ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.15 Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan
6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap
penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap
penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian
Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan
3. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
Etiologi
Batu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh
perubahan pada komposisi empedu. Batu empedu dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus
hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu
menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi
pada wanita. (Doenges, Marilynn, E. 1999)
Faktor risiko
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun
mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan:
1. Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
2. Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan
bertambahnya usia.
3. Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.
meningkatnya sintesis
dan
sekresi kolesterol,
resiko
terbentuknya empedu
juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis
kolesterol lebih
sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum.
Beberapa
kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas,
parenteral total
(menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan
diabetes
melitus
PATHWAY (Terlampir)
5. KLASIFIKASI
Tipe Batu Empedu
Ada 3 tipe batu Empedu, yaitu:
1. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset,
bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei. Batu Kolesterol terjadi kerena
konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam
darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan
terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan
empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan
empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi
pengendapan.
2. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecilkecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam
bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
3. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.
4. GEJALA KLINIS
Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi (silent stone) tidak
memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda sumbatan baru memberikan gejala
ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering
menimbulkan sumbatan sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap.
Gejala batu empedu yang dapat dipercaya adalah kolik bilier (cholecystitis akut sering disertai
sumbatan batu dalam duktus sistikus), suatu nyeri yang sangat spesifik. Sekitar penderita
mengeluh nyeri yang letaknya di perut kanan atas berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang
dari 12 jam. Lokasi nyeri bisa juga di kiri dan prekordial. Pada saat serangan timbul kolik
empedu yang intermiten, sehingga membuat gelisah penderita. Kadang-kadang sifat nyeri
tersebut menetap yang menjalar ke punggung dan di daerah scapula kanan, sering disertai
muntah. Pada palpasi teraba nyeri tekan di epigastrium dan perut kanan atas.
Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke
kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu
hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal. Di samping adanya regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa.
5. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata menguning merupakan
suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada choledocholithiasis atau pankreatitis
sering ditemukan pula adanya ikterus, feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut clay-colored. Ekskresi pigmen empedu oleh
ginjal akan membuat urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan
demam dan menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis ascendes.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
PemeriksaanRadiologis
Manfaat
pemeriksaan
endoscopic
retrograde
radiologi
intervensional,
diantaranya:
cholangiopancreatography
dan
Digunakan
pemeriksaan
percutaneous
transhepatic
meningkatnya jumlah batu empedu khususnya jika multipel dan berukuran kecil.
Batu yang terletak di dalam saluran empedu utama yang mengakibatkan sumbatan, secara USG
akan tampak pelebaran saluran empedu. Letak saluran empedu secara anatomi di depan dan
berjalan sejajar dengan vena porta, sehingga tampaknya seperti ada dua saluran. Diameter
saluran empedu yang normal kurang dari 3 mm, dan diameter saluran empedu utama yang
kurang dari 8 mm. Saluran empedu yang melebar diameternya akan melebihi ukuran normal.
Untuk usia dekade di atas 60 tahun dilatasi saluran empedu > 6 mm + 1 mm, dan > 10 mm
post-cholecystectomy. Pada choledocholithiasis, akan tampak pelebaran duktus choledochus
dan juga tampak massa gema padat dengan densitas meninggi disertai bayangan akustik. Selain
daripada itu juga terlihat dilatasi saluran empedu intrahepatik dan pembesaran kandung
empedu. Gambaran USG demikian merupakan tanda khas dari cholestacys ekstrahepatal.
Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan dinding
hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi
membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian
posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah
suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita
diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah
fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia
tua, di mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih
kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam
harinya
sehingga
kandung
empedunya
berada
dalam
keadaan
distensi.
empedu. Sebagaimana diketahui sebagian besar di duktus choledochus berasal dari kandung
empedu yang mengalami migrasi.
Computed Tomography (CT)
CT sensitif dalam mendeteksi kalsifikasi, dilatasi biliaris, menentukan komposisi batu, dan
kadang-kadang kurang sensitif daripada US untuk kalkulus yang memiliki keuntungan
visualisasi pada bagian distal biliaris ketika dikaburkan oleh US. CT bisa juga mendeteksi
dengan akurat adanya tumor obstruktif.
Rata-rata 20% choledocholithiasis terjadi bersama kasus-kasus ikterus obstruksi pada orang
dewasa. 10% populasi didapatkan adanya batu empedu di dalam kandung empedu, akan tetapi
batu ini tidak diartikan penyebabnya adalah obstruksi saluran. Dalam keadaan tertentu, 1%
sampai 3% pasien dengan choledocholithiasis tidak memiliki batu dalam kandung empedu.
Pemeriksaan Cholecystography
Cholecystography sukar menemukan batu di duktus choledochus. Oral cholecystography
ditemukan pertama kali 70 tahun yang lalu dan banyak diadakan perubahan kontras nontoxic
iodinated organic compound diberikan oral yang diserap di dalam usus kecil, diekskresi oleh
hati dan dipekatkan di dalam empedu memberikan kesempatan untuk menemukan batu
kandung empedu yang tidak mengapur sebelum operasi.
Intravenous cholecystography dikerjakan sebagai pengganti oral cholecystography. Bahan
kontras dipergunakan adalah iodipamide (biligrafin yang mengandung iodine 50%).
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit saluran
empedu
termasuk
batu
empedu.
Sampai
saat
ini,
endoscopic
retrograde
Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk
prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan
atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6
hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator
harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine.20
Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)
MRCP adalah sebuah teknik pencitraan terbaru yang memberikan gambaran sama seperti
ERCP tetapi tanpa menggunakan zat kontras medium, instrument, dan radiasi ion. Pada MRCP
saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang karena mempunyai intensitas sinyal
tinggi sedangkan batu saluran empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang
dikelilingi empedu dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosis batu saluran empedu. MRCP merupakan non-invasif dan tidak menyebabkan
kematian, memberikan indikasi yang terbatas terhadap yang diamati.
MRCP memainkan peranan penting atau fundamental untuk diagnosis pasien yang memiliki
kemungkinan kecil adanya choledocholithiasis, situasi ini sama seperti ERCP yang mengalami
kegagalan untuk mendeteksi choledocholithiasis. Sebagai tambahan, MRCP juga memiliki
peranan penting untuk mengkonfirmasi adanya eliminasi choledocholithiasis yang spontan
sesudah ERCP dan sfingterotomi dan pasien suspek choledocholithiasis dengan pembedahan
gastritis atau kandung empedu.
Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
PTC mungkin merupakan pilihan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan pemeriksaan
ERCP (misalnya, dengan pembedahan gastritis atau obstruksi batu CBD bagian distal atau
kurang berpengalamannya operator) dan juga pada pasien dengan penyakit batu intrahepatik
yang ekstensif dan cholangiohepatitis. Maka diperlukan needle yang panjang dan besar untuk
dimasukkan ke dalam duktus intrahepatik dan cholangiografi. Kontraindikasi untuk PTC yaitu
tidak terjadi koagulopati dan ukuran duktus intrahepatik yang normal menyulitkan pemeriksaan
ini. Antibiotik propipaktik direkomendasikan untuk faktor risiko cholangitis. Angka kecacatan
rata-rata 10 %, dan kematian 1%. Komplikasi PTC adalah perdarahan, luka pada duktus,
kebocoran kandung empedu, dan cholangitis. Keberhasilan pemeriksaan ini antara 75-85%.
Pemeriksaan Laboratorium
Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk
diagnosis choledocholithiasis. Karena pasien dengan choledocholithiasis tidak menimbulkan
gejala atau sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan
kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim
pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya :
Meningkatnya serum kolesterol
Meningkatnya fosfolipid
Menurunnya ester kolesterol
Meningkatnya protrombin serum time
Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum
glumatic-pyruvic
transaminase
dan
serum
glutamic-oxaloacetic
transaminase)
atau keduanya.
Menurunnya urobilirubin
Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan laboratorik.
Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus koledokus oleh batu, dan
penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
8. THERAPY/TINDAKAN PENANGANAN
Penanggulangan non bedah
1. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya batu
kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu
baik, dan duktus sistik paten.
2. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974
hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga
batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu yang sempit)
diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti
pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan gelombang
suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya manfaat
pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah
benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Penanggulangan bedah
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
2. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai
sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung empedu
diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi
pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang menandakan
stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm,
sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding dengan batu yang lebih kecil.
Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu
kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini
meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
3.
KOMPLIKASI
1. Kolesistisis
Kolesistisis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar
melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh
sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi
empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa
dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
a.
Subyektif : kelemahan
Obyektif : kelelahan
b.
Sirkulasi :
c.
Eliminasi :
urine pekat .
d.
Obyektif :
Kegemukan.
e.
Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
f.
Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
g.
Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung perdarahan
( defisiensi Vit K ).
4. Pemeriksaan Penunjang
Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.
Rontgen
Oral cholecystogram
MRI
CT Scan
USG : adalah yang paling sensitive atau spesifik dan invasive dan tidak mahal.
ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah
alat endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras
radiopague dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada XRay. Batu pada empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran yang
putih (opak) sekarang ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS (endoscopic
retrograde sphincteromy) dan pengeluaran batu empedu.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
2.
3.
4.
C.
Intervensi Keperawatan
1.
Rencana intervensi :
a.
R/
mengidentifikasi
nyeri
dan
memberi
informasi
tentang
terjadinya
perkembangannya
b.
R/ nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan terjadinya
komplikasi
c.
Kompres hangat
Kolaborasi
Antibiotik
Analgetik
Sedatif
2.
Urine cukup
TTV stabil
Rencana intervensi :
a.
Kolaborasi :
Pemberian antiemetik
Pemberian cairan IV
Pemasangan NGT
3.
R/ menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan meningkatkan nafsu makan
d.
R/ berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang paling tepat
e.
g.
Kolaborasi :
Nutrisi total
Garam empedu
4.
d.
e.
Eliminasi :
Subektif : Perubahan
Obyektif : kelelahan 2.
Regurgitasi
Kegemukan.
Ada
(kurus). 5.
sampai ke bahu.
puncak setelah 30 menit. Obyektif : Cenderung teraba lembut pada klelitiasis, teraba otot
meregang /kaku hal ini dilakukan pada pemeriksaan RUQ dan menunjukan tanda marfin (+).
6.
Respirasi : Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak
nyaman. 7.
pada kehamilan cenderung mengalami batu kandung empedu. Juga pada riwayat DM dan
gangguan / peradangan pada saluran cerna bagian bawah. Prioritas Perawatan : a.
Meningkatkan
fungsi
pernafasan.
b.
Mencegah
komplikasi.
c.
Memberi
Mencegah/mengurangi komplikasi.
Diagnosa Perawatan: A.
Pernafasan tambahan
Pembatasan intake
Takipneu
Perubahan pernafasan
Perubahan metabolisme.
adanya gangguan kulit. D.
imformasi.
informasi.
A. Pengertian
Potensial
. permintaan terhadap
Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya berhubungand engan
batu empedu yang tersangkut pada duktus kistik, menyebabkan distensi kandung empedu.
(Doenges, Marilynn, E., 1999)
Kolelitiasis adalah (kalkulus atau kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung empedu
dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu empedu memiliki ukuran, bentuk
dan komposisi yang sangat bervariasi. (Smeltzer, Suzanne, C. 2001)
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu : batu yang tersusun dari pigmen dan batu yang tersusun dari
kolesterol.
1. Batu pigmen : kemungkinan akan terbentuk bila pigmen yang tak terkonjugasi dalam empedu
mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu-batu ini tidak dapat dilarutkan dan
harus dikeluarkan dengan jalan operasi.
2. Batu kolesterol : kolesterol sebagai pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air, kelarutannya
tergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pasien penderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu yang jenuh oleh kolesterol yang
kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk batu dan menjadi iritan yang
menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer, Suzanne C., 2000)
D. Manifestasi Klinis
1. Aktifitas atau istirahat
Gejala : kelemahan
Tanda : gelisah
2. Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat
3. Eliminasi
Gejala : perubahan warnaa urin dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan atas, urin gelap, pekat, feses warna tanah liat,
steaforea.
4. Makanan / cairan
Gejala : anoreksia, mual atau muntah, regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus,
dispepsia
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan
5. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadaran kanan atas ditekan
6. Pernafasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek, dangkal
7. Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, berkeringat dan gatal, perdarahan (kekurangan vitamin K)
(Doenges, Marilynn E, 1999)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan sinar X-Abdomen
2. Ultrasonografi (USG)
3. Pemeriksaan pencitraan radionukleida atau koleskintografi
4. Kolesistogragi
5. Kolanlopankreatogragi
retrogad
endoskopik
CERCP
Endoscopic
Retrograde
11. CT-scan
(Doenges, Marlynn, E, 1999)
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial, chenofalk). Fungsinya untuk
menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin atau metil tertier butil eter
(MTBE) ke dalam kandung empedu.
Pengangkatan non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk memegang dan
menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL) : gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada
batu empedu yang gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik.
Efek samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu diangkat setelah arteri
dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding abdomen pada
umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
(Smeltzer, Suzanne C, 2001)
kolesterol
E. coli
bilirubin
Masak
Kristalisasi
kolesterol
dalam
empedu
bilirubin
Bilirubin glukoronis
Terbentuk batu
bebas
Menyumbat
Pergerakan batu
choleduktusistikus
Aliran
terkonjugasi
Motilitas
Nyeri
bilirubin
lambung
menurun
Menumpuk
subkutis
Pengosongan
pada
lambung
lambat
Merangsang
produksi histamin
Gatal
Mual
Akumulasi asam
ambung
Resiko
Nutrisi
kerusakan
integritas kulit
kurang
kebutuhan tubuh
dari
Merangsang pusat muntah
Muntah
H. Komplikasi
1. Kolistitis obstruksi pada duktus sistikus atau duktus koleduktus
2. Peritonitus
3. Ruptur dinding kandung kemih
(Arif Mansjoer, 2001)