Anda di halaman 1dari 34

IDUL ADHA

A. Pengertian Idul Adha


Idul Adha terdiri dari dua kata. Pertama, kata

(id) yang dalam

bahasa Arab bermakna `kembali, dari asal kata

(ada). Ini

menunjukkan bahwa Idul Adha ini selalu berulang dan kembali datang
setiap tahun. Ada juga yang mengatakan diambil dari kata

(adah) yang berarti kebiasaan, yang bermakna bahwa umat Islam


sudah biasa pada tanggal 10 Dzulhijah selalu merayakannya.1
Imam Nawawi mengemukakan: Orang-orang menyebutkan bahwa
disebut Id karena ia senantiasa kembali dan berulang. Ada juga yang
berpendapat yaitu karena kembalinya kebahagiaan pada hari itu.2

Ketika para pengikut Nabi Isa tersesat, mereka pernah berniat


mengadakan id (hari raya atau pesta) dan meminta kepada Nabi Isa
agar Allah SWT menurunkan hidangan mewah dari langit.
Mungkin sejak masa itulah budaya hari raya sangat identik dengan
makanan dan minuman. Dan ternyata Allah SWT pun mengkabulkan
permintaan mereka lalu menurunkan makanan.
Firman Allah:

Kemudian Istilah id digunakan di dalam al-Quran yang bermakna


hari raya. Sebagaimana dalam surat al-Maidah diceritakan:

(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putra


Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit
kepada kami?" Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika betulbetul kamu orang yang beriman". Mereka berkata; "kami ingin
memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya
kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami
menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu". Isa putra
Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami
suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari
raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang
datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau;
beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling
Utama". (QS. Al-Maidah; 112-114)

Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu


kepadamu, barang siapa yang kafir di antaramu sesudah (turun
hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan
siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di
antara umat manusia". (QS. Al-Maidah; 115)

Lisaanul Arab, Ibnu Mandlur hal 3185.


Ensiklopedi shalat, Al-Qahtani.

Kata yang kedua adalah Adha. Kata (Adha) ini berasal dari
kata Udlhiyah ( ), yang berarti hewan sembelihan. Kata Udlhiyah
merupakan bentuk jama dari kata Dlahiyah (), disebut juga nahr

() yang bermakna ibadah qurban.


Adapun Qurban berasal dari kata qoruba yaqrubu ( yang
artinya adalah mendekatkan diri yang maksudnya ialah suatu bentuk
ibadah kepada Allah dengan menyembelih hewan tertentu pada hari3
hari tertentu sesuai dengan ketentuan syara. Sebagaimana Firman
Allah:

B. Sejarah Qurban
Ibadah qurban berasal dari syariat Nabi Ibrahim AS. dan beliau
sendiri yang mula-mula melaksanakannya. Beliau bermimpi dan
dalam mimpi itu Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim agar
menyembelih putra kesayangannya Ismail AS. Mimpi itu beliau yakini
sebagai mimpi yang benar yang disampaikan Allah kepadanya.
Karena itu disampaikanlah mimpi itu kepada Ismail AS. Nabi Ismail
pun mempunyai pendapat yang sama dengan ayahnya, bahwa mimpi
itu adalah mimpi yang benar, sehingga perintah Allah untuk
menyembelih dirinya harus dilakukan. Pada saat kedua orang bapakanak ini hendak melaksanakan perintah dengan penuh ketaatan dan
ketundukan kepadaNya, Maka Allah mengganti Ismail as dengan
seekor domba yang besar.
Dalam surat As-Shaaffaat diceritakan:

Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan


Kabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya
mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari
mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Kabil). Ia
berkata (Kabil): "Aku pasti membunuhmu!" Berkata Habil:
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang
yang bertakwa". (QS. Al-Maidah: 27)

Tuntunan Idain dan Qurban PP Muhammadiyah, hal 11

() ()
() ()
()()
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha
bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan
mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis
(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai

Ibrahim,. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu",


sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orangorang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan
yang besar. (QS. As-Shaaffaat; 102-107)

Setelah Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, ibadah


qurban disyariatkan bersamaan dengan perintah melaksanakan
shalat Idul Adha pada tahun pertama sesampai beliau di Madinah.
Perintah melaksanakan ibadah qurban itu dilakukan pada hari raya
Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah). Dengan
melaksanakan ibadah qurban, diharapkan kaum muslimin ingat serta
meneladani ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dalam
melaksanakan perintah-perintah Allah. Di samping itu, dengan
melaksanakan ibadah qurban seluruh umat manusia, laki-laki dan
perempuan, kaya maupun miskin, dewasa maupun anak-anak, dapat
bergembira bersama mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid
selama hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq.
Allah SWT berfirman:


Dari Aisyah ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda Idul Adha
adalah hari ketika orang berbuka dan Idul Adha adalah hari ketika
orang menyembelih (HR. Tirmidzi, Kitab as-Shaum, no. 802)
Ayat dan hadits tersebut di atas merupakan
disyariatkannya berqurban pada hari raya Idul Adha.

dalil

dari

C. Amalan-amalan Sunah di Bulan Dzulhijjah


1. Memperbanyak beribadah pada Sepuluh Hari Awal
Bulan Dzulhijjah.
Rasulullah SAW bersabda:

()()

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang


banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabb mu dan berkorbanlah
(QS. Al Kautsar; 1-2)

Rasulullah SAW bersabda:

Hannad menceritakan kepada kami dari Abu Muawiyah dari al


Amasy dari Muslim dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas RA berkata :
Rasulullah SAW bersabda :Tiada hari-hari yang beramal sholeh di
dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari kesepuluh (awal
Dzulhijjah) ini; mereka berkata :Wahai Rasulullah, (lebih juga) dari
Jihad Fi Sabilillah ?, maka Rasulullah SAW bersabda : (lebih juga)
dari Jihad Fi Sabilillah kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan
hartanya akan tetapi tidak kembali sedikitpun dari apa yang ada
padanya. Hadit ini juga melalui Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah
bin Amr dan Jabir (HR. al Tirmidzi dalam Kitab al Shoum no 688, Abu
Daud dalam Kitab al Shoum no 2082 dan Ahmad dalam Musnad Bani
Hasyim no 1867 dan 2972)
Dari hadits di atas bisa kita pahami bahwasanya pada hari-hari
awal bulan Dzulhijjah adalah waktu yang utama untuk kita
mengerjakan suatu ibadah. Misal: sholat tahajjud, sholat rawatib,
puasa sunah, sedekah dan lain-lain.

2. Bertakbir dan Berdzikir


Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil,
bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak doa.
Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika
bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

Ibnu Abbas RA berkata :Dan berdzikirlah kepada Allah pada harihari yang telah ditentukan yaitu sepuluh hari awal Dzulhijjah, dan
hari-hari yang berbilang yaitu hari-hari Tasyriq. Ibnu Umar RA dan
Abu Hurairah RA keluar menuju ke pasar pada sepuluh hari awal
Dzulhijjah untuk bertakbir dan orang-orang ikut bertakbir dengan
takbir keduanya. (HR. Bukhari dalam Kitab al Jumuah Bab
Keutamaan Beramal pada hari-hari Tasyriq)
Selain itu disunahkan juga untuk bertahlil dan tahmid, dalam
riwayat Ibnu Umar disebutkan:


Tidak ada hari paling agung di sisi Allah SWT dan tidak ada pula
amalan yang disukai Allah di dalamnya kecuali pada sepuluh hari ini
(sepuluh hari awal bulan Dzulhijah), maka perbanyaklah pada harihari itu dengan membaca tahlil (membaca Lailahaillallah), takbir
dan tahmid (HR. Ahmad,Sanad Mukatsirin min shohabah no 5189)

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan

3. Berpuasa Pada Tanggal 9 Dzulhijjah

Puasa Arafah ialah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9


Dzulhijjah, yaitu pada saat kaum Muslimin yang sedang menunaikan
ibadah haji wukuf di Arafah.
Hadits Nabi SAW:



Dari Abu Qatadah bahwasanya Nabi SAW berkata: Puasa hari Arafah
(aku menghitungnya) di sisi Allah bisa menghapus dosa satu tahun
sebelum dan sesudahnya (HR. Tirmidzi, Kitab Shaum, no. 680)

(Sedangkan hadits di atas Kalby riwayatkan dari jalan Abu Shaalih


dari Ibnu Abbas). Imam Hakim berkata, Ia meriwayatkan dari Abi
Shaalih hadits-hadits yang maudhu (palsu).
Kedua : Ali bin Ali Al-Himyari (no. 2) adalah seorang rawi yang
majhul (tidak dikenal).

Adapun untuk puasa tarwiyah, ada riwayat yang menyebutkan:

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih. Asy


Syaukani mengatakan bahwa hadits ini tidak shahih dan dalam
riwayatnya ada perowi yang pendusta. Syaikh Al Albani mengatakan
4
bahwa hadits ini dhoif (lemah).

Oleh karena itu, tidak perlu berniat khusus untuk berpuasa


pada tanggal 8 Dzulhijjah karena hadisnya dhaif (lemah)

Puasa pada hari tarwiyah (8 Dzulhijah) akan mengampuni dosa


setahun yang lalu.(HR. Imam Dailami, Musnad Firdaus, no. 248)
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Dailami di kitabnya Musnad
Firdaus dari jalan:
1.
2.
3.
4.
5.

Abu Syaikh dari :


Ali bin Ali Al-Himyari dari :
Kalby dari :
Abi Shaalih dari :
Ibnu Abbas marfu (yaitu sanadnya sampai kepada Nabi
SAW).

4. Berpuasa dari Tanggal 1-9 Dzulhijjah


Selain berpuasa pada tanggal 9, di lain sisi ada beberapa sahabat
yang mempraktekkan puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah, salah
satunya adalah Ibnu Umar. Ulama-ulama dari tabiin seperti Hasan Al
Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan
berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat
mayoritas ulama.5

Penjelasan: Sanad hadits ini mempunyai dua penyakit.


Pertama : Kalby (no. 3) yang namanya : Muhammad bin Saaib
Al-Kalby. Dia adalah seorang rawi pendusta. Dia pernah mengatakan
kepada Sufyan Ats-Tsauri, Apa-apa hadits yang engkau dengar
dariku dari jalan Abi Shaalih dari Ibnu Abbas, maka hadits itu dusta

Irwaul Gholil , Nashirudin al-Albani, no. 956


Fikih Empat Madzhab, Muhammad bin Abdirrahman Ad-Dimasyqy.

10


Dari Hunaidah bin Khalid dari istinya dari sebagian Istri-istri Nabi SAW
bahwa Rasulullah SAW berpuasa 9 hari awal Dzulhijjah, hari Asyura'
dan 3 hari tiap bulan hijriyah dan hari senin pertama dan kamis setiap
bulan. (HR. Abu Daud kitab Ash-Shoum no 2081)
Dan dalil yang kedua dari pendapat ini (puasa dari tanggal 1
hingga 9 Zulhijah) adalah keumuman pada hadits nabi SAW:


Hannad menceritakan kepada kami dari Abu Muawiyah dari al
Amasy dari Muslim dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas RA berkata :
Rasulullah SAW bersabda :Tiada hari-hari yang beramal sholeh di
dalamnya lebih dicintai Allah daripada hari-hari kesepuluh (awal
Dzulhijjah) ini; mereka berkata :Wahai Rasulullah, (lebih juga) dari

11

Jihad Fi Sabilillah ?, maka Rasulullah SAW bersabda : (lebih juga)


dari Jihad Fi Sabilillah kecuali seorang yang berjihad dengan jiwa dan
hartanya akan tetapi tidak kembali sedikitpun dari apa yang ada
padanya. Hadit ini juga melalui Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah
bin Amr dan Jabir (HR. Tirmidzi dalam Kitab al Shoum no 688)

5. Menjaga Rambut dan Kuku (tidak dipotong) Bagi yang


Akan Berqurban dan Hewan Qurban
Dalil menjaga rambut dan kuku bagi yang akan berqurban, hadits
Nabi SAW:



Dari Ummu Salamah RA berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW
:Apabila kalian telah melihat hilal Dzulhijjah dan hendak berqurban
maka jagalah rambut dan kukunya .(HR. Tirmidzi, no. 1443)
Adapun dalil untuk menjaga rambut dan kuku hewan qurban
adalah:

Rasulullah SAW bersabda :Apabila masuk kesepuluh hari (awal


Dzulhijah) dan sebagian kalian hendak berqurban maka jangan
mencukur rambut dan memotong kuku.(HR. Muslim, Kitab Adlohy, no
3654)

12

Dalam menjaga rambut dan kuku ini, baik bagi hewan maupun
bagi yang akan berkurban adalah semenjak masuk tanggal satu bulan
Dzulhijah, sesuai dengan teks pada hadits di atas.

7. Berqurban
Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk
berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim AS.

6. Shalat Idul Adha


Allah SWT berfirman:
Allah SWT Berfirman:

()
Maka dirikanlah shalat karena Rabb mu dan berkorbanlah (QS. Al
Kautsar; 1-2)

()()
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabb mu dan berkorbanlah
(QS. Al Kautsar; 1-2)
Rasulullah SAW bersabda:

Nabi SAW bersabda:


Dari Ibnu Umar dia bercerita: Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar
mengerjakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha sebelum khutbah (HR.
Bukhari, Kitab Idaini, no 963)
Adapun penjelasannya pada bab tersendiri.

13


Dari Aisyah ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda Idul Fitri
adalah hari ketika orang berbuka dan Idul Adha adalah hari ketika
orang menyembelih (HR. Tirmidzi, Kitab as-Shaum, no. 802)
Inilah beberapa sunah pada bulan Dzulhijah, Intinya, keutamaan
sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja (kecuali
hari Idul Adha ada kekhususan untuk shalat id dan berqurban), tidak
terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat,
sedekah, membaca al-Quran, puasa dan amalan sholih lainnya.Dan
sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut
(sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada
Allah.

14

SHALAT IDUL ADHA


A. Dasar Hukum Shalat Idul Adha
Dasar hukum shalat Idul Adha adalah dari al-Quran, hadits dan
Ijma
Pertama: Yang menjadi dasar hukum dari al-Quran adalah
firman Allah SWT:

B. Adab Sebelum Shalat Idul Adha


Pada hakikatnya, adab sebelum shalat Idul Adha sama seperti
adab sebelum shalat Idul Fitri, hanya saja ada beberapa sedikit
perbedaan yaitu ketika sebelum shalat Idul Fitri disunahkan untuk
makan (sarapan) terlebih dahulu sedangkan pada Idul Adha
disunahkan tidak makan dahulu.
Berikut ini beberapa adab-adab sebelum shalat Idul Adha.

()
Maka dirikanlah shalat karena Rabb mu dan berkorbanlah (QS. Al
Kautsar; 1-2)
Yang masyhur di dalam kitab-kitab tafsir adalah bahwa yang
dimaksud dengan ayat tersebut adalah shalat Ied6
Kedua: Sedangkan dari hadits Nabi SAW adalah apa yang
ditetapkan secara mutawatir bahwa Rasulullah SAW
pernah
mengerjakan shalat Idul Fitri dan juga Idul Adha
Dalam riwayat Ibnu Umar mengatakan:


Dari Ibnu Umar dia bercerita: Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar
mengerjakan shalat Idul Fitri dan Idul Adha sebelum khutbah (HR.
Bukhari, no 963)
6

1. Bertakbir Ketika Pergi Menuju Tempat Sholat Id


Hadits Nabi SAW:


Artinya: Dari Ibnu Umar bahwa ia apabila pergi ke tempat shalat pada
pagi hari Id, beliau bertakbir dengan mengeraskan suara
takbirnya(HR. Asy-Syafii, Musnad Imam SyafiI, Hadits no. 444)

Takbir merupakan ekspresi kesadaran terhadap keagungan asma


Allah dan kenisbian manusia dihadapanNya. Selain itu takbir juga
merupakan penampakan syiar agama. Takbir dilakukan di masjidmasjid, di rumah-rumah, di jalan-jalan baik oleh mereka yang mukim
maupun musafir, sesuai dengan zahir makna dari ayat yang dikutip di
atas yang menganjurkan agar melakukan takbir.

Tafsir al-baghawi, Al baghawi, (IV/560)

15

16

Adapun lafaz takbir:


a.

Allah berfirman:
7

Abdullah bin Masud mengucapkan :


Ibnu Qudamah mengatakan: Yang
8
merupakan pendapat Umar dan Ali
b.

demikian

itu

Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang


terbilang (QS al-Baqarah: 203)
juga

Ibnu Abbas mengucapkan :


c.

Ikrimah berkata: Berdzikir dalam ayat di atas maksudnya adalah


12
bertakbir pada hari Tasyriq setelah shalat fardhu

10

Salman al-Farisi mengucapkan

2. Mandi dan Berhias dengan Memakai Pakaian yang


Bagus dan Wangi-wangian
Orang yang menghadiri shalat Id disunahkan agar mandi,
berpakaian bagus dan berpenampilan rapi, yaitu dengan berhias dan
memakai wewangian. Sesuai dengan riwayat yang menerangkan
bahwa para sahabat mandi terlebih dahulu sebelum shalat id:

Khusus Untuk Idul Adha, takbir terus dikumandangkan hingga


selesai hari tasyriq, yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah.11

Dari Nafi bahwa Abdullah Ibnu Umar biasa mandi pada hari id
sebelum shalat (HR. Imam Malik, dalam kitab al-Muwaththa, kitab
Idain, no 2)
7

Ibnu Abi Syaibah (II/168), Albani mengatakan: Sanad hadits ini shahih

Al-Mughni, Ibnu Qudamah (III/hal. 290)

Sunan al-Kubraa, Al-Baihaqi (III/hal. 315)

10

Adapun memakai pakaian bagus dan wangi-wangian berdasarkan


hadits berikut:

Fathul Baari, Ibnu Hajar (II/hal. 426)

11

Tafsir al-Quran al-Adhim, Ibnu Katsir, (I/244)

17

12

Tafsir al-Quran al-Adhim, Ibnu Katsir, (I/244)

18

3. Tidak Makan (sarapan) Sebelum Shalat Idul Adha


Berbeda dengan Idul Fitri, untuk Idul Adha orang yang hendak
berangkat ke tempat shalat dianjurkan supaya terlebih dahulu untuk
tidak makan (sarapan). Hal ini sesuai dengan hadits Nabi SAW:

Dari Jafar bin Muhammad dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Nabi
SAW selalu memakai burdah (sejenis sorban) yang bercorak (buatan
Yaman) pada setiap Id (HR. asy-Syafii, Musnad Imam SyafiI, Hadits
no. 441)

Rasulullah SAW pada hari Idul Fitri tidak keluar sebelum makan dan
beliau tidak makan pada hari Idul Adha hingga beliau shalat(HR.
Tirmidzi, kitab Idain, no.545)


Dari Hasan cucu Nabi SAW ia mengatakan: kami diperintahkan oleh
Rasulullah SAW untuk pada dua hari raya (Idul Adha dan Idul Adha)
memakai pakaian yang terbaik yang kami punya, memakai
wewangian terbaik yang kami punya(HR. Al-Hakim, sanadnya
terpercaya seperti ditegaskan Ibnu Hajar dalam kitab at-Talkhis)
Perlu diperhatikan bahwa anjuran memakai pakaian yang bagus
bukan berarti bahwa pakaian itu mahal dan mewah, melainkan yang
terpenting adalah kerapian dan kesuciannya. Hari raya bukanlah
arena untuk mempertunjukan perhiasan, kekayaan dan kemewahan,
akan
tetapi
hari
bersyukur
kepada
Allah
SWT
dan
mengagungkanNya. Yang penting disini adalah kekhusukan hati dan
kekhidmatan kalbu dalam meresapi nilai-nilai kemuliaan dan
kegembiraan Idul Adha.

Hal ini juga merupakan pendapat ahlul ilmi, di antaranya adalah


13
Ali RA, Ibnu Abbas dan Imam Syafii.

4. Berangkat ke Tempat Shalat dengan Berjalan Kaki (jika


tempat shalatnya dekat) dan Kembali Melewati Jalan
Lain
Orang yang berangkat shalat Idul Adha hendaknya berjalan kaki
sambil bertakbir dan pulang dari shalat melalui jalan lain dari yang
dilalui ketika ia berangkat.
Hadits Nabi SAW

13

19

Al-Mughni, Ibnu Qudamah, (III/259)

20

Dari Ali bin Abi Thalib ia berkata: Merupakan sunnah bahwa


engkau keluar untuk shalat Id dengan berjalan kaki dan makan
sebelum keluar (HR Tirmidzi, kitab Idain no. 549,ia berkata: ini
hadits hasan)


Dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW apabila keluar untuk shalat
Id, beliau kembali dengan melalui jalan lain dari yang
dilaluinya ketika pergi (HR. Tirmidzi, Kitab Jumat, hadits no.
496)

5. Shalat Id Dihadiri Oleh Semua Umat Islam (keikutsertaan


kaum wanita dan anak-anak)
Shalat Idul Adha adalah suatu peristiwa penting dan hari besar
Islam yang penuh barakah dan kegembiraan. Oleh karena itu
pelaksanaan shalat dihadiri oleh semua orang muslim, besar dan
kecil, laki-laki dan perempuan, bahkan mereka yang pada saat itu
terhalang untuk mengerjakan shalat, yaitu wanita yang sedang haid,
juga diperintahkan oleh Nabi SAW supaya menghadirinya. Hanya
saja mereka ini tidak masuk ke dalam shaf mereka yang sedang
shalat, tetapi berada di luar shaf dan ikut mendengarkan pesan-pesan
Idul Adha yang disampaikan khatib.
Hadits Nabi SAW:


Dari Ummu Athiyyah bahwa ia berkata: Rasulullah SAW
memerintahkan kami supaya mereka keluar pada hari Idul Fitri dan
Idul Adha: yaitu semua gadis remaja, wanita sedang haid dan
wanita pingitan. Adapun wanita-wanita yang sedang haid supaya
tidak memasuki tempat shalat, tetapi menyaksikan kebaikan hari
itu dan panggilan kaum muslimin (mendengarkan khutbah). Aku
bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana salah seorang dari kami
yang tidak mempunyai jilbab (baju kurung)? Rasulullah menjawab:
Hendaklah temannya memimjaminya baju kurungnya (HR.
Bukhari, Nailul Authar, hadits no. 1274)


Dari Abdurrahman berkata: saya mendengar Ibnu Abbas berkata:
Aku keluar bersama Nabi SAW pada Idul Fitri atau Adha. Beliau
pun shalat lalu berkhutbah. Kemudian beliau mendatangi kaum
wanita dan menasehati mereka, mengingatkan mereka dan
memerintahkan mereka untuk bersedekah(HR. Bukhari, Bab
Khuruju ash-Shibyan ila al-Mushalla, hadits no. 975)

C. Waktu Pelaksanaan Shalat Id


Adapun waktu shalat Id adalah setelah matahari terbit dan
meninggi kira-kira setinggi dua galah (kurang lebih 6 meter), yaitu
sekitar setengah jam setelah matahari terbit.

Ibnu Batthal, seorang ahli fikih dan hadits sendiri mengatakan:


Para ahli fikih telah bersepakat bahwa shalat Id itu tidak boleh

21

22

dikerjakan sebelum matahari terbit dan tidak juga pada saat matahari
terbit, tetapi mereka membolehkan pelaksanaannya pada saat
dibolehkannya shalat sunnah (dhuha).14




Dari Jundub ia berkata: Adalah Nabi SAW melakukan shalat Idul
Fitri bersama kami ketika matahari setinggi dua penggalah dan
Idul Adha..(HR. Ahmad, no 5476)
Imam Ibnul Qoyyim berkata: Nabi SAW biasa mengakhirkan shalat
15
Idul Fitri dan menyegerakan shalat Idul Adha
Akhir waktu shalat Id adalah zawalnya (tergelincir) matahari. Imam
Ibnu Qudamah berpendapat: Waktu shalat Id adalah ketika matahari
naik dan berakhir waktu zawal.

D. Pelaksanaan Shalat
1. Tidak Ada Adzan dan Iqamat
Hadits Nabi SAW:


14

15

Dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah mereka berdua berkata:
tidak ada adzan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha (HR. Bukhari,
Bab al-Masyyi wa ar-Rukub ila al-id bighairi adzan wa laa iqamah,
Hadits no 960)

2. Tidak Diawali dan Diakhiri dengan Shalat (sunnah)


Dari Ibnu Abbas berkata: Nabi SAW keluar pada hari raya
kemudian shalat 2 rakaat dan tidak shalat sebelum dan
sesudahnya (HR. Bukhari, Nailul Authar, no. 1291)

3. Imam Membuat Sutrah (pembatas)


Imam hendaknya membuat pembatas di depannya dengan suatu
benda atau batas supaya tidak dilalui orang, sesuai dengan hadits
Nabi SAW:


Dari Ibnu Umar Bahwa Nabi SAW menancapkan tombak di depan
beliau pada hari Idul Adha dan Idul Adha kemudian shalat (HR.
Bukhari, Bab Shalat Ila al-Kharnati Yauma al-Id, no. 972)

Al-Qahtani, Ensiklopedi Shalat, hal 471


Zaadul Maad, Ibnul Qoyyim, , Hal 442

23

24

4. Tata Cara Shalat Id


Jumlah rakaat shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua rakaat.
Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.
Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalatshalat lainnya.
Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak
tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca
Al Fatihah.
Hadits Nabi SAW:


Dari Amr bin Syuaib, dari ayahnya dari kakeknya bahwa nabi
SAW pada hari Id ia bertakbir dua belas kali: tujuh (7) pada rakaat
pertama dan lima (5) pada rakaat kedua (HR. Ahmad, Musnad
Imam Ahmad, no. 6401)
Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut
sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu Umar. Ibnul Qayyim
mengatakan, Ibnu Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi SAW
biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.

25

Mengenai masalah mengangkat tangan ketika takbir tujuh kali dan


lima kali dalam shalat Id ini. Sesungguhnya tidak ada riwayat yang
shahih yang menyebutkan bahwa Nabi SAW mengangkat kedua
tangannya. Ibnu Hazm mengatakan: seseorang tidak mengangkat
tangannya pada takbir-takbir tersebut seperti mengangkat tangan
pada shalat-shalat yang lain.
Akan tetapi pendapat ulama-ulama yang lain mengatakan tetap
mengangkat tangan sebagaimana lazimnya shalat, hal ini didasarkan
kepada keumuman perbuatan Nabi SAW ketika beliau shalat selalu
mengangkat tangan ketika bertakbir. Sesuai yang dipahami
16
Muhammadiyah.
Ibnu Qudamah mengatakan: seyogyanya mengangkat kedua
tangan ketika bertakbir, seperti halnya ketika takbiratul ikhram, inilah
pendapat yang dipegang oleh Atha, al-Auzai, Abu Hanifah, Imam
Syafii dan Imam Ahmad.17
Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak
ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu
Masud, ia mengatakan, Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung
dan memuji Allah.18 Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian
salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,

16

Tuntunan Ramadan dan Idul Adha, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah

17

Al-Mughni, Ibnu Qudamah, (III/356)

18

Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/291).

26

Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan


membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu
alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada rakaat pertama dan surat Al
Qomar pada rakaat kedua. Ada riwayat bahwa Umar bin Al Khattab
pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang
dibaca oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika shalat Idul
Adha dan Idul Fithri. Ia pun menjawab,


...Adalah beliau SAW pada shalat Idul Fitri dan Adha membaca
surat Qaaf dan surat al-Qamar (HR. Muslim, Kitab Jumat, hadits
no. 884)
Boleh juga membaca surat Al Alaa pada rakaat pertama dan
surat Al Ghosiyah pada rakaat kedua. Dan jika hari ied jatuh pada
hari Jumat, dianjurkan pula membaca surat Al Alaa pada rakaat
pertama dan surat Al Ghosiyah pada rakaat kedua, pada shalat ied
maupun shalat Jumat. Dari An Numan bin Basyir, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda

Dari Numan bin Basyir bahwa ia berkata: adalah rasulullah SAW


pada shalat dua hari raya dan pada shalat Jumat membaca
sabbihisma rabbikal alaa dan hal ataaka haditsul ghasyiyah (HR.
Muslim, Kitab Jumat, hadits no 1452)
Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan
shalat seperti biasa (ruku, itidal, sujud, dst).
Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan rakaat
kedua.
Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak
lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai
membaca Al Fatihah.
Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat
lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

E. Khutbah
Setelah selesai melaksanakan shalat Id 2 rakaat, imam langsung
berkhutbah, dan khutbahnya hanya satu kali, yaitu tidak disela
dengan duduk di antara dua khutbah.

27

28

khutbah dua hari raya. (HR. Ibnu Majah, Kitab mendirikan shalat,
hadits no. 1277)

Hadits Nabi SAW.


Dari Abu Umamah ia berkata: aku mendengar khutbah Nabi SAW di
Mina pada hari raya Qurban (HR. Abu Daud, bab Istihbabu alKhutbah yauma an-Nahri, no. 1301)
Dari riwayat-riwayat yang ada tentang masalah khutbah, tidak
terdapat keterangan bahwa khutbah Id itu 2 kali seperti khutbah
jumat. Kesemua riwayat mengisyaratkan bahwa khutbah hari raya
hanya 1 kali. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa khutbah
Id itu adalah satu kali
Khutbah dimulai dengan tahmid, tidak dengan takbir karena tidak
ada riwayat yang shahih yang menerangkan bahwa Nabi SAW
memulai khutbah Id dengan takbir. Semua khutbahnya dimulai
dengan tahmid. Hanya saja dalam khutbah Id memang diperbanyak
menyelingi dengan takbir, akan tetapi tidak dimulai dengan dengan
takbir. Dalam kaitan ini Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengatakan:
Adalah Rasullah SAW memulai khutbahnya dengan Alhamdulillah
dan tidak terdapat hadits yang diriwayatkan dari beliau yang
menerangkan bahwa beliau memulai khutbahnya dengan takbir
Kemudian disunahkan dalam khutbah memperbanyak takbir


Dari Saad al-Muadzin bahwa ia berkata: Nabi SAW bertakbir
disela-sela khutbah, beliau memperbanyak takbir di dalam

29

Hadits ini tidak menunjukan bahwa beliau memulai khutbah


dengan takbir. Memang terdapat perbedaan pendapat mengenai
pembukaan khutbah dua hari raya dan khutbah istisqa. Terdapat
pendapat yang mengatakan bahwa khutbah hari raya dimulai dengan
takbir, ada pula yang menyatakan bahwa khutbah istisqa dimulai
dengan istighfar, dan ada pula yang mengatakan bahwa khutbah hari
raya dimulai dengan tahmid. Ibnu Taimiyyah mengatakan: Pendapat
terakhir ini yang benar.

Hukum Mendengarkan Khutbah Id


Terdapat riwayat yang mengatakan bahwa dahulu sahabat
Marwan berkhutbah sebelum shalat Id dimulai, dengan alasan bahwa
jika khutbah setelah shalat, maka orang-orang tidak mau mau duduk
untuk mendengarkan khutbah, akan tetapi perbuatan sahabat
Marwan ini banyak ditentang oleh sahabat-sahabat yang lain, karena
memang tidak sesuai dengan perbuatan Nabi SAW.
Adapun hukum mendengarkan khutbah, ada riwayat dari Nabi
SAW:




Dari Abdullah bin Saib dia berkata: Aku shalat Id bersama
Rasulullah SAW, setelah shalat beliau bersabda: sesungguhnya
kami akan berkhutbah. Barang siapa yang ingin duduk

30

mendengarkan khutbah maka hendaklah ia duduk, sedangkan


barang siapa yang ingin pergi maka ia boleh pergi (HR Abu Daud,
Hadits no 1024)
Dari riwayat tersebut bisa kita ambil sebuah kesimpulan bahwa
mendengarkan khutbah hukumnya adalah sunah, dan bukan wajib.
Karena dalam riwayat tersebut tidak ada perintah yang
mengharuskan kita mendengarkan khutbah, akan tetapi kita diberi
pilihan untuk tetap duduk atau pergi meninggalkan tempat shalat.
Akan tetapi alangkah lebih baiknya bagi kita untuk tetap
mendengarkan khutbah, karena para sahabatpun labih banyak yang
memilih mendengarkan khutbah Nabi SAW daripada meninggalkan
tempat.

UDLHIYAH
(Ibadah Qurban)


Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan
ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu
ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu
kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah). (QS. Al-Hajj; 34)

A. Pengertian dan Hukumnya


Udlhiyah atau Qurban adalah hewan tertentu yang disembelih
sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWT pada hari Idul Adha.19

Firman Allah SWT:

()()
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang
banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabb mu dan berkorbanlah
(QS. Al Kautsar; 1-2)

19

31

Tuntunan Ramadan dan Idul Adha, Majelis Tarjih PP Muhammadiyah

32

Dari Abu Hurairah RA, telah bersabda Rasulullah SAW :Barang


siapa yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berqurban maka
janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.(HR. Ibnu Majah,
Kitab Adlohy, no. 3114)

Allah SWT berfirman:

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya,
maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah
roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah
orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu
bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak
dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah
yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya
untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik.(QS. Al Hajj; 36-37)
Hadits Nabi SAW:

Hadits ini berisi ancaman kepada orang-orang yang mampu


berkorban tetapi tidak melaksanakannya, tidak boleh menghampiri
tempat shalat kami di sini tidak berarti tidak boleh sholat di masjid
kaum muslimin, akan tetapi hal itu merupakan ancaman betapa
besarnya dosanya.

Dari Ibnu Abbas RA berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW


bersabda :Ada tiga hal yang menjadi fardlu bagiku dan sunnah bagi
kalian, shalat Witir, berqurban dan shalat Dluha .(HR. Ahmad,
Musnad Bani Hasyim, no. 1946)

Dari Mikhnaf bin Sulaim RA berkata :Kami wukuf bersama Nabi


SAW aku mendengar beliau bersabda :Wahai sekalian manusia, bagi
setiap warga rumah seekor hewan qurban setiap tahun .(HR.
Ibnu Majah, Kitab Adlohy, no. 3116)

33

34

Dari hadits terakhir terdapat perintah bagi setiap muslim untuk


berkurban setiap tahun. Syafiiyah menafsiri hadits tersebut dengan
wajibnya berqurban sekali seumur hidup dan sunah untuk setiap
tahun.20
Dari dalil-dalil di atas para Imam madzhab sepakat bahwa
Udlhiyah (penyembelihan hewan qurban) disyariatkan dalam Islam.
Namun mereka berbeda pendapat tentang hukum qurban tersebut.
Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa qurban adalah wajib. Dan
jumhur ulama (selain Imam Abu Hanifah) mengatakan sunah21

B. Keutamaan Berqurban
1. Qurban adalah ibadah yang paling dicintai Allah
pada hari raya (10 Dzulhijah)

Dari Aisyah RA berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW :Tiada


amalan Bani Adam yang lebih di cintai Allah pada hari raya
Qurban kecuali berqurban, sesungguhnya akan datang nanti pada
hari Kiamat (pahala) dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan
rambut-rambutnya. Dan sesungguhnya (pahala) berqurban akan
tercatat di sisi Allah sebelum darah (hewan qurban) jatuh ke tanah,
maka perbaguslah untuk diri kalian ! .(HR. Tirmidzi, Kitab Adlohy,
no. 1413)
2. Seluruh anggota tubuh hewan qurban bernilai pahala
Seluruh anggota tubuh hewan qurban bernilai pahala. Tidak hanya
anggota tubuh biasa seperti kaki, kuku, tanduk dan yang lainnya,
bahkan bulu-bulu yang terdapat pada hewan qurban bernilai kebaikan
atau pahala, satu bulu dari hewan qurban bernilai satu pahala.
Hadits Nabi SAW:

Hadits Nabi SAW:

20

21

Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaili, Hal 2703

Mereka bertanya kepada Rasulullah SAW :Sembelihan apa ini ?


Rasulullah SAW bersabda : Sunnah pendahulu kalian Nabi Ibrahim
AS, Mereka bertanya lagi :Kita dapat apa darinya ?, Rasulullah SAW
menjawab :Setiap rambutnya bernilai satu kebaikan, mereka
bertanya lagi :Bagaimana dengan bulunya ?, bersabda Rasulullah
:Setiap rambut dari bulunya bernilai satu kebaikan. (HR. Ibnu Majah,
Kitab Adlohy, no. 3118)

Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaili, Hal 2704

35

36

3. Pahala berqurban akan tercatat di sisi Allah sebelum


darah hewan qurban jatuh ke tanah.

maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orangorang yang tunduk patuh (kepada Allah). (QS. Al-Hajj; 34)

Hadits Nabi SAW:

Contohnya unta, sapi, kambing, jadi, tidak dibenarkan jika


seseorang berqurban dengan menyembelih ayam, burung dan hewan
lain yang tidak berkaki empat atau berkaki empat seperti kelinci,
marmut dan lainnya.

2. Hewan Qurban Tidak Cacat

. Dan sesungguhnya (pahala) berqurban akan tercatat di sisi


Allah sebelum darah (hewan qurban) jatuh ke tanah, maka
perbaguslah untuk diri kalian ! .(HR. Tirmidzi, Kitab Adlohy, no.
1413)

Hewan yang akan dijadikan qurban adalah hewan yang sehat,


mempunyai anggota tubuh yang lengkap dan tidak mempunyai cacat
seperti buta, kulitnya rusak, pincang dan lain-lain, sebagaimana
hadits Nabi SAW:

C. Sifat Hewan Qurban

1. Hewan Qurban adalah yang Berkaki Empat


Hewan qurban yang disyariatkan adalah dari jenis hewan ternak
yang berkaki empat jenis tertentu , sesuai dengan surat alhajj ayat yang ke 34,
Firman Allah:


Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap hewan
ternak (berkaki empat) yang telah direzkikan Allah kepada mereka,

37

Dari Barrabin Azib RA berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW


:Empat hal yang membuat hewan qurban tidak sah : Rusak matanya,
sakit, pincang dan kurus yang tidak berlemak .(HR. Lima Ahli hadits
dan Tirmidzi , Nailul Author, no.2109)
Akan tetapi ada beberapa pengecualian tentang hewan yang cacat
ini, yaitu jika ketika kita mendapatkan hewan qurban masih dalam
keadaan utuh (tidak cacat) kemudian hewan tersebut diserang oleh
hewan pemangsa, sehingga menyebabkan hewan qurban tersebut
hilang salah satu anggota tubuhnya (cacat) maka berqurban dengan
hewan tersebut hukumnya boleh.

38

Hadits Nabi SAW:

1. Unta yang telah berumur lima tahun lebih.


Dari Jabir ia berkata: aku telah mendengar dari Muhammad bin
Qaradah dari Abi Said al-Khudriyyi, aku bertanya, dia mendengar dari
Abi Said Muhammad? ia berkata: tidak, ia berkata: aku membeli
hewan qurban, maka datanglah seekor serigala dan memakan
sebagian ekornya atau seluruhnya, maka aku bertanya kepada
Rasulullah SAW, maka beliau berkata: berqurbanlah dengannya (HR.
Ahmad, Musnad Mukatsirin, no. 11319)
Kemudian untuk afdhaliyah, Imam Syafii dan Imam Ahmad lebih
mengutamakan unta, kemudian sapi dan seterusnya dengan alasan
daging unta lebih banyak dari binatang yang lain sehingga bisa
dagingnya juga bisa dibagi kepada banyak fakir miskin, begitu juga
sapi, dagingnya lebih banyak dari kambing dan seterusnya. Adapun
Imam Malik mengutamakan domba atau yang sejenisnya, sesuai
dengan apa yang di kerjakan oleh Nabi SAW.22

2. Sapi yang telah berumur dua tahun lebih.


3. Kambing yang telah berumur satu tahun lebih.
Selama ada hewan qurban dengan kriteria ini, tidak boleh
berkurban dengan anak unta atau anak sapi atau anak kambing
(jadzaah). Dalam Istilah jawa, musinnah ini di kenal dengan kata poel
yaitu hewan yang sudah berganti gigi depannya.
Hadits Nabi SAW:

Dari Jabir RA berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW :Janganlah


kalian menyembelih untuk qurban kecuali yang telah berganti gigi,
kecuali jika kalian susah menemukannya, maka boleh yang berumur
satu tahun lebih dari kambing, dan untuk lembu berumur dua
tahun.(HR. Muslim, Kitab Adlohy, no. 3631)
4. Satu Hewan Qurban untuk Satu Orang atau Satu
keluarga

3. Umur Hewan Qurban


Kemudian, hewan qurban disyariatkan telah memenuhi kriteria
musinnah.
Musinnah yaitu:

22

Fiqhu al-Islam wa Adillatuhu, Wahbah Zuhaili, Hal 2720

39

Pada prinsipnya perintah berqurban ditujukan kepada satu orang,


yaitu satu ekor kambing atau domba untuk satu orang dan satu ekor
unta, sapi atau kerbau untuktujuh orang. Namun demikian ada
kebolehan berkurban atas nama keluarga, yaitu satu ekor kambing
atau domba untuk satu orang dan keluarganya.
Apabila seseorang atau satu keluarga ingin berkurban dengan
satu unta, satu orang ingin berkurban dengan dua kambing atau lebih,
hal ini dibolehkan bahkan dianjurkan.

40

Nabi SAW bersabda:

D. Penyembelihan Hewan Qurban.

1. Waktu penyembelihan.

Penyembelihan hewan qurban dilakukan pada hari raya Idul Adha


(10 Dzulhijah) dan hari-hari Tasyriq (11,12, dan 13 Dzulhijah).
Penyembelihan hewan qurban dimulai setelah selesai khutbah Idul
Adha dan di akhiri pada saat terbenamnya matahari pada tanggal 13
Dzulhijjah (akhir hari Tasyriq)

Dari Athobin Yasar RA berkata : Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al


Anshory : Bagaimana pelaksanaan ibadah qurban kalian pada masa
Rasulullah SAW ?, beliau menjawab : Seseorang pada masa Nabi
SAW berqurban dengan seekor kambing untuknya dan untuk
keluarganya maka mereka makan dan membagikannya.... .(HR.
Ibnu Majah, Kitab Adlohy, no 3138)

Dari Jabir RA berkata : Kami menyembelih qurban bersama


Rasulullah SAW pada tahun Hudaibiyah, seekor unta untuk tujuh
orang dan seekor sapi untuk tujuh orang .(HR. Tirmidzi, Kitab
Adlohy, no. 1422)

41

Dari al Baro bin Azib berkata : Bersabda Rasulullah SAW


:Sesungguhnya hal pertama yang kita lakukan pada hari raya ini
adalah sholat Ied kemudian kita kembali dan menyembelih
hewan qurban, maka barangsiapa telah melakukan itu berarti dia
telah mendapatkan sunnah kami. Dan barangsiapa menyembelihnya
sebelum waktu itu (sebelum shalat) maka sesungguhnya dia hanya
menyediakan daging untuk keluarganya dan tidak bernilai ibadah
qurban sedikitpun. (HR. Bukhari, Kitab Adlohy,no. 5119)
Hadits Nabi SAW:

42

Semua Hari Tasyriq adalah waktu penyembelihan23

2. Tempat penyembelihan
Dalam penyembelihan hewan qurban,sebaiknya memilih tempat yang
lapang untuk memudahkan dalam penyembelihan. Sebagaimana
yang dilakukan Ibnu Umar:


Rasulullah SAW biasa menyembelih dan menahr di tanah lapang (
HR Bukhari, kitab Adlohy, no 5552)
Dan yang harus lebih diperhatikan lagi adalah hadits berikut:

ada berhala-berhala jahiliyah yang disembah? Ia menjawab: Tidak.


Apakah disana terdapat hari raya mereka? Tidak. Maka Rasulullah
SAW bersabda: Penuhilah nadzarmu, sesungguhnya tidak (boleh)
dipenuhi nadzar yang (tujuannya) bernaksiat kepada Allah dan tidak
juga yang oleh orang yang tidak mampu (HR Abu Daud, Kitab Aiman
wa an-Nudzur, hadits no 3313)
Dalam hadits ini ada peringatan yang bisa kita ambil,
bahwasanya kita tidak boleh menyembelih hewan (qurban maupun
selain qurban) di tempat-tempat yang sebelumnya dijadikan tempat
pemujaan kepada selain Allah. Karena peringatan ini bersifat umum,
maka menyembelih hewan qurban juga masuk kepada peringatan ini.

3. Tidak Memotong Kuku dan Rambut Hewan Qurban


Sebelum disembelih
Sebelum menyembelih hewan qurban, ada beberapa sunah yang
hendaknya diperhatikan, yaitu tidak memotong kuku dan rambut
hewan qurban.

Rasulullah SAW bersabda :Apabila masuk kesepuluh hari (awal


Dzulhijah) dan sebagian kalian hendak berqurban maka jangan
mencukur rambut dan memotong kuku.(HR. Muslim, Kitab adlahy, no
3654)

Artinya: Dari Tsabit bin Dhahhak, ia berkata: sesorang bernadzar


akan menyembelih unta di Buwanah, maka ia menanyakannya
kepada Nabi SAW, maka Nabi SAW berkata: apakah dahulu disana
23

Di riwayatkan oleh Ahmad dan dinilai shahih oleh albani dalam as-shahihah no.
2476

43

Imam Syafii dan Ulama pengikut madzhabnya berpendapat


bahwa hukumnya makruh tanziih dan tidak mencukur rambut dan
memotong kuku adalah mustahab atau sunnah. Hal ini berdasarkan
riwayat :

44

Dari Aisyah RA berkata : bahwa Nabi SAW mengirim hewan


qurbannya dan beliau tidak mengharamkan karenanya sesuatu yang
Allah halalkan baginya sampai waktu hewan qurbannya disembelih
.(HR. Bukhari, Kitab adlahy, no. 5140)

4.

Adab Menyembelih Hewan Qurban

A. Dianjurkan untuk menajamkan


digunakan untuk menyembelih.

pisau

yang

akan

Hadits Nabi SAW:

Dari Syadad bin Aus, beliau berkata, Ada dua hal yang kuhafal dari
sabda Rasulullah yaitu Sesungguhnya Allah itu mewajibkan untuk
berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan cara yang baik. Demikian pula, jika kalian
menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya
kalian tajamkan pisau dan kalian buat hewan sembelihan tersebut
merasa senang (HR Muslim, Kitab Shoid wa Dzabaih, Hadits no
3615).

45

B. Tidak menyakiti hewan qurban

Dari Syadad bin Aus, beliau berkata, Ada dua hal yang kuhafal dari
sabda Rasulullah yaitu Sesungguhnya Allah itu mewajibkan untuk
berbuat baik terhadap segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka
bunuhlah dengan cara yang baik. Demikian pula, jika kalian
menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya
kalian tajamkan pisau dan kalian buat hewan sembelihan tersebut
merasa senang (HR Muslim, Kitab Shoid wa Dzabaih, Hadits no
3615).
C. Penyembelih dianjurkan untuk menghadap kiblat dan
menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat.
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik menjelaskan
hal tersebut :

46

Dari Nafi dari Abdullah bin Umar, adalah Ibnu Umar jika membawa
hadyu dari Madinah maka beliau tandai bahwa hewan tersebut adalah
hewan hadyu dengan menggantungkan sesuatu padanya dan
memberi tanda pada punuknya di daerah Dzul Hulaifah. Beliau
gantungi sesuatu sebelum beliau sembelih. Dua hal ini dilakukan di
satu tempat. Sambil menghadap kiblat beliau gantungi hewan
tersebut dengan dua buah sandal dan beliau sembelih dari sisi kiri.
Hewan ini beliau bawa sampai beliau ajak wukuf di Arafah bersama
banyak orang kemudian beliau bertolak meninggalkan Arafah dengan
membawa hewan tersebut ketika banyak orang bertolak. Ketika beliau
tiba di Mina pada pagi hari tanggal 10 Dzulhijjah beliau sembelih
hewan tersebut sebelum beliau memotong atau menggundul rambut
kepala. Beliau sendiri yang menyembelih hadyu beliau. Beliau
jajarkan onta-onta hadyu tersebut dalam posisi berdiri dan beliau
arahkan ke arah kiblat kemudian beliau memakan sebagian
dagingnya dan beliau berikan kepada yang lain (HR Malik dalam al
Muwatha no 1405).
Dalam Riwayat lain disebutkan:

Dari Ibnu Sirin (seorang tabiin) beliau mengatakan, Dianjurkan untuk


menghadapkan hewan sembelihan ke arah kiblat (Riwayat Abdur
Razaq no 8587 dengan sanad yang shahih).
Riwayat-riwayat di atas dan yang lainnya menunjukkan adanya
anjuran untuk menghadapkan hewan yang hendak disembelih kea
rah kiblat. Namun jika hal ini tidak dilakukan daging hewan
sembelihan tersebut tetap halal dimakan.
Imam Nawawi menyebutkan adanya anjuran untuk membaringkan
sapi dan kambing pada lambung kirinya. Dengan demikian proses
penyembelihan akan lebih mudah. Imam al Qurthubi mengatakan
bahwa membaringkan hewan yang hendak disembelih pada lambung
kirinya adalah suatu yang telah dipraktekkan kaum muslimin
semenjak dahulu kala.
Bahkan Ibnu Taimiyyah mengklaim tata cara seperti ini sebagai
salah satu sunnah Nabi. Beliau berkata, Hewan sembelihan baik
hewan kurban ataupun yang lainnya hendaknya dibaringkan pada
lambung kiri dan penyembelih meletakkan kaki kanannya di leher
hewan tersebut sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang
shahih dari Rasulullah. Setelah itu hendaknya penyembelih
mengucapkan bismilah dan bertakbir.

Dari Nafi, sesungguhnya Ibnu Umar tidak suka memakan daging


hewan yang disembelih dengan tidak menghadap kiblat (Riwayat
Abdur Razaq no 8585 dengan sanad yang shahih).

Barang siapa yang membaringkan hewan tersebut pada lambung


kanannya dan meletakkan kaki kirinya di leher hewan tersebut
akhirnya orang tersebut harus bersusah payah menyilangkan
tangannya agar bisa menyembelih hewan tersebut maka dia adalah
seorang yang bodoh terhadap sunnah Nabi, menyiksa diri sendiri dan
hewan yang akan disembelih. Akan tetapi daging hewan tersebut
tetap halal untuk dimakan. Jika hewan tersebut dibaringkan pada
lambung kirinya maka lebih nyaman bagi hewan yang hendak

47

48

disembelih dan lebih memperlancar proses keluarnya nyawa serta


lebih mudah dalam proses penyembelihan. Bahkan itulah sunnah
yang dipraktekkan oleh Rasulullah dan seluruh kaum muslimin
bahkan praktek semua orang. Demikian pula dianjurkan agar hewan
yang hendak disembelih tersebut dihadapkan ke arah kiblat (Majmu
Fatawa 26/309-310).
D. Dimakruhkan memotong leher hewan hingga putus
Hadits Riwayat Abdur Razaq :

Dari Nafi, sesungguhnya Ibnu Umar tidak mau memakan daging


kambing yang disembelih hingga lehernya terputus (Riwayat Abdur
Razaq no 8591 dengan sanad yang shahih).


Dari Ibnu Thawus dari Thawus, beliau berkata, Andai ada orang yang
menyembelih hewan hingga lehernya putus maka daging hewan
tersebut tetap boleh dimakan (Riwayat Abdur Razaq no 8601 dengan
sanad yang shahih).

Dari Mamar, Az Zuhri seorang tabiin- ditanya tentang seorang yang


menyembelih dengan menggunakan pedang sehingga leher hewan
yang disembelih putus. Jawaban beliau, Sungguh jelek apa yang dia
lakukan. Apakah dagingnya boleh dia makan?, lanjut penanya.
Boleh, jawab az Zuhri (Riwayat Abdur Razaq no 8600 dengan sanad
yang shahih).
Tentang hal ini, ada juga ulama yang memberi rincian. Jika
dilakukan dengan sengaja maka dagingnya jangan dimakan. Akan
tetapi jika tanpa sengaja maka boleh. Di antara yang berpendapat
demikian adalah Atha, seorang ulama dari generasi tabiin.

Dari Atha, beliau berkata, Jika ada orang yang menyembelih hewan
hingga kepala terpisah dari badannya maka silahkan kalian makan
asalkan orang tersebut tidak sengaja (Riwayat Abdur Razaq no 8599
dengan sanad yang shahih).
Imam Ahmad pernah ditanya tentang masalah ini. Beliau
membenci perbuatan ini jika dilakukan dengan sengaja. Demikian
pula Imam Syafii membenci hal ini (al Hawi 15/87-91)

E. Menyembelihan hewan qurban dengan tangannya


sendiri
Disunahkan menyembelih hewan qurban dengan tangannya
sendiri, ini sesuai dengan hadits Nabi SAW:

49

50

Dari Anas RA berkata : Rasulullah SAW berqurban dengan dua


ekor kambing berwarna putih hitam dan bertanduk, aku melihat beliau
meletakkan kedua telapak kakinya diatas sampilnya kemudian beliau
mengucap basmalah, bertakbir dan menyembelih sendiri dengan
tangannya .(HR. Bukhari, Kitab Adlohy, no. 5132)
Adapun berdoa ketika menyembelih qurban, terdapat beberapa
riwayat:

musyrik, sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya


untuk Allah Rabb Alam semesta, tidak ada sekutu baginya,
demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang-orang yang
berserah diri. Dengan nama Allah, dan Allah Maha Besar, yaa Allah
ini dariMu dan untukMu maka terimalah dari ...(Kitab Adlahy, no.
1551)

F. Disunahkan Untuk Menyaksikan Penyembelihan


Hewan Bagi yang Berqurban

1. Riwayat Bukhari dari Anas:

Sabda Nabi SAW:

beliau mengucap basmalah, bertakbir

2. Riwayat Abu Daud :


Wajjahtu wajhiya lil ladzii fathoros samaawaati wal ardli haniifaa wa
maa anaa minal musyrikiin, Inna sholaatii wa nusukii wa mahyaaya
wa mamaatii lillahi Rabbil Aalamiin, laa syariika lahuu wa bi dzaalika
umirtu wa anaa minal muslimiin, bismilllahi wallaahu akbar,
Allaahumma haadzaa minka wa laka fa taqabbal min (sebutkan
nama atau kata ganti, seperti : nii=saya, naa=kami, hum=mereka, dll)

Sabda Nabi SAW kepada Fathimah : Hadiri ke tempat Qurbanmu,


saksikanlah, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni setiap
dosa yang kamu lakukan dari setiap tetes darah hewan qurban
itu(HR. Hakim, kitab udhiyah, no 4344)

5. Pembagian Daging Qurban


Daging hewan qurban diperuntukan bagi:

1. Orang yang berkurban dan keluarganya.


2. Fakir dan miskin
3. Disimpan oleh yang berkurban
Allah berfirman:

Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang menciptakan langit dan


bumi dengan lurus dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang

51

52

Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari
syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya,
maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah
roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah
orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak
meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah
menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu
bersyukur (QS. Al-Hajj: 36)

Namun jika kondisi sebaliknya, maka orang yang berkurban dan


keluarganya boleh menyimpan daging qurban

6. Larangan Menjual Daging Qurban


Untuk daging qurban, jumhur ulama sepakat bahwa daging qurban
tidak boleh dijual.
Nabi SAW bersabda:

Hadits Nabi SAW:

Dari Abu Said dan Qotadah bin al Numan berkata : Bersabda


Rasulullah SAW :Janganlah kalian menjual daging hadyu dan
qurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan
jangan kalian menjualnya.(HR. Ahmad, Musnad Bani Hasyim, no.
15622)

Dari Ali bin Abi Tholib RA berkata : Rasulullah SAW menyuruhku


untuk mengurusi qurban beliau dan supaya dibagikan daging-daging,
kulit-kulit dan apa yang di punggungnya dan penjagal agar jangan
diberi upah darinya, Ali RA berkata : Kami memberinya dari bagian
kami.(HR. Ibnu Majah, Kitab Adlohy, no 3090)

Jumlah bagian yang akan diterima oleh tiap-tiap orang


ataumacam-macam orang yang berhak menerima daging qurban
tergantung pada keadaan. Jika pada saat penyembelihan banyak
fakir miskin yang memerlukan, maka orang yang berqurban tidak
boleh menyimpan daging qurban lebih dari tiga hari, bahkan jika perlu
seluruh daging qurban diberikan kepada fakir miskin.

Dari Abu Said dan Qotadah bin al Numan berkata : Bersabda


Rasulullah SAW :Janganlah kalian menjual daging hadyu dan
qurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan
jangan kalian menjualnya.(HR. Ahmad, Musnad Bani Hasyim, no.
15622)

53

54

Dalam kitab al-Majmu lil Imam an-Nawawi disebutkan bahwa


menjual kulit hewan qurban hukumnya adalah tidak dibolehkan dan
jika jual beli tersebut dilakukan maka jual belinya batal atau tidak
sah. 24
Di sisi lain ada beberapa pendapat yang membolehkan menjual
selain daging qurban seperti kulit, bulu dan tulang, dengan syarat
hasil penjualan tersebut digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat.
25
Pendapat ini disandarkan kepada Imam Abu Hanifah. Dalam buku
Tuntunan Idain dan Qurban Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah dijelaskan bahwa boleh memanfaatkan kulit hewan
qurban serta tidak boleh menjual daging qurban dan tidak ada
larangan menjual kulit hewan qurban.
Alasannya bahwa larangan menjual kulit hewan qurban tersebut
ditujukan kepada shohibul qurban, karena dikhawatirkan akan adanya
keinginan memiliki uang dari hasil penjualan kulit tersebut untuk
kepentingan pribadi.
Jika pengelolaan hewan qurban berikut penyembelihan dan
pendistribusian dagingnya ditangani secara kepanitiaan, sehingga
akan banyak terkumpul kulit hewan qurban dalam jumlah yang
banyak. Dalam kondisi semacam ini, maka kulit hewan qurban dapat
dijual dan uangnya bisa dibelikan daging lalu dibagikan lagi kepada
fakir miskin atau bisa digunakan untuk kemaslahatan agama.
Dari dua pendapat diatas sesungguhnya pendapat yang pertama
yang lebih dekat kepada hadits Nabi SAW yang melarang untuk
menjual hewan qurban, baik dagingnya maupun kulitnya.

Dalam riwayat yang lain menyatakan:


Barang siapa menjual kulit hewan qurban, maka tidak ada baginya
(pahala) qurban. (HR. Hakim, Nasbu ar-Royah, no. 218)

Sehingga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,


sebaiknya kulit hewan qurban tetap dibagikan dan tidak
menjualnya.

Artinya: dan manfaatkanlah kulitnya dan jangan kalian


menjualnya.(HR. Ahmad, Musnad Bani Hasyim, no. 15622)
24

Al-Majmu li an-Nawawi, hal 397

25

Tuntunan Idain dan Qurban PP Muhammadiyah, hal 14

55

56

BEBERAPA MASALAH SEPUTAR QURBAN


Dalam pelaksanaan ibadah qurban ada beberapa permasalahan
yang sering dihadapi, di antara permasalahan yang sering muncul di
masyarakat adalah:
1. Bolehkah qurban dengan cara arisan?
2. Bolehkah menyatukan qurban dengan aqiqah?
3. Bagaimana hukum qurban bagi orang yang telah meninggal
dunia?
4. Bagaimana pelaksanaan shalat Jumat yang bersamaan
dengan hari raya?
5. Kapan waktu takbir di hari Raya Idul Adha?
Jawaban:
1. Arisan adalah kegiatan menabung dan akad atau perjanjian
pinjam meminjam yang saling merelakan dan termasuk urusan
muamalah, dan hal semacam ini boleh dilakukan. Hasil arisan
apabila digunakan untuk qurban oleh orang yang telah
ditetapkan berdasarkan musyawarah, pada dasarnya tidak ada
larangan untuk dibelikan hewan qurban dan qurbannya dianggap
sah. Sebab uang tersebut meskipun merupakan pinjaman tetapi
telah menjadi miliknya yang sah dan dapat dipergunakan
menurut kemauan pemiliknya.
2. Qurban adalah menyembelih hewan ternak tertentu dan pada
waktu tertentu (10-13 Dzulhijah) dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Sedangkan aqiqah adalah binatang
sembelihan yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran
bayi. Hewan qurban yang akan disembelih harus memenuhi
syarat dan memiliki sifat tertentu, sedang binatang yang akan
disembelih untuk aqiqah tidak harus memiliki syarat-syarat
tertentu. Oleh karena itu, menyatukan qurban dengan aqiqah
dalam satu waktu tidak diperbolehkan, karena kedua-duanya
memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda baik tentang waktu,
syarat dan pengelolanya. Dan tidak ada nash Al-Quran atau
hadits yang menyatakan bahwa qurban dan aqiqah dapat
disatukan.

57

3. Pada dasarnya melaksanakan qurban bagi orang yang sudah


meninggal dunia tidak diperbolehkan, kecuali:
a. Apabila si mayit pada waktu hidupnya pernah berwasiat agar
ahli warisnya melaksanakan qurban
b. Apabila si mayit pada waktu hidupnya pernah bernadzar
untuk melaksanakan qurban, akan tetapi nadzar tersebut
belum terlaksana selama hidupnya. Nadzar apabila belum
ditunaikan kedudukannya sama saja dengan hutang yang
belum dibayar. Apabila seseorang meninggal dunia dan
meninggalkan hutang, maka hutang yang ditinggalkan
tersebut harus dibayar dan pembayarannya diambil dari harta
yang ditinggalka. Menyamakan nadzar dengan hutang
didasarkan pada hadits nabi SAW:


Diriwayatkan dari Ibnu Abbas sesungguhnya seorang perempuan dari
bani juhainah datang kepada nabi SAW seraya berkata:
sesungguhnya ibu bernadzar untuk menunaikan ibadah haji, akan
tetapi belum sempat haji terlebih dahulu meninggal,. Apakah saya
menunaikan haji untuknya? Nabi SAW menjawab: Ya,kerjakanlah haji
itu untuk ibumu. Bukankah jika ibumu mempunyai hutang, kamu wajib
membayarnya?Tunaikanlah hak Allah, sesungguhnya Allah lebih
berhak untuk ditunaikan hak-hakNya (HR. Bukhari, kitab Haji, no.
1720)
Hadits di atas secara tegas menyamakan nadzar dengan
hutang dari aspek keduanya sama-sama harus dibayar,
bahkan nadzar merupakan hutang kepada Allah yang
pemenuhannya harus diutamakan. Nadzar akan berqurban
adalah nadzar dalam ketaatan kepada Allah, maka wajib
untuk di lakukan, sesuai hadits riwayat Aisyah:

58

Dari Nabi SAW, beliau bersabda: Barang siapa bernadzar untuk


melaksanakan ketaatan kepada Allah, hendaklah ia
melaksanakannya dan barang siapa bernadzar untuk bermaksiat
kepada Allah maka janganlah bermaksiat kepada Allah (HR Bukhari,
Kitab Aiman wa Nudzur, no. 6206)
Dengan demikian apabila seseorang/ ahli waris akan
berqurban untuk si mayit, tetapi tidak ada wasiat dari si mayit
atau si mayit tidak pernah bernadzar untuk berqurban, maka
qurbannya tidak sah.
4. Permasalahan hari raya (baik Idul Fitri maupun Idul Adha) yang
jatuh jumat. Ada beberapa hadits yang menerangkan adanya
keringanan untuk tidak melakukan shalat Jumat bagi orang yang
pada pagi harinya sudah melaksanakan shalat id. Tetapi haditshadits tersebut adayang dinilai lemah, karena ada perawinya
yang tidak dikenal, yaitu hadits riwayat Ahmad, Abu Daud dan
Ibnu Majah dari Ilyas bin Abi Ramlah. Ada juga yang dinilai
sebagai hadits mursal, yaitu hadits riwayat Abu Daud dan Ibnu
Majah dari Abu Hurairah. Disamping itu, ada juga hadits yang
dinilai shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan Bukhari. Hadits
tersebut sabagai berikut:


Diriwayatkan dari wahab bin kaisan, ia berkata: Telah bertepatan
dua hari raya (Jumat dan hari raya) di masa Ibnu Zubair, dia

59

berlambat lambat keluar, sehingga matahari meninggi, ketika


matahari telah meninggi, dia pergi keluar ke musholla lalu
berkhutbah, kemudian turun dari mimbar lalu shalat. Dan dia tidak
shalat untuk orang ramai pada hari Jumat itu (dia tidak mengadakan
shalat Jumat lagi). Saya terangkan yang demikian itu kepada Ibnu
Abbas. Ibnu Abbas berkata: Perbuatannya sesuai sunnah (HR.
Bukhari, Kitab Adohi, no 5145)
Hadits lainnya adalah yang menerangkan bacaan shalat Nabi ketika
jatuh pada hari Jumat, yaitu sebagai berikut:


Artinya:Dari Numan bin Basyir bahwa ia berkata: adalah
rasulullah SAW pada shalat dua hari raya dan pada shalat Jumat
membaca sabbihisma rabbikal alaa dan hal ataaka haditsul
ghasyiyah Jika hari raya dan jumat berkumpul dalam satu hari,
nabi SAW surat-surat itu di kedua shalat itu (HR. Muslim, Kitab
Jumat, hadits no 1452)
Dalam memahami riwayat yang pertama timbul kesan bahwa
apabila hari raya jatuh pada hari jumat, shalat Jumat tidak perlu
dilakukan. Pemahaman seperti ini belumlah selesai, mengingat
adanya hadits yang kedua yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
dalam riwayat yang kedua ini menyebutkan:


Jika hari raya dan jumat berkumpul dalam satu hari, nabi SAW
surat-surat itu di kedua shalat itu

60

Dengan demikian menjadi jelas bahwa Nabi SAW melakukan


shalat Jumat sekalipun hari itui bertepatan dengan hari raya.
Adapun keringanan pada hadits pertama adalah merupakan
keringanan bagi orang yang yang sangat jauh untuk menuju
tempat shalat jumat kala itu. Sehingga apabila seseorang harus
bolak-balik dari tempat tinggalnya, maka akan mengalami
kesukaran.
5. Para Ulama berbeda pendapat kapan dimulainya membaca
takbir pada hari raya Idul Adha. Ada tiga pendapat di kalangan
ulama tentang kapan dimualinya takbir hari raya Idul Adha:
a. Semenjak subuh hari Arafah
b. Semenjak dzuhur hari Arafah
c. Semenjak ashar hari Arafah
Terjadi perbedaan ini karena tidak adanya hadits nabi yang
menerangkan secara tegas tentang hal ini. Riwayat yang paling
shahih yang diterima dari sahabat nabi tentang hal ini. Mengenai
hal ini ialah keterangan dari Ali dan Ibnu Masud yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir, yaitu dimulai semenjak subuh
hari Arafah dan berakhir waktu ashar tanggal 13 Dzulhijah.


Bahwa Umar bertakbir di kubahnya (rumahnya)di Mina,
kemudiandidengar oleh orang-orang yang ada dimasjid dan mereka
punmengikuti takbir, demikian juga orang-orang yang ada di pasar
ikut bertakbir, hingga bergemuruh suara takbir di mina. Pada Hari
Tasyriq, Ibnu Umar juga bertakbir di mina, setelah shalat...(HR.
Bukhari, Bab Takbir Ayyam Mina)
Dari penjelasan di atas PP Majelis Tarjih Muhammadiyah
menetapkan bahwa takbir hari raya Idul Adha selama lima hari ,
dimulai sejak subuh 9 Dzulhijah sampai menjelang masuk waktuk
maghrib 13 Dzulhijah (akhir hari Tasyriq)

61

HIKMAH QURBAN
Ibadah qurban merupakan pendidikan keikhlasan dalam beramal.
Seorang Muslim yang berqurban pada setiap tahunnya berarti ia telah
melakukan sebuah latihan beramal yang diliputi oleh rasa ikhlas.
Ikhlas dalam beramal merupakan salah satu kunci dalam beribadah
qurban, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim
Teladan Nabi Ibrahim adalah merupakan sebuah contoh yang
sangat monumental yang patut ditiru oleh generasi Muslim sepanjang
zaman. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim serta anak beliau
Nabi Ismail yang berjuang menaklukkan godaan syaitan. Syaitan
membujuk mereka supaya mengurungkan perintah Allah dengan tidak
perlu menyembelih putera tersayang Ismail yang remaja belia yang
diharapkan menjadi pengganti dan penerus cita-cita menegakkan dan
mendakwahkan kalimat tauhid yang menjadi inti aqidah Islam.
Sejarah Nabi Ibrahim sudah seharusnya kita ketahui bersama
dalam rangka memetik hikmah dari tauladan yang ditampakkan
beliau. Sejarah yang paling penting yang patut kita contoh yakni
sejarah kehidupan beliau bersama anaknya Ismail. Ketika Nabi
Ibrahim menyampaikan titah ilahi yang disampaikan melalui mimpi,
Sebagaimana tersebut dalam firman Allah surah Ash-Shaffat:102

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha


bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya
aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah
apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan

62

mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".


Tidak mudah menyakini sebuah perintah melalui sebuah mimpi,
apalagi iblis datang menggoda dalam upaya menggagalkan perintah
tersebut. Namun petunjuk Allah jua yang menyebabkan keluarga Nabi
Ibrahim a.s ini yakin seyakin-yakinnya akan kebenaran perintah ini
datangnya dari Allah SWT.( QS. Ash-Shaffat:102)
Kalau bukan karena kecintaan Allah SWT dan keyakinan yang
mendalam atas keagungan dan kebesaran serta rahmatNya, maka
mustahil seseorang mampu mengorbankan sesuatu yang berharga
yang merupakan milik satu-satuya yang dimilikinya. Inilah puncak
kecintaan dan ketulusan kepada Allah, yang sekaligus merupakan
bukti nyata Nabi Ibrahim yang telah benar-benar lulus menghadapi
ujian yang sangat serius dari Allah. Kenyataan ini menjadi contoh
teladan yang baik sekali bagi manusia dan kemanusiaan yang secara
fitrah manusia itu cenderung kepada penghambaan diri hanya kepada
Allah, yang dimanifestasikan dalam bentuk ibadah . Karena untuk
kepentingan beribadah itulah manusia itu diciptakan oleh Allah. Dan
dengan jiwa keibadahan itulah manusia mampu mencapai kesucian
jiwa.
Keberibadatan kita sebagai manusia tidaklah semata-mata dicapai
dengan ibadah makhdah. Ibadah juga terkandung makna hubungan
yang sangat erat dengan manusia dan kemanusiaan. Atau bahkan
juga hubungan dengan lingkungan. Itulah yang dengan secara
gamblang diisyaratkan oleh Allah dalam Al Quran

mereka diliputi kehinaan dimanapun mereka berada, kecuali jika


mereka berpegang pada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian)
dengan manusia.(QS. Ali Imron:112)

63

Dari ayat di atas Allah SWT mengajarkan kita bahwa dalam


pengagungan dzat Allah terletak kemuliaan dan kebahagiaan
manusia. Bukan hanya kemuliaan dan kebahagiaan di akherat yang
kekal abadi, yang untuk itu setiap mukmin diperintahkan untuk
menyiapkan diri. Ibadah qurban mengisyaratkan kepada kita bahwa
kemampuan untuk berkorban sebagaimana yang diteladankan oleh
keluarga Ibrahim benar-benar untuk merealisasikan suatu perhatian
manusia dan kemanusiaaan dengan saling tolong-menlong diantara
sesama.
Ada beberapa hal yang bisa kita simpulkan dari sini.
Pertama, keikhlasan dalam beribadah merupakan hal yang sangat
esensial. Tanpa keikhlasan ibadah akan sia-sia belaka. Bagi mereka
yan g berqurban tahun ini atau mungkin tahun-tahun sebelum dan
akan datang, maka seyogyanyalah senantiasa ikhlas, agar amal tidak
sia-sia.
Kedua, kecintaan kita kepada Allah hendaknya melebihi
segalanya. Jangan sampai karena anak, istri (wanita),harta dan
jabatan membuat kita lupa kepada Allah, atau ingat akan tetapi tidak
dinomorsatukan. Ini memang berat, tapi jika kita mampu, maka Allah
SWT akan membalasNya dengan sesuatu yang besar pula artinya
Allah Maha adil.
Ketiga, Kepatuhan seorang anak terhadap orang tuanya adalah
merupakan hal yang sangat penting. Begitu pentingnya, sehingga
Allah SWT memperlihatkan kepada kita sebuah pemandangan yang
sangat indah, yakni sejarah penyembelihan orang tua terhadap anak
kandungnya sendiri, yang mana sang anak mempertontonkan
ketaatannya kepada kita semua.
Sekarang ini, rasanya sangat sulit menemukan orang yang
bermental sebagaimana yang diperlihatkan Nabi Ismail, yang ada
yaitu adanya sebagian anak justru tega mendzlimi kedua orang

64

tuanya, mengambil harta orang tuanya, membohongi dan seterusnya


walaupun masih lebih banyak anak yan taat dan berbakti.
Oleh karena itu, tugas para pendidik (termasuk para ibu di rumah)
untuk tetap istiqomah mencetak generasi-generasi qurani. Dan
terakhir adalah ibadah qurban merupakan ibadah sosial. Dengan
berqurban berarti kita sudah peduli dengan lingkungan sekitar kita,
khususnya bagi mereka yang hampir sepanjang tahunnya tidak
mampu menikmati daging karena tergolong fakir atau miskin.
Berqurban berarti ikut membantu beban penderitaan orang lain yang
lagi kesusahan. Mungkin saatnyalah kita senantiasa berempati
kepada sesama agar hidup ini penuh berkah dan arti bagi diri sendiri,
orang lain dan tentunya bagi Allah SWT. Amin.

65

Daftar Pustaka
Al-Quran Al-Karim
Abdul Wahhab, Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad, Fathul
Majid li Syarhi Kitab at-Tauhid, Cet ke-10, 1424 H
3. Ad-Dimasyq, Muhammad bin Abdirrahman, Fiqih Empat Madzhab,
Bandung, Hasyimi Press, Cet II, 1424 H / 2004 M.
4. Al-Asqalani, Ahmad bin Ali bin Hajar., Fath al-Bari bi Syarh Shohih
al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, alMaktabah as-Salafiyyah.
5. Al-Jauziyah, Ibnul Qoyyim, Zaadul Maad fi Hadyi Khairil Ibad,
Beirut, Muassasah ar-Risalah, 1414 H / 1994 M.
6. Al-Baghawi, Abu Muhammad Husain bin Masud, Tafsir al-Baghawi
Maalimu Tanzil, Riyad, Dar Thayyibah, Cet 4, 1417 H / 1997 M.
7. An-Nawawi, Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf., Kitab Al-Majmu
Syarh Al-Muhadzdzab, Dar Ihya At-Turats Al-Arabi.
8. Al-Qahthani, Said bin Ali bin Wahf, Ensiklopedi Shalat, Jakarta,
Pustaka Imam asy-Syafii, Cet ke-I, 1430 H / 2010 M.
9. An-Nawawi, Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf., Syarh Shohihu
Muslim, Beirut, Dar al-Marifah, Cet ke-6, 1999 M / 1420 H.
10. Al-Andalusy, Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
bin Ahmad bin Rusyd Al-Qurthuby, Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtashid, Bairut, Dar al-Fikr, Cet 2 1415 H / 1995 M.
11. Aljazairi, Abu Bakar, Minhajul Muslim, Bairut, Dar al-Fikr, Cet 1
1412 H / 1992 M.
12. As-Shonani, Muhammad bin Ismail, Subulussalam Syarh
Bulughul Marom, Cairo, Maktabah al-Halaby, Cet III 1378 H / 1958
M.
13. Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad., Nailul Authar
Syarh Muntaqa al-Akhbar min Ahadis Sayyidi al-Akhyar, Kairo,
Dar al-Hadits, Cet ke-I, 1993 M / 1413 H.
14. Asy-Syarbashi, Ahmad, Yasalunaka, Jakarta, Penerbit Lentera,
Cet-3, 1421 H / 2000 M.
15. Hanbal, Abu Abdullah Ahmad., Musnad Imam Ahmad, Riyadh,
Bait al-Afkar ad-Dauliyah, 1998 M / 1419 H.
1.
2.

66

16. Himpunan
Putusan
Tarjih
Muhammadiyah,
Suara
Muhammadiyah, 1430 H / 2009 M.
17. Katsir, Ibnu, Tafsir Quranul Adhim, Dar al-Fikr, Cet 1407 H / 1986
M.
18. Mandzur, Ibnu, Lisaanul Arab. Beirut, Dar as-Shadr, Cet ke-6,
1999 M / 1420 H.
19. Qudamah, Ibnu, Al-Mughni, Hajr, Cet I, 1407 H / 1986 M.
20. Tuntunan Idain & Qurban, Suara Muhammadiyah, 2005 M.
21. Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Damaskus, Dar
al-Fikr, Cet IV, 1418 H / 1997 M.

67

Anda mungkin juga menyukai