Anda di halaman 1dari 31

Rangkaian hidrolik

Sebuah diagram rangkaian hidrolik akan menunjukkan bagaimana sebuah rangkaian


hidrolik itu disusun atau dibangun.
Setiap bagian dari sebuah rangkaian hidrolik akan digambarkan sebagai simbol (lambang) dan
akan dihubungkan satu dengan lainnya sesuai dengan perencanaan atau design yang
diinginkan. Pipa-pipa penghubung antara satu bagian dengan bagian lainnya akan digambarkan
sebagai sebuah garis.
Tahap-tahap fungsi masing-masing bagian dari sebuah sistem hidrolik dapat dilihat dari diagram
rangkaian hidroliknya (circuit diagram). Biasanya juga tersedia daftar langkah kerja setiap bagian
dari rangkaian hidrolik tersebut, sehingga dengan mudah dapat diketahui waktu kerja dari setiap
bagian dengan tepat.
Kalau diperhatikan dari beberapa diagram rangkaian hidrolik, maka akan dijumpai bermacammacam variasi langkah kerja (switching sequences) sebuah rangkaian hidrolik. Ini adalah bagian
dari pengembangan pemakaian sistem hidrolik.
1. Sistem Hidrolik Sederhana (Simple Hydraulic System)
Gambar berikut ini adalah sebuah rangkaian hidrolik yang sangat sederhana. Sebuah
pompa (no.1), yang mempunyai kapasitas pemompaan yang tetap, menghisap fluida dari sebuah
tanki reservoir dan mengirimkan fluida tersebut keseluruh rangkaian hidrolik. Pada posisi netral
katup pengatur manual (manually directional control valve, no.4), fluida hidrolik akan bersirkulasi
bebas tanpa bertekanan dari pompa kembali ke tanki reservoir. Adanya dua buah pegas pada sisi
kiri dan kanan katup pengatur, memaksa katup pengatur berada pada posisi netral.
Apabila katup pengatur (no.4) digerakkan kekanan (pada posisi panah yang sejajar), maka fluida
akan masuk kedalam ruangan piston dari silinder (no.5). Maka piston rod akan bergerak keluar
atau kekanan.
Kecepatan gerak piston rod tergantung pada aliran dari pompa dan ukuran dari piston (luasan
penampang piston).
Gaya yang terjadi pada piston rod, tergantung pada luasan penampang piston dan tekanan kerja
sistem. Tekanan kerja sistem maksimum dan pembebanan sistem hidrolik dapat diatur pada
katup pengatur tekanan (pressure relief valve no.3).

Rudy Soenoko

Gambar 1. Rangkaian hidrolik sederhana

Pneumatik 2012

Tekanan sesungguhnya yang tersedia untuk mengatasi tahanan yang harus diatasi dapat dibaca
pada alat pengukur tekanan (pressure gauge no.6).
2. Sistem hidrolik dengan katup pengatur arah yang dihubungkan seri
Apabila

pada

sistem hidrolik sederhana,

yang

telah

dibicarakan

sebelumnya,

ditambahkan satu atau lebih katup-katup pengatur, maka ada satu sistem yang disebut dengan
"series switching sequence". Sistem ini adalah sistem yang menghubungkan saluran kembali
(ke tanki) pada katup pengatur pertama kepada saluran masuk katup pengatur kedua.
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Perlu

Gambar 2. Sistem hidrolik dengan katup pengatur arah seri


diperhatikan disini, bahwa sistem ini kerjanya sangat terbatas. Yang dimaksudkan dengan sangat
terbatas disini adalah, bahwa silinder-silinder harus bekerja bergantian, karena katup-katup
pengaturpun harus bekerja bergantian. Kalau beroperasi bersama-sama maka gerakan dari
masing-masing silinder akan kacau, karena tekanan dan kecepatan fluida terganggu.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

3. Sistem hidrolik paralel dengan beberapa katup pengatur arah.


Sebuah variable displacement pump (no.1), dimana kapasitas pemompaannya bisa diatur
oleh sebuah motor pengatur (no.2), menghisap fluida dari tanki dan mengirimkannya kepada
sistem hidrolik yang dihubungkan dengan pompa tersebut.
Saluran ini terbagi menjadi tiga cabang, dimana silinder-silinder 8, 9 dan 10 akan dilayani oleh
katup-katup pengatur 5, 6 dan 7.
Katup-katup pengatur dan silinder-silinder dihubungkan secara parallel. Pada contoh gambar
diatas, katup 5 dan katup 6 mempunyai port P, port A, Port B dan port T, dimana masing-masing
katup adalah pada kedudukan netral. Katup pengatur 7 mempunyai port P dimana kedudukan
katup adalah pada posisi kanan.
Sistem tekanan yang diatur pada katup pengatur tekanan (pilot operated valve no.3), sangat
membantu kerja katup pengatur.
Dengan menekan tombol dari katup pengatur arah 3/2 (no.4), tekanan kerja didalam rangkaian
hidrolik dapat dibaca pada alat pengukur tekanan.
Sebuah double acting telescopic cylinder 8, sebuah differential cylinder 9 yang dilengkapi dengan
sebuah constant cushioning pada bagian pistonnya, dan sebuah silinder tunggal berpegas balik
10 adalah silinder-silinder yang akan dioperasikan pada rangkaian ini. Sistem hubungan parallel
ini memungkinkan bergeraknya (bekerjanya) beberapa silinder pada saat yang bersamaan.
Inipun kalau kapasitas fluida dan tekanan fluida yang dipompakan kedalam sistem ini mencukupi.
Kalau kebutuhan tekanan dan kapasitas fluida kerja tidak tercukupi maka kerja dari silindersilinder tersebut akan bekerja berdasarkan tekanan fluida dan kapasitas fluida yang ada. Ini
berarati bahwa silinder dengan tekanan kerja yang paling rendah akan bergerak dahulu.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Gambar 3. Sistem hidrolik paralel dengan beberapa katup pengatur arah

Bila silinder yang pertama ini sampai pada akhir pergerakannya maka tekanan didalam sistem
akan mulai naik lagi sampai pada tekanan kerja yang dibutuhkan oleh silinder selanjutnya. Oleh
sebab itu silinder-silinder (dalam hal ini piston rodnya) akan bergerak bergantian sesuai dengan
kebutuhan tekanan kerjanya.
4. Sistem hidrolik dengan 3 tingkat pengatur tekanan
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Misalkan didalam suatu sistem hidrolik dibutuhkan tiga tingkat tekanan (misalnya untuk

Gambar 4. Sistem hidrolik dengan 3 tingkat pengatur tekanan

mengatur kecepatan suatu actuator yang bervariasi), maka yang dapat dilakukan adalah dengan
menghubungkan sistem saluran tertentu dengan dua buah pengatur tekanan tambahan atau
dengan pilot valves.
Pilot operated relief valve (pada gambar no.1) dihubungkan dengan salah satu atau kedua relief
valve 3 dan relief vave 4, dimana sistem kerja penghubungannya diatur oleh katup pengatur 2.
Apabila katup pengatur arah 2 ini ada pada posisi netral (ditengah-tengah), maka katup 3 dan
katup 4 akan dihubungkan langsung dengan tanki reservoir. Dimana tekanan sistem hidrolik pada
kondisi ini adalah sesuai dengan tekanan yang diatur oleh katup 1 (pressure relief valve 1).
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Apabila katup pengatur tekanan 3 atau katup pengatur tekanan 4 bekerja, yaitu dengan
mengatur katup pengatur arah kekiri atau kekanan maka katup 3 atau katup 4 akan bekerja
bersama-sama dengan katup no 1. Dalam hal ini tekanan sistem akan mengikuti tekanan yang
lebih kecil. Jadi pengaturan tekanan maksimum harus selalu dilakukan pada katup pengatur
tekanan 1, yang kemudian disusul dengan pengaturan tekanan yang lebih rendah pada katup
pengatur tekanan 3 atau katup pengatur 4.
5. Sistem hidrolik dengan Differential switching Cylinder
(pengaturan gerak maju dan mundur sebuah actuator dengan memanfaatkan perbedaan
penampang).
Istilah "differential switching" bukanlah suatu istilah yang baru dalam dunia hidrolik. Sifat
istimewa dari sirkuit ini adalah selalu diisinya bagian piston no.1 (pada gambar berikut) dengan
fluida bertekanan, sedangkan bagian piston no.2 (pada posisi normal katup pengatur arah 3)
akan selalu dihubungkan dengan tanki reservoir.
Tekanan yang bekerja pada bagian depan dan belakang dari piston inilah yang membedakan
gaya yang bekerja pada masing-masing luasan ini (luasan annulus dan luasan piston/spool),
inilah yang dimaksudkan dengan "differential switching".
Sistem ini dipakai apabila sistem yang bekerja membutuhkan gaya clamping hidrolik sedangkan
pompa yang dipakai adalah pompa yang sekecil mungkin.
Bila piston rod bergerak keluar, maka fluida dari bagian 1 akan keluar melalui pipa saluran 4
dan akan masuk bersama dengan aliran fluida yang dipompakan dari pompa
kedalam bagian spool atau bagian silinder no 2.
Yang perlu diperhatikan adalah gaya yang bekerja pada piston rod maupun gaya yang bekerja

pada bagian spool (no.2), sebab tekanan yang bekerja pada rod adalah selisih tekanan antara
tekanan yang bekerja pada piston area dengan luasan annulus.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Gambar 5. Sistem hidrolik dengan Differential switching Cylinder

Apabila dipilih perbandingan 1:2 antara luasan annulus dengan luasan piston, maka keuntungan
tambahan yang akan didapatkan adalah kecepatan maju dan kecepatan kembali dari piston rod
yang sama besarnya.

6. Sistem hidrolik dengan double shut-off pada satu silinder


Apabila sebuah silinder hidrolik harus dapat bekerja untuk dua arah gerakan (kekiri dan
kekanan) dan bisa berhenti pada suatu posisi gerakan tertentu (mis. setengah dari seluruh
perjalanan lengkap piston rod), maka dibutuhkan dua buah check valve untuk menahan posisi
rod pada posisi yang diinginkan tersebut. Satu dipasang sebelum saluran
masuk port A, dan yang satu lagi dipasang pada saluran masuk port B.
Pada posisi katup pengatur seperti terlihat pada diagram (pada posisi netral), piston rod tidak bisa
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

digerakkan baik kekiri maupun kekanan, sekalipun diberikan gaya dari luar.
Masing-masing check valve ini dengan rapatnya akan menahan aliran fluida balik, dimana
bekerjanya check valve ini tergantung gaya luar yang mempengaruhinya. Apabila gaya luar
menekan piston rod kekiri, maka check valve sebelah kiri yang bertugas untuk menahan aliran
balik. Demikian pula sebaliknya. Yang perlu diingat adalah, apabila katup pengatur berada pada
kedudukan netral maka saluran masuk ke check valve kiri maupun saluran masuk check valve
yang kanan harus dihubungkan dengan tanki reservoir, agar tekanan didalam kedua saluran
masuk tidak mengganggu kerja spool didalam double check valve.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Gambar 6. Sistem hidrolik dengan double shut-off pada satu silinder


7. Sistem hidrolik yang dilengkapi dengan Backpressure valve dan Check valve.
Apabila sebuah beban atau gaya mempengaruhi sebuah silinder (actuator) secara terus
menerus, maka kedudukan piston rod pada silinder harus dijaga agar posisinya tidak

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Gambar 7. Sistem hidrolik dengan Backpressure valve dan Check valve.

10

berubah dikarenakan kebocoran pada katup pengatur. Pencegahan pertama adalah dengan
memasangkan pilot operated check valve 1 pada saluran kembali.
Selain check valve 1, sebuah backpressure valve (dimana katup ini terdiri dari sebuah check
valve dan sebuah pressure relief valve yang dipasang secara parallel) harus pula dipasangkan
seperti tertera pada gambar diatas. Dimana tekanan maksimum katup ini adalah sekitar 10%
lebih besar dari beban yang harus ditahan. Ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh hydraulic
backpressure, yaitu tekanan yang terjadi pada saluran balik dikarenakan adanya gaya beban
pada piston rod. Piston rod akan bergerak kebawah apabila bagian A dari piston diberikan
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

11

tekanan fluida. Kecepatan gerak turun diatur oleh flow control valve 3. Check valve yang
dipasang secara paralel dengan control valve ini memungkinkan gerakan piston kembali dengan
cepat.
8. Sistem hidrolik dengan pengatur tekanan yang berbeda pada dua buah silinder dalam
gerakan maju dan mundur.
Yang dimaksudkan dengan judul diatas adalah pengaturan gerak dari dua buah silinder
(actuator) yang berbeda waktu gerak maju dan mundurnya. Dalam gerakan maju, actuator kedua
tidak akan maju sebelum actuator pertama selesai menempuh seluruh lintasannya. Demikian
pula gerakan kembalinya, sekali lagi, actuator kedua tidak akan bergerak kembali sebelum
actuator pertama kembali sepenuhnya pada posisi semula.
Contoh yang paling tepat untuk rangkaian ini adalah proses chucking dan proses boring.
Sistem ini dipakai untuk meyakinkan bahwa benda kerja betul-betul dipegang oleh chuck
sebelum proses pengeboran dilakukan.
Katup pengatur disini yang dipakai adalah dari jenis 4/2 dengan sistem operasi pedal.
Kedudukan awal kedua actuator (untuk chucking dan boring) adalah pada kedudukan piston rod
didalam silinder (inside position). Apabila katup pengatur dipindahkan posisinya (dengan
menginjak pedal pengatur) maka port P akan berhubungan dengan port B sedangkan port A akan
langsung dihubungkan dengan tanki (port T).
Minyak akan mengalir langsung kedalam silinder untuk chucking melalui katup pengatur tekanan
2. Piston rod untuk chucking bergerak keluar. Saluran yang menuju silinder untuk boring ditahan
oleh katup pengatur tekanan 3.
Apabila rod untuk chucking telah mencapai posisi ackir, maka tekanan didalam saluran akan naik
(tekanan didalam chucking silinder diatur oleh katup pengatur tekanan 2). Tekanan didalam
sistem, (dari pompa ke pengatur tekanan) akan naik terus sampai pada tekanan yang diatur pada
katup pengatur tekanan 3. Apabila tekanan telah mencapai tekanan katup 3 ini maka katup
pengatur tekanan 3 ini akan terbuka, yang selanjutnya akan menggerakkan rod didalam boring
silinder. Kecepatan gerak rod ini diatur oleh katup 5 (flow control valve).

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

12

Gambar 8. Pencekaman dan pengeboran sistem hidrolik


Untuk gerak kembali, urutan kerjanya harus sebaliknya. Chucking silinder tidak bisa melepaskan
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

13

benda kerjanya sebelum rod pada boring kembali ke posisi semula (piston rod masuk didalam
silinder). Dengan melepaskan pedal pengatur maka katup pengatur 1 akan kembali pada
kedudukannya yang semula, dan awal gerakan kembali akan dimulai. Minyak akan segera
mencapai silinder untuk boring dimana hubungan dengan silinder chucking terisolir oleh katup
pengatur tekanan 4.
Saat rod pada boring silinder selesai melakukan perjalanannya, maka tekanan sistem akan naik.
Apabila tekan sistem mencapai tekanan yang telah diatur pada katup pengatur tekanan 4 maka
katup akan membuka hubungannya dengan silinder chucking, dan rod pada silinder chucking
akan kembali pada posisi masuk.
Didalam sistem ini, pompa yang dibutuhkan adalah pompa dari jenis "self priming pressure
compensated dengan variable stroke", dimana tekanan maksimum operasi diatur dari pompa ini.
9. Sistem hidrolik mesin press dengan memanfaatkan Prefill Valve dan Fast Forward
Cylinder.
Mesin-mesin press biasanya membutuhkan gaya yang besar, oleh sebab itu pada
umumnya yang dibutuhkan adalah silinder-silinder dengan volume yang besar. Dalam hal ini
Prefill valve dipakai untuk menghindari pemakaian pompa berukuran besar yang sangat mahal
harganya. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa "Prefill Valve" ini adalah sejenis pilot operated
valve berukuran besar.
Cara kerjanya adalah sbb:
Pertama-tama posisi lengan press berada diatas. Gerakan lengan press akan kebawah apabila
katup pengatur 4/3 (no.6) bekerja pada kedudukan panah bersilang, dimana tekanan minyak
akan menggerakan kedua silinder no.1 (fast forward cylinder). Fluida minyak yang dibutuhkan
untuk mengisi silinder yang besar didapatkan dari tanki 3 melalui pilot operated check valve 4.
Sesudah lengan press menyentuh benda kerja, maka gaya reaksi pada rod silinder akan
bertambah besar dan tekanan didalam sistem akan naik. Katup pengatur tekanan 5 akan
membuka dan fluida dari katup pengatur akan masuk kedalam silinder press yang besar. Pada
kondisi ini ketiga luasan piston akan mendapatkan tekanan maksimum. Prefill valve akan tetap
tertahan pada kondisi menutup terhadap tanki reservoir atas.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

14

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

15

Gambar 9. Sistem hidrolik mesin press dengan memanfaatkan Prefill Valve dan Fast Forward
Cylinder

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

16

Pada gerakan kembali (keatas), piston pada silinder yang besar tidak akan bertekanan (bagian
A). Pada saat itu juga, port x pada prefill valve akan bertekanan (karena dihubungkan dengan
saluran tekanan balik), dan katup pada preffil valve akan membuka, sehingga minyak dapat
dialirkan kembali ke tanki 3.
10. Sistem hidrolik untuk keseimbangan beberapa silinder hidrolik

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

Gambar 10. Sistem hidrolik untuk keseimbangan beberapa silinder hidrolik

17

Sistem yang dipakai ini disebut dengan "Bowden Cable". Sistem ini sangat baik dan sangat
membantu, sekalipun sistem ini cukup mahal.
Dua buah silinder (seperti dalam contoh gambar dibawah ini), yang mempunyai ukuran
yang sama dengan tambahan piston rod pada sisinya yang lain, dipasangkan secara seri. Oleh
sebab itu gerakan kedua silinder ini akan sama, kalau silinder pertama bergerak kebawah maka
silinder kedua akan bergerak kebawah pula, demikian pula sebaliknya. Yang menjadi masalah
untuk sistem hubungan seri ini adalah, kalau terjadi sedikit kebocoran maka salah satu silinder
tidak akan bekerja/bergerak sampai pada akhir geraknya. Untuk mengatasi akibat/pengaruh yang
tidak bisa dihindari ini, dibuatlah sebuah sistem yang tertera pada diagram diatas. Yaitu sistem
"Bowden Cable" untuk mengatasi kebocoran dengan melakukan penambahan oli bertekanan
melalui suatu katup pengatur tambahan (katup pengatur 4/3, no.2). Ada dua kemungkinan
terjadinya perbedaan gerakan dari kedua piston.
a. Apabila piston pada silinder kiri bergerak keatas karena katup pengontrol 1 diletakkan pada
kedudukan kiri, maka silinder sebelah kanan akan bergerak keatas. Diharapkan kedua
silinder ini akan sama-sama mencapai puncak silinder masing-masing. Apabila piston kiri
telah mencapai akhir gerakkannya (dan menyentuh limit switch 3 bagian atas), sedangkan
piston kanan belum mencapai puncaknya, maka ini berarti ada kekurangan fluida diantara
kedua silinder.
Solenoid a pada katup pengatur 2 akan bekerja, dan memberikan tambahan fluida oli bertekanan
kedalam saluran diantara kedua silinder. Solenoid ini akan mengakhiri kerjanya
(mengembalikan posisi katup pengatur 2 pada posisi netral), setelah piston rod sebelah
kanan menyentuh limit switch 4 bagian atas. Apabila gerakan kedua piston selalu sama
sampai pada akhir lintasannya, maka katup pengatur 2 tidak diaktifkan sama sekali.
b. Apabila piston pada silinder kanan bergerak kebawah karena katup pengontrol 1 diletakkan
pada kedudukan kanan, maka silinder sebelah kiripun akan bergerak kebawah.
Diharapkan kedua silinder ini akan sama-sama mencapai dasar silinder masing-masing.
Apabila piston kiri telah mencapai akhir gerakkannya (dan menyentuh limit switch 3
bagian bawah), sedangkan piston kanan belum mencapai akhir gerakkannya, maka ini
berarti ada kelebihan fluida diantara kedua silinder.
Solenoid b pada katup pengatur 2 akan bekerja, dan akan membuka check valve 5, sehingga
kelebihan fluida diantara kedua silinder bisa dialirkan kembali kedalam tanki. Solenoid b
ini akan mengakhiri kerjanya (mengembalikan posisi katup pengatur 2 pada posisi netral),
setelah piston rod kanan menyentuh limit switch 4 bagian bawah. Bila gerakan kedua
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

18

piston selalu sama sampai pada akhir lintasannya, maka katup pengatur 2 tidak aktif lagi.
11. Kontrol sinkronisasi berdasarkan pada tekanan minyak kembali
Rangkaian hidrolik yang disajikan berikut ini adalah sebuah kontrol sinkronisasi untuk
sebuah mesin bending yang menggunakan 3 buah roll.
Sebagai contoh, dua buah roll silinder (lihat diagram) bisa diatur kearah horisontal, sedangkan roll
silinder yang atas bisa digerakkan kearah vertikal. Dengan

sistem ini, sinkronisasi

(keseimbangan) akan didapatkan dengan melepaskan


fluida kembali ke tanki reservoir dari silinder yang
sedang dalam kondisi aktif. Dalam rangkaian ini
silinder 12 dan 13 masing-masing dilayani oleh sebuah
pompa (pompa 1 dan pompa 2), sehingga masingmasing mendapatkan pemasukkan minyak bertekanan
dari sumber yang berbeda. Masing-masing silinder
tidak bisa mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Pelepasan fluida kembali dilakukan melalui katup
pengatur 14.
Pada operasi normal, katup pengatur harus mengatur
perbedaan yang terjadi karena:

1. perbedaan aliran dari kedua pompa


2. adanya kebocoran pada masing-masing rangkaian
3. adanya perbedaan kelonggaran pada bantalan
Arah gerakan dari silinder diatur oleh katup pengatur 8 dan 9, Katup pengatur tekanan 10 dan 11
dipakai sebagai backpressure valve, untuk menahan turunnya piston rod karena beratnya sendiri.
Ketepatan penyeimbangan (sinkronisasi) tergantung pada kepekaan menentukan kesalahan
(error diagnosis). Kalau kita perhatikan diagram, maka terlihat bahwa lengan 15 akan dipakai
untuk mengatur katup 14. Gerakan lengan 15 ini dihubungkan dengan peralatan sinkronisasi 16
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

19

(yang terdiri dari sebuah rantai atau sebuah pita baja) yang diatur kerjanya dan dihubungkan
sedemikian rupa dengan roller, seperti terlihat pada gambar rangkaian hidrolik.
Apabila salah satu silinder masih tetap bergerak maju (dimana seharusnya silinder ini sudah
berhenti bergerak pada kedudukan tertentu), maka peralatan sinkronisasi 16 akan bergerak
sesuai dengan gerakan yang dilakukan oleh silinder. Gerakan ini mempengaruhi lengan 15 yang
pada akhirnya akan mengaktifkan katup pengatur sinkronisasi 14, sehingga saluran minyak
bertekanan yang masih mempengaruhi gerakan silinder maju akan dihubungkan langsung
dengan tanki dan gerakan silinder maju akan terhenti bahkan cenderung akan kembali pada
kedudukan normal.
Kembalinya keposisi normal ini bisa disebabkan karena tekanan balik silinder itu sendiri atau
karena pengaruh sinkronisasi dari silinder yang lainnya (tergantung pada lengan 15 yang akan
mempengaruhi kerja katup 14).
Misalnya, piston rod sebelah kanan bergerak terus maju (arah keluar silinder), maka peralatan 16
akan mengangkat lengan 15 dan menekan katup pengatur 14 pada posisi B berhubungan
dengan P.
Pengaturan sinkronisasi ini bekerja untuk dua arah. Kerja alat ini akan lebih baik apabila pengatur
kerjanya diatur dengan sistem rangkaian listrik (dengan memanfaatkan limit switch sebagai
sensor sentuhnya). Demikian pula untuk pengaturan katup 8 dan 9 sebaiknya dipakai sistem
pengatur listrik.
12. Fork Lift Control
Rangkaian yang disajikan adalah berupa control block (ini terlihat dari batas block berupa
garis dashdot).
Block ini terdiri dari 3 katup pengatur yang dipasang parallel.
Katup pengatur 1 adalah untuk silnder yang mengangkat carrier.
Katup pengatur 2 adalah untuk tilting (memiringkan bagian pengangkat). Sedangkan katup
pengatur 3 adalah untuk penggerak penjepit carrier.
Apabila katup pengatur (6 way valves) pada posisi netral, maka aliran akan melintasi ketiga katup
pengatur ini tanpa tekanan (dimana P dihubungkan langsung ke tanki T).
Sebuah pembagi aliran (no. 5) dipasangkan pada saluran P. Alat ini membagikan aliran fluida ke
katup pengatur 2 dan 3 terpisah dari katup pengatur 1.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

20

Gambar 13. Kontrol sinkronisasi berdasarkan pada tekanan minyak kembali


Cara ini dipakai untuk memisahkan aliran fluida antara 1 dengan 2 dan 3. Sebagai contoh
misalkan katup pengatur 2 hanya membutuhkan kecepatan rendah sedangkan katup pengatur 1
tetap membutuhkan kecepatan tinggi, maka dengan adanya pembagi aliran ini masing-masing
bisa bekerja dengan kecepatannya masing-masing. Sistem ini biasanya dipakai untuk rangkaian
hidrolik yang mempunyai pompa yang berkemampuan sangat terbatas.
Pembagi tekanan ini menjamin aliran fluida tidak mengganggu katup pengatur satu dengan yang
lainnya.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

21

Gambar 13. Fork Lift Control


10. Katup Pengatur Arah (Directional Control Valve)
Katup pengatur arah adalah peralatan yang banyak dipakai pada sebuah peralatan yang
melibatkan sebuah rangkaian hidrolik. Katup pengatur arah ini adalah salah satu peralatan yang
minimum harus ada pada sebuah rangkaian hidrolik. Sebuah rangkaian hidrolik sederhana sudah
dapat dipastikan akan mempunyai sebuah katup pengatur arah, karena peralatan ini mutlak
dibutuhkan untuk suatu rangkaian hidrolik. Sebagai gambaran sebuah rangkaian hidrolik
sederhana minimal antara lain harus mempunyai peralatan, pompa hidrolik, tanki reservoir,
simple check valve, katup pelepas tekanan (pressure relieve valve), katup pengatur arah dan
sebuah silinder hidrolik (actuator). Bagian-bagian yang telah disebutkan ini dapat dilihat pada
diagram rangkaian hidrolik pada gambar 2.1. yaitu diagam rangkaian hidrolik sederhana.

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

22

Gambar 15. Lambang katup pengatur arah 4/3, sistem manual


Katup pengatur arah ada bermacam-macam jenis dan bentuknya dimana jenis dan bentuk ini
akan keperluan pada pemakaiannya. Sebagai contoh sebuah katup pengatur arah jenis 4/3 (4/3
Directional Control Valve), katup ini mempunyai 4 saluran penghu-bung yaitu port A yang akan
dihubungkan dengan saluran bagian depan silinder hidrolik, port B yang akan dihubungkan
dengan bagian belakang silinder hidrolik, port P yang akan dihubungkan langsung dengan
pompa hidrolik dan port T yang dihubungkan dengan tanki reservoir. Katup ini mempunyai 3
macam posisi arahan, yaitu posisi arah kiri, posisi arah kanan dan posisi netral. Gambar 2.14.
menunjukkan gambar sebuah katup pemgatur arah 4/3 (4 saluran penghubung dan 3 posisi
arahan) yang dioperasikan secara manual, sedangkan Gambar 2.15. adalah lambang dari
peralatan tersebut.
Telah disebutkan diatas bahwa ada beberapa jenis dan bentuk katup pengatur arah antara lain
adalah katup jenis 4/2, 3/2, 6/3 dan tentunya sistem pengoperasiannya yang antara lain adalah
sistem manual, sistem pedal dan sistem elektromagnetik atau solenoid.
2.3. Dasar Teori yang digunakan.
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

23

Untuk menelaah lebih lanjut tentang beberapa gejala yang berhubungan dengan
pengujian yang dilakukan, maka berikut ini adalah teori-teori yang dipergunakan.
Directional control valve adalah perlengkapan suatu sistem hidrolik yang akan mengatur arah
gerakan suatu silinder hidrolik. Gerakan silinder akan dapat difungsikan optimal apabila semua
faktor yang berhubungan dengan desain sistem hidrolik ini diperhitungkan dengan setepat
mungkin. Karena tugas directional control valve ini adalah untuk mengatur gerakan silinder
hidrolik, maka apa yang terjadi didalam katup ini harus diketahui sedalam mungkin. Salah satu
faktor yang mempengaruhi aliran fluida didalam katup ini ialah koefisien hambatan . Koefisien
hambatan ini yang akan mempengaruhi kerugian energi aliran yang melalui katup tersebut.
Hubungan antara koefisien hambatan dan kerugian energi aliran dapat ditunjukkan dalam rumus
kerugian minor berikut ini:

Untuk silinder hidrolik kriteria utama pada pemilihan silinder hidrolik didasarkan pada:
- Gaya yang dihasilkan (N), berkaitan dengan luas penampang torak (m2) dan
tekanan yang bergerak (Pa).
- Kecepatan Langkah torak, berkaitan dengan volume silinder dan aliran
rata-rata fluida yang masuk silinder.
- Stabilitas mekanik silinder, berkaitan dengan momen tekuk gaya
pembebanan.
Secara sederhana dapat dirumuskan sebagai berikut:
F=P.A
dimana:
F = Gaya yang dihasilkan
P = Tekanan kerja
A = Luasan penampang torak
Apabila kerugian akibat gesekan dimasukkan pada sistem hidrolik maka:

dimana : Aef = luas penampang efektif


hm = efisiensi (%)
Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

24

Katup pengatur tekanan (pressure relief valve) adalah perlengkapan untuk mengatur
start, stop dan arah aliran fluida didalam sistem hidrolik. Tugas yang lain katup pengatur tekanan
ini adalah mengatur tekanan perantara yang dibawa dari pompa atau dari bejana akumulator.
Katup pengatur tekanan ini termasuk dalam jenis katup pengatur tekanan yaitu bagian utama
yang mempengaruhi tekanan atau diatur oleh tekanan. Tujuan dari pengaturan ini adalah agar
tekanan didalam sistem tidak melebihi tekanan yang diijinkan.
Didalam katup pengatur tekanan ini fluida bertekanan mengalir ke dalam pengatur
tekanan dan bekerja tergantung pada diafragma. Pegas yang memberikan gaya tekan dapat
diperbesar atau diperkecil melalui pengaturan baut pengatur yang terdapat pada sisi luar
diafragma. Apabila fluida bertekanan dipakai pada saluran keluar maka gaya tekan akan bekerja
menurut diafragma yang mengecil. Dengan demikian pegas tekan dapat mendorong tangkai
katup ke atas. Fluida bertekanan dapat mengalir melalui penampang lintang yang keluar dari
pengatur tekanan.
2.4. Energi pergerakan fluida dalam pipa
Dari persamaan momentum untuk pergerakan fluida dalam integrasi volume kendali
(control volume), maka persamaan volume kendali untuk konservasi massa adalah sbb:

dimana : e = u + (V2/2) + gz
W s = 0, W shear = 0, W other = 0.
sehingga persamaan energy menjadi :

2.4.1. Koefisien Energi Kinetik


Koefisien energi kinetik didefinisikan sebagai :

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

25

2.4.2. Head Loss


Head Loss yang didefinisikan sebagai hlt adalah sbb:

2.4.3. Perhitungan Head Loss


Head Loss total adalah penjumlahan dari major losses h l yaitu kerugian karena gesekan dan
minor losses hlm, yaitu kerugian karena adanya sambungan, perubahan penampang, adanya
katup dsb. Oleh sebab itu mayor losses dan minor losses akan dihitung atau dipertimbangkan
secara terpisah.
Major Losses (Friction Loss) adalah sbb:

Sedangkan Minor Losses adalah :

dimana koefisien kerugian , hanya akan didapatkan secara percobaan untuk setiap kondisi.
Sebagai contoh minor head loss adalah sbb:

Le = panjang pipa lurus

Rudy Soenoko

Pneumatik 2012

26

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Baumeister, Mark's Standard Handbook for Mechanical Engineering, Mc Graw Hill


Book Company, New York, 1967.
2. Carmichael, Colin, Ken't Mechanical Engineering's Handbook, John Willey & Sons
Inc, London, 1961.
3. Khana, SK, Highway Engineering, Nem Chand and Bross Roorke, 1980.
4. Patient, Peter, Pengantar Ilmu Teknik Pneumatika, Gramedia, Jakarta, 1985.
5. SAE Handbook Vol.2, Parts and Componenets, Society of Automotive Engineers
Inc., Warrendale, 1985.
6. Sugihartono, Drs, Dasar-dasar Kontrol Pneumatik, Tarsito, Bandung, 1985.
7. Sugihartono, Drs, Sistem Kontrol dan Pesawat Tenaga Hidrolik, Tarito, Bandung,
1985.

Rudy Soenoko
MEKAT1/WP51
27

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan penelitian ini.
Adapun materi yang penyusun bahas adalah mengenai :
"PENENTUAN KOEFISIEN HAMBATAN PADA DIRECTIONAL CONTROL VALVE DAN
PRESSURE RELIEVE VALVE".
Dalam penulisan penelitian ini penyusun berusaha semaksimal mungkin untuk menguraikan serta
menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi kita semua dan tak lupa saya sampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat
terselesaikan.

Malang, 17 Februari 1995


Peneliti

Rudy Soenoko
MEKAT1/WP51
28

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR

RINGKASAN

ii

DAFTAR ISI

iii

DAFTAR GAMBAR

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

1.2. Perumusan masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

1.5. Metode Penelitian

BAB II. DASAR TEORI

2.1. Rangkaian Hidrolik

2.2.1. Sistem hidrolik sederhana

2.1.2. Sistem hidrolik dengan katup pengatur arah seri

2.1.3. Sistem hidrolik paralel dengan beberapa katup pengatur

2.2.4. Sistem hidrolik dengan tiga tingkat pengatur tekanan

2.1.5. Sistem hidrolik dengan Differential switching Cylinder 10


2.1.6. Sistem hidrolik dengan double shut-off pada satu silinder

12

2.2.7. Sistem dengan Back Pressure Valve dan Chek Valve 13


2.1.8. Sistem hidrolik dengan pengatur tekanan maju mundur

14

2.1.9. Sistem hidrolik dengan Prefill dan Fast Forward Cylinder 16


2.2.10. Sistem hidrolik dengan sistem keseimbangan
2.1.11. Kontrol sinkronisai tekanan minyak kembali

17
19

2.1.12. Fork Lift Control

22

2.2. Katup Pengatur Arah (Directional Control Valve)

23

2.3. Dasar Teori yang digunakan

24

2.4. Energi pergerakan fluida dalam pipa

27

Rudy Soenoko
MEKAT1/WP51
iii

2.4.1. Koefisien Energi Kinetik

27

2.4.2. Head Loss

27

2.4.3. Perhitungan Head Loss

27

BAB III. PROSEDUR PENELITIAN

29

3.1. Peralatan yang dipakai

29

3.2. Perangkat pendukung

30

3.3. Pelaksanaan Penelitian

31

BAB IV. ANALISA HASIL PENELITIAN

34

4.1. Analisa Hasil Pengukuran Tekanan

34

4.1.1. Data Hasil Pengamatan

34

BAB V. KESIMPULAN

41

DAFTAR PUSTAKA

43

Rudy Soenoko
MEKAT1/WP51
iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar

Halaman

2.1. Rangkaian hidrolik sederhana

2.2. Sistem hidrolik dengan katup pengatur arah seri

2.3. Sistem hidrolik paralel dengan beberapa katup pengatur arah

2.4. Sistem hidrolik dengan 3 tingkat pengatur tekanan


2.5. Sistem hidrolik dengan Differential switching Cylinder

10
11

2.6. Sistem hidrolik dengan double shut-off pada satu silinder


2.7. Sistem hidrolik dengan Back Pressure Valve dan Chek Valve

12
13

2.8. Pencekaman dan pengeboran sistem hidrolik

15

2.9. Sistem hidrolik mesin press dengan memanfaatkan Prefill Valve


dan Fast Forward Cylinder

17

2.10. Sistem Hidrolik untuk keseimbangan beberapa silinder hidrolik


2.11. Kontrol sitem hidrolik cara pengerolan

19
20

2.12. Kontrol sinkronisasi berdasarkan pada tekanan minyak kembali

21

2.13. Fork Lift Control

22

2.14. Katup pengatur arah 4/3. Hand lever operated

24

2.15. Lambang Katup pengatur arah 4/3 sistem manual


3.7. Skema Penahanan Proses Tempering Pada Temperatur 650C

Rudy Soenoko
MEKAT1/WP51
v

24
28

Anda mungkin juga menyukai