Terumbu Karang
Terumbu Karang
PENDAHULUAN
Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari karang maupun dari alga. Secara
fisik terumbu karang adalah terumbu yang terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh
karang. Di Indonesia semua terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar
dihasilkan koral. Kerangka karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di
dasar terumbu.
1.2 tujuan
Makalah yang kami buat ini bertujuan untuk menambah wawasan kita tentang
pentingnya ekosistem terumbu karang yang ada di laut. Setelah kita mengerti apa
peranan terumbu karang maka kita akan memahami perananannya dalam ekosistem
laut. Setelah kita memahai kita akan menjaga dan melestarikan terumbu karang yang
berada di laut untuk kelestarian ekosistem laut dan biota biotanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni
utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh
ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri
dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang
terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies,
satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut
koloni (Sorokin, 1993).
2.2 Terumbu Karang di Indonesia
Terumbu karang merupakan salah satu komponen utama sumber daya pesisir
dan laut, disamping hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala
kehidupan yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki
bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu karang yang
terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km 2, yang tersebar luas dari
perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan Timur Indonesia. Contohnya
adalah ekosistem terumbu karang di perairan Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia
(Cesar 1997) dan merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan
dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
BAB III
ISI
Diantara tiga struktur tersebut, terumbu karang yang paling umum dijumpai di
perairan Indonesia adalah terumbu karang tepi (Suharsono, 1998). Penjelasan ketiga
tipe terumbu karang sebagai berikut :
1) Terumbu karang tepi (fringing reef) ini berkembang di sepanjang pantai dan
mencapai kedalaman tidak lebih dari 40m. Terumbu karang ini tumbuh keatas atau
kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat dibagian yang cukup arus.
Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai
pertumbuhaan yang kurang baik bahkan banyak mati karena sering mengalami
kekeringan dan banyak endapan yang datang dari darat.
2) Terumbu karang tipe penghalang (Barrief reef ) terletak di berbagai jarak kejauhan
dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang terlalu dalam
untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m). Umumnya memanjang menyusuri pantai
dan biasanya berputar-putar seakan akan merupakan penghalang bagi pendatang
yang datang dari luar. Contohnya adalah The Greaat Barier reef yang berderet
disebelah timur laut Australia dengan panjang 1.350 mil.
3) Terumbu karang cincin (atol) yang melingkari suatu goba (laggon). Kedalaman
goba didalam atol sekitar 45m jarang sampai 100m seperti terumbu karang
penghalang. Contohnya adalah atol di Pulau Taka Bone Rate di Sulawesi Selatan.
Karang hermatipik
Karang ahermatipik.
10
menentukan jenis atau spesies binatang karang. Disamping itu untuk hidup binatang
karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC (Nybakken,
1982). Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit)
padat kalsium (CaCo3) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari
alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme -organisme lain yang mensekresikan
kalsium karbonat (CaCo3). Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang
batu (Scleractina ) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang
pembangun terumbu (reef building corals). Karang batu termasuk ke dalam Kelas
Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip.
Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau
Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi
dan fisiologi.
Moberg and Folke (1999) dalam Cesar (2000) menyatakan bahwa fungsi
ekosistem terumbu karang yang mengacu kepada habitat, biologis atau proses
ekosistem sebagai penyumbang barang maupun jasa. Untuk barang merupakan yang
terkait dengan sumberdaya pulih seperti bahan makanan yaitu ikan, rumput laut dan
tambang seperti pasir, karang. Sedangkan untuk jasa dari ekosistem terumbu karang
dibedakan :
1.
2.
3.
4.
5.
11
dalam Dahuri (1996) dari perairan yang terdapat ekosistem terumbu karang pada
kedalaman 30 m setiap kilometer perseginya terkandung ikan sebanyak 15 ton.
Sementara itu Supriharyono (2000) mengemukakan bahwa tingginya produktivitas
primer di perairan terumbu karang, memungkinkan ekosistem ini dijadikan tempat
pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi banyak biota laut. Menurut Salam
(1984) dalam Supriharyono (2000), bahwa 16% dari total hasil ekspor ikan Indonesia
berasal dari daerah karang.
Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan sekitar 50.000 km 2 dan
mempunyai kaenekaragaman jenis dan produktivitas primer yang tinggi. Namun
dibalik potensi tersebut, aktivitas manusia dalam rangka pemanfaatan potensi
sumberdaya alam didaerah pantai, baik secara langsung maupun tidak langsung
sering merusak terumbu karang. Menurut Suprihayono (2000) beberapa aktivitas
pemanfaatan terumbu karang yaitu :
1) Perikanan terumbu karang
Masalah perikanan merupakan bagian dari ekosistem bahkan keanekaragaman
karang dapat mencerminkan keanekaragaman jenis ikan. Semakin beragam jenis
terumbu karang akan semakin beraneka ragam pula jenis ikan yang hidup di
ekosistem tersebut. Oleh karena itu masalah perikanan tidak bisa diabaikan pada
pengelolaan ekosistem terumbu karang. Dengan meningkatnya jumlah penduduk
saaat ini maka jumlah aktivitas penangkapan ikan di ekosistem terumbu karang juga
meningkat. Apabila hal ini dilakukan secara intensif, maka kondisi ini memungkinkan
terjadinya penurunan stock ikan di ekosistem terumbu karang. Keadaan ini akan
memakan waktu lama untuk bisa pulih kembali. Pengelolaan yang efektif harus
didasarkan pada pengetahuan biologis target spesies, sehingga teknik penangkapan
yang tepat dapat ditentukan. Pengelolaan terumbu karang ini cenderung lebih banyak
ditekankan pada pengambilan karang atau aktivitas manusia seperti pengeboman ikan
karang, dan yang lainnnya secara tidak langsung dapat merusak karang.
12
13
Kondisi Optimum
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang
membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat sekitar
di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan perairan yang
jernih dan tidak berpolusi. Hal ini dapat berpengaruh pada penetrasi cahaya oleh
terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan
kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak pada bagian
atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa arus laut dan juga
14
sebagai tempat hidup ikan yang banyak dibutuhkan manusia dalam bidang
pangan, seperti ikan kerapu, ikan baronang, ikan ekor kuning), batu karang,
15
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini
diawali oleh reef slope atau lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di
reef slope, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan
umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15 meter
sering terdapat teras terumbu atau reef front yang memiliki kelimpahan karang keras
yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu (patch reef), di bagian atas
reef front terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan bukit
terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut sebagai pematang
alga atau algal ridge. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan terumbu (reef flat)
yang sangat dangkal.
16
bahan peledak dan cianida di Indonesia. Penyebabnya adalah demand yang tinggi
terhadap ikan karang terutama jenis kerapu ( groupers) maupun ikan Napoleon
wrasse. Dengan nilai pasar yang tinggi berkisar US$ 60-180 per kilo telah
menyebabkan perburuan ikan karang dihampir seluruh perairan Indonesia. Untuk
17
menjaga profit yang menggiurkan ini mau tidak mau supply tetap banyak dan biaya
ektraksi harus murah, sehingga masyarakat beramai-ramai memanen ikan
menggunakan bahan peledak dan sianida.
18
yang
menghasilkan
kapur
pembentuk
terumbu).
Hal
ini
untuk
membedakannya dengan karang lunak. Jika istilah karang digunakan secara sendiri
maka itu mengacu pada karang batu atau karang terumbu, bukan karang lunak.
Karang mendapatkan makanan sebagian besar (>70%)dari algae zooxanthellae yang
terdapat di dalam tubuhnya sedangkan sisanya ia dapat memakan plankton atau
bahkan sedimen.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi terumbu karang
terbesar di dunia. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar
60.000 km2. Hal tersebut membuat Indonesia menjadi negara pengekspor terumbu
karang pertama di dunia. Dewasa ini, kerusakan terumbu karang, terutama di
Indonesia meningkat secara pesat. Terumbu karang yang masih berkondisi baik hanya
sekitar 6,2% ([Webmaster] 2001). Kerusakan ini menyebabkan meluasnya tekanan
pada ekosistem terumbu karang alami. Meskipun faktanya kuantitas perdagangan
terumbu karang telah dibatasi oleh Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild Fauna and Flora (CITES), laju eksploitasi terumbu karang masih
tinggi karena buruknya sistem penanganannya.
20
BAB III
KESIMPULAN
3.1 kesimpulan
Ekosistem terumbu karang di laut sangat penting. Karena terumbu karang
merupakan tempat hidup dan tempat mencari makan dari berbagai jenis ikan yang ada
di laut. Terumbu karang juga menjaga kelestarian dari luat, bila terumbu karang rusak
maka ekosistemnya akan rusak. Pemulihan terumbu karang yang rusak sangatlah
lama memerlukan waktu ratusan taun untuk menumbuhkan terumbu karang agar
dapat menjadi tempat yang baik untuk hidup ikan.
Kelakukan buruk yang dilakukan manusia mengancam ekosistem terumbu
karang. Banyak yang dilakukan oleh manusia yang merusak terumbu karang, mereka
tidak sadar bahwa apabila terumbu karang rusak maka laut sebagi sumber mata
pencarian mereka juga akan ikut rusak.
21