Anda di halaman 1dari 101

Kata Pengantar

Alhamdullilahi Rabil alamin. Segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam. Salawat dan salam kita hadiahkan kepada Rasulullah SAW, beserta
keluarga, sahabat, serta umat yang mengikuti risalah Beliau hingga akhir zaman.
Sehingga Skripsi ini dapat selesai sesuai dengan batas waktu yang telah
ditentukan.
Skripsi ini berjudul STUDI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN
UNJUK KERJA KOMPOR BIOETANOL GEL DENGAN MEMBUAT
VARIASI TEMPAT PEMBAKARAN DAN DIAMETER LUBANG UDARA
yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana (S1) Ekstensi
Fakultas Teknik Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyusun Skripsi ini tidak sedikit penulis menemukan kesulitan
yang bersifat teknis, maupun non teknis. Namun, atas dorongan serta keinginan
yang besar , sehingga terselesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam perencanaan dan penulisan skripsi ini
penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril
maupun materil hingga akhirnya pada kesempatan ini penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, MT., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktunya dalam membimbing dalam penulisan
Skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara, beserta segenap staf dan jajaranya.
3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen
Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak dan Ibu dosen beserta staf Departemen Teknik Mesin, yang
sudah membantu melancarkan dan memberikan banyak ilmu, hingga
Skripsi ini bisa selesai tepat waktu.
5. Kedua orang tua, yang senantiasa memberikan bantuan moril dan
materil dalam penyelesaian Skripsi ini.
4

6. Semua kakak-kakak, yang sudah memberikan bantuan moril dan


materi dalam penelitian Skripsi ini, hingga penelitian ini terlaksana.
7. H.drg. Lana Lubis, yang sudah membriakan tempat tinggal gratis
selama mengerjakan skripsi ini.
8. Irwan Efendi Siregar, Amd, sebagai teman yang sudah banyak
membantu mengasih saran dan bantuan lainya selama pengerjaan
skripsi ini.
9. Teman-teman Ekstensi angkatan 13 yang selalu membantu dalam
memberikan saran dan masukan untuk menyelesaikan Skripsi ini, yang
tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.
10. Teman kos dan sahabat yang sudah banyak memebirikan motivasi dan
masuka yang sangat berarti, hingga skripsi ini bisa selesai dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa dalam penelitian dan penulisan Skripsi ini
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu mohon kritik dan sarannya guna
menyempurnakan Skripsi ini.
Semoga

Skripsi

ini

dapat

dimanfaatkan

sebaik-baiknya

dalam

menumbuhkan suasana ilmiah dan kreatifitas dalam pengembangan teknologi


tepat guna di lingkunghan Teknik Mesin USU khususnya dan di lingkungan
Universitas Sumatera Utara umumnya agar berguna bagi kemajuan bangsa dan
negara.
Medan, 26 Oktober 2015
Penulis,

Riki Madi Putra


NIM. 130421008

ABSTRAK
Bioetanol gel merupakan bahan bakar energi terbarukan

(renewable

energy) yang potensial karena sumbernya mudah diperbaharui dan lebih aman jika
dibandingkan dengan bioetanol cair. Selain itu bahan bakar bioetanol gel juga
lebih murah dari pada bahan bakar fosil seperti premium, gas dan minyak tanah.
Namun penggunaan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil masih sangat
minim. Hal ini disebabkan pabrik yang memproduksi bioetanol gel terbatas dan
masih sedikit yang tau cara memanfaat bioetanol gel agar dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, seperti halnya kompor bioetanol gel. Untuk itu, diperlukan
studi khusu mengenai pembuatan dan unjuk kerja kompor berbahan bakar
bioetanol gel. Penelitian ini bertujuan membuat prototype kompor bioetanol gel
dan mencari tau karakteristik dan perbandingan unjuk kerja kompor bahan bakar
bioetanol gel dengan cara membuat berbagai variasi tempat pembakaran (burner)
dan diameter lubang udara 5 mm, 4 mm, 3 mm, 2,5 mm, dan 2 mm. Variabel
kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol gel produksi CV. Joy Fresh
Internasional dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan
HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg). Tempat pembakaran
(burner) terbuat dari kaleng minuman (soft drink) bekas. Data pada penelitian ini
akan diproses dengan menggunakan Metode Water Boilling Tester (WBT)
sehingga diperoleh hasil berupa pengaruh masing - masing variasi burner terhadap
bahan bakar bioetanol gel pada kompor. Dari penelitian diperoleh, kompor
dengan variasi kedua (V1) dengan diameter lubang udara 5 mm adalah kompor
yang paling efektif dan efisien dengan nilai efesiensi termal (hc) 67%,
karakteristi apinya biru dan stabil.

Kata kunci : Bioetanol, gel, , renewabale energy, smart stove, kompor rumah
tangga, hemat energi, pemamfaatan kaleng bekas, ramah lingkungan.

ABSTRACT
Bioethanol fuel gel is renewable energy (renewable energy) potential as
the source is updated and more secure when compared with liquid bioethanol.
Besides ethanol gel fuel is also cheaper than fossil fuels such as premium, gas
and kerosene. However, the use of bioethanol gel as a substitute for fossil fuels
are still very minimal. This is due to factory producing bioethanol gel is limited
and little is know how to capitalize on bioethanol gel that can be used in everyday
life, as well as bio-ethanol gel stoves. For that, a special study is needed
regarding the manufacture and performance of bioethanol gel-fueled stove.This
study aims to create a prototype stove bioethanol gel and seek to know the
characteristics and comparative performance of bioethanol gel fuel stove by
creating a wide variety of combustion (burner) and the air hole diameter 5 mm, 4
mm, 3 mm, 2.5 mm, and 2 mm. Control variables in this study is the production of
bioethanol gel CV. Fresh Joy International with ethanol content of 70%, 1.05%
Carbopol, 7.33% moisture content with HHV 16942.572 (kJ / kg) and LVH
16717.369 (kJ / kg). Incinerators (burner) made from canned drinks (soft drinks)
ex. The data in this study will be processed using a method Boilling Water Tester
(WBT) in order to obtain results in the form of influence each - each a variation
on bioethanol fuel burner on the stove gel. From the study showed, a stove with a
second variation (V2) with a diameter of 4 mm air holes are stoves most effective
and efficient with thermal efficiency values (hc) 67% and, blue flame
characteristics and stable.

Keywords: Bioethanol, gel,, renewabale energy, smart stove, household stoves,


energy-saving, pemamfaatan cans, is environmentally friendly.

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................

DAFTAR HADIR ASISTENSI ...........................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................. iii


KATA PENGANTAR ...........................................................................

iv

ABSTRAK............................................................................................

vi

ABSTRACT............................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xii
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR NOTASI................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................

1.1 Latar Belakang...............................................................................

1.2 Hipotesis........................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................

1.4 Rumusan Masalah..........................................................................

1.5 Batasan Masalah............................................................................

1.6 Mamfaat Penelitian........................................................................

1.7 Sistematika Penulisan....................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................6


2.1 Desain Kompor...............................................................................

2.1.1 Solidwork..............................................................................

2.2 Bioetanol.........................................................................................

2.3 Pembuatan Bioetanol......................................................................

2.4 Mamfaat Bioetanol.........................................................................

15

2.5 Bioetanol Gel..................................................................................

16

2.6 Jenis-Jenis Kompor Bioetanol........................................................

32

2.7 Proses Pembakaran.........................................................................

35

2.8 Perpindahan Panas..........................................................................

36

2.8.1 Radiasi.................................................................................

36

2.8.1 Konduksi.............................................................................

37

2.8.3 Konveksi..............................................................................

38

2.8.4 Teori Pembakaran................................................................

39

2.8.5 Metode Water Boiling Test...................................................

40

2.8.5.1Metode Star Dingin..................................................

40

2.8.5.2Metode Star Panas....................................................

41

2.8.5.3Metode Simmering...................................................

42

2.8.6Udara Sebagai Salah Satu Faktor Utama Pembakaran.........

45

BAB III METODE PENELITIAN.....................................................

47

3.1 Diagram Alir Penelitian..................................................................

47

3.2Waktu dan Tempat............................................................................

48

3.2 Alat dan Bahan...............................................................................

48

3.2.1 Bahan.....................................................................................

48

3.2.2 Alat........................................................................................

49

3.3 Parameter-parameter Pengujian......................................................

50

3.4 Metode Pengumpulan Data............................................................

55

3.5 Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor.....................................

51

3.6 Proses Pembuatan Prototype Kompor...........................................

55

3.6.1Proses Pembuatan Tempat Pembakaran (Burner)...................

56

3.6.2Proses Pembuatan Kerangka Kompor....................................

57

3.7Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor........................................

59

3.8Variasi Tempat pembakaran (burner) yang Diuji.............................

62

3.8.1Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama.......................

62

3.8.2Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua..........................

63

3.8.3Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga..........................

64

3.8.4Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat......................

65

3.8.5Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima.........................

66

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA................................

67

4.1 Perhitungan Unjuk Kerja Kompor..................................................

67

4.1.1Bahan Bakar yang Dikonsumsi (fcm).......................................

67

4.1.2 Perubahan

dalam

tempat pembakaran atau sisa

pembakaran
selama
tahap
uji
( cc)
.............................................................................................
.............................................................................................
69
4.1.3Bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)...............................

70

4.1.4Air yang menguap (w cv).........................................................

72

4.1.5Air yang tersisa di akhir uji (wcr)............................................

74
10

4.1.6Durasi fase ( tc).....................................................................

75

4.1.7 Efesiensi termal (hc)...............................................................

77

4.1.8 Laju pembakaran (rcb)............................................................

79

4.1.9 Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)....................................

81

4.1.10 Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h).........................

83

4.1.11Daya api (Firepower) (FPc)..................................................

85

4.2 Rangkuman Hasil Unjuk Kerja Kompor.........................................

87

BAB V KESIMPULAN.......................................................................

88

5.1 Kesimpulan.....................................................................................

88

5.2 Saran...............................................................................................

88

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................

89

LAMPIRAN

11

DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1
Reaksi
produksi
bioetanol
.................................................................................................
.................................................................................................
10
Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alkohol..................... 12
Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b)
Diagram alir proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu...
...........................................................................................
14
Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel....................................... 20
Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point......................... 23
Gambar 2.6 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai flash
point
..........................................................................................
..........................................................................................
23
Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point................ 24
Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor.......................... 26
Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor 27
Gambar 2.10 Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor....................... 27
Gambar 2.11 Diagram Pareto untuk Analisa Viskositas........................ 29
Gambar2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk
viskositas
.......................................................................................
.......................................................................................
30

12

Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas...................... 30


Gambar 2.14 Kompor Etanol Bertekanan.............................................. 32
Gambar 2.15 Kompor Minyak Tumbuhan............................................. 32
Gambar 2.16 Kompor Cleancook.......................................................... 33
Gambar 2.17 Lentera Etanol ................................................................. 33
Gambar 2.18 (a) Kompor Batubara, (b) Kompor Superblue................... 34

Gambar 2.19 (a) pembakaran sempurna, (b) pembakaran yang baik, (c)
pembakaran
tidak
sempurna
..........................................................................................
..........................................................................................
36
Gambar 2.20 Perpindahan Panas Radiasi(a) pada permukaan, (b) antara
permukaan
dan
lingkungan
.......................................................................................
.......................................................................................
37
Gambar 2.21 Perpindahan Panas Konduksi dan Difusi Akibat
Aktivitas
Molekul
...........................................................................
...........................................................................
38
Gambar 2.22 Perpindahan Panas Konveksi(a) konveksi paksa, (b)
konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi
........................................................................................
........................................................................................
39
Gambar 2.23Reaksi Kimia Pembakaran................................................ 46
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian..................................................... 47

13

Gambar 3.2 Alat dan Bahan Eksperimen.............................................. 48


Gambar 3.3 Timbangan Digital............................................................. 49
Gambar 3.4 Gelas Ukur dan Tabung Ukur............................................ 49
Gambar 3.5 Pemantik Api (korek api)................................................... 50
Gambar 3.6 Variasi Burner.................................................................... 57
Gambar 3.7 Kerangka Kompor dan Burner.......................................... 58
Gambar 3.8 Alat dan Bahan Eksperimen.............................................. 59
Gambar 3.9 Instalisasi Kompor Bioetanol Gel...................................... 60
Gambar 3.10 Diagram Alir Pengujian Unjuk Kerja Kompor................ 61
Gambar 3.11 Tempat pembakaran (burner) variasi pertama.................. 62
Gambar 3.12 Tempat pembakaran (burner) variasi kedua.................... 63
Gambar 3.13 Tempat pembakaran (burner) variasi ketiga.................... 64
Gambar 3.14 Tempat pembakaran (burner) variasi keempat................ 65
Gambar 3.15 Tempat pembakaran (burner) variasi kelima................... 66
Gambar 4.1 Grafik bahan bakar yang dikonsumsi (fcm )........................ 68
Gambar 4.2 Grafik perubahan dalam tempat pembakaran (burner)...... 70
Gambar 4.3 Grafik bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)............... 71
Gambar 4.4 Grafik air yang menguap (wcv)........................................... 73
Gambar 4.5 Grafik air yang tersisa di akhir uji (wcr)............................. 75
Gambar 4.6 Grafik durasi fase ( tc)...................................................... 76
Gambar 4.7 Grafik efesiensi termal (hc)................................................ 78
Gambar 4.8 Grafik laju pembakaran (rcb).............................................. 80

14

Gambar 4.9 Grafik konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)..................... 82


Gambar 4.10 Grafik Konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h).......... 84
Gambar 4.11 Grafik Daya api (Firepower) (FPc)................................. 86

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati
ataukarbohidrat dan tetes menjadi bioetanol..........................
..............................................................................................
10
Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl
eter........................................................................................
..............................................................................................
16
Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin.............................................. 21
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk
Flash Point...........................................................................
15

..............................................................................................
22
Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor........................................................ 25
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk
Nilai Kalor............................................................................
..............................................................................................
25
Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas......................................................... 28
Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk
Viskositas.............................................................................. 29
Tabel 3.1 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama.... 62
Tabel 3.2 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua...... 63
Tabel 3.3 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga...... 64
Tabel 3.4 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat. . 65
Tabel 3.5 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima..... 66
Tabel 4.1 Data perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi (fcm)........... 68
Tabel 4.2 Data perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner)
atau sisa pembakaran selama tahap pengujian ( cc)........... 69
Tabel 4.3 Data perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd).. 71
Tabel 4.4 Data perhitungan air yang menguap (wcv)............................. 73
Tabel 4.5 Data perhitungan air yang tersisa di akhir uji (wcr)................ 74
Tabel 4.6 Data perhitungan durasi fase ( tc)........................................ 76
Tabel 4.7 Data perhitungan Efesiensi termal (hc).................................. 78
Tabel 4.8 Data perhitungan Laju pembakaran (rcb)............................... 80

16

Tabel 4.9 Data perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)....... 81


Tabel 4.10 Data perhitungan konsumsi spesifik temperature dikoreksi
(SC T h)................................................................................. 84
Tabel 4.11 Daya api (Firepower) (FPc)................................................. 86

DAFTAR NOTASI

17

f ci

Berat bahan bakar sebelum diuji (gram)

P ci

Berat bejana/panci dengan air sebelum tes (gram)

T ci

Suhu air sebelum tes (C)

t ci

Waktu di awal tes (min)

f cf

Berat bahan bakar setelah uji (gram)

cc

Berat sisa bahan bakar setelah uji (gram)

P cf

Berat bejana/panci dengan air setelah uji (gram)

T cf

Suhu air setelah uji (C)

t cf

Waktu di akhir tes (min)

f cm

Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)

cc

Perubahan dalam char selama tahap uji (gram)

f cd

Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)

w cv

Air menguap (gram)

w cr

Air yang tersisa di akhir uji (gram)

tc

Durasi fase (min)

hc

Efisiensi termal

r cb

Laju pembakaran (gram / min)

SC c

Konsumsi bahan bakar spesifik ((gram) bahan bakar / (gram) air)

SC T h

Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (bahan bakar gram / gram air)

FP c

Daya api (Firepower) (W)

18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tak bisa dipungkiri, sumber energi fosil kini semakin langka dan mahal.
Meningkatnya populasi penduduk mengakibatkan terbatasnya sumber energi fosil
(Non-renewable Energy). Hal ini didukung oleh pernyataan Badan Energi Dunia
(International Energy Agency-IEA), yang menyatakan bahwa hingga tahun 2030
permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami
peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Sebagaian besar atau sekitar 80% kebutuhan
energi dunia tersebut dipasok dari bahan bakar fosil. Hal ini tentu saja menjadi
suatu permasalahan besar yang harus segera dicarikan solusinya.
Kebutuhan energi dari sektor rumah tangga sendiri menyumbang sekitar
13,08 persen. Kebutuhan energi rumah tangga biasanya digunakan untuk
memasak dan kebutuhan elektronik. Memasak merupakan kegiatan rutin yang
dilakukan sehari-hari.
Penelitian-penelitian terhadap energi terbarukan (renewable energy) sudah
banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian kompor bioetanol. Energi
terbarukan tersebut kini sedikit demi sedikit menjadi alternatif bagi masyarakat
dalam menunjang aktifitas sehari-hari terutama dalam memasak.
Bioetanol sendiri adalah etanol hasil proses fermentasi biomassa dengan
bantuan mikroorganisme. Bahan baku pembuatan bioetanol adalah bahan bergula,
berpati dan

berserat. Sehingga pengembangan bioetanol

sangat cocok

dikembangkan di Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara agraris yang kaya


akan hasil pertanian sebagai sumber bahan baku bioetanol. Disamping itu,
bioetanol merupakan solusi alternatif yang menjanjikan karena ramah lingkungan.
Peran Pemerintah dalam upaya pengembangan bioetanol juga ditunjukkan dengan
adanya instruksi presiden (Inpres) No I Tahun 2006 yang mengatur tugas
berbagai.kementerian dan pemerintah daerah di dalam mendorong pemanfaatan
bahan bakar cair nabati.
Namun, penerapan bioetanol cair sebagai bahan bakar rumah tangga masih
perlu diwaspadai, mengingat bioetanol cair memiliki sifat yang mudah menguap
karena memiliki titik uap dan titik nyala api di suhu yang rendah yaitu 14 C. Uap

bioetanol tersebut berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran apabila terpapar


panas. Pengalaman di Brazil sebagai negara dengan penggunaan bioetanol
terbesar di dunia, menunjukkan bahwa bioetanol dalam bentuk cair merupakan
penyebab utama kebakaran di negara tersebut. Oleh karena itu, bioetanol cair
harus dimodifikasi menjadi bentuk gel yang diharapkan lebih aman dalam proses
pengangkutan maupun dalam penggunaannya, selain itu bioetanol gel juga tidak
berbau menyengat seperti bioetanol cair.
Penggunaan bioetanol cair sebagai bahan bakar kompor untuk memasak
sudah banyak dikembangkan di Indonesia, tapi belum untuk bioetanol gel masih
sangat minim. Penggunaan bioetanol gel sendiri, tidak langsung dapat digunakan
karena sifatnya yang tidak mudah menguap seperti halnya beoetanol cair sehingga
membutuhkan treatment khusus agar bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan
bakar kompor untuk keperluan memasak. Treatment-treatment yang dilakukan
dapat berupa modifikasi lubang udara, lubang api, model tempat pembakaran
(burner) mekanisme pemasukan bahan bakar, bentuk api, bentuk atau kapasitas
kompor dan lain sebagainya.
Berangkat dari pemikiran tersebut, munculah ide untuk melakukan
penelitian bagaimana cara membuat sebuah kompor berbahan bakar bioetanol gel
yang dapat digunakan sebagai alat memasak dalam kehidupan sehari-hari, aman,
efektif,efisien dan terjangkau. Untuk itu, diperlukan penelitian komprehensif
dengan melakukan studi eksperimental unjuk kerja kompor bioetanol gel dengan
membuat variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter lubang udara.
1.2 Hipotesis
a. Bioetanol gel lebih aman dari pada bioetanol cair.
b. Bahan bakal fosil semakin langka dan mahal.
c. Bioetanol lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil.
d. Kaleng bekas bisa dimamfaatkan untuk dijadikan kompor.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Membuat prototype kompor bioetanol gel.
b. Mengetahui karakteristik bahan bakar dan api bioetanol gel.
c. Optimasi panas api bahan bakar bioetanol gel.
d. Memperoleh perbandingan unjuk kerja kompor bioetanol gel
dengan variasi tempat pembakaran (burner) dan diameter lubang
udarayang berbeda-beda.

1.4 Rumusan Masalah


Sehubungan dengan penelitian mengenai penggunaan bioetanol gel
sebagai bahan bakar kompor, maka permasalahan yang akan dicari solusinya
adalah seberapa besar kemungkinan bioetanol gel untuk jadi bahan bakar kompor
dalam kehidupan sehari-hari dengan melakukan studi perbandingan unjuk
kerjakompor bioetanol gel dengan variasitempat pembakaran (burner)dan variasi
diameter lubang udara.
Beberapa hal yang jadi permasalahan adalah:
a. Apakah bioetanol gel dapat digunakan sebagai bahan bakar kompor?
b. Bagaiman cara dan metode dalam pengujian unjuk kerja kompor bioetanol
gel yang dapat dilakukan?
c. Apakah api yang dihasilkan bioetanol gel memungkinkan untuk digunakan
sebagai bahan bakar kompor rumah tangga?
d. Apakah kaleng bekas dapat digunakan sebagai kompor?
e. Kaleng bekas yang seperti apa yang dapat digunakan untuk sebagai tempat
pembakaran (burner) kompor bioetanolnya?
1.5 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai proses cara pembuatan,
mendisain dan menghitung performansi dari kompor bioetanol gel. Supaya
penelitian yang dilaksanakan tidak keluar dari alur dari tujuan yang hendak
dicapai, maka perlu ditentukan batasan-batasan masalah yang akanditeliti. Adapun
batasan-batasanpermasalahan tersebut antara lain:
1. Kondisi suhu dan kelembaban ruangan dianggap tetapdan pengaruh
angin diabaikan.
2. Struktur dan reaksi kimia pembakaran dari bahan bakar tidak termasuk
dalam pembahasan.
3. Tidak membahas mengenai pembuatan bahan bakar secara detail.
4. Bahan material yang digunakan untuk variasi tempat pembakaran
(burner) adalah kaleng minumanbekas.
5. Asumsi yang digunakan dalam pengambilan data adalah sebagai
berikut:
a. Sistem dalam kondisi steady state.
b. Kondisi ruangan konstan pada P = 1 atm; T = 29C.
c. Nyala api optimum ditandai dengan pendekatan bentuk dan
warna biru api.

d.
e.
f.
g.
h.
i.

Api dalam keadaan stabil menyala tegak ke atas.


Bejana yang digunakan tetap
Ketinggian beban tetap.
Volume air tetap.
Nilai kalor bahan bakar tetap.
Panas specifik air (Cpw), panas specifik bejana (Cpbjn) dan
panas laten air yang menguap (H) dianggap konstan.

1.6 Manfaat Penelitian


Ada pun manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada aplikasi
bahan bakar nabati terutama pada penggunaan kompor bioetanol gel,
karena lebih aman dari pada gas, murah dan ramah linkungan.
b. Memberikan dampak positif yang signifikan dalam hal berkurangnya
ketergantungan masyarakat terhadap energi fosil.
c. Memberikan informasi ilmiah bahwa limbah kaleng minuman bekas juga
bisa dimamfaatkan sebagai kompor yang ramah lingkungan dan memiliki
nilai jual.
d. Mengoptimalkan energi yang dihasilkan oleh nyala api bioetanol gel.
e. Memamfaatkan bioetanol gel sebagai pengganti bahan bakar fosil di dalam
kehidupan sehari-hari.
f. Memamfaatkan limbah kaleng bekas agar lebih berguna, sebagai bukti
nyata kepedulian terhadap pewujudan teknologi yang ramah lingkungan.
g. Memberdayakan para petani pangan, dari pembuatan bioetanol gel agar
hidupnya bisa lebih sejahtera.
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini disusun sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan
penelitian,

hibejanaesis,manfaat

penelitian,

dan

sistematika

penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Berisi teori - teori yang melandasi penelitian ini,seperti teori daya,
teori efisiensi kompor, dan teori konsumsi bahan bakar spesifik.
BAB III: Metode Penelitian.
Berisi tentang peralatan eksperimen,perencanaan eksperimen,
prosedur penelitian.

BAB IV: Perhitungan dan Analisa


Berisi analisa data hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk
memperoleh suatu kesimpulan.
BAB V: Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisa performansi
penggunaan kompor bioetanol gel dan saran - saran agar
penelitian berikutnya lebih baik dari sekarang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1

Disain Kompor
Kompor bioetanol gel didisain sesuai keutuhan masarakat urban, yaitu

praktis mudah dibawa kemana aja, modern, murah dan ramah lingkungan. Banyak
software yang dapat digunakan dalam mendisain suatu produk seperti, solidwork,
autocad, autodeks inventor, catia, ansys dan banyak lagi.
2.1.1

Solidwork
Sebagai software CAD, Solidworks dipercaya sebagai perangkat lunak

untuk membantu proses desain suatu benda atau bangunan dengan mudah, di
Indonesia

sendiri

terdapat

banyak

perusahaan

manufaktur

yang

mengimplementasikan perangkat lunak solidworks. Keunggulan solidworks dari


software CAD lain adalah mampu menyediakan sketsa 2D yang dapat diupgrade
menjadi bentuk 3D. Selain itu pemakaiannyapun mudah karena memang
dirancang khusus untuk mendesai benda sederhana maupun yang rumit. Inilah
yang membuat solidworks menjadi populer dan menggeser ketenaran software
CAD lainnya.
Solidworks dipakai banyak orang untuk membantu desain benda atau
bangunan sederhana hingga yang kompleks. Solidworks banyak digunakan untuk
merancang roda gigi, mesin mobil, casing ponsel dan lain-lain. Fitur yang tersedia
dalam solidworks lebih easy-to-use dibanding dengan aplikasi CAD lainnya. Bagi
mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di jurusan tehnik sipil, tehnik
industri dan tehnik mesin sangat disarankan untuk mempelajari solidworks.
Karena solidworks sangat sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang mengambil
5

tiga jurusan tersebut dan yang paling utama proses penggunaan solidworks lebih
cepat dibanding vendor-vendor software CAD lain yang lebih dulu hadir.
Solidworks juga dapat melakukan simulasi pada desain yang dibuat dengan
solidworks. Analisi kekuatan desain juga dapat dilakukan secara sederhana dengan
solidworks, dan yang paling penting, solidworks dapat membuat disain animasi
menggunakan fitur yang telah disediakan solidworks.
2 Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa yang
dilanjutkan dengan proses destilasi. Etanol merupakan kependekan dari etil
alkohol (C2H5OH), sering pula disebut grain alcohol atau alkohol. Wujud dari
etanol berupa cairan yang tidak berwarna, mudah menguap dan mempunyai bau
yang khas. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter, berat jenisnya adalah
sebesar 0,7939 g/mL, dan titik didihnya 78,320C pada tekanan 766 mmHg, serta
mempunyai panas pembakaran 7093.72 kkal. Etanol digunakan dalam beragam
industri seperti sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk
minuman keras seperti sake, bahan baku farmasi dan kosmetik, dan campuran
bahan bakar kendaraan, peningkat oktan, dan bensin alkohol.
Pemakaian etanol sebagai sumber energi dalam industri dan kendaraan
akan sangat mengurangi pembuangan gas CO2 yang mengakibatkan pemanasan
global. Cepat atau lambat sumber minyak (fuel source) akan habis karena
depositnya terbatas. Minyak bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui. Keterbatasan itu mendorong negara industri melirik etanol
(biofuel) sebagai sumber energi altenatif. Selain terus-menerus dapat diproduksi
oleh mikroorganisme, etanol juga ramah lingkungan.
Beberapa keunggulan dari penggunaan etanol sebagai bahan bakar yaitu[1] :
1. Diproduksi dari tanaman yang dapat diperbarui (renewable).
2. Mengandung kadar oksigen sekitar 35% sehingga dapat terbakar lebih
sempurna.
3. Penggunaan bioetanol gel dapat menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah
satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar
fosil. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih
banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan

menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya


kesetimbangan

konsentrasi

uap

air. Gas-gas

ini

menyerap

suatu
dan

memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan


akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut
terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi
terus meningkat. Akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer,
pemanasan global menjadi akibatnya. Untuk mengurangi emisi rumah
kaca yaitu dengan mangganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati
yaitu bioetanol gel.
4. Pembakaran tidak menghasilkan partikel timbal dan benzena yang bersifat
karsinogenik (penyebab kanker). Timbal ditambahkan sebagai bahan aditif
pada bensin dalam bentuk timbal organik (tetraetil-Pb atau tetrametil-Pb).
Pada pembakaran bensin, timbal organik ini berubah bentuk menjadi
timbal anorganik. Timbal yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan
bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01 m.
Partikel-partikel timbal ini akan bergabung satu sama lain membentuk
ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap
pada kenalpot. Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada
sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi.
Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan
anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80g/100
ml dan kelompok anak > 40 g/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok
dewasa sekitar 40 g/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa
Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat. Oleh karena itu
bioetanol merupakan cara terbaik untuk mencegah hal tersebut.
5. Mengurangi emisi fine-particulates yang membahayakan kesehatan
manusia. Pembakaran didalam mesin menghasilkan berbagai bahan
pencemar dalam bentuk gas dan partikulat yang umumnya berukuran lebih
kecil dari 2 m. Beberapa dari bahan-bahan pencemar ini merupakan
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik dan mutagenik, seperti etilen,
formaldehid, benzena, metil nitrit dan hidrokarbon poliaromatik (PAH).
Mesin solar akan menghasilkan partikulat dan senyawa-senyawa yang
dapat terikat dalam partikulat seperti PAH, 10 kali lebih besar dibandingkan

dengan mesin bensin yang mengandung timbel. Untuk beberapa senyawa


lain seperti benzena, etilen, formaldehid, benzo (a) pyrene dan metil nitrit,
kadar di dalam emisi mesin bensin akan sama besarnya dengan mesin solar.
Emisi kendaraan bermotor yang mengandung senyawa karsinogenik
diperkirakan dapat menimbulkan tumor pada organ lain selain paru. Untuk
itu Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan cara untuk mengurangi emisi
fine-particulates.
6. Mudah larut dalam air dan tidak mencemari air permukaan dan air tanah.
Proses destilasi dapat menghasilkan etanol dengan kadar 95%, untuk
digunakan sebagai bahan bakar perlu lebih dimurnikan lagi hingga
mencapai 99,5% yang sering disebut Fuel Grade Ethanol (FGE).
Mengingat pemanfaatan etanol yang beraneka ragam, maka kadar etanol
yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaannya. Etanol
yang mempunyai kadar 90-96,5% dapat digunakan pada industri,
sedangkan etanol yang mempunyai kadar 96-99,5% dapat digunakan
sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol
yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan yang
harus betul-betul kering dan anhydrous supaya tidak korosif, sehingga
etanol harus mempunyai kadar sebesar 99,5-100%. Perbedaan besarnya
kadar akan berpengaruh terhadap proses pengolahan karbohidrat menjadi
glukosa larut air [4].
3

Pembuatan Bioetanol
Bioetanol adalah alkohol yang diperoleh dari fermentasi komponen gula

pada biomasa. Hingga saat ini etanol utamanya dibuat dari gula dan tepung biji
bijian. Dengan kemajuan teknologi, etanol dapat dibuat dari selulosa biomasa,
seperti pohon dan rumput. Selain biokonversi, etanol juga dapat dibuatdarisumber
lain, yaitu dengan cara sintesa. Secara umum proses produksi bioetanol diuraikan
di bawah ini.Pembuatan bioetanol yang menggunakan bahan baku tanaman yang
mengandung pati, dilakukan dengan cara mengubah pati menjadi gula (glukosa)
larut air. Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat
dan tetes menjadi bioetanol ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konversi bahan baku tanaman yang mengandung pati ataukarbohidrat
dan tetes menjadi bioetanol [1].
Bahan Baku
Jenis

Konsums

Kandungan

Jumlah Hasil

Perbandingan

Gula dalam

Konversi

Bahan Baku

Bahan Baku

Bioetanol (liter)

dan Bioetanol

i
( kg )
Ubi kayu

1000

250-300

166.6

6.5:1

Ubi Jalar

1000

150-200

125

8:1

Jagung

1000

600-700

200

5:1

Sagu

1000

120-160

90

12:1

Talas

1000

500

250

4:1

Pengubahan pati menjadi gula dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
hidrolisa asam dan hidrolisa enzim. Namun, pada saat ini metode yang lebih
banyak digunakan adalah dengan hidrolisa enzim. Pada proses pengubahan pati
menjadi gula larut air yang menggunakan metode hidrolisa enzim dilakukan
dengan penambahan air dan enzim, selanjutnya dilakukan proses fermentasi gula
menjadi etanol dengan menambahkan ragi. Reaksi yang terjadi pada proses
produksi bioetanol secara sederhana ditunjukkan pada reaksi 1 dan 2 pada gambar
2.1 dibawah ini [1]:
(C6H10O5)n + H2O
(pati)

enzim

(C6H12O6)n
(glukosa)

N C6H12O6 (1)
(glukosa)
2 C2H5OH + 2 CO2 (2)

ragi

(etanol)

Gambar 2.1 Reaksi Produksi Bioetanol[1]


Secara sederhana teknologi proses produksi bioetanol yang menggunakan
bahan baku ubi kayu dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu gelatinasi, sakharifikasi,
dan fermentasi. Pada proses gelatinasi ubi kayu dihancurkan kemudian
9

ditambahkan air sehingga akan diperoleh bubur ubi kayu, dimana pati yang
dihasilkan diperkirakan mencapai 27-30 %. Kemudian pati yang telah diperoleh
dari bubur ubi kayu tersebut dipanaskan selama 2 jam sehingga berbentuk gel.
Pada umumnya, proses gelatinasi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Bubur pati dipanaskan sampai 130C selama 30 menit, kemudian didinginkan
sampai mencapai temperatur 95C yang diperkirakan memerlukan waktu
sekitar 15 menit. Kemudian selama sekitar 75 menit, kondisi temperatur 95C
tersebut dipertahankan, sehingga total waktu yang dibutuhkan mencapai 2
jam.
2. Pati langsung ditambah enzim termamyl, kemudian dipanaskan sampai
mencapai temperatur 130C selama 2 jam.
Gelatinasi cara pertama, yaitu cara pemanasan bertahap mempunyai
keuntungan, yaitu pada suhu 95C aktifitas termamyl merupakan yang paling
tinggi, sehingga mengakibatkan ragi cepat aktif. Pemanasan dengan suhu 130C
pada cara pertama tersebut dimaksudkan untuk memecah granula pati, sehingga
lebih mudah terjadi kontak dengan air dan enzim serta dapat berfungsi untuk
sterilisasi bahan, sehingga bahan tersebut tidak mudah terkontaminasi. Gelatinasi
cara kedua, yaitu cara pemanasan langsung (gelatinasi dengan enzim termamyl)
pada temperature 130C menghasilkan hasil yang kurang baik, karena
mengurangi dapat mengurangi aktifitas dari ragi. Hal tersebut disebabkan
gelatinasi dengan enzim pada suhu 130C akan terbentuk tri-phenyl-furane yang
mempunyai sifat racun terhadap ragi. Gelatinasi pada suhu tinggi tersebut juga
akan berpengaruh terhadap penurunan aktifitas termamyl, karena aktifitas
termamyl akan semakin menurun setelah melewati suhu 95C. Selain itu,
tingginya temperature tersebut juga akan mengakibatkan half life dari termamyl
semakin pendek, sebagai contoh pada temperature 93C, half life dari termamyl
adalah 1500 menit, sedangkan pada temperature 107C, half life termamyl
tersebut adalah 40 menit. Hasil gelatinasi dari ke dua cara tersebut didinginkan
sampai mencapai temperatur 55C, kemudian ditambah SAN untuk proses
sakharifikasi dan selanjutnya difermentasikan dengan menggunakan ragi. Ragi

10

yang

sering

digunakan

dalam

fermentasi

alkohol

adalah

Saccharomycescerevisiae, karena jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran


terhadap alkohol yang cukup tinggi (12-18%), tahan terhadap kadar gula yang
tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32C [1].
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
bioetanol. Mekanisme reaksi pada proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar
2.2. Pada saat keadaan aerob asam piruvat diubah menjadi asetil-koenzimA.
Tetapi karena ragi Saccharomyzes ceraviseze dalam keadaan anaerob, asam
piruvat diubah menjadi etanol dengan bantuan piruvat dekarboksilase dan alkohol
dehidrogenase melalui proses fermentasi alkohol [1].

Gambar 2.2 Reaksi pengubahan piruvat menjadi alcohol [1].


Bioetanol yang dihasilkan

dari proses fermentasi biasanya masih

mengandung gas-gas antara lain CO2 dan aldehyde. Gas CO2 pada hasil
fermentasi tersebut biasanya mencapai 35 %, sehingga untuk memperoleh
bioetanol yang berkualitas baik, maka bioetanol tersebut harus dibersihkan dari
gas tersebut. Proses pembersihan CO2 dilakukan dengan menyaring bioetanol
yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih dari gas
CO2. Pada umumnya bioetanol atau alkohol yang dihasilkan dari proses fermntasi
yang mempunyai kemurnian sekitar 30 - 40%, sehingga harus dimurnikan lagi.
Agar mendapatkan kadar bioetanol lebih dari 95% dan dapat dipergunakan
sebagai bahan bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar
30 - 40% tersebut harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol

11

dengan air [1].


Destilasi merupakan pemisahan larutan berdasarkan titik didihnya. Titik
didih etanol murni adalah 78C sedangkan air adalah 100C. Dengan memanaskan
larutan pada suhu rentang 78 - 100C akan mengakibatkan sebagian besar etanol
menguap.
Destilasi fraksinasi merupakan pemisahan atau pengambilan uap dari
setiap tingkat yang berbeda dalam kolom destilasi. Produk yang lebih berat
diperoleh di bagian bawah, sedangkan yang lebih ringan akan keluar dari bagian
atas kolom. Dari hasil destilasi ini, kadar bioetanolnya berkisar antara 95-96%.
Namun, pada kondisi tersebut campuran membentuk azeotrope, yang artinya
campuran alkohol dan air sukar untuk dipisahkan.Untuk memperoleh bioetanol
dengan kemurnian lebih tinggi dari 99,5% atau yang umum disebut Fuel Grade
Ethanol, masalah yang timbul adalah sulitnya memisahkan hidrogen yang terikat
dalam struktur kimia alcohol dengan cara destilasi biasa, oleh karena itu untuk
mendapatkan Fuel Grade Etanol dilaksanakan pemurnian lebih lanjut dengan cara
azeotropic destilasi.
Untuk menghasilkan anhydrous alcohol, kondisi azeotrope harus
dipecahkan dengan bahan pelarut lain. Bahan pelarut yang biasa digunakan
adalah benzene atau n-hexane. Cara lain yang umum dipakai adalah desiccants
process dan molecular sieves. Pada proses desiccant, untuk mendapatkan
anhydrous alcohol digunakan bahan kimia yang sifatnya stabil yang bereaksi
hanya dengan air, dan tidak bereaksi dengan alkohol. Contohnya adalah kalsium
oksida. Reaksi antara CaO dengan air mengeluarkan panas, sehingga perlu
rancangan khusus pada kolomnya. Selain itu berbagai macam pati juga dapat
dipakai sebagai dessicant. Molecular sieves adalah kristal aluminosilikat,
merupakan bahan penyaring yang tidak mengalami hidrasi maupun dehidrasi
pada struktur kristalnya. Molekul penyaring ini secara selektif menyerap air,
karena lubang kristalnya mempunyai ukuran lebih kecil dibanding ukuran
molekul alkohol, dan lebih besar dibandingkan molekul air. Alkohol yang
berbentuk cair maupun uap dilewatkan kolom yang berisi bahan penyaring, air

12

akan tertahan dalam bahan tersebut dan akan diperoleh alkohol murni. Biasanya
proses ini menggunakan dua kolom, kolom kedua untuk aliran uap alkohol
sedangkan pada kolom pertama setelah proses dialirkan udara atau gas panas
untuk menguapkan air.
Pada industri pembuatan etanol, juga akan diperoleh hasil lain, baik yang
dapat dimanfaatkan langsung maupun harus diproses lebih lanjut. Hasil samping
tersebut antara lain stillage, karbondioksida, dan minyak fusel.Stillage adalah sisa
destilasi yang tertinggal dalam kolom bagian bawah dan masih bercampur dengan
air. Stillage tersebut masih banyak mengandung bahan-bahan organik yang tidak
terfermentasikan. Stillage dari proses destilasi jumlahnya cukup besar, yaitu 1013 kali jumlah alkohol yang dihasilkan. Mengingat bahan yang terkandung di
dalamnya, maka stillage dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, makanan ternak dan
biogas. Sedangkan gas karbondioksida yang dihasilkan selama proses fermentasi
biasanya diserap dan dimurnikan kemudian ditekan menjadi bentuk cair. Minyak
fosil yang pada prinsipnya merupakan campuran n-amyl, n-butyl, isobutyl, npropyl dan iso-propyl alkohol juga asam-asam, ester maupul aldehid, dapat
digunakan sebagai bahan baku kimia, bahan pelarut dan bahan bakar [1].

(a)

(b)

Gambar 2.3 (a) Proses pembuatan bioetanol dari bahan berpati, (b) Diagram alir
proses pembuatan bioetanol dari ubi kayu [1]

13

Mamfaat Bioetanol
1. Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pada dasarnya etanol dapat diperoleh melalui dua cara. Pertama, etanol
yang diperoleh melalui proses fermentasi dengan bantuan mikroorganisme.
Kedua, etanoldiperoleh dari hasil sintesa etilen. Bioetanol dapat digunakan untuk
berbagai keperluan. Bioetanol banyak digunakan dalam industri minuman,
kosmetik dan industri farmasi seperti deterjen, desinfektan dan lain-lain. Alkohol
dari produk petroleum atau dikenal sebagai alkohol sintetis banyak dipakai untuk
bahan baku pada industri acetaldehyde, derivat acetyl dan lain-lain. Selain
bioetanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioetanol dengan
premium yang digunakan sebagai bahan bakar. Brazil, Amerika Serikat,
Argentina, Australia, Kuba, Jepang, Selandia Baru, Afrika Selatan, Swiss dan lainlain telah mengunakan bahan bakar alternatif ini untuk digunakan pada kendaraan
bermotor.
Campuran bioetanol dan premium dapat divariasikan kadarnya. Misalnya
Gasohol BE-10, yang mengandung 10% bioetanol, sisanya premium.
Kualitasetanol yang digunakan tergolong fuel grade etanol yang kadar etanolnya
99%. Etanol yang mengandung 35% oksigen dapatmeningkatkan efisiensi
pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi
bioetanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak
bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil
dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan
murah.
Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari
premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti Metil
Tertiary Butyl Ether (MTBE) dan Tetra Ethyl Lead. Kedua zat aditif tersebut
telah dipilih menggantikan timbal pada premium. Etanol absolut memiliki angka
oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol BE-10 secara
proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini
bioetanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan
dan di negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL)

14

maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Hal tersebut terlihat pada tabel
2.2
Tabel 2.2 Sifat-sifat bahan bakar dari bioetanol, gasholine dan butyl eter [1]
Heating value [MJ/kg]
Heating value [MJ/I]
Octane number (RON)
Density at 15C [kg/I]
Visicosity at 20C [mm

Bioetanol
26.8
21.3
106
0.79
1.5

ETBE
36.4
26.9
115.118
0.74
1.5

MTBE
35.0
25.9
113.120
0.74
0.7

Gasoline
42
32
92.96
0.76
0.6

35
0.66

16
0.83

18
0.80

0.2
1.0

2 /s ]
Oxygen content [%]
Fuel Equivalent to Gasoline

2. Bioetanol untuk Kompor


Sumber energi fosil di Indonesia khususnya minyak bumi kian langka.
Penggunaan terbesar adalah pada sektor rumah tangga dan komersial, diikuti oleh
sektor industri, transportasi, dan bahan baku. Hal ini mendorong pemerintah
untuk mulai menggunakan energi baru dan terbarukan (EBT) untuk mencegah
habisnya minyak bumi. Salah satu energi alternatif yang bisa dimanfaatkan
adalah bioetanol.
Sejak 4 tahun yang lalu pertama kali diperkenalkan hingga sekarang,
bioetanol telah mengalami peningkatan dalam penjualannya. Akan tetapi
bioetanol tersebut sebagian besar hanya dikonsumsi untuk skala industri.
Sedangkan untuk transportasi dan target sektor rumah tangga yaitu penggunaan
kompor bioetanol, masih mengalami kendala, terutama kelemahan pada desain
kompornya.
Terkait

dengan

masalah

kompor

bioethanol,

pemerintah

telah

mengupayakan rencana pengurangan penggunaan minyak tanah untuk keperluan


rumah tangga dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun
2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan
bakar lain.
Menindaklanjuti Inpres tersebut, masyarakat telah mengupayakan
bioetanol sebagai bahan bakar pengganti minyak tanah. Penggunaan bioetanol
memerlukan kompor yang berbeda dengan kompor minyak tanah. Kompor
bioetanol memang belum sepopuler kompor minyak tanah maupun kompor LPG,
akan tetapi sampai saat ini banyak pihak yang optimis akan kelangsungan hidup

15

produk tersebut di masa yang akan datang, baik itu untuk perseorangan maupun
instansi.
Salah satu keunggulan kompor bioethanol tersebut adalah bahwa kompor
ini lebih aman daripada menggunakan kompor gas LPG, karena kompor ini tidak
memerlukan tekanan, etanol cukup digantungkan di tempat yang lebih tinggi dari
posisi kompor atau dengan low-pressure. Untuk mematikan kompor ini cukup
dengan dikecilkan regulatornya dan ditiup pada saat api sudah mengecil, bahkan
disiram air pun api sudah mati persis penanganan terhadap kompor minyak tanah.
Dari aspek harga juga sangat kompetitif, dasar aturannya adalah Kepmen
ESDM No. 3784 Tahun 2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang HIP BBN yang
menetapkan formulasinya yaitu Argus FOB Thailand +14%. Atas dasar formulasi
itu harga jual bioetanol

adalah USD 550/KL atau Rp 7000 per liter. Jika

ditambahkan biaya handling, distribusi dan marketing Rp 3000 per liter, maka
harga komersialnya Rp 10.000 perliter atau Rp 120,000 untuk 12 liter dan harga
subsidinya Rp 5000 per liter atau Rp 15.000 untuk kemasan melon 3 liter.
Padahal kalori panasnya labih tinggi ketimbang LPG, karena itu mampu
memasak lebih cepat.
Seandainya kompor bioetanol ini digunakan secara masif di republik ini
maka akan menimbulkan efek berganda yang akan berimbas langsung kepada
kesejahteraan petani. Seandainya singkong digunakan sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol, maka akan bergulir kegiatan perekonomian dari petani
sampai pengguna energi akhir yaitu para ibu rumah tangga pemakai kompor
bioetanol. Dan jika bahan baku etanol tersebut terbuat dari tetes tebu (molasses),
maka putaran dana triliunan rupiah itu akan mampu memberdayakan puluhan
pabrik gula dan petani tebu yang kini kondisinya rata-rata hidup segan mati tak
mau.
Kelemahan utama beberapa kompor bioetanol produksi lokal seperti:
kompor Bionas dari Yogyakarta, kompor Kuwatsu, serta kompor Repindo antara
lain kurang efisien, kurang nyaman dan kurang user-friendly bagi penggunanya.
Kelemahan tersebut menyebabkan kompor bioetanol masih kurang bisa diterima
masyarakat hingga saat ini. Karena itu, perlu dikembangkan kompor bioetanol
yang lebih berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Dan itu
sangat

memungkinkan

karena

cara

kerjanya

yang

amat

sederhana

(www.bumn.go.id, 2015).
16

Bioetanol Gel
Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah menjadi bagian dari kebutuhan

masyarakat. BBM menjadi kebutuhan yang sangat penting dan paling dicari oleh
masyarakat. Terutama minyak tanah, hampir semua lapisan masyarakat
menggunakan minyak tanah. Namun karena deposit minyak bumi Indonesia
hanya tinggal 20 tahun maka harus dicari bahan bakar alternatif lain yang dapat
menggantikan minyak tanah (Siagian, 2007).
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang bejanaensial karena
sumbernya mudah diperbaharui. Namun ada beberapa kendala yang harus
dihadapi agar bioetanol dapat digunakan oleh masyarakat secara luas yaitu:
1. Bioetanol hanya diproduksi di daerah tertentu, tidak setiap daerah terdapat
2.

produsen bioetanol.
Bioetanol yang berbentuk cair beresiko tumpah saat didistribusikan ke
daerah lain. Hal ini disebabkan biasanya bioetanol didistribusikan dalam
drum-drum yang kurang aman dalam pengangkutannya (jika dibandingkan
pengangkutan minyak tanah oleh Pertamina yang dimasukkan dalam

tangki).
3. Selain itu, bioetanol yang berwujud cair lebih beresiko mudah tumpah dan
mudah meledak karena sifatnya yang volatil. Oleh karena itu bioetanol cair
diubah menjadi bioetanol gel yang lebih aman dalam proses pengangkutan
dan penggunaannya.
Bioetanol gel memiliki beberapa kelebihan dibanding bahan bakar
alternatif lainnya yaitu selama pembakaran gel tidak berasap, tidak berjelaga,
tidak mengemisi gas berbahaya, non karsinogenik, non korosif. Bentuknya yang
gel memudahkan dalam pengemasan dan dalam pendistribusian. Bioetanol gel
sangat cocok digunakan untuk memasak, dibawa pada saat berkemah dan lain-lain
(Merdjan and Matione, 2003).
Untuk membuat bioetanol gel dibutuhkan pengental berupa tepung, seperti
kalsium asetat, atau pengental lainnya seperti xanthan gum, carbopol EZ-3
polymer, dan berbagai material turunan selulosa (Tambunan, 2008).
Untuk pengental jenis polimer carboxy vinyl seperti carbopol dibutuhkan
air untuk membentuk struktur gel yang diinginkan. Penambahan pengental dan air
17

saat pembuatan bioetanol gel sangat mungkin mempengaruhi sifat fisik bioetanol
gel yang dihasilkan. Sifat fisik yang mungkin terpengaruh antara lain flash point,
nilai kalor dan viskositas.
Selain dipergunakan untuk campuran bahan bakar bensin premium,
bioetanol dapat juga dipergunakan untuk bahan bakar rumah tangga menggantikan
minyak tanah (Robinson, 2006; Juliani, 2010; Laksitoresmi et al., 2011).
Pembuatan bioetanol gel dapat dilakukan sebagai berikut: (1) aduk
sebanyak 1-5% kalsium asetat yang berbentuk tepung dengan air sebanyak 20%
dari jumlah bioetanol; (2) tambahkan 1 liter bioetanol berkadar 70-75% lalu
diaduk; (3) tambahkan 5% natrium hidroksida sebagai penyeimbang pH agar
tingkat kemasaman mencapai 5-6, kemudian daya aduk diperbesar minimal
dengan kecepatan 2.500 rpm; (4) dalam waktu 5 menit bioetanol gel sudah
terbentuk.
Dengan bioetanol berbentuk gel, bagi ibu rumah tangga pekerjaan mengisi
bahan bakar kompor menjadi lebih praktis. Di samping itu, bentuk kompor untuk
bioetanol gel sangat sederhana, bentuknya mirip kompor konvensional karena
pada kompor yang tidak bersumbu ini terdapat tempat meletakkan bioetanol gel.
Ketika bioetanol gel dikompor habis, api akan padam; penambahan bioetanol gel
harus dilakukan saat api telah padam, peletakan maupun penambahan gel dapat
dilakukan dengan menggunakan sendok. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemakaian bioetanol gel lebih hemat daripada minyak tanah, daya bakar 200 gram
bioetanol gel setara dengan daya bakar 1 liter minyak tanah.
Afrika Selatan merupakan negara pertama yang telah menerapkan
pemakaian bioetanol gel secara meluas di masyarakatnya. Sejak tahun 2007
bioetanol gel sudah akrab dipakai sebagai bahan bakar rumah tangga di sana, oleh
karena itu Indonesia sebagai negara yang berlimpah agro raw material dengan
berbagai

ragam

bahan

baku

bioetanol,

sudah

saatnya

untuk

mulai

mengembangkan bioetanol gel.


Dengan bentuk bioetanol gel berikut bentuk kompor yang sederhana,
diharapkan bioetanol dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif rumah
tangga oleh masyarakat luas, menggantikan minyak tanah dan gas LPG yang
keberadaannya semakin langka dan mahal. (Juniaty towaha/Peneliti Balittri).

18

Indra Triaswati dan Lani Nurhayanti, Jurusan Teknik Kimia Fakultas


Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, melakukan sebuah penelitian
mengenai bioetanol gel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bioetanol dengan kadar 70 %, air, trietanolamine (TEA), carbopol. Peralatan
penelitian yang digunakan antara lain statif, klem, beaker glass ukuran 2 liter,
pengaduk, motor pengaduk, regulator, gelas ukur 10 ml, gelas ukur 500 ml dan
timbangan. Adapun rangkaian alat dapat dilihat pada gambar 2.4 [2].

Gambar 2.4 Rangkaian alat uji Bioetanol Gel [2]


Variabel kendali dalam penelitian ini adalah bioetanol 90% massa dari
campuran bioetanol gel (400 g bioetanol = 500 ml bioetanol ) dan waktu
pengadukan 1 jam Variabel yang dipilih sebagai variabel berubah adalah %
carbopol (% massa dari campuran bioetanol gel) (level bawah=0,85%, level
tengah=1,05% dan level atas=1,25%), dan % air (% massa dari campuran
bioetanol gel) (level bawah=7,5%, level tengah=7,9%, dan level atas=8,3%).
Percobaan dirancang dengan metode Central Composite Design menggunakan
program STATISTICA 6 dengan jumlah run sebanyak 10 kali.
Prosedur kerja proses dimulai dengan mengaduk bioetanol dan air sambil
menambahkan

carbopol

dengan

perlahan-lahan.

Lalu

menambahkan

trietanolamine setelah carbopol larut dengan jumlah yang sama dengan carbopol.
Pengadukan dilanjutkan selama 1 jam dan bioetanol gel terbentuk. Kemudian
menganalisa flash point, nilai kalor, dan viskositasnya.

19

Pengaruh Persentase Air dan Carbopol terhadap Flash Point sangat


berpengaruh. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai flash point-nya. Hasil
analisa dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Hasil Analisa Nilai Flash Poin [2].
Run

Carbopol (%massa)

Air (%massa)

Flash Point (C)

0.85

7.5

17.9

0.85

8.3

18.6

1.25

7.5

18.3

1.25

8.3

19.8

0.76

7.9

18.7

1.33

7.9

19.7

1.05

7.33

19.7

1.05

8.46

18.8

1.05

1.97

20.7

10

1.05

21.4

Aplikasi Metode Respon Permukaan menghasilkan persamaan model


matematis yang merupakan hubungan empiris nilai flash point dengan variabel
percobaan yang diberi kode X1 dan X2 ,dengan X1 adalah persentase carbopol
dan X2 adalah persentase air. Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model
matematis sebagai berikut :
Y = 21,050+0,37678 X1-1,06875 X12+0,11590 X2-1,04375 X22+0,200 X1X2

(2.1)

20

Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan


hasil analisa tersaji dalam tabel 2.4
Tabel 2.4 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Flash Poin [2].
X1

Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

(%)

0.85
0.85
1.25
1.25
0.76
1.33
1.05
1.05
1.05
1.05

X1

(%)

7.5
8.3
7.5
8.3
7.9
7.9
7.33
8.46
1.97
9

Yo (C)

Yp(C)

17.9
18.6
18.3
19.8
18.7
19.7
19.7
18.8
20.7
21.4

18.6
18.5
18.9
19.6
18.4
19.4
18.8
19.1
21.1
21.1

Keterangan :
X1

= Persentase carbopol ( %)

X2

= Persentase air ( %)

Yo

= Nilai flash point hasil analisa ( )

Yp

= Nilai flash point hasil prediksi ( )

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design


dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.5.

21

Gambar 2.5 Diagram Pareto untuk Analisa Flash Point[2]


Dari gambar 2.5 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah
carbopol(Q), air(Q). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya
dengan menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan.
Grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut
bisa dilihat di gambar 2.6 dan 2.7.

Gambar 2.6 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai flash point[2]

22

Gambar 2.7 Grafik kontur permukaan untuk nilai flash point [2].
Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap nilai flash point .Terlihat bahwa nilai flash
point optimum (21C) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air
7,9 %. Carbopol merupakan polimer yang bersifat hidrofilik yang dapat menyerap
dan menahan air dalam jaringan polimernya. Carbopol akan mengembang dalam
air 1000 kali lebih besar dari volume semula dan 10 kali dari diameter semula
untuk membentuk struktur gel (Hosmani, 2006).
Struktur gel akan menurunkan volatilitas bioetanol sehingga nilai flash
point-nya akan naik. Air merupakan materi yang tidak bisa terbakar sehingga
keberadaannya dalam bioetanol akan menaikkan nilai flash point bioetanol. Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol dan persentase air
mempengaruhi flash point. Bioetanol gel yang dihasilkan dianalisa nilai kalor-nya.
Hasil analisa dapat diihat pada tabel 2.5

23

Tabel 2.5 Hasil Analisa Nilai Kalor [2].


Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Carbopol (%massa)
0.85
0.85
1.25
1.25
0.76
1.33
1.05
1.05
1.05
1.05

Air (%massa)
7.5
8.3
7.5
8.3
7.9
7.9
7.33
8.46
1.97
9

Nilai Kalor (cal/g)


3889,815
4015.245
4060.58
3989.7
3998.025
3948.605
4049.415
3970.655
3966.7210
4041.99

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai


berikut :
Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.2)
Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan
hasil analisa tersaji dalam tabel 2.6.
Tabel 2.6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Nilai Kalor [2]
X1

Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

(%)

0.85
0.85
1.25
1.25
0.76
1.33
1.05
1.05
1.05
1.05

X2

(%)

7.5
8.3
7.5
8.3
7.9
7.9
7.33
8.46
1.97
9

Yo (cal/g)

Yo (cal/g)

3889,815
4015.245
4060.58
3989.7
3998.025
3948.605
4049.415
3970.655
3966.7210
4041.99

3938.971
4022.981
4055.252
3942.889
3858.328
3983.962
4018.917
3998.823
4004.355
4004.355

Keterangan :
X1

= Persentase carbopol ( %)

X2

= Persentase air ( %)

Yo

= Nilai kalor hasil analisa (cal/g)

Yp

= Nilai kalor hasil prediksi (cal/g)

24

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design


dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.8.

Gambar 2.8 Diagram Pareto untuk Analisa Nilai Kalor[2]


Dari gambar 2.8 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh adalah (1)
carbopol(L), (2)air(L), carbopol (Q), air(Q), dan 1L by 2L. Dari gambar 5 (grafik
pareto) terlihat bahwa tidak ada variabel yang paling berpengaruh terhadap nilai
kalor atau kedua variabel sama- sama memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap nilai kalor. Oleh karena itu kedua variabel tersebut harus dicari
kecenderungannya dan kondisi operasi optimumnya dengan menggunakan grafik
optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik optimasi 3 dimensi dan
grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa dilihat digambar 2.9
dan 2.10

25

Gambar 2.9 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor


Gambar 2.9Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk nilai kalor[2]

Gambar 2.10Grafik kontur permukaan untuk nilai kalor[2]


Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap nilai kalor .Terlihat bahwa nilai kalor
optimum (4000 cal/g) tercapai pada persentase carbopol 1,09 % dan persentase air
7,9 %. Kandungan air pada bioetanol gel berpengaruh pada laju pembakarannya
dimana kandungan air pada suatu bahan bakar akan menurunkan nilai kalornya.
26

Carbopol juga mempengaruhi nilai kalor. Hal ini disebabkan karena


carbopol sebagai gelling agent merupakan gabungan molekul-molekul dan lilitanlilitan dari polimer molekul yang akan berikatan melalui ikatan silang membentuk
struktur jaringan tiga dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam
jaringan ini. Dengan kata lain bioetanol juga ikut terperangkap dalam ikatan
polimer molekul carbopol, sehingga kalor yang dihasilkan oleh bioetanol gel
semakin menurun. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa persentase carbopol,
persentase air dan interaksi keduanya mempengaruhi nilai kalor.
Pengaruh persentase air dan carbopol terhadap Flash Point. Bioetanol gel
yang dihasilkan dianalisa nilai viskositas-nya. Hasil analisa dapat diihat pada tabel
2.7
Tabel 2.7 Hasil Analisa Viskositas [2]
Run
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Carbopol (%massa)
0.85
0.85
1.25
1.25
0.76
1.33
1.05
1.05
1.05
1.05

Air (%massa)
7.5
8.3
7.5
8.3
7.9
7.9
7.33
8.46
1.97
9

Viskositas (cps)
17400
24900
55800
55700
21400
72900
41200
40600
40200
42000

Dari hasil perhitungan diperoleh persamaan model matematis sebagai berikut :


Y = 41.100+17.754 X1+1631,25 X12 + 818,93 X2 -1.49375 X22-1.900 X1X2 (2.3)
Hasil prediksi dengan persamaan model matematis dibandingkan dengan
hasil analisa tersaji dalam tabel 2.8
Tabel 2.8 Perbandingan Hasil Analisa dengan Hasil Prediksi untuk Viskositas [2]
Run
1
2

X1

(%)

0.85
0.85

X2

7.5
8.3

(%)

Yo (cps)

Yp (cps)

17400
24900

20764.57
26202.43
27

3
4
5
6
7
8
9
10

1.25
1.25
0.76
1.33
1.05
1.05
1.05
1.05

7.5
8.3
7.9
7.9
7.33
8.46
1.97
9

55800
55700
21400
72900
41200
40600
40200
42000

60072.57
57910.43
19254.55
69470.45
36954.35
39270.65
41100
41100

Keterangan :
X1

= Persentase carbopol ( %)

X2

= Persentase air ( %)

Yo

= Nilai viskositas hasil analisa (cps)

Yp

= Nilai viskositas hasil prediksi (cps)

Data tersebut kemudian diolah dengan metode central composit design


dari program Statistica 6 untuk mengetahui pengaruh dari variabel - variabel yang
digunakan. Hasilnya dapat dilihat pada gambar 2.11

Gambar 2.11 Diagram Pareto untuk Analisa Viskositas [2]


Dari gambar 2.11 (Pareto Chart) variabel yang berpengaruh (1) carbopol
(L). Kedua variabel tersebut dicari kondisi operasi optimumnya dengan
menggunakan grafik optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan. Grafik
optimasi 3 dimensi dan grafik kontur permukaan dari ketiga variabel tersebut bisa
dilihat di gambar 2.12 dan 2.13

28

Gambar 2.12 Grafik optimasi 3D % carbopol vs % air untuk viskositas [2]

Gambar 2.13 Grafik kontur permukaan untuk viskositas [2]


Grafik optimasi dan kontur permukaan di atas menunjukkan pengaruh
persentase carbopol dan air terhadap viskositas .Terlihat bahwa viskositas hanya
dipengaruhi oleh carbopol. Namun dari grafik optimasi dan kontur permukaan
belum terlihat nilai optimumnya. Hali ini dikarenakan persentase carbopol yang
digunakan sebagai variabel kurang besar,sehingga nilai viskositas optimum belum
tercapai. Oleh karena itu untuk membuat bioetanol gel dengan nilai viskositas
optimum diperlukan persentase carbopol lebih dari 1,4 %. Semakin banyak
carbopol yang ditambahkan maka semakin banyak polimer yang saling berikatan
membentuk ikatan tiga dimensi yang merangkap molekul pelarut. Carbopol akan
29

mengembang dalam air 1000 kali lebih besar dari volume semula dan 10 kali dari
diameter semula (Hosmani, 2006). Semakin banyak carbopol maka viskositas
bioetanol gel yang dihasilkan akan semakin besar.
Perbandingan Nilai Kalor Bioetanol Cair dan Bioetanol Gel.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan bom kalorimeter didapatkan
nilai kalor bioetanol cair adalah 4918,66 cal/g dan nilai kalor bioetanol gel adalah
3992,875 cal/g. Terlihat bahwa terjadi penurunan nilai kalor pada bioetanol. Nilai
kalor bioetanol gel lebih kecil daripada nilai kalor bioetanol cair. Hal ini
disebabkan pada proses pembuatan bioetanol gel ditambahkan air. Kandungan air
pada suatu bahan bakar akan menurunkan nilai kalornya.
Selain itu ditambahkan pula carbopol sebagai gelling agent. Carbopol
merupakan gabungan molekul - molekul dan lilitan -lilitan dari polimer molekul
yang akan berikatan melalui ikatan silang membentuk struktur jaringan tiga
dimensi dengan molekul pelarut terperangkap dalam jaringan ini. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penurunan nilai kalor pada bioetanol gel disebabkan karena
penambahan air dan carbopol.
Flash point dipengaruhi oleh persentase air dan persentase carbopol; nilai
kalor dipengaruhi oleh persentase air, persentase carbopol, dan interaksi
keduanya; viskositas dipengaruhi oleh carbopol. Nilai flash point optimum 21 0C
dan nilai kalor optimum 4000 cal/g diperoleh pada kondisi operasi persentase air
7,9 % dan persentase carbopol 1,09 %. (Indra Triaswati dan Lani Nurhayanti ;
UNDIP 2009).

Jenis-Jenis Kompor Bioetaol


Anil K. Rajvanshi, S.M. Patil dan B. Mendonca (2007) meneliti tentang

kompor etanol kadar 50% dengan tekanan 50150 kPa. Gambar kompor tersebut
dapat dilihat pada gambar 2.9. Penelitian dilaksanakan di daerah pedesaan India.
Penelitian kompor etanol bertekanan ini menghasilkan efisiensi sekitar 44% 30

46%. Biaya operasional dengan menggunakan kompor etanol jenis ini adalah
lebih rendah dari biaya operasioal kompor LPG dan kompor minyak tanah.

Gambar 2.14 Kompor Etanol Bertekanan [4]


Stumpf, E. dan Muhlbauer, W. (2002) meneliti tentang kompor minyak
tumbuhan. Kompor yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 2.10, pada penelitian
ini dihasilkan bahwa penggunaan kompor minyak tumbuhan bertekanan ini sangat
menguntungkan dan dapat diterima oleh masyarakat di daerah tropis dan subtropis
karena sangat mirip dengan kompor minyak tanah.

Gambar 2.15 Kompor Minyak Tumbuhan [5]


Murren, J dan OBrien, C (2006) meneliti tentang keamanan dan efisiensi
konsumsi bahan bakar menggunakan kompor Cleancook di daerah Addis Ababa,
Ethiopia. Gambar kompor yang digunakan dapat dilihat pada gambar 2.11. Dari
penelitian ini didapatkan bahwa kompor Cleancook lebih aman digunakan dari
pada kompor dari kerosin dan penggunaan kompor ini mencapai efisiensi 61%,
dengan bahan bakar etanol kadar 90%.
31

Gambar 2.16 Kompor Cleancook[6].


Anil K. Rajvanshi tahun 2009 meneliti tentang penggunaan etanol kadar
58% untuk penerangan menggunakan petromak/lentera. Gambar lentera berbahan
bakar etanol 58% tersebut terlihat pada gambar 2.12, dari penelitian ini didapatkan
bahwa penggunaan etanol kadar 58% dapat digunakan sebagai bahan bakar
petromak/ lentera dengan efisiensi 27%.

Gambar 2.17 Lentera Etanol [7].


James Robinson tahun 2006 meneliti tentang perbandingan penggunaan
kompor superblue dengan bahan bakar etanol dengan kompor batubara. Gambar
kompor superblue dapat dilihat pada Gambar 2.13. Metode yang digunakan untuk
menguji efisiensi kompor adalah water boiling test dengan mendidihkan dua liter
air. Pada penelitian ini bahan bakar kompor superblue adalah etanol dengan kadar
96%. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa efisiensi kompor superblue lebih

32

tinggi dari kompor batubara. Efisiensi kompor superblue untuk start dingin
sebesar 40% dan start panas sebesar 43%, sedangkan untuk kompor batubara
untuk start dingin 15% dan start panas sebesar 23%.

Gambar 2.18 (a) Kompor Batubara, (b) Kompor Superblue[8].


Wahono Handoko; Randy Ariaputra; Herrison, ST (2010) membuat
kompor Biogastrik, yaitu kompor bioetanol dengan pemantik api listrik dari
batrai. Boleh dikatakan kompor ini adalah prototype kompor masa depan seperti
terlihat pada Gambar 2.14 dan 2.15. Didesain dengan bentuk modern, ekonomis
dan ramah lingkungan.

Di tengah fenomena bahan bakar fosil yang semakin

langka Ramp Indonesia melakukan penelitian dan mebuahkan hasil kompor


biogastrik. Perpaduan teknologi gas dan listrik. Sebagai sumber tenaga, kompor
ini berbahan bakar bioethanol.

2.7 Proses Pembakaran


Pembakaran merupakan oksidasi cepat bahan bakar disertai dengan
produksi panas, atau panas dan cahaya. Pembakaran sempurna bahan bakar terjadi
hanya jika ada pasokan oksigen yang cukup. Pada gambar 2.16 menunjukkan

33

beberapa contoh pembakaran. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi
paling umum yang jumlahnya mencapai 20,9% dari udara. Bahan bakar padat atau
cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas
untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar
pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.
Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan
sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang
menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk
pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap
panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga
mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga
meningkatkan volum hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan
melalui alat penukar panas sampai ke cerobong. Nitrogen ini juga dapat
bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk
menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun.
Tujuan dari pembakaran yang baik adalah melepaskan seluruh panas yang
terdapat dalam bahan bakar. Hal ini dilakukan dengan pengontrolan pembakaran
yaitu (1) temperatur yang cukup tinggi untuk menyalakan dan menjaga penyalaan
bahan bakar, (2) turbulensi atau pencampuran oksigen dan bahan bakar yang baik,
dan (3) waktu yang cukup untuk pembakaran yang sempurna.
Bahan bakar yang umum digunakan seperti gas alam dan propan biasanya
terdiri dari karbon dan hidrogen. Uap air merupakan produk samping pembakaran
hidrogen, yang dapat mengambil panas dari gas buang. Terlalu banyak atau
sedikitnya bahan bakar pada jumlah udara pembakaran tertentu, dapat
mengakibatkan tidak terbakarnya bahan bakar dan terbentuknya karbon
monoksida. Jumlah O2 tertentu diperlukan untuk pembakaran yang sempurna
dengan tambahan sejumlah udara berlebih diperlukan untuk menjamin
pembakaran sempurna. Walau demikian, terlalu banyak udara berlebih akan
mengakibatkan kehilangan panas dan efisiensi [11].

34

Gambar 2.19 (a) pembakaran sempurna, (b) pembakaran yang baik, (c)
pembakaran tidak sempurna [11].

2.8 Perpindahan Panas


Perpindahan panas dapat terjadi melalui 3 cara yaitu [11]:
1. Radiasi
2. Konduksi
3. Konveksi
2.8.1

Radiasi
Radiasi yaitu perpindahan panas melalui gelombang dari zat ke zat lain.

Semua benda memancarkan kalor, hal ini terbukti setelah temperatur meningkat.
Pada hakekatnya proses perpindahan kalor radiasi terjadi dengan perantaraan
foton dan juga gelombang elektromagnet. Proses perpindahan kalor sering terjadi
secara serentak. Pada gambar 2.8 menunjukkan perpindahan panas secara radiasi.
Misalnya sekeping plat yang dicat hitam yang terkena sinar matahari. Plat akan
menyerap sebagian energi matahari yang menyebabkan temperatur permukaan
plat menjadi meningkat. Permukaan plat yang temperaturnya tinggi akan
terkonduksi kepermukaan plat bagian bawah sehingga bagian bawah plat
temperaturnya juga menjadi tinggi. Permukaan bagian atas memiliki temperatur
yang lebih tinggi dibandingkan temperatur udara sekeliling, maka jumlah kalor
akan dikonveksi ke udara sekeliling dan sebagian juga disebarkan secara radiasi
[11].

35

Gambar 2.20 Perpindahan Panas Radiasi


(a) pada permukaan, (b) antara permukaan dan lingkungan [11]
2.8.2

Konduksi
Konduksi adalah proses perpindahan energi dari daerah bersuhu tinggi ke

daerah bersuhu rendah didalam satu medium. Dalam aliran panas konduksi,
perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa
adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Menurut teori kinetik, suhu
elemen suatu zat sebanding dengan energi kinetik rata-rata molekul-molekul yang
membentuk elemen itu. Energi yang dimiliki oleh suatu elemen zat yang
disebabkan oleh kecepatan dan posisi relatif molekul-molekulnya disebut energi
dalam. Jadi semakin cepat molekul-molekul bergerak, semakin tinggi suhu
maupun energi dalam elemen zat. Bila molekul-molekul disatu daerah
memperoleh energi kinetik rata-rata yang lebih besar daripada yang dimiliki oleh
molekul-molekul didaerah yang berdekatan, sebagaimana diujudkan oleh adanya
beda suhu, maka molekul-molekul yang memiliki energi yang lebih besar itu
memindahkan sebagian energinya kepada molekul-molekul didaerah bersuhu
rendah. Perpindahan energi tersebut dapat berlagsung dengan tumbukan elastis
(misalnya dalam fluida) atau dengan pembauran (difusi) elektron-elektron yang
bergerak lebih cepat dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah bersuhu rendah
(J.P. Holman, 1997). Bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna
merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Pada gambar
2.9 menunjukkan perpindahan secara konduksi. Misalnya sebatang besi yang
salah satu ujungnya dipanaskan kedalam api maka kalor akan dipindahkan ke
ujung yang dingin [11].
36

Gambar 2.21 Perpindahan Panas Konduksi dan Difusi Akibat


Aktivitas Molekul [11].
2.8.3

Konveksi
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari

konduksi panas, penyimpanan energi dan gerakan mencampur. Perpindahan energi


dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya diatas suhu fluida
sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir
dengan cara konduksi dari permukaan fluida yang berbatasan. Energi yang
berpindah dengan cara demikian akan meningkatkan suhu dan energi dalam
partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan
bergerak ke daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam fluida dimana partikelpartikel akan bercampur dan memindahkan sebagian energinya kepada partikelpartikel lainnya (J.P. Holman, 1997). Jika suatu plat panas dibiarkan berada
diudara sekitar tanpa ada sumber gerakan dari luar, maka udara itu bergerak
sebagai akibat terjadinya gradien densitas di dekat plat itu. Peristiwa ini
dinamakan konveksi alamiah, sedangkan konveksi paksa jika udara dihembuskan
dengan kipas. Beberapa contoh perpindahan panas secara konveksi terlihat pada
gambar 2.16 Pada perpindahan panas secara konveksi, energi kalor akan
dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan fluida [11].

37

Gambar 2.22 Perpindahan Panas Konveksi


(a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi [11]
2.8.4

Teori Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar

setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas


sehingga menaikkan suhu dan tekanan gas. Elemen mampu bakar (combustable)
yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain
namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S).
Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan
campuran dari oksigen dan nitrogen. Nitrogen adalah gas lembam dan tidak
berpartisipasi dalam pembakaran. Selama proses pembakaran, butiran minyak
bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon
dan masing-masing bergabung dengan oksigen dari udara secara terpisah.
Hidrogen bergabung dengan oksigen untuk membentuk air dan karbon bergabung
dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup,
maka sebagian dari karbon akan bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon
monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30 % panas
dibandingkan panas yang timbul oleh pembentukan karbon dioksida [11].

38

2.8.5

Metode Water Boiling Test


Metode Water Boiling Test (WBT) adalah suatu cara uji unjuk kerja tungku

dengan cara mendidihkan air yang berada di dalam panci, yang tujuanya untuk
mengetahui jumlah energi yang dihasilkan dari bahan bakar yang dipindahkan ke
dalam panci yang berisi air.
Pada dasarnya pengujian WBT dibagi menjadi 3 bagian penting yaitu
pengujian WBT start dingin, pengujian WBT start panas, dan pengujian WBT
simmering. diantaranya adalah [9]:
2.8.5.1 Metode Start Dingin
Metode WBT start dingin, yaitu pengujian dilakukan pada saat kompor
dalam keadaan dingin, kemudian yang berada di dalam panci dipanaskan sampai
airnya mendidih, setelah airnya mendidih kompor dimatikan dan catat waktu yang
diperlukan untuk mendidihkan air, massa air yang di uapkan, temperature air
setelah mendidih, massa bahan bakar yang tersisa, dan jumlah arang yang
terbentuk [9].

39

Variabel yang diukur secara langsung :


f ci

Berat bahan bakar sebelum diuji (gram)

P ci

Berat bejana/panci dengan air sebelum tes (gram)

T ci Suhu air sebelum tes (C)


t ci

Waktu di awal tes (min)

f cf

Berat bahan bakar setelah uji (gram)

cc

Berat sisa bahan bakar setelah uji (gram)

P cf

Berat bejana/panci dengan air setelah uji (gram)

T cf Suhu air setelah uji (C)


t cf

Waktu di akhir tes (min)

Variabel yang dihitung


f cm

Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)

cc

Perubahan dalam char selama tahap uji c c = c c k(diasumsikan sama dengan


(gram)
mulai dingin)

f cd

Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)

f cd f cm 1 1.12 m 1.5 c c

w cv

Air menguap (gram)

w cv Pci Pcf

w cr

Air yang tersisa di akhir uji (gram)

w cr Pcf P

tc

Durasi fase (min)

hc

Efisiensi termal

t c = t cf - t ci
4.186 Pci P Tcf
h

r cb

Laju pembakaran (gram / min)

SC c

Konsumsi bahan bakar spesifik ((gram)


f cd
SC

c
bahan bakar / (gram) air)
Pcf P

f cm = f ci - f cf

Tci 2260 w cv
fcd LHV

rcb

fcd
t ci t cf

40

SC T h

Konsumsi
spesifik
Temp-dikoreksi SC T fhd 75
h
Phf P Thf Thi
(bahan bakar gram / gram air)

FP c

Daya api (Firepower) (W)

FPc

fcd LHV
60 t ci t cf

2.8.5.2 Metode Start Panas


Metode WBT start panas: yaitu hampir mirip dengan metode WBT start
dingin tetapi pengujian dilakukan pada saat kompor dalam keadaan panas [9].
Variabel yang diukur secara langsung
f hi

Berat bahan bakar sebelum ujian (gram)

P hi

Berat Bejana dengan air sebelum tes (gram)

T hi Suhu air sebelum tes (C)


t hi

Waktu di awal tes (min)

f hf

Berat bahan bakar setelah uji (gram)

ch

Berat arang dan kontainer setelah uji (gram)

P hf

Berat Bejana dengan air setelah uji (gram)

T hf Suhu air setelah ujian (C)


t hf

Waktu di akhir tes (min)

Variabel yang dihitung


f hm

Bahan bakar yang dikonsumsi,


f hm = f hi - f hf
lembab (gram)

ch

Perubahan bersih dalam char c h = c c - k (diasumsikan sama dengan


selama tahap uji (gram)
mulai dingin)

f hd

Bahan bakar kering


dikonsumsi (gram)

w hv

Air menguap (gram)

w hv Phi Phf

w hr

Air yang tersisa di akhir uji


(gram)

w hr Phf P

th

Waktu untuk merebus panci # 1

t h = t hf - t hi

t Th

Temp -adjusted waktu untuk t T h = (t hf - t hi) x 75 / (T hf - T hi)

setara

fhd fhm 1 1.12 m 1.5 c h

41

merebus panci # 1
hh

Efisiensi termal

hh

4.186 Phi P Thf Thi 2260 w hv


fhd LHV

r hb

Laju pembakaran (gram / min)

rhb

fhd
t hi t hf

SC h

Konsumsi bahan bakar spesifik


(bahan bakar gram / gram air)

SCh

SC T h

Konsumsi
spesifik
Tempdikoreksi (bahan bakar gram /
air gram s)

SC T h

FP h

Firepower (W)

FPh

fhd
Phf P
f hd
75

Phf P Thf Thi

fhd LHV
60 t hi t hf

2.8.5.3 Metode Simmering

Metode simmering: yaitu pengujian dilakukan dengan cara menjaga suhu


air yang telah mendidih supaya konstan selama 45 menit, dan suhu tidak boleh
naik atau turun lebih dari 3C dari suhu air yang telah mendidihkan tadi.

42

Variabel yang diukur secara langsung:


f si

Berat bahan bakar yang tidak terpakai saat air mendidih pertama (gram)

P si

Berat Bejana dengan air ketika air pertama mendidih (gram)

T si Suhu air pada mendidih (T si = T b) (C)


t si

Waktu di awal tes tahap didihkan (min)

f sf

Berat bahan bakar terbakar yang tersisa setelah uji (gram)

cs

Berat arang dan kontainer setelah uji (gram)

P sf

Berat Bejana dengan air setelah uji (gram)

T sf Suhu air pada akhir uji (C)


t sf

Waktu di akhir tes (min)

Variabel yang dihitung :


f sm

Bahan bakar yang dikonsumsi, lembab


f sm = f si - f sf
(gram)

cs

Perubahan bersih dalam char selama tahap


c s= c s- k - c c
uji (gram)

f sd

Bahan bakar kering setara dikonsumsi


(gram)

fsd fsm 1 1.12 m 1.5 c s

w sv

Air menguap (gram)

w sv Psi Psf

w sr

Air yang tersisa di akhir uji (gram)

w sr Psf P

ts

Durasi fase (min)

t s = t sf - t si

hs

Thermal e fficiency

hs

4.186 Psi P Tsf Tsi 2260 w sv


fsd LHV

r sb

Laju pembakaran (gram / min)

rsb

fsd
t si t sf

SC s

Konsumsi bahan bakar spesifik (bahan


bakar gram / gram air)

SC s

fsd
Psf P

43

f sd LHV
60 t si t sf

FP s

Firepower (W)

FPs

TD
R

Mengubah-down rasio

TDR

FPh
FPs

Tidak ada konsumsi spesifik suhu-dikoreksi dalam tahap mendidih karena


tes dimulai pada T dan perubahan suhu harus dibatasi untuk beberapa derajat.
b

Hal ini penting untuk diingat bahwa tujuan dari ini bagian dari tes ini
adalah untuk menjaga air pada suhu di bawah mendidih, dan salah satu harus
menginterpretasikan hasil sesuai. Sedangkan konsumsi tertentu dalam tes daya
tinggi (SC c dan SC h) menunjukkan massa bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan satu liter (atau kilogram) dari mendidih air, konsumsi spesifik pada
fase

didihkan

(SC s)

menunjukkan

massa

bahan

bakar

diperlukan

untuk menjagasetiap liter (atau kilo) air tiga derajat di bawah suhu mendidih. Ini
tidak secara langsung sebanding, melainkan memberitahu dua ukuran yang
berbeda dari kinerja kompor. Hal yang sama berlaku untuk indikator lainnya,
seperti tingkat dan daya tembak terbakar.
Hal ini juga penting untuk mengakui bahwa lebih-ketergantungan pada
efisiensi termal dapat menyebabkan hasil yang menyesatkan, terutama di fase
didihkan. Karena account efisiensi termal untuk panas yang masuk akal serta
kerugian menguapkan, itu penghargaan untuk generasi uap. Dalam kebanyakan
kondisi memasak, produksi uap berlebih tidak mengurangi waktu memasak,
karena suhu di dalam bejana adalah tetap pada titik didih. Dengan demikian,
memproduksi kelebihan uap, sementara itu tidak mencerminkan energi bahan
bakar dipindahkan ke bejana memasak, tidak selalu merupakan indikator yang
baik dari kinerja kompor. Seperti kita menyatakan di tempat lain, kami berharap
untuk de-menekankan peran yang dimainkan efisiensi termal dalam diskusi
kinerja kompor dan stres lainnya, indikator yang lebih informatif seperti tingkat
pembakaran dan konsumsi spesifik pada daya tinggi dan rendah, dan rasio turndown, yang menunjukkan sejauh mana output daya dari kompor dapat
dikendalikan oleh pengguna [9].

44

2.8.6

Udara Sebagai Salah Satu Faktor Utama Pembakaran


Pembakaran yang baik diperlukan lima syarat yaitu [12]:
a. Pencampuran reaktan secara murni.
b. Suplai udara yang cukup.
c. Suhu yang cukup untuk memulai pembakaran.
d. Waktu yang cukup untuk kelangsungan pembakaran.
e. Kerapatan yang cukup untuk merambatkan nyala api.
Hal ini tidak dapat dicapai pada pembakaran yang sebenarnya (aktual)

karena

itu

perlu

dicapai

pada

pembakaran

yang

sebenarnya

(excess

air).Pembakaran yang sempurna akan menghasilkan: CO2, air, dan SO2. Pada
pembakaran yang tidak sempurna disamping produk pembakaran diatas, pada gas
asap akan terdapat sisa bahan bakar, gas CO, hidrosil (OH), aldehid (R-CHO)
dannitrogen, serta senyawa-senyawa oksida nitrat dan oksida nitrogen. Semua
produk pembakaran diatas bersifat polusi kecuali H2O dan N2.
Reaksi pembakaran bahan bakar merupakan reaksi kimia yang
berdasarkan pada hukum kekekalan massa yaitu bahwa jumlah massa setiap
elemen adalah sama selama reaksi kimia. Jumlah total massa setiap elemen di ruas
kanan (produk) dan ruas kiri (reaktan) pada reaksi kimia harus sama. Nilai
kuantitas pada analisa pembakaran untuk mengetahui jumlah udara dan bahan
bakar dinyatakan dengan Air-Fuel Ratio (AFR) yaitu perbandingan antara massa
udara dengan massa bahan bakar [11]:

AFR =

Dimana:

AFR

ma (N . M )a
=
mf (N . M ) f

(2.1)

= Air-Fuel Ratio

ma

=massa udara (kg)

mf

= massa bahan bakar (kg)

Na

=jumlah mol udara (kmol)

Nf

=jumlah mol bahan bakar (kmol)

45

Ma

=massa molar udara (kg/kmol)

Mf

=massa molar bahan bakar (kg/kmol)

Gambar 2.23 Reaksi Kimia Pembakaran


Pembakaran stoichiometri adalah pembakaran dimana bahan bakar
terbakar sempurna dengan jumlah udara teori, yaitu apabila [12]:
a. Tidak ada bahan bakar yang belum terbakar (semua unsur karbon C
menjadi karbondioksida CO2 , dan semua unsur hidrogen H menjadi
air H2O).
a. Tidak ada oksigen di dalam produk.
Penyebab proses pembakaran menjadi tak sempurna, dimana ditandai
dengan terbentuknya C, H2, CO, OH atau yang lain dalam produk pembakaran :
a. Kekurangan oksigen (O2).
b. Kurangnya kualitas campuran.
c. Terjadi dissosiasi (peruraian gas produk karena suhu tinggi).
Pembakaran yang optimum dapat terjadi ketika jumlah udara yang
sesungguhnya harus lebih besar daripada yang dibutuhkan secara teoritis. Analisis
kimia gas-gas merupakan metode obyektif yang dapat membantu untuk
mengontrol udara yang lebih baik dengan mengukur CO2, atau O2, dalam gas
buang menggunakan peralatan pencatat kontinyu atau peralatan Orsat.
Pengukuran kandungan gas CO2, dalam gas buang dapat digunakan untuk
menghitung udara berlebih (excess-air). Sejumlah tertentu excess-air diperlukan
untuk pembakaran sempurna bahan bakar minyak, jika terlalu banyak excess-air
mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna.
Penambahan excess-air dapat meningkatkan aliran udara turbulen
sehingga akan meningkatkan pencampuran udara dan bahan bakar di ruang bakar
mengakibatkan pembakaran akan sempurna. Excess-air akan mempengaruhi

46

jumlah gas CO pada gas buang dan kehilangan panas (heat losses) pembakaran
serta akan mempengaruhi efisiensi pembakaran.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dilakukan mengikuti metodologi yang secara singkat dapat
dijelaskan pada gambar 3.1
Mulai
Studi Literatur
Persiapan burner :
1. Desain Burner
2. Buat 5 variasi Burner uji

Instalisasi alat uji WBT:


1. Burner variasi
2. Wajan/panci
3. Kompor
4. Bioetanol gel

Pengambilan Data Sebelum


Pengujian
TIDA
K

Referensi :
- Tugas Akhir
- Text Book
- Artikel / Paper
- Internet

Solidwork
Kaleng

1. (fci) = 50 gram
2.
3.
4.

(P) = 558 gram


(Pci) = 958 gram
(T ) = 25

5.

(tci) = 0:00:00.0

1.

(fcf) = 31 gram

2.

(cc) = 15 gram

3.

(Pcf) = 894 gram

4.

(Tcf) = 94C

5.

(tcf) = 0:17:36.41

ci

Air Mendidih

YA
Pengambilan Data Sesudah
Pengujian

Kesimpula
Selesai

47

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari bulan Juni - Oktober 2015 di Laboratorium
Prestasi Mesin, Jurusan Teknik Mesin FakultasTeknik Universitas Sumatra Utara,
Medan Sumatra Utara.
3.3 Bahan dan Alat
Alat dan bahan yang digunakan cukup sederhana, cukup menggunakan
alat-alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dapat dibeli di
toko-toko kelontong atau spare part. Khusus untuk bahan bakar bioetanol gel
dipesan langsung dari CV. Joy-fresh di Surayabaya.

Gambar 3.2 Alat dan Bahan Eksperimen


3.3.1

Bahan
Bahan yang jadi objek pengujian ini adalah bahan bahan bakar

bioetanol gel dan berbagai macam jenis kaleng bekas menuman ringan
(soft drink) :
1. Bioetanol gel Green Flame produksi CV. Joy Fresh Internasional
dengan kadar etanol 90%, carbopol 1,05%, kadar air 7,33 % dengan
HHV 16.942,572 (kJ/ kg) dan LVH 16.717,369 (kJ/kg).
2. Kaleng minuman ringan (soft drink) bekas yang dijual di pasaran.

3.3.2 Alat
Alat yang dipakai dalam eksperimental ini terdiridari :

48

1. Alat bantu perbengkelan, seperti : gunting, pisau cutter, mesin bor


tangan, kertas pasir (amplas), tang, , dan lain sebagainya. Alat ini
berfungsi untuk membuat tempat pembakaran (burner) kompor.
2. Alat tulis, seperti : spidol, kertas, pensil, pulpen dan lain
sebagainya.
3. Timbangan digital, untuk mengukur massa tempat pembakaran
(burner).

Gambar 3.3 Timbangan Digital


4. Gelas ukur dan tabung ukur, untuk mengukur massa bahan bakar
bioetanol gel dan massa air yang akan didihkan.

Gambar 3.4 Gelas Ukur dan Tabung Ukur


5. Thermometer, untuk menghitung perubahan suhu air sebelum dan
sesudah didihkan.
6. Stop Watch, untuk menghitung lamanya waktu pendidihan.
7. Panci, wadah penampung air yang akan didihkan.
8. Korek api atau pemantik api panjang, disarankan menggunakan
menggukakan pemantik api panjang supaya pas menyalakan bahan
bakar tanggan tidak kepanasan.

49

Gambar 3.5 Pemantik Api (korek api)


3.4 Parameter-parameter Pengujian
Parameter-parameter berikut digunakan dalam evaluasi unjuk kerja dari
kompor bioetanol gel dengan Water Boiling Test (WBT) star dingin. Prosedur
pengujian dan perhitungan dapat dibagi beberapa tahap, yaitu :

1. f cm Bahan bakar yang dikonsumsi : ini adalah massa bahan bakar yang
digunakan untuk mendidih kan air dengan mengambil perbedaan sebelum
ditimbang dan bahan bakar yang tersisa pada akhir tahap uji coba:

f cm = f ci - f cf.(3.1)
Dimana :
fcm = Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)
f ci = Massa bahan bakar sebelum digunakan (gram)
f cf = Massa bahan bakar setelah digunakan/sisa (gram)

2. c c - Perubahan Net dalam char selama tahap uji: ini adalah massa char
dibuat selama tes ditemukan dengan menghapus char dari kompor pada
akhir tahap uji coba. Karena sangat panas, char akan ditempatkan di
kosong pra-ditimbang wadah k massa (yang akan dipasok oleh penguji)
dan berat char dengan wadah, kemudian mengurangkan dua massa.

c c = c c k ..(3.2)
Dimana :

50

cc

=Perubahan
dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa
pembakaranselama tahap uji (gram)

cc = Massa sisa pembakaranbahan bakar (gram)


k

=Massa tempat pembakaran (burner) (gram)

3. f - bahan bakar Setara dikonsumsi: Ini adalah perhitungan yang


cd

menyesuaikan jumlah bahan bakar yang dibakar untuk memperhitungkan


dua ORS fakta: (1) energi yang diperlukan untuk menghilangkan
kelembaban dalam bahan bakar dan (2) jumlah arang yang tersisa tidak
terbakar.Perhitungan dilakukan dengan cara berikut:
f cd f cm 1 1.12 m 1.5 c c .(3.3)

Dimana :
fcd = Bahan bakar setara yang dikonsumsi (gram)
fcm = Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)
m = Kadar air bahan bakar (%)
cc =Perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakara
nselama tahap uji (gram)

4. W cv - Air menguap: Ini adalah ukuran dari jumlah air yang hilang melalui
penguapan selama pengujian. Hal ini dihitung dengan pengurangan
sederhana berat awal bejana dan air dikurangi berat akhir dari panci dan
air.
w cv Pci Pcf ..(3.4)

Dimana :
w cv = Air yang menguap (gram)
Pcf = Massa Bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
Pci = Massa Bejana (panci) dengan air sebelum tes ( gram)

5. w cr - Air yang tersisa di akhir pengujian: Ini adalah ukuran dari jumlah air
dipanaskan sampai mendidih. Hal ini dihitung dengan pengurangan
sederhana berat akhir dari panci dan air dikurangi berat bejana.
w cr Pcf P

.(3.5)
51

Dimana :
wcr
= Air yang tersisa di akhir uji (gram)
Pcf
= Massa bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
P
= Massa kering Bejana kosong (gram)

6. t c - Waktu untuk merebus panci # 1: Ini hanyalah waktu yang dibutuhkan


untuk melakukan tes. Ini adalah jam perbedaan sederhana:

t c = t cf - t ci..(3.6)
Dimana :
tc

= Durasi fase (menit)

tcf

= Waktu di akhir tes (menit)

tci

= Waktu di awal tes (menit)

7. h c - Efisiensi termal: Ini adalah rasio kerja yang dilakukan dengan


memanaskan dan menguapkan air untuk energi yang dikonsumsi oleh
pembakaran bahan bakar. Hal ini dihitung dengan cara berikut.
hc

4.186 Pci P Tcf Tci 2260 w cv


fcd LHV

..(3.7)

Dimana :
hc = Efisiensi termal
Pci = Massa Bejana (panci) dengan air sebelum tes ( gram)
P = Massa bejana panci kosong (gram)
Tcf = Suhu air setelah diuji (C)
T ci
= Suhu awal air (C)
wcv
= Air yang menguap (gram)
f cd
= Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
LHV = Nilai kalor bersih (Lower Heating Value) (kJ/kg)
Dalam perhitungan ini, pekerjaan yang dilakukan oleh pemanas air
ditentukan dengan menambahkan dua kuantitas: (1) produk dari massa air
dalam panci, (P - P), panas spesifik air (4,186 J / gC), dan perubahan
ci

suhu air (T - T ) dan (2) produk dari jumlah air menguap dari panci dan
cf

ci

panas laten penguapan air (2260 J / g). Penyebut (bawah rasio) ditentukan
dengan mengambil produk dari setara kering-bahan bakar yang
dikonsumsi selama fase ini tes dan LHV.

52

8. R cb Laju Pembakaran: Ini adalah ukuran dari tingkat konsumsi bahan


bakar sambil membawa air mendidih. Hal ini dihitung dengan membagi
bahan bakar kering setara dikonsumsi pada saat tes.

rcb

fcd
t ci t cf

...(3.8)

Dimana :

rcb

= Laju pembakaran ( gram/min)

f cd

= Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)

tcf

= Waktu akhir tes (menit)

tci

= Waktu awal tes (menit)

9. SC c - konsumsi bahan bakar spesifik: konsumsi spesifik dapat


didefinisikan untuk sejumlah tugas memasak dan harus dianggap sebagai
"bahan bakar bakar yang dibutuhkan untuk menghasilkan output Unit"
apakah output direbus air, kacang dimasak, atau roti. Dalam kasus-daya
tinggi WBT dingin mulai, itu adalah ukuran dari jumlah bahan bakar yang
dibutuhkan untuk menghasilkan satu liter (atau kilo) dari mendidih air
dimulai dengan kompor dingin. Hal ini dihitung dengan cara ini:
SC c

f cd
Pcf P

...(3.9)

Dimana :
SCc = Konsumsi bahan bakar spesifik((gram) bahan bakar / (gram) air)
f cd = Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
Pcf
= Massa bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
P
= Massa bejana panci kosong (gram)

10. SC T c - Suhu dikoreksi konsumsi bahan bakar spesifik: ini mengoreksi


konsumsi tertentu untuk memperhitungkan perbedaan suhu air awal. Ini
memfasilitasi perbandingan kompor diuji pada hari yang berbeda atau
dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Koreksi adalah faktor sederhana
yang "menormalkan" perubahan suhu yang diamati dalam kondisi tes

53

untuk "standar" perubahan suhu 75 C (25-100). Hal ini dihitung dengan


cara berikut.

SC T c

fcd
75

Pcf P Tcf Tci

..(3.10)

Dimana ;
SC T h

= Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi((gram) bahan bakar / (gram) air)

f cd
= Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
Pcf = Massa bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
P
= Massa bejana panci kosong (gram)
Tcf = Suhu air setelah diuji (C)
T ci
= Suhu awal air (C)

11. FP c - Firepower: Ini adalah rasio energi bahan bakar dikonsumsi oleh
kompor per satuan waktu. Ini memberitahu output daya rata-rata dari
kompor (dalam Watt) selama uji daya tinggi.

FPc

fcd LHV
60 t ci t cf

.(2.11)

Dimana :
FPc
= Daya api (Firepower) (W)
f cd
= Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
LHV = Nilai kalor bersih (Lower Heating Value) (MJ/kg)

tcf

= Waktu akhir tes (menit)

tci

= Waktu awal tes (menit)

3.5 Metode Pengumpulan Data


Data yang dipergunakan dalam pengujian ini meliputi :
a. Data primer, merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran
dan pembacaan pada unit instrumentasi dan alat ukur pada masing-masing
pengujian yang meliputi data-data dari hasil eksperimen pembuatan
beberapa tempat pembakaran (burner) kemudian diuji satu persatu dan
dikumpulkan sesuai masing-masing tempat pembakaran (burner).
b. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian
karakteristik bahan bakar bioetanol yang dilakukan oleh CV. Joy Fresh
Internasional.

54

c. Metode Pengolahan Data, data diolah kedalam empiris, dan kemudian


disajikan dalam bentuk tabulasi dan grafik.

Data dan variabel yang konstan setiap tahapan uji :


HHV

Nilai kalor bruto (Hight Heating Value) = 16.942,572 (kJ/ kg)

LHV

Nilai kalor bersih (Lower Heating Value) = 16.814,730 (kJ/kg)

Kadar air bahan bakar = 7,33 %

Berat kering bejana/panci kosong = 500 (gram)

Berat tempat pembakaran (burner) = 12 (gram)

Penjelasan Variabel :
HHV - nilai kalor yang lebih tinggi (juga disebut nilai kalor bruto). Ini adalah
jumlah maksimum teoritis energi yang dapat diekstraksi dari pembakaran bahan
bakar kelembaban bebas jika itu benar-benar dibakar dan produk pembakaran
didinginkan sampai suhu kamar sehingga air yang dihasilkan oleh reaksi dari
hidrogen fuel-terikat adalah kental ke fase cair.
LHV - nilai kalor rendah (juga disebut nilai kalor bersih). Ini adalah jumlah
maksimum teoritis energi yang dapat diekstraksi dari pembakaran bahan bakar
kelembaban

bebas jika itu

benar-benar

dibakar dan produk

pembakaran

didinginkan sampai suhu kamar tetapi air yang dihasilkan oleh reaksi dari
hidrogen fuel-terikat tetap di fase gas. Untuk bahan bakar bahan bakar, LHV
biasanya berbeda dari HHV oleh 1,32 MJ / kg.
P - ini adalah berat bejana (panci) kosong. Untuk kompor multi-bejana, ini diikuti
oleh nomor indeks 1-4.

55

K - ini adalah berat wadah arang yang akan digunakan untuk menahan char ketika
dihapus dari kompor dan ditimbang.
3.6 Proses Pembuatan Prototype Kompor.
3.6.1 Proses Pembuatan Tempat Pembakaran (Burner)
Sebelum melakukan pengujian unjuk kompor bioetanol gel, terlebih
dahulu dibuat beberapa variasi tempat pembakaran bahan bakar bahan
(burner). Adapun langkah-langkah pembuatan burner adalah sebagai
berikut:
1. Desain variasi burner yang akan dibuat dengan software
solidworks.
2. Persiapkan dua buah kaleng bekas dengan diameter 57 mm.
3. Lubangi salah satu bagian bawah kaleng untuk lubang api
(firewall) dengan diameter 38 mm.
4. Potong kedua kaleng tersebut cutterdengan ukuran tinggi 54 mm
5. Kemudian gabungkan kedua hasil potongan tersebut hingga
menyatu dan kuat.
6. Lakukan pengamplasan bagian luar kaleng untuk menghilangan
warna dan tulisan pada kaleng agar terlihat lebih bersih.
7. Buat lubang udara dengan mesin bor tangan sesuai variasi burner
yang dinginkan dengan diameter 5 mm.
8. Lakukan finishing treathment untuk mendapatkan burner yang
lebih bagus.

Gambar 3.6 Variasi Burner


3.6.2

Proses Pembuatan Kerangka Kompor


Selain membuat beberapa variasi burnerdiperlukan juga dibuat

kerangka kompor sebagai tempat kedudukan bejana dan burner. Kerangka

56

kompor ini juga berfungsi mensirkulasikan udara luar ke burnersehingga


udaranya teratur dan stabil. Adapun langkah-langkah pembuatanya adalah:
1. Persiapakan satu buah kaleng bekas dengan ukuran cukup besar
atau bisa juga digunakan kaleng cookies bekas.
2. Potong kaleng las potong tersebut dengan ukuran yang diinginkan.
3. Lubangi beberapa bagian sisi kaleng untuk memeprmudahkan
menghidupkan api burner dan juga sebagai sirkulasi udara dari luar
ke dalam kompor.
4. Kemudian cat dengan cat hitam agar terlihat lebih bagus.
5. Tambahkan tiga buah penyangga agar bejana tidak mudah jatuh
ketika melakukan proses pendidihan.

Gambar 3.7 Kerangka Kompor dan Burner

57

3.7 Prosedur Pengujian Unjuk Kerja Kompor


Alat yang digunakan dalam pengukuran nilai kalor bahan bioetanol gel
ini adalah:

Gambar 3.8 Alat dan Bahan Eksperimen


Adapun tahap pengujian unjuk kerja kompor bioetanol gel dengan
metode Water Boiling Testeryang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Timbang berat tempat pembakaran(burner) (K) variasi pertama dan
catat hasil display.
2. Timbang berat bejana/panci dalam keadaan kosong (P).
3. Ukur massa bahan bahan bakar bioetanol gel dengan gelas ukur (fci).
4. Masukkan bioetanol gel ke dalam tempat pembakaran (burner)
sebanyak 50cc.
5. Timbang berat tempat pembakaran (burner) yang sudah terisi bioetanol
kemudian catat.
Ukur massa air dengan tabung ukur sebanyak 400 ml.
Masukkan air kedalam bejana kemudian ukur beratnya (Pci).
Persiapkan stopwatchdan catat waktu awal tes (tci).
Pasang instalasi kompor tempat pengujian.
a. Masukkan burner kedalam kompor.
b. Nyalkan bahan bakar dengan pemantik api.
c. Tunggu sampai apinya dewasa (biru dan stabil).
d. Letakkan bejana diatas kerangka kompor.
e. Mulai mengitung waktu pendidihan degan stopwatch.
10. Setelah air mendidih yang harus dilakukan adalah:
a. Ukur suhu air (Tcf)
b. Catat waktu akhir pendidihan (tcf).
c. Ukur massa bahan bakar setelah pendidihan (fcf).
d. Ukur massa sisa bahan bakar setelah uji (cc).
e. Ukur massa bejana +air setelah uji (Pcf).
6.
7.
8.
9.

58

Gambar 3.9 Instalisasi kompor bioetanol gel


Sebelum memulai pengujian metode Water Boiling Test (WBT), data-data
berikut adalah data yang didapat sebelum pengujian dan digunakan disetiap
pengujian WBT, berikut adalah data-data tersebut:
Variabel yang diukur secara langsung pada sebelum pengujian :
1. Berat bahan bakar sebelumdigunakan (fci) = 50 gram
Menghitung
2. Berat bejana panci kosong (P) = 558
gram Unjuk Kerja Kompor dengang
Metode WBT :
3. Massabejana/panci dengan air sebelum
tes (Pci) = 958 gram
1. fcm
= f ci - f cf

4. Suhu awal air sebelum tes (T ci) = 25


2. cc = cc k
5. Waktu di awal tes (tci) = 0:00:00.0
f cd f cm 1 1.12 m 1.5 c c
3.
Diagram alir pengujian unjuk kerja kompor
bioetanol gel pada penelitian ini

dapat diliat pada Gambar 3.10 berikut : 4.

w cv Pci Pcf

5.

w cr Pcf P

Mulai
Persiapan Tempat
pembakaran (burner)

6.

7.

t c = tcf - tci

hc

4.186 Pci P Tcf Tci 2260 w cv


fcd LHV

rcb
8.

Temperatur awal
air : 25
Massa panci
Persiapkan
Temp:
500 g
Mass air : 400 g

SC c
9.

Ulangi
ke 5 Variasi uji
f
cd

t ci t cf
f cd
Pcf P

SC T c
10.

11.

FPc

f cd
75

Pcf P Tcf Tci

fcd LHV
60 t ci t cf

59

Instalasi kompor panci, tempat


pembakaran (burner) dan semua
alat uji
Nyalakan Bahan Bakar
Pendidihan Air
Mencatat :
- Waktu pendidihan air (tcf)
- Temperatur Air Tcf ( )
- Massa bahan bakar setelah uji (fcf)
- Massa sisa b. bakar setelah uji (cc)
-Massabejana

(panci)

dengan

airsetelah uji (Pcf)


- Suhu air setelah uji (Tcf)C
A

Selesai

Gambar 3.10 Diagram Alir Pengujian Unjuk Kerja Kompor


3.8 Variasi Tempat pembakaran (burner) yang Diuji
Berikut ini adalah variasi tempat pembakaran (burner) yang diuji dan
data hasil pengukuran langsung dengan metode Water Boilling Tester
(WBT):
3.8.1

Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama

60

Gambar 3.11 Tempat pembakaran (burner) variasi pertama


Tabel 3.1 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama
Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Pertama
Ukuran
57x54 mm
11lubang, 5 mm
Jumlah dan diameter wall (lubang)
Tinggi Api
8 cm
Warna api
Biru, sedikit merah
Karakteristik api
Tidak stabil
Dari hasil pengujian kompor variasi pertama diperoleh data-data sebagai
berikut :
1. Berat bahan bakar sesudah digunakan/sisa (fcf) = 25 gram
2. Berat sisa pembakaranbahan bakar (cc) = 13 gram
3. Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (Pcf) = 900 gram
4. Suhu air setelah uji (Tcf) = 92C
5. Waktu di akhir tes (tcf) = 0:05:31.2
3.8.2

Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua

61

Gambar 3.12 Tempat pembakaran (burner) variasi kedua


Tabel 3.2 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua
Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kedua
57x54 mm
11 lubang, 4 mm
Jumlah dan diameter wall (lubang)
Tinggi api
6 cm
Warna api
Biru
Karakteristik api
Stabil
Ukuran

Dari hasil pengujian kompor variasi kedua diperoleh data-data sebagai


berikut :
1. Berat bahan bakar sesudah digunakan/sisa (fcf) = 29 gram
2. Berat sisa pembakaranbahan bakar (cc) = 14 gram
3. Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (Pcf) = 901 gram
4. Suhu air setelah uji (Tcf) = 94C
5. Waktu di akhir tes (tcf) = 0:06:29.48

3.7.3 Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga

62

Gambar 3.13 Tempat pembakaran (burner) variasi ketiga


Tabel 3.3 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga
Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Ketiga
Ukuran
57x54 mm
20 lubang, 3 mm
Jumlah dan diameter wall (lubang)
Tinggi Api
5 cm
Warna api
Biru, sedikit merah
Karakteristik api
Tidak Stabil, api cukup tinggi
Dari hasil pengujian kompor variasi ketiga diperoleh data-data sebagai
berikut :
1. Berat bahan bakar sesudah digunakan/sisa (fcf) = 32 gram
2. Berat sisa pembakaranbahan bakar (cc) = 14 gram
3. Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (Pcf) = 899 gram
4. Suhu air setelah uji (Tcf) = 91C
5. Waktu di akhir tes (tcf) = 0:10:43.39

2.8.7

Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat

63

Gambar 3.14 Tempat pembakaran (burner) variasi keempat


Tabel 3.4 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat
Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Keempat
57x32 mm
20 lubang, 2,5 mm
Jumlah dan diameter wall (lubang)
Tinggi api
4 cm
Warna api
Full biru
Karakteristik api
Stabil
Ukuran

Dari hasil pengujian kompor variasi keempat diperoleh data-data sebagai


berikut :
1. Berat bahan bakar sesudah digunakan/sisa (fcf) = 33 gram
2. Berat sisa pembakaranbahan bakar (cc) = 15 gram
3. Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (Pcf) = 896 gram
4. Suhu air setelah uji (Tcf) = 91C
5. Waktu di akhir tes (tcf) = 0:13:21.37

2.8.8

Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima

64

Gambar 3.15 Tempat pembakaran (burner) variasi kelima


Tabel 3.5 Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima
Spesifikasi Tempat pembakaran (burner) Variasi Kelima
Ukuran
57x32 mm
20 lubang, 2 mm
Jumlah dan diameter wall (lubang)
Tingi api
3 cm
Warna nyala api
Full Biru
Karakteristik api
Stabil
Dari hasil pengujian kompor variasi kelima diperoleh data-data sebagai
berikut :
1. Berat bahan bakar sesudah digunakan/sisa (fcf) = 31 gram
2. Berat sisa pembakaranbahan bakar (cc) = 15 gram
3. Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (Pcf) = 894 gram
4. Suhu air setelah uji (Tcf) = 94C
5. Waktu di akhir tes (tcf) = 0:17:36.41

BAB IV
HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA
4.1 Perhitungan Unjuk Kerja Kompor
65

Data-data pengujian yang sudah diperoleh dari pengujian metode Water


Boiling Test (WBT) pada tiap tempat pembakaran (burner), kemudian digunakan
untuk menghitung parameter-parameter unjuk kompor bioetanol gel berikut:
4.1.1

Bahan bakar yang dikonsumsi (fcm)


Bahan bakar yang

dikonsumsi (fcm),dapat dihitung dengan persamaan

(3.1) berikut:

fcm = f ci - f cf (gram)
Dimana :
fcm = Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)
f ci = Berat bahan bakar sebelum digunakan (gram)
f cf = Berat bahan bakar setelah digunakan/sisa (gram)
f ci
f cf

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh:


= 50 gr
= 25 gr , maka :

fcm (v1) = f ci - f cf (gram)


= 50 25 gram
= 25 gram
Kemudian lanjutkan perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi (fcm), dari
pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5). Untuk data
keseluruhan hasil perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi kompor bioetanol
gel dapat dilihat di table 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Data perhitungan bahan bakar yang dikonsumsi (fcm)

(fcm)

V1
25 gram

Variasi Tempat pembakaran (burner)


V2
V3
V4
V5
21 gram 18 gram 17 gram 19 gram

Perbandingan nilai bahan bakar yang dikonsumsi (fcm) dari masing-masing


buner yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.1

66

Gambar 4.1 Grafik bahan bakar yang dikonsumsi (fcm)


Dari gambar 4.1 dapat terlihat nilai konsumsi bahan bakar terbesar
terdapat pada tempat pembakaran (burner) variasi kedua (V1) dan kemudian
dibawahnya pada variasi kedua (V2), sedangkan konsumsi bahan bakar terendah
atau terkecil terdapat pada tempat pembakaran (burner) variasi pertama (V4). Hal
ini membuktikan bahwa semakin banyak dan besar diameter lubang udara(airwall)semakin tinggi konsumsi bahan bakar bioetonol gelnya. Sedangkan
konsumsi bahan bakar pada tempat pembakaran (burner) variasi kelima (V5)
lebih tinggi dari V3 dan V4, yaitu 19 gram diakibatkan karena lubang udara(airwall) yangterlalu kecil juga tidak mempengaruhi konsumsi bahan bakar bioetanol
gel pada tempat pembakaran (burner)lama dan apinya kecil. Jadi batas minimum
lubang udaranya adalah 2,5 mm terlihat pada variasi keempat (V4).

4.2.2

Perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa


pembakaran selama tahap uji ( cc)
Perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakaran

selama tahap uji ( cc), dapat dihitung dengan persamaan (3.2) berikut :

cc = cc k

67

Dimana :
cc =Perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakaran
selama tahap uji (gram)
cc

= Berat sisa pembakaranbahan bakar (gram)

=Berat tempat pembakaran (burner) (gram)

cc
K

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :


= 14 gram
= 12 gram, maka:

cc (V1)

= 13 12 gram
= 1 gram

Kemudian lanjutkan perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran


(burner) (sisa pembakaran) selama tahap pengujian ( cc), dari pengujian variasi
pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data keseluruhan hasil
perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner) (sisa pembakaran)
selama tahap pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.2 berikut:
Tabel 4.2 Data perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner)
atau sisa pembakaran selama tahap pengujian ( cc)
Variasi Tempat Pembakaran (burner)
V1
V2
V3
V4
V5
Nilai ( cc)
1 gram
2 gram 2 gram
3 gram
3 gram
Perbandingan nilai perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa
pembakaran selama tahap pengujian ( cc), pada masing-masing tempat
pembakara (burner)yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.2.

68

Gambar 4.2 Grafik perubahan dalam tempat pembakaran (burner)selama


tahap pengujian (cc).
Dari gambar 4.2 diatas menunjukan perubahan dalam tempat pembakaran
(burner) atausisa pembakaran terkecil terjadi padavariasi pertama (V1) sebesar 1
gram. Sedangkan yang terbesar terjadi pada variasi keempat (V4) dan kelima (V5)
sebesar 3 gram. Jadi, semakin kecil lubang udarab semakin besar juga sisa
pembakaranya, begitu juga sebaliknya.
4.1.3

Bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)


Bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd), dapat dihitung dengan

persamaan (3.3) berikut :

fcd

f cd f cm 1 1.12 m 1.5 c c

Dimana :
= Bahan bakar setara

yang dikonsumsi (gram)


fcm
= Bahan bakar yang dikonsumsi (gram)
m
= Kadar air bahan bakar (% )
cc

=Perubahan dalam tempat pembakaran (burner) atau sisa pembakaran


selama tahap uji (gram)

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh:


fcm
= 25 gram
m
= 7,33 %
cc = 1 gram, maka :
fcd (v1) = 25 gram (1-(1,12*7,33/100)) 1,5*1 gram

69

= 21,4476 gram
Kemudian lanjutkan perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd),
dari pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data
keseluruhan hasil perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi kompor
bioetanol gel dapat dilihat di table 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Data perhitungan bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)
V1
Nilai fcd (gram)

21,4476

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
16,2759

13,5222

11,1044

V5
12,9401

Perbandingan nilai bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd) dari masingmasing tempat pembakaran(burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Grafik bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)


Dari Gambar 4.3 dapat terlihat bahan bakar setara yang dikonsumsi (fcd)
tertinggi terjadi pada variasi pertama (V1), hal ini dikarenakan diameter lubang
udara paling besar yaitu 5 mm, sehingga komsumsi bahan bakarnya paling tinggi.
Jadi, semakin besar luabang udara burner dibuat semakin besar juga tingkat
konsumsi bahan bakar setaranya (fcd). Sedangkan untuk variasi burnerkelima (V5)
nilai (fcd) lebih tinggi dari V4 dikarenakan lubang udara terlalu kecil atau

70

melewati batas lubang udara minimum yaitu (2,5 mm) sehingga lubang udara
tidak terlalu mempengaruhi konsusmsi bahan bakar normal (tanpa lubang udara).
4.1.4

Air yang menguap (w cv)


Air yang menguap (w cv),dapat dihitung dengan persamaan (3.4) berikut :

w cv Pci Pcf
Dimana :
w cv = Air yang menguap (gram)
Pcf = Berat Bejana (panic ) dengan air setelah uji (gram)
Pci = Massa Bejana (panci) dengan air sebelum tes ( gram)
Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :
= 900 gram
Pci = 958 gram, maka :
w cv (v1) = 958-900 (gram)
= 58 gram
Pcf

Kemudian lanjutkan perhitungan air yang menguap (w cv),dari pengujian


variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data keseluruhan hasil

perhitungan perubahan dalam tempat pembakaran (burner) (sisa pembakaran)


selama tahap pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.2 berikut:

Tabel 4.4 Data perhitungan air yang menguap (wcv)


V1
Nilai wcv
(gram)

58

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
37

59

62

V5
64

Perbandingan nilai air yang menguap (wcv) dari masing-masing tempat


pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.4.

71

Gambar 4.4 Grafik air yang menguap (wcv)


Dari Gambar 4.4 dapat dilihat grafik tingkat penguapan tiap tempat
pembakaran (burner). Semakin besar api yang dihasilkan dan bahan bakar yang
dikonsumsiburner, semakin rendah tingkat penguapanya. Hal ini bisa terlihat pada
tempat pembakaran (burner) versi kedua (V2) hingga versi pertama (V5) nilai
penguapanya terus meningkat dari 37-64 gram. Sebaliknya semakin rendah nilai
konsusmsi bahan bakar, dan bagus krakteristik api (full biru), semakin tinggi
penguapan air yang terjadi. Sedangkan pada variasi pertama (V1) terlihat sedikit
berbeda karena api yang dihasilkan biru dan merah sehingga meningkatkan nilai
air yang menguap.

4.1.5

Air yang tersisa di akhir uji (wcr)


Air yang tersisa di akhir uji (wcr), dapat dihitung dengan persamaan (3.5)

berikut :

w cr Pcf P
Dimana :
wcr = Air yang tersisa di akhir uji (gram)
Pcf = Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
P = Berat kering Bejana kosong (gram)
Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :

72

Pcf = 900 gram


P = 558 gram, maka :
wcr (v1) = 900-558 (gram)
= 342 gram
Kemudian lanjutkan perhitungan air yang tersisa di akhir uji (w cr), dari
pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data
keseluruhan hasil perhitungan air yang tersisa di akhir uji (wcr)selama tahap
pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Data perhitungan air yang tersisa di akhir uji (wcr)

Nilai wcr (gram)

Variasi Tempat pembakaran (burner)


V1
V2
V3
V4
342
343
341
338

V5
336

Perbandingan nilai yang tersisa di akhir uji (wcr) dari masing-masing


tempat pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Grafik air yang tersisa di akhir uji (wcr)


Dari Gambar 4.5 Menunjukkan grafik penurunan air yang tersisa diakhir
uji (wcr). Dari burner variasi pertama (V1) hingga burner variasi kelima (V5) nilai
air yang tersisa setelah uji terus mengalami penurunan, hal ini diakibatkan oleh
diameter lubang udara pada burner terus mengecil dan apinya dominan biru dari

73

V2 hingga V5. Berbeda dengan burner variasi pertama (V1), walaupun diameter
lubang udara lebih besar dari burner V2, tapi nilai (wcr) lebih rendah dikarenakan
api yang dihasilkan tidak full biru (merah+biru). Jadi, bentuk api yang dihasilkan
juga sangat mempengaruhi nilai air yang tersisa diakhir uji (wcr).
4.1.6

Durasi fase ( tc)


Durasi fase ( tc), dapat dihitung dengan persamaan (3.6) berikut :

t c = tcf - tci

Dimana :
tc = Durasi fase (menit)

tcf

= Waktu di akhir tes (menit)

tci

= Waktu di awal tes (menit)


Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :

tcf

= 0:05:31.2

tci

= 0:00:00.0, maka :
tc (v1) = 0:05:31.2 0:00:00.0
= 5 menit 31.2 detik
5,5 menit
Kemudian lanjutkan perhitungan durasi fase ( tc) dari pengujian variasi
pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data keseluruhan hasil
perhitungan durasi fase ( tc) pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di
table 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Data perhitungan durasi fase ( tc)
V1
Nilai
tc(menit)

5,5

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
6,5

10.5

13,5

V5
17,5

74

Perbandingan nilai durasi fase ( tc), dari masing-masing tempat


pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.6.

Gambar 4.6 Grafik durasi fase ( tc)


Dari Gambar 4.6 dapat memperlihat, semakin besar diameter lubang udara
pada tempat pembakaran (burner) semakin rendah nilai durasi fase ( tc)
bahan bakar yang dihasilkan. Tempat pembakaran (burner) variasi pertama
(V1) durasi fase ( tc) nya paling renndah karena diameter lubang udaranya
paling besar, yaitu 5 mm, sedangkan durasi fase ( tc) nya paling tinggi karena
diameter lubang udaranya paling kecil yaitu 2 mm.
4.1.7

Efisiensi termal (hc)


Efesiensi termal (hc), dapat dihitung dengan persamaan (3.7) berikut :
hc

4,186 Pci P Tcf Tci 2260 wcv


fcd LHV

Dimana :
hc = Efisiensi termal
Pci = Massa Bejana (panci) dengan air sebelum tes ( gram)
P
= Berat bejana panci kosong (gram)
Tcf = Suhu air setelah diuji (C)
T ci
= Suhu awal air (C)
wcv
= Air yang menguap (gram)
f cd
= Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
LHV = Nilai kalor bersih (Lower Heating Value) (kJ/kg)

75

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh


:
Pci = 958 ( gram)
P
= 558 (gram)
Tcf = 92 (C)
T ci
= 25 (C)
wcv
= 58 (gram)
f cd
= 21,4476 (gram)
LHV = 3992,875 (cal/g) = 16.717,36905 kJ/kg, maka:
h c=

4,186 ( 958558 ) ( 9225 ) +2260 (58)


21,44763992,875 cal/ g

4,186 kJ
2260 kJ
( 0,4 kg ) (67 C )+
( 0,058 kg)
kg
kg
h c=
0,0214476 kg16.717,36905 kJ /kg
h c=

243,2648
358,5474

h c=0,67847

Kemudian lanjutkan perhitungan Efesiensi termal (hc), dari pengujian


variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data keseluruhan

hasil perhitungan efesiensi termal (hc) pengujian kompor bioetanol gel dapat
dilihat di table 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Data perhitungan Efesiensi termal (hc)

Nilai (hc)

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V1
V2
V3
V4
V5
0,67847
0,62798 0,61102 0,6173
0,60822

Perbandingan nilai efesiensi termal (hc), dari masing-masing tempat


pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.7

76

Gambar 4.7 Grafik efesiensi termal (hc)


Dari Gambar 4.7 terlihat nilai efisiensi termal (hc) tertinggi tiap
burnerterdapat pada variasi tempat pembakaran (burner) pertama (V1) sebesar
0,67847

(67%), dan terendah terdapat pada burner variasi pertama (V5),

artinya semakin kecil diameter lubang udara yang dibuat semakin rendah nilai
efisiensi termal (hc)bahan bakarnya.
4.1.8

Laju pembakaran (rcb)


Laju pembakaran (rcb), dapat dihitung dengan persamaan (3.8 ) berikut :

rcb

fcd
t ci t cf

Dimana:
rcb = Laju pembakaran ( gram/min)
f cd = Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)

tcf

= Waktu akhir tes (menit)

tci

= Waktu awal tes (menit)

f cd

tcf
tci

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh:


= 21,4476 gram
= 0:05:31.2
= 0:00:00.0, maka :

77

r cb =

21,4476 gram
5,5 menit

r cb =3,8995 gram/menit
Kemudian lanjutkan perhitungan laju pembakaran (rcb), dari pengujian
variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data keseluruhan dapat

dilihat di table 4.8 berikut:

Tabel 4.8 Data perhitungan Laju pembakaran (rcb)

Nilai rcb (gram)

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V1
V2
V3
V4
V5
3,8995
2,5039 1,2878
0,8225
0,7394

Perbandingan nilai laju pembakaran (rcb) dari masing-masing tempat


pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.8

Gambar 4.8 Grafik laju pembakaran (rcb)


Dari gambar 4.8 dapat terlihat laju pembakaran tertingi terjadi pada tempat
pembakaran (burner) pertama (V1) dikarenakan konsumsi bahan bakar yang tiggi
dan daya api yang besar, perubahan fase pada variasi pertama ini sangat tinggi
sehingga mengakibatkan laju pembakaranya juga tinggi. Sedangkan laju

78

pembakaran terendah terjadi pada variasi tempat pembakaran (burner) kelima


(V5) selain karena durasi fase yang lama, penguapan air nya juga tinggi.
4.1.9 Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)
Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc), dapat dihitung dengan persamaan
(3.9) berikut :
SC c

f cd
Pcf P

Dimana :
SCc = Konsumsi bahan bakar spesifik((gram) bahan bakar / (gram) air)
f cd = Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
Pcf = Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)
P
= Berat bejana panci kosong (gram)
Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :
f cd = 21,4476 gram
Pcf = 900gram
P
= 558 gram, maka :
21,4476 gram
SC c =
342 gram
SC c =0,06271 ((gram) bahan bakar / (gram) air)

Kemudian lanjutkan perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc),


dari pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data
keseluruhan hasil perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) selama tahap
pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.9 berikut:
Tabel 4.9 Data perhitungan Konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)

Nilai SCc

V1
0,06271

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
V5
0,04745 0,0365
0,03285 0,03851

Perbandingan nilai konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) dari masingmasing tempat pembakaran (burner) yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.9.

79

Gambar 4.9 Grafik konsumsi bahan bakar spesifik (SCc)


Dari gambar 4.9 dapat terlihat konsumsi bahan bakar spesifik terbesar dan
terkecil masing-masing tempat pembakaran (burner). NilaiSCcterendah terdapat
pada variasi (burner) pertama (V4) sedangkan yang tertinggi terdapat pada variasi
pertama (V1). Jadi semakin besar diameter lubang udara burner semakin tinggi
konsumsi bahan bakar spesifik (SCc), begitu pun sebaliknya semakin kecil
diameter lubang udara burner semakin semakin rendah nilai konsumsi bahan
bakar spesifik (SCc) yang dihasilkan. Namun perbedaan terlihat pada variasi
burner kelima, nilai konsumsi bahan bakar spesifik (SCc) lebih tinggi dari variasi
keempat (V4) dikarenakan diameter lubang udaranya terlalu kecil sehingga tidak
mendapat pengaruh dari tekanan udara yang masuk. Selain itu juga pengaruh dari
nilai konsumsi bahan bakar spesifik(SCc) dan Bahan bakar setara dikonsumsi
(f cd).
4.1.10 Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h)
Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h), dapat dihitung dengan
persamaan (3.10) berikut :

fcd
75
T
SC

c ;
Dimana
Pcf P Tcf Tci
SC T h = Konsumsi
spesifik Temp-dikoreksi((gram) bahan bakar / (gram) air)
f cd = Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
Pcf
= Berat bejana (panci) dengan air setelah uji (gram)

80

P
Tcf
T ci

= Berat bejana panci kosong (gram)


= Suhu air setelah diuji (C)
= Suhu awal air (C)

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :


f cd = 21,4476 gram
Pcf = 900gram
P
= 558 gram
Tcf = 92 C
T ci = 25 C, maka :
21,4476 gram
75
342 gram
T
SC h =
67
SC T h =0,062711,119
T

SC h =0,07017 ((gram) bahan bakar / (gram) air)


Kemudian lanjutkan perhitungan konsumsi spesifik Temp-dikoreksi
(SC T h), dari pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk
data keseluruhan hasil perhitungan Konsumsi spesifik Temp-dikoreksi (SC T h)
selama tahap pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.10 berikut:
Tabel 4.10 Data perhitungan konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h)

Nilai SC T h

V1
0,07017

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
V5
0,05157 0,04504
0,03732 0,04185

Perbandingan nilai konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h)dari masingmasing tempat pembakaran (burner)yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.10

81

Gambar 4.10 Grafik konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h)


Dari gambar 4.10 dapat terlihat grafik konsumsi spesifik tempe-dikoreksi
(SC T h)yang dihasilkan masing-masing variasi tempat pembakaran(burner). Nilai
konsumsi spesifik tempe-dikoreksi dari yang tertinggihingga yang terendah
terdapat pada variasi pertama (V1) dan variasi keempat (V4). Jadi, semakin besar
diameter lubang udara semakin besar juga nilai konsumsi spesifik temp-dikoreksi
(SC T h) yang dihasilkan. Sebaliknya, semakin kecil diameter lubang udara yang
dibuat pada burner semakin kecil juga nilai konsumsi spesifik temp-dikoreksi
(SC T h) yang dihasilkan burner. Sedangkan untuk nilai konsumsi spesifik tempdikoreksi (SC T h) pada variasi burnerkelima sedikit berbeda karena diameter
lubang udara yang dibuat terlalu kecil sehingga tidak memberikan pengaruh pada
daya api yang dihasilkan. Jadi nilai konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T h)
sama dengan burner tanpa lubang udara (air-wall).
4.1.11 Daya api (Firepower) (FPc)
Daya api (Firepower) (FPc), dapat dihitung dengan persamaan (3.11)
berikut :

FPc

fcd LHV
60 t ci t cf

Dimana :
FPc = Daya api (Firepower) (W)
f cd = Bahan bakar setara dikonsumsi (gram)
LHV = Nilai kalor bersih (Lower Heating Value) (MJ/kg)

82

tcf

= Waktu akhir tes (menit)

tci

= Waktu awal tes (menit)

Pada pengujian tempat pembakaran (burner) variasi pertama, diperoleh :


f cd = 21,4476 gram
LHV = 16.814,730 kJ/kg
tcf = 0.05:31.2
tci = 0.00:00.0, maka :
FPc =

0,0214476 kg16.814,730kJ /kg


605,5

FPc =

360,6356 kJ
330

FP c =1,0928 kW
FP c =1092,8Watt

Kemudian lanjutkan perhitungan daya api

(Firepower) (FPc), dari

pengujian variasi pertama (V1) higga ke variasi kelima (V5), untuk data
keseluruhan hasil perhitungan daya api

(Firepower) (FPc), selama tahap

pengujian kompor bioetanol gel dapat dilihat di table 4.11 berikut:


Tabel 4.11 Daya api (Firepower) (FPc)

Nilai FPc(kW)

V1
1,0928

Variasi Tempat Pembakaran (burner)


V2
V3
V4
V5
0,7017
0,6315
0,2305
0,2072

Perbandingan nilai daya api (Firepower) (FPc), dari masing-masing tempat


pembakaran (burner)yang diuji dapat dilihat pada gambar 4.11.

83

Gambar 4.11 Grafik daya api (Firepower) (FPc)


Dari Gambar 4.11 dapat terlihat grafik nilai daya api (Firepower) (FPc)
tiap-tiap burner dari yang terbesar hingga yang terkecil. Nilai daya api
(Firepower) (FPc) tertinggi terdapat pada tempat pembakaran(burner)wariasi
pertama (V1), sedangkan yang terendah terdapat pada variasi kelima (V5).
Tingginyadaya api dipengaruhi oleh besar diameter lubang udara (airwall)yang dibuat serta jumlah lubang yang dibuat.Semakin besar dan banyak
lubang udara yang dibuat semakin besar daya api (Firepower) yang
dihasilkan. Begitupun sebaliknya semakin kecil diameter dan sedikit jumlah
lubang udara semakin kecil juga daya api (Firepower) yang dihasilkan.
4.2 Rangkuman Hasil Unjuk Kerja Kompor
Dari hasil perhitungan dan grafik pengujian unjuk kerja kompor bioetanol
gel yang dibuat dapat dirangkum beberapa beberapa hal penting diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Semakin banyak dan besar diameter lubang udara (air-wall)semakin
besar juga nilai dari: (1) bakar yang dikonsumsi (fcm ), (2) bahan bakar
setara yang dikonsumsi (fcd), (3) air yang tersisa di akhir uji (w cr), (4)
laju pembakaran (rcb), (5) konsumsi bahan bakar spesifik (SCc), (6)
konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SC T

), dan (7) daya api

(Firepower) (FPc) yang dihasilkan.


2. Sebaliknya, semakin kecil dan sedikit diameter lubang udara (air-wall)
yang dibuat semakin kecil pula nilai dari: (1) perubahan dalam tempat
84

pembakaran (burner) selama tahap pengujian ( cc), (2) air yang


menguap (wcv), (3) durasi fase ( tc ), dan (4) efesiensi termal (hc)
yang dihasilkan.
3. Diameter lubang udara yang terlalu kecil seperti yang terdapat pada
variasi tempat pembakaran (burner) kelima dengan

2 mm

tidak

memberikan pengaruh dari udara yang masuk, artinya burner variasi


kelima sama dengan hasil unjuk kerja kompor (burner) tanpa lubang
udara. Hal ini dapat dilihat dari grafik hasil pengujian nilai bahan
bakar yang dikonsumsi (fcm ), bahan bakar setara yang dikonsumsi
(fcd), efesiensi termal (hc), konsumsi bahan bakar spesifik (SCc),
konsumsi spesifik temp-dikoreksi (SCTh).
4. Warna api biru bercampur merah yang dihasilkan oleh variasi tempat
pembakaran (burner) pertama (V1) dapat mempengaruhi nilai air yang
menguap (wcv) dan air yang tersisa di akhir uji (w cr), sehingga berbeda
dari variasi burner lainya yang berwarna full biru.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diperoleh dari pengujian ini adalah
sebagai berikut:
1. Pembuatan prototype dan pengujian kompor bioetanol gel dengan bahan
material dari kaleng minuman (soft drink) bekas berhasil diwujudkan.

85

2. Jumlah volume udara yang masuk ke tempat pembakaran (burner) sangat


mempengaruhi kualitas api bahan bakar bioetanol gel yang dihasilkan.
3. Semakin banyak dan besar diameter lubang udara yang dibuat semakin
boros bahan bakar yang dikonsumsi dan daya api (firepower) kompor
dengan bahan bakar bioetonol gel yang dihasilkan semakin besar.
4. Variasi tempat pembakaran (burner) yang paling efektif dan efisien untuk
diterapkan sebagai kompor bioetanol gel masa depan adalah variasi
tempat pembakaran (burner) pertama (V1), karena paling hemat bahan
bakar, efesiensi termal yang tinggi yaitu

0,67847

(67%), waktu

pendidihanya cepat, apinya biru dan stabil.


5. Bioetanol gel dengan tempat pembakaran (burner) kaleng bekas sangat
cocok untuk keperluan memasak dalam kehidupan sehari-hari terutama
kepada anak kos dan para pecinta alam.
6. Pemamfaatan bioetanol gel sebagai keperluan sehari-hari mendorong
sektor pertanian dan perkebunan demi tersedianya bahan baku bioetanol
gel sehingga dapat mensejahterakan masyarakat, terutama para petani.
5.2 Saran
1. Untuk penelitian selanjutnya bisa digunakan tempat pembakaran (burner)
yang lebih variatif lagi untuk mencari type tempat pembakaran (burner)
yang efektif dan hemat.
2. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektifitas bahan
bakar bioetanol gel dengan gas.
3. Untuk mendukung kelancaran dan akurasi hasil pengujian sebaiknya

dilakukan pemeriksaan dan kalibrasi intrumentasi dan alat ukur setiap kali
ingin melakukan pengujian.

86

Anda mungkin juga menyukai