STEP 3
1. UMN
Susunan piramidal melalui :
- Kortikospinal : Gerak otot tubuh
- Kortikobulbar : Gerak kepala dan leher
Susunan ekrapiramidal
-
LMN
-
2. Perbedaan
- UMN
Hipertonus
Hiperefleksia
Tetrapurespastik
Reflek patologi bertambah
Reflek fisiologi bertambah
Batas jaras : otot sampai dengan vertebra
Atrofi otot tidak ada
Fasikulasi tidak ada
Disebabkan oleh lesi di kawasan piramidal
- LMN
Hipertonus
Hiporefleksia
Tetrapares flaksid
Reflek patologi menurun
Reflek fisiologi bertambah
Batas jaras : Vertebra sampai perifer
Atrofi otot
Fasikulasi
Biasanya kerusakan motor and plate
3. Monoplegia : pemisahan kerusakan diantara perifer dan SSP
Diplegia : kerusakan dikarenakan cerebral palsy
Hemiplegia : Kerusakan otot polos sisi berlawanan dengan paralisis
Quadriplegia : terjadi setelah kerusakan batang otak
4. Hilangnya kontrol
Susah mengedip, susah tersenyum
Saliva meningkat
Rasa baal diwajah dan mata berair
Kehilangan reflek konjungtiva
Ulserasi konjungtiva
Asimetris bentuk wajah
Menurunnya fungsi pengecapan
5. Neuropati : penyakit yang timbul karena kerusakan pada saraf perifer umumnya
berupa degenerasi non inflamasi. Dengan gejala :
- Kelemahan motorik
- Gangguan sensorik
- Ganguan otonom
- Melemahnya otot tendon
Jenis-jenis :
- Paralisis motorik akut
- Paralisis sensorik motorik subakut
- Paralisis sensorik motorik kronis
- Neuropati yang berhubungan dengan penyakit mitokondria
6. A. Pemeriksaan refleks patologis
o Refleks hoffman
o Refleks tromner
o Refleks babinski
o Refleks chaddok
2
o Refleks gordon
o Refleks oppenheim
o Refleks scheffer
B. Pemeriksaan refleks fisiologis
- Refleks patela
- Refleks bisep
- Refleks trisep
- Refleks achilles
- Refleks brachioradialis
STEP 4
1. UMN
- Terdapat digyrus presentralis
Area motorik :
Area 4 : korteks motorik primer
Area 6 : korteks premotorik
Area 8 : daerah mata
- Menyilang :
Kortikospinalis lateralis
- Tidak menyilang :
Kortikospinalis anterior
- Kortikobulbaris meninggalkan otak tengah menuju nukleus saraf cranial ke
nervus V, VII , IX, X, XI, XII.
2. UMN
- Hemiplegia akibat lesi di korteks motoriks primer
- Hemiplegia akibat lesi di kapsula interna
- Hemiplegia alternal lesi akibat hemilesi di batang otak
- Hipertonus di otot felksor lengan
- Hipertonus di otot adduktor bahu
- Hipertonus di otot tungkai
LMN
-
Skema :
4
STEP 5 :
1. Mekanisme pengaturan motorik kasar dan motorik halus
2. Jelaskan mengenai UMN dan LMN ( struktur , perbedaan, penyebab
kelumpuhan tipe UMN dan LMN ) !
3. Manifestasi kelainan sensori / proprio septif dan protopatik pada kelainan
neuro muskular dan hubungan somatostatik
4. Mekanisme patofioligi dan macam macam penyebab neuropati secara gejala
yang timbul
5. Neuropati ( jenis dan contoh )
STEP 6
BELAJAR MANDIRI
STEP 7
1. Meknisme Sistem Motorik Kasar dan Motori Halus
a) Traktus Desendens Medula Spinalis
Neuron neuron motoric yang terletak di columna griseae anteriores
medullae spinale mengirimkan aksonakson untuk mensyarafi otot skelet
melalui radices anteriores nervi spinalis. Neuron-neuron motoric ini
kadang disebut lower motor neuron dan merupakan final common
pathway menuju otot-otot.
5
keberadaannya.
Serabut-serabut
desendens
otonomik
yang
memiliki
ukuran
proporsional
terhadap
fungsi
10
tengah dan berakhir pada columna grisea anterior medullae spinalis region
cervicalis dan thoracica superior.
Tractus corticospinalis lateralis berjalan turun di sepanjang
medulla spinalis; serabut-serabutnya berakhir di columnagrisea anterior
semua segmen medulla spinalis
Sebagian besar serabut tractus corticospinalis bersinaps dengan
neuron penghubung, kemudian bersinaps dengan neuron motorik alfa dan
beberapa dengan neuron motorik gamma. Hanya serabut corticospinalis
yang paling besar yang paling langsung bersinaps dengan neuron-neuron
motorik.
Tractus corticospinales bukan merupakan satu-satunya jaras yang
mengurus gerakan volunter. Selain itu, traktus ini membentuk jaras yang
mengubah kecepatan dan ketangkasan gerakan volunteer sehingga
digunakan untuk melakukan gerakan-gerakan cepat yang tangkas.
Kebanyakan gerakan volunteer dasar yang sederhana dimediasi oleh
traktus desendens lainnya.
(Snell, 2013)
2. UMN( Upper Motor Neuron) dan LMN (Lower Motor Neuron)
1) Upper Motor Neuron (UMN)
a. Struktur UMN
a) Susunan piramidal
Semua neuron yang menyalurkan impuls motorik langsung ke
LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam UMN. Neuron tersebut
merupakan penghuni girus presentralis. Oleh karena itu, maka girus tersebut
dinamakan korteks motorik. Mereka berada di lapisan ke-V dan masing
masing memiliki hubungan dengan gerak otot tertentu. Yang berada di
korteks motorik yang menghadap ke fisura longitudinalis serebri mempunyai
koneksi dengan gerak otot kaki dan tungkai bawah. Neuron neuron korteks
motorik yang dekat dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot
larings, farings, dan lidah. Melalui aksonnya neuron korteks motorik
menghubungi motoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan
motoneuron di kornu anterius medula spinalis. (Mardjono dan Sidharta,
2010)
12
batang
otak,
serabut
serabut
kortikobulbar
13
seolah-olah
diserahkan
kepada
korpus
striatum/globus
striatal
asesorik
ke-1
merupakan
sirkuit
yang
anterior
talami.
Kedua
lintasan
yang
memasukkan
data
eksteroseptif itu dikenal sebagai sistem input sirkuit striatal. (Mardjono dan
Sidharta, 2010)
Sistem output sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan
impuls hasil pengolahan sirkuit striaal ke motoneuron. Impuls yang telah
diproses di dalam sirkuit striatal dikirim ke area 4 dan area 6 melalui globus
palidus dan inti-inti talamik dan pesan pesan striatal itu disampaikan
kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya ditujukan kepada
motoneuron. Akson akson dari neuron di lapisan V korteks area 4 turun ke
batang otak di dalam kawasan jaras frontopontin dan menuju ke nukleus
ruber dan sel sel saraf di formasio retikularis. Serabut serabut rubrospinal
menghubungi baik alfa maupun gama motoneuron yang berada di
intumesensia servikalis saja. Sedangkan serabut serabut retikulospinal,
yang sebagian multisinaptik, sehingga lebih pantas dijuluki serabut retikulospino-spinal, menuju ke alfa dan gama motoneuron bagian medula spinalis di
bawah tingkat servikal. Tercakup juga dalam sistem output adalah lintasan
nigrokolikular dan nigroretikular. Pesan striatal disampaikan ke kolikulus
superior dan formasio retikularis untuk kemudian ditujukan ke motoneuron
16
yang mengatur gerakan kepala sesuai dengan gerakan / posisi kedua bola
mata. (Mardjono dan Sidharta, 2010)
Di tingkat kornu anterius terdapat sirkuitgamma loop, yaitu
hubungan neuronal yang melingkari alfa motoneuron muscle spindelgama/alfa motoneuron. Melalui sistem gamma loop itu tonus otot
disesuaikan dengan pola gerakan tangkas yang diinginkan. (Mardjono dan
Sidharta, 2010)
b. Kelumpuhan UMN
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam :
1.
sebagai
hemiparalisis
atau
hemiplegia.
Kerusakan
yang
dapatlah
dijumpai
sindrom
hemiplegia
alternans
di
okulomotorius
ipsilateral
ikut
terlibat
dikenal
sebagai
sel serabut otot, tetapi corak gerakan otot yang terjadi tidak sesuai dengan
kehendak dan lagipula sifatnya tidak tangkas. Gerak otot tersebut bersifat
reflektorik dan kasar serta masjf. (Mardjono dan Priguna, 2010)
Bilamana terjadi suatu kerusakan pada motoneuron, maka
serabut-serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh
sistem piramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya. Motoeuron dengan
aksonnya merupakan satu-satunya saturan bagi impuls motorik yang dapat
menggalakkan serabut-serabut otot. Maka dari itu, motoneuron dengan
aksonnya dinamakan oleh Sherrington final common path dari impuls
motorik. (Mardjono dan Priguna, 2010)
Tergantung pada jumlah motoneuron yang rusak, otot lumpuh
ringan (paresis) atau lumpuh mutlak (paralisjs) Oleh karena motoneuron
dengan sejumlah serabut otot yang dipersarafinya merupakan satu kesatuan,
maka kerusakan pada motoneuron membangkitkan keruntuhan pada serabutserabut otot yang termasuk unit motoriknya. Otot yang terkena menjadi kecil
(kurus) atau atrofik. Dan di samping itu dapat terlihat juga adanya kegiatan
abnormal pada serabut otot sehat yang tersisa. Kegiatan abnormal itu dikenal
sebagaj fasikulasi. (Mardjono dan Priguna, 2010)
Akson
menghubungi
sel
serabut
otot
melalui
sinaps,
samping
proses
infeksi,
lesi
vaskular
akibat
dapat
berdegenerasi.
Beberapa
25
Jika lesi tersebut menduduki satu segmen saja, lagi pula jika
letaknya di bagian torakal, maka manifestasi motoriknya akan luput
dikenal. Namun gejala sensoriknya, yaitu disosiasi sensibilitas, dapat
ditentukan secara subyektif dan obyektif. (Mardjono dan Priguna,
2010)
4)
melanda
otot-otot
tungkai
proksimal.
Lagi
pula
saraf di pleksus brakialis itu berlanjut ke kawasan bahu dan ketiak sebagai
3 berkas yang dikenal sebagai fasikulus dan merupakan induk saraf perifer
bagi lengan. Berlatarbelakang pada organisasi struktural tersebut di atas,
maka kelumpuhan yang melanda lengan dapat dibeda-bedakan dalam
kelumpuhan lengan akibat lesi di pleksusbrakialis atau di fasikulus atau
pun di saraf perifer. (Mardjono dan Priguna, 2010)
m.infraspinatus,
m.subskapularis,
m.teres
mayor,
jari tangan lumpuh dan tangan juga tidak dapat ditekukkan di sendi
pergelangan tangan. Defisit sensorik dapat ditemukan pada daerah sempit
pada kulit yang memanjang pada samping ulnar dan pergelangan tangan
sampai pertengahan lengan bawah. (Mardjono dan Priguna, 2010)
d. Kelumpuhan akibat lesi di pleksus lumbosakralis
Anyaman pleksus lumbosakralis lebih sederhana dan pada
anyaman pleksus brakialis, oleh karena semua saraf perifer bagi tungkai
merupakan lanjutan langsungnva. Kelumpuhan akibat lesi setempat di
pleksus lumbosakralis sukar dibedakan dan kelumpuhan akibat lesi di
bagian proksimal n.femoralis. n.obturatorius, dan n.iskiadikus, sehingga
pembahasannya dirujukkan pada fasal yang bersangkutan. (Mardjono dan
Priguna, 2010)
Oleh karena manifestasi sensorik akibat lesi di pleksus
lumbosakralis lebih menonjol ketimbang manifestasi motoriknya maka
gambaran penyakitnya akan dibahas dalam fasal mengenai gangguan
sensorik akibat lesi di pleksus lumbosakralis. (Mardjono dan Priguna,
2010)
e. Kelumpuhan akibat lesi di fasikulus
Berbeda dengan penataan pleksus lumbosakraiis adalah pleksus
brakialis, yang tidak langsung bercabang-cabang untuk membentuk
berbagai saraf perifer, melainkan menyusun 3 berkas dulu sebelum
mengeluarkan semua saraf perifer yang mengurusi motorik dan sensorik
lengan berikut jari-jari tangan. Ketiga berkas tersebut dikenal sebagai
fasikulus lateralis, posterior dan medialis sesuai dengan topografinya
terhadap a.aksllaris. Fasikulus posterior merupakan induk n.radiatis dan
fasikulus rnedialis menjadi pangkal n. ulnaris, sedangkan n.medianus
disusun oleh serabut-serahut yang berasal dari fasikulus lateralis.
(Mardjono dan Priguna, 2010)
Lesi di fasikulus lateralis dapat terjadi akibat dislokasi tulang
humerus ke lateral dan menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot
biseps brakial, korakobrakial dan lain-lain otot yang disarafi oleh
n.medianus. kecuali otot-otot intrinsik tangan. (Mardjono dan Priguna,
2010)
32
adalah
n.torakalis
longus.
n.aksilaris,
n.radialis,
n.mukulokutanius
n.medianus dan n.ulnarus.
a)
N. torakalis longus. Saraf perifer ini mendapat serabutserabutnya langsung dari saraf spinal C.5, C.6 dan C.7, tanpa
melalui pembentukan fasikulus terlebih dulu. Kerusakan pada
n.torakalis longus, menimbulkan gejala winging (margo
vertebralis dari tulang belikat tersingkap), ini disebabkan oleh
33
pada
dinding
belakang
toraks, apabila
lengan
anyaman
pleksus
brakialis.
Sebenarnya
pleksus
37
a)
N.femoralis
dibentuk
oleh
serabut-serabut
radiks
obturatum.
Otot-otot
yang
disarafinya
ialah:
38
Penekanan/penarikan
terhadap
n.iskiadikus
oleh
peradangan
yang
melanda
n.iskiadikus
dapat
dan
degenerasi
herediter.
Karena serabut otot rusak. kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
melakukan tugasnya. Di samping itu kontraktilitas dapat diganggu oleh
kelainan biokimiawi tanpa kelainan morfologik yang berarti. Sebagaimana
sudah dijelaskan terlebih dahulu, kegiatan enzim-enzim berperan besar
dalam mekanisme kontraksi otot. Gangguan terhadap sistema enzim
kebanyakn terkait pada unsur-unsur kromosomal. Hal itu berarti bahwa
manifestasi kelainan tersebut ialah herediter. Bagaimana berbagai proses
patologik
bekerja
sehingga
menimbulkan
kelumpuhan
miogenik
kelainan
morfologik
pada
otot
dinamakan
kelumpuhan
kegiatan
enzim-enzirn
yang
berperan
dalam
serabut
otot
berkontraksi
ialah
Creatine
Dejerine
tidak
menunjukkan
pseudohipertrofi,
Kejang
tersebut
ternyata
bukan
kejang
yang
memperlihatkan
penimbunan
mitokondria
pada
garis
Z,
Gambar ujung ujung saraf aferen yang merupakan reseptor di dalam kulit
b.
45
46
c.
nyeri
termasuk
suatu
rangkaian
proses
Proses transduksi
Proses dimana stimulus noxious diubah ke impuls elektrikal
pada ujung nervus. Suatu stimuli kuat (noxion stimuli) seperti tekanan
fisik kimia, suhu dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf perifer (nerve ending) atau organ-organ tubuh
(reseptor meisneri, merkel, corpusculum paccini, golgi mazoni).
Kerusakan jaringan karena trauma baik trauma pembedahan atau trauma
lainnya menyebabkan sintesa prostaglandin, dimana prostaglandin inilah
yang akan menyebabkan sensitisasi dari reseptor-reseptor nosiseptif dan
dikeluarkan zat-zat mediator nyeri seperti histamin, serotonin yang akan
menimbulkan sensasi nyeri. Keadaan ini dikenal sebagai sensitisasi
perifer.
e.
Proses transmisi
Proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai
lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari
perifer ke medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi
sebelum diteruskan ke thalamus oleh tractus spinothalamicus dan
sebagian ke traktus spinoretikularis. Traktus spinoretikularis terutama
membawa rangsangan dari organ-organ yang lebih dalam dan visceral
serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan melibatkan emosi.
Selain itu juga serabut-serabut saraf disini mempunyai sinaps interneuron
47
Proses modulasi
Proses perubahan transmisi nyeri terjadi disusunan saraf
pusat (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara
sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input
nyeri yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses
ascenden yang dikontrol oleh otak. Analgesik endogen (enkefalin,
endorphin, serotonin, noradrenalin) dapat menekan impuls nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis. Dimana kornu posterior sebagai pintu
dapat terbuka dan tertutup untuk menyalurkan impuls nyeri untuk
analgesik endogen tersebut. Inilah yang menyebabkan persepsi nyeri
sangat subjektif pada setiap orang. (Mardjono dan Priguna, 2010)
g.
Persepsi
Hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dari proses
tranduksi,
transmisi
dan
modulasi
yang
pada
akhirnya
akan
melalui
serabut-serabut
yang
tergabung
pada
traktus
i.
dalam
traktus
spinotalamikus
atau
talamokortikalis,
jaluran
nukleus
kuneatus.
Selanjutnya
dipons
dan
medialis
ditingkat
mesensephalon
memebawa
impuls
50
diteruskan
kepada
sel-sel
korteks
somato
sensorik.
Juga
gerakan-gerakan kompleks.
(Sidharta, 2010)
Karena pergeseran-pergeseran miotoma dan dermatoma
maka pola segmentasi tidak tampak lagi dengan jelas pada bagian lengan
dan tungkai. Sesuai dengan perubahan tersebut beberapa saraf spinal pada
tingkat serfikotorakal dan lombo-sakral saling jalin menjalin dan pada
tempat yang lebih jauh dari jaringan tersebut, beberapa cabang dibentuk,
yang menjadi berkas induk dari berbagai saraf perifer. Oleh karena itu tiap
51
saraf perifer dari tungkai dan lengan mengandung serabut dari beberapa
saraf spinal. (Sidharta, 2010)
Kerugian dalam persarafan lengan dan tungkai dapat terlihat
juga pada bagian yang memperlihatkan dermatoma tubuh. Pada sesisi
tubuh digambarkan penataan sermatoma dan pada sisi lainnya didapatkan
kawasan sensorok saraf perifer jalinan yang dibentuk oleh saraf spinal
yang dinamakan pleksus. Yang terdapat pada tingkat serviko thorakal
dinamakan pleksus brachialis oleh karena saraf perifer yang berinduk pada
pleksus tersebut menyarafi lengan. Pada tingkat lumbo saklar terdapat
pleksus lumbo sakralis yang memberikan saraf perifer untuk tungkai.
(Sidharta, 2010)
a. Saraf perifer yang pada pleksus brakialis berinduk
Pleksus brakialis dibentuk oleh belahan anterior saraf spinal
C.5, 6, 7 dan 8 serta hampir untuk seluruhsaraf spinal T.1. Cabang
dari C.5 dan C.6 membentuk trunkus superio, saraf spinal C.7
merupakan truncus medius dan cabang C.8 dan T.1. membentuk
trunkus inferior. (Sidharta, 2010)
Ketiga trunkus terletak di fosa supraklavikularis sedikit distal
dari muskulus skalenus anterior. Cabang-cabang tersebut saling jalin
menjalin. Cabang-cabang anterior trunkus superior dan medianus
(C.5, 6 dan C.7) kemudian tergabung menjadi satu berkas yang
dinamakan fasikulus lateralis. Cabang anterior trunkus medius (C.7)
dan trunkus inferior (C.8 dan T.1) membentuk fasikulus medialis.
Cabang-cabang pesterior ketiga trunkus tersebut di atas menyususn
fasikulus posterior. Fasikulus-fasikulus dinamakan medialis, dan
posterior karena kedudukan masing-masing terhadap arteri subklavia,
seperti terlihat pada gambar, ketiga trunkus terletak disamping batang
leher, sedangkan ketiga fasikulus berada di daerah aksila. (Sidharta,
2010)
52
rik
dari 3/5 bagian tengah diurus oleh serabut-serabut yang berasal dari
gabungan fasikulus lateralis dan medialis (n.medianus). hanya bagian
lateral kulit yang menutupi ibu jari dipersarafi oleh serabut yang
berasal dari fasikulus posterior (n. Radialis). Sedangkan 2/5 bagian
medial dari tangan di urus oleh serabut-serabut yang paling panjang
yang terkandung dalam fasikulus medialis (n. Ulnaris). (Sidharta,
2010)
54
femoralis
anterior
(cabang-cabang
pleksus
lumbalis).
2.
iritatif.
Otot adalah peka-nyeri terhadap tekanan, sayatan dan zat kimia
3.
iritatif.
Fasia dan tendon adalah peka-nyeri terhadap tusukan dengan jarum,
tekanan dan zat kimia iritatif. Demikian juga periosteum. Tetapi
4.
5.
6.
osmolalitas.
Pembuluh darah adalah peka-nyeri terhadap perangsangan mekanik
dan kimiawi iritatif. Arteri lebih peka-nyeri dari pada vena dan
kepekaannya berlokasi di adventisia. Banyak serabut sensorik dan
ujung-ujungnya di aringan dalam dan di visera verada di dekat
pembuluh darah. Mungkin sekali nyeri viseral dan nyeri dalam
7.
8.
9.
Nyeri radikular
Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas
di foramen intervertebrale. Berkas tersebut dinamakan saraf spinal.
Baik iritasi pada serabut-serabut sensorik dibagian radiks posterior
maupun dibagian saraf spinal itu membangkitkan nyeri radikular.
Kawasan setiap radiks posterior adalah dermatoma. Pada permukaan
thoraks dan abdomen dermatoma itu selapis demi selapis, sesuai
dengan urutan radiks posterior pada segmen-segmen medula spinalis
C.3 C.4 dan T.3 sampai dengan T.12. tetapi pada permukaan lengan
dan tungkai kawasan dermatomal tumpang tindih oleh karena saraf
spinal tidak langsung menuju ekstremitas, melainkan menyusun
pleksus dan fasikulus terlebih dahulu kemudian menuju ke lengan dan
tungkai. Karena itulah, maka penataan lamelar dermatoma C.5- T.2
dan L.2 S.3 menjadi agak kabur. (Sidharta, 2010)
Segala sesuatu yang merangsang serabut sensorik ditingkat
radiks dan foramen intervertebrale dapat menimbulkan nyeri
radikular, yaitu nyeri yang terasa berpangkal pada tingkat tulang
belakang tertentu dan menjalar sepanjang kawasan dermatomal radiks
posterior yang bersangkutan. Pada adanya herps zoster di T.5
misalnya kawasan dermatoma T.5 itu dapat diungkapkan oleh
gelembung-gelembung herpes yang tersebar pada permukaan kulit.
Dalam pada itu, yang dilandai virus herpes zoster ialah ganglion
spinale T.5. Osteofit, penonjolan tulang karena fraktur, nukleus
pulposus atau serpihannya, tumor dan sebagiannya dapat merangsang
satu atau lebih radiks posterior. Pada tingkat kauda equina radiks
posterior letaknya dekat sat dengan yang lain, sehingga nukleus
polpolus diskus intervertebral antara L.5 dan S.1 dapat menggangu 3
radiks posterior. Dalam hal itu nyeri radikular dapat dirasakan pada
60
itulah
yang
dinamakan
spondilosis.
Osteofit
yang
nyeri sebagai manifestasi neuritik (neuropati). Nyeri neuritis itu berasal dari
bagian saraf perifer yang terjebak/terlibat dalam proses patologik pada tempat
yang dilewati saraf perifer yang bersangkutan. Neuritis itu dinamakan
entrapment neuritis.Manifestasi gangguan saraf perifer sudah barang tentu
bersifat motorik dan sensorik. (Mardjono & Sidharta, 2010)
Transeksi beberapa saraf perifer menimbulkan paresis flasid pada otot
yang disarafi oleh saraf tersebut.Defisit sensorik pada distribusi serabut-serabut
saraf aferen yang terkena, dan defisit otonom.(Baehr & Frotscher, 2014)
Ketika kesinambungan suatu akson terganggu, degenerasi akson dan
selubung mielinnya dimulai dalam beberapa jam atau hari di lokasi cedera,
kemudian berjalan ke arah distal menuruni akson tersebut, dan biasanya selesai
dalam 15-20 hari (disebut degenerasi sekunder atau degenerasi Wallerian).(Baehr
& Frotscher, 2014)
Akson sistem saraf pusat yang rusak tidak memiliki kemampuan
beregenerasi tetapi akson saraf tepi yang rusak dapat beregenerasi, sepanjang
selubung mielinnya tetap intak untuk berperan sebagai cetakan untuk
pertumbuhan kembali akson. Bahkan jika neuron putus total, penjahitan kembali
ujung-ujung saraf yang putus dapat diikuti oleh akson yang beregenerasi dan
restorasi aktivitas fungsional yang hampir lengkap. (Baehr & Frotscher, 2014)
Penyebab kelumpuhan saraf perifer terisolasi yang paling sering adalah
kompresi saraf di titik yang rentan secara anatomis atau daerah leher botol
(sindrom skalenus, carpal tunnel syndrome, cubiti tunnel syndrome, cedera n.
peroneus pada kaput fibula, tarsal tunnel syndrome); cedera traumatiik (termasuk
lesi iatrogenic, misalnya cedera akibat tusukan atau injeksi); dan iskemia
(misalnya pada sindrom kompartemen dan, yang lebih jarang, proses
infeksi/inflamasi). (Baehr & Frotscher, 2014)
a.
Degenerasi Wallerian
Badan sel neuronal memelihara akson melalui aliran
aksoplasma. Bila akson terputus, maka bagian distalnya, termasuk
selubung mielin, mengalami beberapa perubahan yang menyebabkan
disintegrasi struktur serta degradasi kimia yang lengkap. Perubahan juga
terjadi pada badan neuronal. Retikulum endoplasmik kasar mengalami
disagregasi dan badan sel membulat. Sitoplasma mejadi lebih bening dan
62
inti bergeser keperifer sel. Proses ini disebut khromatolisis sentral dan
menunjukkan aktifasi sintesis protein dalam usaha meregenerasi akson.
Protein sitoskeletal dan material lain menuju akson. Puntung proksimal
memenjang 1-3 mm per hari. Sel Schwann didistal daerah yang putus
berproliferasi dan membentuk mielin baru.
Derajat regenerasi dan pemulihan tergantung berapa baik
ujung-ujung yang putus bertemu dan pada luasnya cedera jaringan lunak
serta jaringan parut sekitar area yang putus. Bila rekonstruksi tidak baik,
proliferasi kolagen tidak terkontrol, prosesus sel Scwann dan pertumbuhan
aksonal mengisi celah, membentuk neuroma traumatika. Degenerasi
Wallerian semula dijelaskan pada aksotomi eksperimental. Neuropati yang
khas disertai degenerasi Wallerian adalah yang disebabkan trauma, infark
saraf tepi (mononeuropati diabetik, vaskulitis) dan infiltrasi neoplastik.
b.
Aksonopati Distal.
Degenerasi akson dan mielin dimulai pertama pada bagian
distal akson dan, bila abnormalitas menetap, akson mengalami dies back.
Ini menyebabkan kehilangan sensori (stocking-glove) dan kelemahan yang
khas didistal. Neurofilamen dan organel terkumpul di akson yang
berdegenerasi (mungkin karena terhentinya aliran aksoplasma). Terkadang
akson menjadi atrofi dan hancur. Aksonopati distal yang berat menyerupai
degenerasi Wallerian. Pada tingkat lanjut, terjadi hilangnya akson yang
bermielin. Beberapa neuropati klinis disebabkan obat-obatan dan racun
industri seperti pestisida, akrilamid, fosfat organik, serta larutan industri,
khas dengan aksonopati distal.
Aksonopati distal diperkirakan disebabkan patologi badan
neuronal berakibat ketidakmampuannya memenuhi kebutuhan metabolik
akson. Ini menjelaskan mengapa kelaian dimulai dari bagian yang paling
distal dari saraf, dan akson besar yang memiliki kebutuhan metabolik dan
nutrisi lebih tinggi lebih parah terkena. Namun ini belum terlalu jelas.
Sulit membayangkan badan neuronal yang relatif sangat kecil dapat
memelihara kebutuhan metabolik akson dengan massa yang besar. Selain
63
itu badan sel tergantung pada akson distal serta sinapsnya untuk interaks
trofik yang menjaganya tetap hidup dan berfungsi.
c.
Demielinasi Segmental
Semula dijelaskan pada percobaan keracunan timbal, khas
dengan hancur serta hilangnya mielin pada beberapa segmen. Akson tetap
intak dan tidak ada perubahan pada badan sel. Hilangnya konduksi
saltatori
akibat
demielinasi
segmental
mengakibatkan
penurunan
metakhromatik,
dan
kelainan
Charcot-Marie.
sensasi
posisi
dan
vibrasi
serta
ataksia
sensori.
5.
65
66
67
69
70
Neuropati n. muskulokutaneus
Berkas saraf itu disusun oleh serabut sensorik dan motorik
saraf spinal C5 dan C6.Ia merupakan fleksor utama bagi lengan bawah dan
cabang terminalnya merupakan saraf sensorik yang dikenal sebagai n.
kutaneus antebrakii lateralis. Kawasan sensoriknya adalah permukaan
71
lateral lengan bawah sampai pergelangan tangan (gambar 7). (Mardjono &
Sidharta, 2010)
72
73
Neuropati n. iskiadikus
Perjalanan n. iskiadikus panjang sehingga ia mudah
terjebak dalam proses patologik. Terutama pada trayek pertama, ia dapat
terlibat dalam artritis sakro-iliaka, bursitis piriformis, bursitis trokanterika,
dan bursitis tuber iskii. Adakalanya entrapment neuritis maupun
neuritis primer yang melanda iskiadikus, semuanya menimbulkan
9.
75
Gambar 11. Pola defisit sensorik akibat lesi n. tibialis posterior (A)
dan anterior (B) (Mardjono & Sidharta, 2010)
b.
Polineuropati
Proses patologis yang mengenai beberapa saraf tepi disebut
polineuropati, dan proses infeksi atau inflamasi yang mengenai beberapa saraf
tepi disebut polyneuritis. Polineuropati dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria
struktur-histologis (aksonal, dimielinasi, iskemia-vaskular), berdasarkan sistem
yang terkena (sensorik, motorik, otonom), atau berdasarkan distribusi defisit
neurologis (mononeuropati multipleks, distal-simetrik, proksimal).(Baehr &
Frotscher, 2014)
Segenap saraf perifer terutama pada bagian distal keempat ekstremitas
dapat mengalami gangguan akibat infeksi, intoksikasi, proses imunopatologik,
defisiensi makanan dan sebagainya. Istilah yang digunakan untuk keadaan itu
adalah polineuritis/polineuropati.Gejala utamanya bersifat sensorik melulu
(polineuropati
diabetik)
atau
motorik
melulu
(polineuropati
defiensi
anesthesia pada kedua telapak kaki dan hipestesia atau parestesia pada permukaan
kaki dan tungkau bawah.(Mardjono & Sidharta, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Baehr & Frotscher. 2014. Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi, Fisiologi, Tanda,
Gejala Edisi 4. EGC, Jakarta.
Ginsberg, L. 2011. Lecture Notes: Neurologi 8th Edition. Erlangga Medical Series,
Jakarta.
Mardjono & Sidharta. 2010. Neurologi Dasar Klinis. PT. Dian Rakyat, Jakarta.
Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik. Jakarta : EGC
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta. EGC
77