adanya
antibody (Rh positif, anti-A, anti-B) pada darah ibu dan

R/

R/

bayi baru lahir.


Kekuatan kombinasi karbondioksida
penurunan konsistensi dengan hemolisis
Jumlah retikulosit dan smear perifer
hemolisis berlebihan menyebabkan jumlah retikulosit

meningkat.
Hb/Ht
R/ peningkatan kadar Hb/Ht (Hb lebih besar daripada 22g/dl,
Ht lebih besar dari 65%) menandakan polisemia,
kemungkinan disebabkan oleh pelambatan pengkleman
tali pusat,, tranfusi maternal ibu, tranfusi kembaran-kekembaran,, ibu diabetes, dll.
Protein serum total
R/ kadar rendah protein serum (kurang dari 3,0g/dl)
menandakan

penurunan

kapasitas

ikatan

terhadap

bilirubin.
8. Mulai fototerapi protocol, dengan menggunakan bola lampu
fluoresen yang ditempatkan diatas bayi
R/ menyebabkan foto-oksidasi bilirubin

pada

jaringan

subkutan, sehingga meningkatkan lemampuan larut air

bilirubin, yang memungkinkan ekskresi cepat dari


bilirubin dalam feses dan urin.
9. Hentikan menyusui ASI selam 24-48jam, sesuai indikasi
R/ pendapat bervariasi apakah menghentikan menyusui ASI
perlu bila terjadi ikterus.
10. Barikan agen induksi enzim (fenobarbital, etanol) bila di
butuhkan
R/ merangsang enzim hepatic untuk meningkatkan bersihan
bilirubin.
b) Resiko tinggi terhadap efek samping tindakan foto terapi
berhubungan dengan sifat fisik dari intervensi terapeutik dan efek
mekanisme regulasi tubuh
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk mengakkan
diagnose actual
Hasil yang di harapkan :
Mempertahankan suhu tubuh dan kesimbangan cairan dalam batas
normal
Intervensi :

1. Perhatikan adanya/perkembangan bilier atau obstruksi usus


R/ fototerapi di kontraindikasikan pada kondisi karena
fotoisomer bilirubin yang di produksi dalam kulit dan
jaringan subkutan dengan pemajanan pada terapi sinar
tidak dapat siap diekresikan.
2. Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen (sinar putih dan
biru) dengan menggunakan fotometer.
R/ intensitas sinar menembus permukaan kulit dari spectrum
biru menentukan seberapa dekat bayi ditempatkan pada
sinar.
3. Berikan tameng untuk menutup mata; inspeksi mata setiap
2jam bila tameng dilepaskan untuk pemberian makanan
R/ mencegah kemungkinan kerusakan retina dan konjungtiva
dari sinar intensitas-tinggi.
4. Pantau kulit neonatus dan suhu inti setiap 2 jam atau lebih
sering sampai stabil(mis : suhu aksila 97,8F, suhu rectal 98,8F).
R/ fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi sebagai respons
terhadap pemanjanan sinar, radiasi, dan konveksi.
5. Ubah posisi bayi setiap 2jam
R/ memungkinkan pemanjanan seimbang dari permukaan kulit
terhadap

kulit

terhadap

sinar

fluresen,

mencegah

pemanjanan berlebih dari bagian tubuh individu dan


membatasi.
6. Perhatikan warna dan frekuensi defekasi dan urin
R/ defekasi encer, sering dan kehijauan serta urin kehijauan
menandakan kefektifan fototerapi dengan pemecahan dan
ekskresi bilirubin.
7. Perhatikan perubahan perilaku atau tanda-tanda penyimpangan
kondisi (mis., letargi, hipotonia, hipertonisitas, atau tanda-tanda
lainnya)
R/ perubahan ini dapat bermakna deposisi pigmen empedu
pada basal ganglia dan terjadinya kernikterus.
8. Evaluasi warna kulit dan urin, perhatikan warna hitam
kecoklatan
R/ efek samping efek samping tidak umum dari fototerapi
meliputi perubahan pigmen menyolok, yang terjadi bila
kadar bilirubin terkonjugasi singkat.
9. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :

Kadar bilirubin setiap 12jam


R/ penurunan pada kadar bilirubin menandakan keefektifan
fototerapi;

peningkatan

yang

kontinu

menandakan

hemolisisnyang kontinu dan dapat menandakan kebutuhan


terhadap tranfusi tukar.
Kadar Hb
R/ hemolisis lanjut dimanifestasikan oleh penurunan kontinu

pada kadar Hb
Trombosit dan sel darah putih
Trombositopenia selama fototerapi telah dilaporkan pada

beberapa bayi.
10. Berikan cairan per parenteral sesuai indikasi
R/ mungkin perlu untuk memperbaiki atau mencegah dehidrasi
berat.
c) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan kurang pemanjanan, kesalahan
interpretasi, tidak mengenal sumber informasi
Kemungkinan di buktikan oleh :
Pernyataan masalah/kesalahan konsep, meminta

informasi,

ketidaktepatan mengikuti instruksi


Hasil yang di harapkan :
Mngungkapkan pemahaman tentang penyebab, tindakan dan
kemungkinan hasil hiperbilirubinemia.
Intervensi :
1. Berikan informasi tentang tipe-tipe ikterik dan factor-faktor
patofisiologis

dan

implikasi

masa

datang

dari

hiperbilirubinemia.
R/ memperbaiki kesalahan konsep, meningkatkan pemahaman,
dan menurunkan rasa takut dan persaan bersalah.
2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji bayi terhadap peningkatan
kadar bilirubin khususnya bila bayi dipulangkan dini
R/
memungkinkan
orangtua
mengenali
tanda-tanda
peningkatan kadar bilirubin dan mencari evaluasi medis
tepat waktu.
3. Berikan informasi tentang mempertahankan suplai ASI melaui
pompa payudara dan tentang kembali menyusui ASI bila ikterik
memerluka pemutusan menyusui.

R/

membantu

ibu

untuk

mempertahankan

pemahaman

pentingnya terapi
4. Kaji situasi keluarga dan system pendukung
R/ fototerapi dirumah dianjurkan hanya untuk banyi cukup
bulan setelah 48jam pertama kehidupan.
5. Diskusikan kemungkinan efek-efek jangka panjang dari
heperbilirubinemia dan kebutuhan terhadap pengkajian lanjut
dan intervensi.
R/ kerusakan neurologis dihubungkan dengan kernikterus
meliputi kematian, palsi serebral, retardasi mental,
kesulitan sensori, pelambatan bicara, kondisi buruk,
kesulitan pembelajaran dan hipoplasia email atau warna
gigi hijau kekuningan.
6. Berikan rujukan yang tepat untuk progam fototerapi di rumah
bila perlu.
R/ kurang ketersedian system pendukung dan pendidikan
memerlukan penggunaan perawat berkunjung untuk
memantau progam foto terapi dirumah.
7. Diskusikan kebutuhan terhadap imun globulin Rh dalam 72jam
setalah kelahiran untuk ibu yang Rh negative dengan bayi/janin
Rh positif dan belum disensitisasi.
R/ pada klien Rh negative tanpa antibody Rh, yang telah
memberikan kelahiran pada bayi Rh positif.
8. Buat pengaturan yang tepat untuk tes tindak lanjut dari
bilirubin serum pada fasilitas laboratorium
R/ tindakan dihentikan bila konsentrasi bilirubin serum turun
dibawah 14mg/dl, tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam

12-24jam

untuk

mendeteksi

kemungkinan

hiperbilirubinemia berbalik.
d) Resiko tinggi terhadap, komplikasi dari tranfusi tukar berhubungan
dengan prosedur invasive, profil darah abnormal.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk menegakkan
diagnose actual
Hasil yang diharapkan :
Menyelesaikan tranfusi tukar tanpa komplikasi.
Intervensi :

1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum tranfusi bila vena


umbilical digunakan
R/ pencucian mungkin perlu untuk melunakkan tali pusat dan
vena umbilicus sebagai tansfusi untuk akses IV dan
memudahkan pasase kateter umbilical.
2. Pertahankan puasa selama 4jam sebelum prosedur
R/ menurunkan resiko kemungkinan regurgitasi dan aspirasi
selama prosedur.
3. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama, sesudah prosedur.
R/ membantu mencegah hipotermia dan vasospasme,
menurunkan resiko fibrilasi ventrikel dan menurunkan
viskositas darah.

4. Pastikan golongan darah serta factor Rh bayi dan ibu


R/ tranfusi tukar paling sering dihubungkan dengan masalah
inkompatibilitas Rh.
5. Jamin kesegaran darah
R/ darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis,
karenan meningkatnya kadar bilirubin.
6. Pantau tekanan vena, nadi, warna, dan frekuensi pernapasan
sebelum, setelah dan sesudah prosedur
R/ membuat nilai data dasar, mengidentifikasi potensial kondisi
tidak stabil
7. Pantau tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit
R/ hipokalsemia dan hiperkalemia dapat terjadi selama dan
sesudah tranfusi tukar.
8. Berikan albumin sebelum tranfusi bila diindikasikan
R/ pemberian albumin dapat meningkatkan ketersediaan
albumin untuk berikatan dengan bilirubin.
9. Berikan obat-obatan sesuai indikasi
Kalsium glukonat 5%
R/ memperbaiki hipokalsemia dan meminimalkan kemungkinan
iritabilitas janin
Natrium bikarbonat
R/ memperbaiki asidosis
Protamin sulfat
R/ mengimbangi efek-efek antikoagulan dari darah yang diberi
heparin.

Pertanyaan
1. Disebut apakah suatu keadaan bayi baru lahir di mana kadar bilirubin
serum total lebih besar dari kadar normal.............. (A)
a. Hiperbilirubinemia
b. Anemia
c. Asfiksia
d. Thalasemia
2. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat oleh
beberapa factor, dibawah ini yang bukan merupakan faktor tersebut
adalah...
3. Komplikasi dari hiperbilirubinemia adalah...
1)
2)
3)
4)

Kernikterus
Gangguan pendegaran dan penglihatan
Retardasi mental
Kerusakan neurologis

4. Penatalaksanaan pada pasien anak dengan hiperbilirubinemia adalah...


1)
2)
3)
4)

Tranfusi Kukar
Pemeriksaan darah lengkap
Foto terapi
Tes coomb pada bayi baru lahir

5. Dibawah ini yang bukan merupakan prosedur pelaksanaan foto terapi ...
(B)
a.
b.
c.
d.

Jarak bayi dengan lampu kurang lebih 40cm.


Posisi sebaiknya diubah 4 jam sekali
Lakukan pengukuran suhu 4-6 jam
Periksa kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 24jam

Anda mungkin juga menyukai