Anda di halaman 1dari 25

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI PENGERTIAN
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungan
dengan batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung
empedu. (Doenges, Marilynn, E., 1999)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001).
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu dikandung empedu atau pada saluran
kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol (Williams,2003).
2. EPIDEMIOLOGI/ INSIDEN KASUS
Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensin orang dewasa
lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga
40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah
kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:
a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya
beberapa ton.
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalamn
pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchi kamakoti Child trust
hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, (0,3%)
terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5 mm, dan
56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala asimptomatik
dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).
Distribusi dan frekuensi kolelitiasis berdasarkan tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat. Kasus tersebut
sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Insiden
kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5
juta pria dan 15 juta wanita. Pada npemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu

ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.15 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan
6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap
penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap
penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian
Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Etiologi
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh
perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus
hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu
menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi
pada wanita. (Doenges, Marilynn, E. 1999)
Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.

c. Berat badan (BMI).


Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar
kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu
dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan
berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
4. PATOFISIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT
Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu
supersaturasi
kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu.
Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid
(terutama
lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin.18 Terbentuknya batu empedu
tergantung dari
keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar
kolesterol atau
semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung
empedu jenuh
akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan
dalam bentuk
garam empedu. Dengan

meningkatnya sintesis

dan

sekresi kolesterol,

resiko

terbentuknya empedu
juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis
kolesterol lebih

banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu)


menyebabkan
supersaturasi kolesterol.
2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol
Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam
proses
pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme
di dalam usus
dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut
dalam bentuk
misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin),
garam empedu
dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam
bentuk vesikel.
Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak,
dan supaya
kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya,
sehingga disebut
sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung
empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel
multilapis. Vesikel ini
dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang
terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk
batu
kolesterol.
2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu,
memudahkan
seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan
menyebabkan
stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu
terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin
tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses
pengosongan
cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung
empedu tersebut

sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum.
Beberapa
kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas,
parenteral total
(menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan
diabetes
melitus

PATHWAY (Terlampir)
5. KLASIFIKASI
Tipe Batu Empedu
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:
1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset,
bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena
konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam

darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan
terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan
empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan
empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi
pengendapan.
2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecilkecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam
bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
4. GEJALA KLINIS
Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent stone) tidak
memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala
ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering
menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis akut sering disertai
sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat spesifik. Sekitar penderita
mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik
empedu yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri
tersebut menetap yang menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai
muntah. Pada palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.
Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke
kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu
hati, atau flatulen yang berlangsung lama.

Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal. Di samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa.
5. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata menguning merupakan
suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis
sering ditemukan pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut clay-colored. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan
demam dan menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
PemeriksaanRadiologis
Manfaat

pemeriksaan

endoscopic

retrograde

radiologi

intervensional,

diantaranya:

cholangiopancreatography

dan

Digunakan

pemeriksaan

percutaneous

transhepatic

cholangiography. Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk


mendeteksi choledocholithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi. Merupakan suatu
tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan sepsis.
Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain:6
a. CT Scan Abdominal
b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP)
c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA)
Ultrasonografi
Batu empedu yang terletak di dalam saluran empedu utama (duktus choledochus) akan
menyebabkan timbulnya sumbatan dengan segala gejala-gejalanya. Tetapi bila batunya kecil
belum tentu menyebabkan sumbatan, oleh karena itu sulit dideteksi. Hanya saja batu kecil
tersebut dapat menimbulkan tanda peradangan, atau menimbulkan kolik. Visualisasi batu yaitu
dikelilingi oleh echogenic, ukurannya antara 2 sampai > 20 mm dan bayangannya mungkin
lebih sulit untuk didapatkan daripada batu pada kandung empedu. Selain itu, harus curiga

meningkatnya jumlah batu empedu khususnya jika multipel dan berukuran kecil.
Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan sumbatan, secara USG
akan tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran empedu secara anatomi di depan dan
berjalan sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti ada dua saluran. Diameter
saluran empedu yang normal kurang dari 3 mm, dan diameter saluran empedu utama yang
kurang dari 8 mm. Saluran empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran normal.
Untuk usia dekade di atas 60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm + 1 mm, dan > 10 mm
post-cholecystectomy. Pada choledocholithiasis, akan tampak pelebaran duktus choledochus
dan juga tampak massa gema padat dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain
daripada itu juga terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik dan pembesaran kandung
empedu. Gambaran USG demikian merupakan tanda khas dari cholestacys ekstrahepatal.
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan dinding
hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi
membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian
posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah
suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita
diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah
fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia
tua, di mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih
kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam

harinya

sehingga

kandung

empedunya

berada

dalam

keadaan

distensi.

Foto Polos Abdomen


Pada foto polos abdomen kadang-kadang ditemukan batu yang radioopak. Batu radioopak
merupakan batu pigmen hitam yang bisa dideteksi oleh x-ray, sedangkan batu pigmen coklat
tampak radiolusen dan tidak bisa dideteksi dengan sinar x-ray. Batu berpigmen hitam biasanya
ditemukan pada kandung empedu dan batu berpigmen coklat lebih sering terlihat di saluran
empedu. Oleh karena itu, dilakukan ERCP yang tampak jelas adanya batu di duktus
choledochus. Demikian pula PTC dapat membantu menentukan diagnosis, yaitu akan tampak
batu radiolusen di duktus choledochus. Sering pula ditemukan gambaran batu di kandung

empedu. Sebagaimana diketahui sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung
empedu yang mengalami migrasi.
Computed Tomography (CT)
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi batu, dan
kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan
visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi
dengan akurat adanya tumor obstruktif.
Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama kasus-kasus ikterus obstruksi pada orang
dewasa. 10% populasi didapatkan adanya batu empedu di dalam kandung empedu, akan tetapi
batu ini tidak diartikan penyebabnya adalah obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1%
sampai 3% pasien dengan choledocholithiasis tidak memiliki batu dalam kandung empedu.
Pemeriksaan Cholecystography
Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral cholecystography
ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic
iodinated organic compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi oleh
hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu
kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi.
Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography. Bahan
kontras dipergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran
empedu

termasuk

batu

empedu.

Sampai

saat

ini,

endoscopic

retrograde

cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terapi


choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi
lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan
dengan kelahiran maupun kematian.
ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya)
dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada biliaris memberikan efek yang
sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi
seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan
dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada
di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan
drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan
menempatkan eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan.

Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk
prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan
atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6
hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator
harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.20
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)
MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti
ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP
saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal
tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang
dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak menyebabkan
kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati.
MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang memiliki
kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami
kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki
peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan
sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan pembedahan
gastritis atau kandung empedu.
Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan pemeriksaan
ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD bagian distal atau
kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit batu intrahepatik
yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan needle yang panjang dan besar untuk
dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu
tidak terjadi koagulopati dan ukuran duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan
ini. Antibiotik propipaktik direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan
rata-rata 10 %, dan kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus,
kebocoran kandung empedu, dan cholangitis. Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk
diagnosis choledocholithiasis. Karena pasien dengan choledocholithiasis tidak menimbulkan
gejala atau sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan

kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim
pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya :
Meningkatnya serum kolesterol
Meningkatnya fosfolipid
Menurunnya ester kolesterol
Meningkatnya protrombin serum time
Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum
glumatic-pyruvic

transaminase

dan

serum

glutamic-oxaloacetic

transaminase)

meningkat pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis

atau keduanya.
Menurunnya urobilirubin
Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau

inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.


Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu pankreatitis akut akibat

komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu di duktus utama.


Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.

7. DIAGNOSIS/ KRITERIA DIAGNOSIS


Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin
timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15
menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan
perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita
melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan diagnosa Batu
Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di tangan Ahli Radiologi.
CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran empedu.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit
kuning.
Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik.
Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan
penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
8. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Penanggulangan non bedah
1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik, dan duktus sistik paten.
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974
hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit)
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti
pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang
suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Penanggulangan bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai
sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi

pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan
stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm,
sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
3.

KOMPLIKASI
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar
melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh
sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi
empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa
dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN (DATA SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF)
Anamnesa
1. Identitas Pasien
2. Sejarah/Riwayat
Menentukan berat, ras, jenis kelamin, umur. Riwayat kehamilan, pil KB, esterogen, atau
hormone suplemen. Kecenderungan makan (kesenangan makan) menentukan apakah
dietnya berlebihan lemak dan kolesterol.
Riwayat keluarga : Batu empedu, pengobatan medis, dan operasi
3. Pemeriksaan Umum

a.

Aktivitas dan istirahat:

Subyektif : kelemahan

Obyektif : kelelahan

b.

Sirkulasi :

Obyektif : Takikardia, Diaphoresis

c.

Eliminasi :

Subyektif : Perubahan pada warna urine dan feces

Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atass

urine pekat .
d.

Makan / minum (cairan)

Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.

Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.

Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.

Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).

Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.

Obyektif :

Kegemukan.

Kehilangan berat badan (kurus).

e.

Nyeri/ Kenyamanan :

Subyektif :

Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu. Dirasakan tiba-tiba

Nyeri epigastrium setelah makan.

f.

Respirasi :

Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
g.

Keamanan :

Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan
( defisiensi Vit K ).
4. Pemeriksaan Penunjang

SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat

Bilurubin direk dan indirek meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)

Lekosit meningkat sebagai tanda radang.

Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.

Amylase adalah : suatu enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.

Rontgen

Oral cholecystogram

MRI

CT Scan

USG : adalah yang paling sensitive atau spesifik dan invasive dan tidak mahal.

Untuk mendetksi batu empedu.

ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah

alat endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras
radiopague dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada XRay. Batu pada empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran yang
putih (opak) sekarang ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic
retrograde sphincteromy) dan pengeluaran batu empedu.
B.

Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi,


iskemia jaringan / nekrisis

2.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah,


distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan

3.

Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan


gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri

4.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan berhubungan dengan


salah interpretasi informasi

C.

Intervensi Keperawatan

1.

Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi,

iskemia jaringan / nekrisis


Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi
Kriteria hasil :

Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)

Laporan nyeri terkontrol

Rencana intervensi :
a.
R/

Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri


membantu

mengidentifikasi

nyeri

dan

memberi

informasi

tentang

terjadinya

perkembangannya
b.

Catat respon terhadap obat nyeri

R/ nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi
c.

Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman

R/ posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal


d.

Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)

R/ meningkatkan istirahat dan koping


e.

Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)

R/ mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri


f.

Kompres hangat

R/ dilatasi dingin empedu spasme menurun


g.

Kolaborasi

Antibiotik

Analgetik

Sedatif

Relaksasi otot halus

2.

Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah,

distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan


Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat
Kriteria hasil :

Turgor kulit yang baik

Membran mukosa lembab

Pengisian kapiler baik

Urine cukup

TTV stabil

Tidak ada muntah

Rencana intervensi :

a.

Pertahankan intakke dan output cairan

R/ mempertahankan volume sirkulasi


b.

Awasi tanda rangsangan muntah

R/ muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral menimbulkan


degfisit natrium, kalium dan klorida
c.

Anjurkan cukup minum (1 botol aqua 1500 ml/hr)

R/ mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh


d.

Kolaborasi :

Pemberian antiemetik

Pemberian cairan IV

Pemasangan NGT

3.

Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan

gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri


Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB
Kriteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual muntah
Rencana intervensi :
a.

Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh

R/ mengidentifikasi jumlah intake kalori yang diperlukan tiap hari


b.

Timbang BB sesuai indikasi

R/ mengawali keseimbangan diet


b.

Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi

R/ meningkatkan toleransi intake makanan


c.

Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan

R/ menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan meningkatkan nafsu makan
d.

Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat

R/ berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat
e.

Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan gas

R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan nyeri


f.

Berikan diit rendah lemak

R/ mencegah mual dan spasme

g.

Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak

R/ menunjukkan ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan pencernaan, nyeri gas


h.

Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi

R/ membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen


i.

Kolaborasi :

Nutrisi total

Garam empedu

4.

Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosa, pengobatan berhubungan dengan

salah interpretasi informasi


Tujuan : menyatakan pemahaman klien
Kriteria hasil : Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam pengobatan
Rencana intervensi :
a.

Kaji informasi yang pernah didapat

R/ mengkaji tingkat pemahaman klien


b.

Beri penjelasn tentang penyakit, prognosa, dan tindakan diagnostik

R/ memungkinkan terjadinya partisipasi aktif


c.

Beritahukan diit yang tepat, teknik relaksasi, untuk persiapan operasi

d.

Anjurkan teknik istirahat yang harus dilaporkan tentang penyakitnya

e.

Anjurkan untuk menghindari makanan atau minuman tinggi lemak

R/ mencegah / membatasi terulangnya serangan kandung empedu


f.

Diskusikan program penurunan berat badan

R/ kegemukan adalah faktor resiko terjadinya colesistitis


g.

Kaji ulang program obat, kemungkinan efek samping

R/ batu empedu sering berulang, perlu terapi jangka panjang


Aktivitas dan istirahat: subyektif : kelemahan
Sirkulasi :

Obyektif : Takikardia, Diaphoresis 3.

pada warna urine dan feces

Eliminasi :

Subektif : Perubahan

Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen

atas/quadran kanan atas, urine pekat . 4.


Nausea/vomit.

Obyektif : kelelahan 2.

Makan / minum (cairan) Subyektif : Anoreksia,

Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.

ulang, eruption, flatunasi.

Regurgitasi

Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).

peristaltik, kembung dan dyspepsia. Obyektif :

Kegemukan.

Ada

Kehilangan berat badan

(kurus). 5.

Nyeri/ Kenyamanan : Subyektif :

sampai ke bahu.

Nyeri abdomen menjalar ke punggung

Nyeri apigastrium setelah makan.

Nyeri tiba-tiba dan mencapai

puncak setelah 30 menit. Obyektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot
meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6.

Respirasi : Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak

nyaman. 7.

Keamanan : Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus ,

cenderung perdarahan ( defisiensi Vit K ). 8.

Belajar mengajar : Obyektif : Pada keluarga juga

pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan
gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah. Prioritas Perawatan : a.
Meningkatkan

fungsi

pernafasan.

b.

Mencegah

komplikasi.

c.

Memberi

informasi/pengetahuan tentang penyakit, prosedur, prognosa dan pengobatan Tujuan Asuhan


Perawatan : a.
c.

Ventilasi/oksigenasi yang adekwat. b.

Mencegah/mengurangi komplikasi.

Mengerti tentang proses penyakit, prosedur pembedahan, prognosis dan pengobatan

Diagnosa Perawatan: A.

Pola nafas tidak efektif sehubungan dengan nyeri, kerusakan otot,

kelemahan/ kelelahan, ditandai dengan :


Penurunan vital kapasitas.

Pernafasan tambahan

Kekurangan cairan sehubungan dengan :


Muntah.

Pembatasan intake

waktu beku lama. C.

Takipneu

Perubahan pernafasan

Batuk terus menerus B.

Kehilangan cairan dari nasogastrik.

Gangguan koagulasi, contoh : protrombon menurun,

Penurunan integritas kulit/jaringan sehubungan dengan

Pemasanagan drainase T Tube.


(empedu) ditandai dengan :

Perubahan metabolisme.
adanya gangguan kulit. D.

imformasi.
informasi.

Mis Interpretasi imformasi.

Pengaruh bahan kimia

Menanyakan kembali tentang

Belum/tidak kenal dengan sumber

ditandai : . pernyataan yang salah.


. Tidak mengikuti instruksi.

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


6. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
7. EVALUASI

A. Pengertian

Kurangnya pengetahuan tentang

prognosa dan kebutuhan pengobatan, sehubugan dengan :


imformasi.

Potensial

. permintaan terhadap

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungand engan
batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.
(Doenges, Marilynn, E., 1999)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk
dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001)
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang tersusun dari pigmen dan batu yang tersusun dari
kolesterol.
1. Batu pigmen : kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu-batu ini tidak dapat dilarutkan dan
harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu kolesterol : kolesterol sebagai pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air, kelarutannya
tergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pasien penderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu yang jenuh oleh kolesterol yang
kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu dan menjadi iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer, Suzanne C., 2000)
D. Manifestasi Klinis
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warnaa urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urin gelap, pekat, feses warna tanah liat,
steaforea.

4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual atau muntah, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus,
dispepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadaran kanan atas ditekan
6. Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, berkeringat dan gatal, perdarahan (kekurangan vitamin K)
(Doenges, Marilynn E, 1999)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sinar X-Abdomen
2. Ultrasonografi (USG)
3. Pemeriksaan pencitraan radionukleida atau koleskintografi
4. Kolesistogragi
5. Kolanlopankreatogragi

retrogad

endoskopik

CERCP

Endoscopic

Retrograde

Cholangiopancreatography) : pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang


fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens.
6. Kolangiografi transhepatik perkutan : penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam
percabangan bilier.
(Smeltzer, Suzanne, C. 2001)
7. Darah lengkap : lekositosis sedang
8. Bilirubin dan amilase serum meningkat
9. Enzim hati serum AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH meningkat
10. Kadar protrombin : menurun

11. CT-scan
(Doenges, Marlynn, E, 1999)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk). Fungsinya untuk
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil eter
(MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk memegang dan
menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada
batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat setelah arteri
dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding abdomen pada
umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
(Smeltzer, Suzanne C, 2001)

G. Pathway dan Masalah Keperawatan


Ekskresi

kolesterol

E. coli

bilirubin

Masak

Kristalisasi

kolesterol

dalam

empedu

bilirubin

Bilirubin glukoronis
Terbentuk batu

diubah jadi bilirubin

bebas

Menyumbat

Pergerakan batu

choleduktusistikus

Aliran

Iritasi mukosa empedu

terkonjugasi

Aliran asam empedu

Kontriksi kantong empedu

Distensi kandung empedu

Aktivitas syaraf nyer organ Penumpukan


viseral
dan
aktivitas bilirubin
simpatis

Masuk aliran darah

Motilitas

Sensitivitas syaraf nyeri

Nyeri

bilirubin

lambung

menurun

Menumpuk

subkutis

Pengosongan

pada

lambung

lambat

Merangsang
produksi histamin

Perut terasa penuh

Gatal

Mual

Akumulasi asam

ambung

Iritasi mukosa lambung

Nafsu makan menurun

Resiko

Nutrisi

kerusakan

integritas kulit
kurang

kebutuhan tubuh

dari


Merangsang pusat muntah

Muntah

H. Komplikasi
1. Kolistitis obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koleduktus
2. Peritonitus
3. Ruptur dinding kandung kemih
(Arif Mansjoer, 2001)

Anda mungkin juga menyukai