Anda di halaman 1dari 4

[Mahabharata] SERANGAN HASTINA KE WIRATA

Lanjutan "Pandawa Samar"


(1)
Begitulah, rencana agresi pun disusun oleh Prabu Duryudana dibantu Patih
Sangkuni. Karna alias Aradea diangkat sebagai panglima. Dursasana diangkat
sebagai wakil panglima.
Mereka pun mulai bergerak menuju Wirata. Setelah masuk perbatasan Wirata,
Dursasana merampok sapi-sapi yang ada di Wirata, untuk menimbulkan kekacauan di
Wirata dan juga untuk menambah kekayaannya sendiri di Hastina. Karna yang merupakan
kesatria sejati tak setuju dengan tindakan Dursasana, dan segera memecat
kedudukannya sebagai Wakil Panglima karena dianggap mencemarkan nama baik partai
.. eh.. nama baik pasukan Hastina, dan menggantinya dengan Aswattama.
Di Wirata semua orang panik setelah mengetahui adanya serangan Hastina di
perbatasan. Utara, Wratsangka dan Seta segera menyiapkan pasukan untuk
menghadang serangan Hastina.
Wrenahala datang ke Utara, "Juragan, boleh saya gabung?" tanya Wrenahala.
"Kamu? Ngapain kamu, ini perang, bukan kontes tari." jawab Utara.
"Ah jangan gitu dong Juragan. Gini-gini juga saya pernah jadi sopir pribadi
raja Indraprasta, boleh ya saya jadi saisnya Juragan." jelas Wrenahala.
"Oke deh tapi nanti kalau kuda nyasar ke mana-mana kamu pulang aja, siapin tuh
festival breakdance besok." kata Utara (ah gak lucu nih Utara gak tahu sikon..
masa lagi genting begini masih inget festival breakdance).
Demikian juga Bhalawa, Grantika dan Tantripala minta izin kepada Prabu
Matsyapati untuk ikut berjuang mempertahankan negara yang diserang musuh. Hanya
Kanka yang tak ikut serta, maklum dia harus menyiapkan power point untuk
pelajaran sejarah besoknya (alasan sih sebenarnya, Kanka tak terlalu suka
perang, suka mual kalau lihat darah).
Maka berhadapanlah pasukan Hastina dan Wirata di perbatasan. Utara maju ke
depan barisan, memberi semangat pada pasukan (persis kayak Mel Gibson di
Braveheart):
"Pejuang-pejuang Wirata! Pertahankan tanah airmu! Majuuu !"
Pertempuran pun pecah dan berlangsung sangat seru. Pejuang-pejuang Wirata
berjuang mati-matian untuk mempertahankan negaranya. Tapi beberapa lama

kemudian Hastina yang punya jago-jago seperti Resi Dhorna, Karna dan Aswattama,
mulai dapat memukul mundur pasukan Wirata yang hanya mengandalkan
kesatria-kesatria yang masih hijau (emangnya teh hijau), yaitu putera-putera
mahkota Wirata (Utara, Wratsangka, dan Seta).
Melihat kekalahan ini Wrenahala yang menjadi sais Utara ingat panah-panahnya
yang digadaikan di Balai Pegadaian. Ia segera minta izin Utara untuk mampir
dulu ke Balai Pegadaian yang tak jauh dari medan pertempuran (sempat-sempatnya
lagi perang, kayak beli kopi aja)
Ia tebus busur, panah-panahnya dan juga mahkotanya dengan uang hasil pinjaman
dari Utara .. dan . eng ing eng.. inilah dia Harjuna!
(2)
Wrenahala kembali ke kereta, di mana Utara sedang menunggunya. Sebelumnya
Wrenahala minta izin kepada Utara, mau mampir di Balai Pegadaian.
Utara kaget, itu siapa kesatria tampan dan gagah, berpakaian lengkap dengan
busur, panah-panah di kantongnya (itu lho kantong kayak kantong kalkir, biasanya
dijual di Taman Sari/Pelesiran), mahkota serta pakaian kesatria.
Wajah dan perawakannya mirip Wrenahala, tapi kok benar-benar seperti seorang
kesatria, tidak seperti seorang wadam.
"Kamu siapa?" tanya Utara.
"Saya adalah Harjuna, penengah Pandawa" jawab Harjuna.
"Lho terus ngapain kamu di sini?" (ini bahasa prokem, yang aslinya jauh lebih
sopan dari ini)
"Kami sedang menyamar, biasalah sedang main petak umpet selama dua belas tahun
dengan saudara-saudara kami Kurawa." (main petak umpet kok lama bener ya... ).
Masih kaget, Utara segera dia turun dari kereta, dan menghormat gaya pramuka
pada Harjuna. Kalau di komik RA Kosasih sih dia duduk bersimpuh dan
menghaturkan sembahnya pada Harjuna, bersama saudara-saudaranya Wratsangka dan
Seta.
Harjuna mengajak Utara kembali ke medan peperangan, "Yuk Utara, main bola lagi
yuk... !" kata Harjuna. (ngaco..)
"Yuk Utara, kita balik lagi ke medan juang, melawan tentara Hastina." kata
Harjuna (nah ini bener).
Maka terjadi pergantian pemain. Berhubung Utara sudah agak capek dan kehabisan

panah-panahnya, sekarang gantian Utara yang menjadi sais Harjuna. Utara


melarikan kereta kudanya kembali ke medan pertempuran.
Maka Harjuna pun melancarkan serangan-serangan panahnya ke arah pasukan Hastina.
Satu persatu kesatria Hastina dihadapinya. Karna, Pendeta Dhorna, dan
Aswattama.
Kali ini Harjuna memperlihatkan kesaktiannya yang luar biasa. Ini karena dalam
masa pengasingan, dia sempat mendapatkan berbagai senjata hebat pemberian
berbagai betara, seperti Betara Shiwa yang memberinya Pasupati (ini mungkin asal
usul jalan layang Pasupati di Jl Pasteur-Bandung yang sama sekali gak mirip
panah Harjuna..). Ini ceritanya ada di kisah 'Arjuna Wiwaha', di mana dia
diminta oleh para dewa untuk mengalahkan seorang raja raksasa sakti yang bernama
Niwatakawaca. Harjuna berhasil membunuh raksasa tersebut, dan sebagai hadiahnya
dia ditikahkan dengan tujuh orang bidadari kahyangan (banyak amat ya..), yang
paling cantik, namanya Dewi Supraba)
Kembali ke medan peperangan... pasukan Wirata yang sekarang dipimpin Harjuna
bersama saudara-saudaranya Bhima, Nakula dan Sadewa, serta ketiga putra mahkota
Wirata - Utara, Wratsangka dan Seta, mulai dapat memukul mundur pasukan Hastina.
(3)

Pendeta Dhorna yang pertama kali mengenali sosok kesatria yang menghajar pasukan
Hastina itu.
"Ajoooow. Itu bukannya Harjuna, muridku yang terpandai." seru Pendeta Dhorna
(entah apa arti sebenarnya kata 'ajow' ini, di komik RAK tak ada lagi yang
mengatakannya kecuali beliau ini).
"Ah masa iya", kata Adipati Karna. "Bukannya mereka masih dalam masa hukuman?"
"Sudah yuk, kita tak usah meneruskan perang ini." kata Duryudana memutuskan,
setelah melihat pasukannya porak-poranda.
Maka mereka pun memutuskan untuk menyudahi peperangan, dan pulang dengan wajah
lesu (ini sebenarnya rada aneh juga, mengingat semua jenderal Hastina - Pendeta
Dhorna, Adipati Karna dan Aswattama ikut dalam peperangan. tapi ya biar singkat
cerita pokoknya pasukan Hastina gagal total)
Sepanjang jalan mereka hanya menggerutu, karena kalah perang dan kecewa
sekaligus malu dengan kekalahan yang diderita "Jadi mereka selama ini
bersembunyi di Wirata. Tapi mengapa mereka menyerang kita?" gerutu Duryudana

(buat Duryudana alasan Pandawa membela Wirata yang saat itu menjadi 'host' buat
mereka tidaklah dapat diterima).
Mereka tak tahu persis apakah waktu hukuman telah habis, ini masih perlu
ditanyakan pada Resi Bhisma. Maklum di antara para pembesar Hastina hanya sang
resi yang rajin menulis diary.
Pasukan Wirata yang dipimpin ketiga putra mahkota (Utara, Wratsangka dan Seta)
serta para Pandawa pulang dengan membawa kemenangan.
Sepanjang jalan para Pandawa dielu-elukan oleh rakyat Wirata (bukan diteriaki
'elu, elu', tapi disambut dengan tepuk tangan dan pujian-pujian), karena telah
berhasil menolong Wirata mengusir musuh yang hendak menduduki Wirata.
Sesampainya di istana keempat saudara Pandawa disambut oleh Prabu Matsyapati
yang sedang didampingi oleh Kanka. Saat itu pulalah Kanka membuka identitas
mereka yang sebenarnya, karena menurut perhitungan dia waktu hukuman Pandawa
telah habis.
Prabu Matsyapati terkejut sekaligus gembira mengetahui identitas sebenarnya dari
para pembantunya ini. Dia berkata, dia ingin memberi hadiah pada Pandawa,
khususnya Harjuna, yaitu dengan menghadiahkan putri bungsunya Utari pada Harjuna
(wah kok enak benar ya putri begitu cantik dijadikan hadiah buat Harjuna, memang
Harjuna dimanja banget nih sama Mpu Vyasa).
Tapi Harjuna bilang,"Maaf Prabu, Utari itu mantan murid tari saya, sewaktu saya
masih menyamar sebagai Wrenahala. Gak cocoklah saya, saya terlalu tua buat
dia." (ah kali ini tahu diri juga dia...) "Kalau boleh saya usul, biarlah anak
saya Abhimanyu yang menikah dengan Utari." lanjut Harjuna (wah kok enak bener
ngatur-ngatur jodoh orang, ternyata cerita Siti Nurbaya udah keduluan sama
Mahabharata).
Prabu Matsyapati setuju, maka direncanakanlah pernikahan Abhimanyu dan Utari.
(bersambung ke: Pernikahan Abhimanyu dan Utari)
Salam penggemar wayang,
Teddy T.
(Dari komik Mahabharata R.A. Kosasih)

Anda mungkin juga menyukai