Anda di halaman 1dari 12

SAINS BANGUNAN DAN UTILITAS I

KELOMPOK 4
PENGHAWAAN ALAMI

Angota Kelompok :
1. Kadek Yongki Ramada (1404205063)
2. Komang Micho Wedayana (1404205087)
3. I Gede Agus Adisastra Prabawa (1404205092)
4. I Made Hariwangsa Nugraha (1404205104)
5. Kadek Rion Putra Perdana (1404205110)

JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Makalah ini dibuat berdasarkan penugasan observasi bangunan 2 lantai yang
membahas penghawaan alami pada mata kuliah Sains Bangunan dan Untilitas. Dalam
Makalah ini kami membahas materi-materi tentang pengertian penghawaan alami, jenis dan
juga sistem penghawaan alami. Pembahasan pun akan berkisar tentang apa saja jenis
penghawaan alami, sistem dan cara kerjanya dan juga kapasitas yang dapat dimuat dari
sistem penghawaan alami tersebut.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka beberapa rumusan masalah yang dapat diangkat
adalah :
1.2.1.Apa saja jenis penghawaan alami yang terdapat pada bangunan?
1.2.2.Bagaimana cara memaksimalkan penggunaan penghawaan alami yang ada?
1.2.3.Bagaimanakah cara kerja penghawaan alami yang ada?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.3.1

Untuk mengetahui apa saja yang jenis penghawaan alami.

1.3.2

Untuk mengetahui cara memaksimalkan penghawaan alami yang ada.

1.3.3

Untuk mengetahui cara kerja penghawaan alami yang ada

1.4. Manfaat
Manfaat yang didapat dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.4.1. Penulis dapat mengetahui apa saja jenis penghawaan alami.
1.4.2. Penulis dapat mengetahui Bahan Penutup lantai yang tepat untuk digunakan.
1.4.3. Penulis dapat mengetahui cara kerja dari penghawaan alami yang ada.
1.4.4. penulis dapat memahami bahan penyusun pembuatan penghawaan alami.

1.5. Sistematika Pembahasan


Dalam makalah ini, penulis menjabarkan materi dari pengertian penghawaan alami,
jenis penghawaan alami, cara kerja dan juga cara memaksimalkan penghawaan alami yang
ada dalam bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Penghawaan alami adalah proses pertukaran udara di dalam bangunan melalui bantuan
elemen-elemen bangunan yang terbuka. Baik itu ventilasi, jendela, pintu serta bukaan
lainnya di dalam sebuah bangunan. Sirkulasi udara tersebut dapat memberikan kenyamanan
dari adanya aliran udara yang teratur. Sehingga aliran udara dapat mempercepat proses
penguapan di permukaan kulit sehingga dapat memberikan kesejukan bagi penghuni
bangunan.
Pada dasarnya penghawaan alami di dalam bangunan merupakan jaminan akan adanya
aliran udara yang baik dan sehat dengan kesejukan yang sewajarnya. Untuk mendapatkan
penghawaan yang baik perlu dirancang bentuk, elemen dan detail arsitektur yang bertujuan
mengoptimalkan aliran udara sejuk. Pertimbangan utama dalam perancangan optimalisasi
penghawaan alami adalah dengan menganalisis datangnya arah angin, kelembaban, luas
bukaan serta arah datangnya sinar matahari.
Secara umum angin memiliki arah yang dipengaruhi iklim makro. Sebagai contoh di
wilayah Indonesia angin dalam iklim makro megalir dari arah Tenggara ke Barat Daya.
Namun demikian iklim mikro yang dipengaruhi cuaca dan bentuk-bentuk di sekitar
bangunan akan lebih mempengaruhi aliran angin tersebut. Ada teori penataan masa
bangunan yang di buat berselang-seling hingga aliran angin dapat lebih lancar tanpa
tertutupi salah satu bangunan. Bentuk lain dari pengelolaan lingkungan sekitar bangunan
adalah rancangan tangkapan angin dengan masa bangunan yang menyudut hingga

mengarahkan angin lebih keras. Selain itu sinar matahari pada sore hari sangat dihindari
karena dapat memberikan efek panas yang berlebihan terhadap bangunan tersebut. Banyak
cara untuk menanggulanginya mulai dari cara alami maupun buatan seperti halnya vegetasi
ataupun dalam bentuk buatan seperti halnya sun shading ataupun gorden.
Untuk penataan ruang dalam bangunan juga dapat diatur hingga ada aliran angin dari
lokasi ruang yang dingin menuju ke lokasi ruang lain yang panas. Hal ini perlu dipahami
dengan ilmu fisika yang menetapkan bahwa udara akan mengalir dari tempat bertekanan
rendah pada suhu yang dingin menuju tempat bertekanan tinggi pada suhu yang panas.
Jika dalam satu bangunan terdapat ruang panas dibagian atap, sedang ruang dingin di
bagian bawah yang terteduhi pohon atau terdinginkan dengan kolam, maka perlu diatur
ruang-ruang diantaranya sehingga menjadi penghubung dua lokasi ruang yang berbeda
tekanan dan suhu tersebut. Ruang-ruang antara ini selayaknya memiliki bukaan atau dibuat
dengan partisi yang tidak memenuhi dinding sehingga dapat mengalirkan angin.
Dalam kasus tertentu arah angin dapat sejajar dengan dinding, oleh karenanya perlu
rancangan detail arsitektur agar membentuk bukaan yang mampu menangkap arah angin
tersebut. Sirip-sirip yang diletakkan vertikal di samping jendela akan dengan mudah
menangkap angin dan mengalirkannya ke dalam ruang hingga tercapai kesejukan. Dalam
satu ruang minimal perlu diletakkan dua jendela dalam posisi yang berjauhan agar terjadi
ventilasi silang (cross ventilation).
Perlu

diwaspadai

pula

bahwa

angin

ini

terkadang

membawa

debu.

Lingkungan luar yang penuh dengan perkerasan atau terbuka dengan penutup tanah/pasir
berpotensi menerbangkan debu hingga terbawa angin masuk ke dalam bangunan. Untuk
mengantisipasi selayaknya di sekeliling bangunan banyak ditanam pepohonan dan rumput
sebagai filter debu sekaligus pendingin suhu. Rumput dan tanaman perdu yang terkena
debu akan bersih ketika terjadi penyiraman pada dedaunan dan membawa kotoran jatuh ke
dalam tanah
Apabila dipanaskan, udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan
sehingga naik. Apabila hal ini terjadi, tekanan udara turun kerena udaranya berkurang.
Udara dingin disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara
menyusut menjadi lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara menjadi panas lagi

dan naik kembali. Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dinamanakan
konveksi.
Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada
suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di
terima oleh permukaan bumi. Pada suatu wilayah, daerah yang menerima energi panas
matahari lebih besar akan mempunyai suhu udara yang lebih panas dan tekanan udara yang
cenderung lebih rendah. Perbedaan suhu dan tekanan udara akan terjadi antara daerah yang
menerima energi panas lebih besar dengan daerah lain yang lebih sedikit menerima energi
panas, yang berakibat akan terjadi aliran udara pada wilayah tersebut.

2.2. Hal-Hal Yang Sangat Berkaitan Dengan Penghawaan Alami


1. Pencahayaan
Yaitu kebutuhan penerangan pada suatu ruang yang kita buat, terutama untuk
pemanfaatan penerangan dari cahaya alami. Penerangan alami seperti matahari sangat
mempengaruhi suhu ruangan yang bergantung pada intensitas cahaya yang masuk ke dalam
ruangan, sehingga bukaan baik jendela maupun ventilasi serta bukaan lainnya yang dapat
menjadi jalur masuknya cahaya harus sangat diperhitungkan untuk penghawaan yang baik
dalam suatu ruang.
Pada objek observasi tempat tinggal banyak sekali bukaan seperti jendela dan
ventilasi pada lantai 1 terdapat 12 buah jendela dan lantai 2 terdapat 9 jendela. Hal ini dapat
membuat kuantitas cahaya yang masuk dapat membuat ruangan menjadi panas, namun hal
ini juga mendukung masuknya angin ke dalam ruangan.

gambar 2.1 pencahayaan


2. Kelembaban

Yaitu banyaknya uap air pada udara dalam ruangan. Uap air dapat masuk secara
alami terbawa oleh angin. Selain itu kelembaban juga dipengaruhi oleh iklim sekitar serta
kandungan air yang terdapat pada suatu hunian itu sendiri seperti pada kamar mandi.
Kelembaban yang berlebihan dapat ditangani dengan meningkatkan suhu ruang dengan
bantuan cahaya matahari, sehingga pencahayaan juga sangat berpengaruh untuk
mendukung adanya kapasitas uap air pada ruangan sehingga terdapat kelembaban yang
optimal.
3. Luas bukaan
Bukaan pada ruangan dapat menjadi jalur adanya pergantian udara, dan masuknya
cahaya. Bukaan dapat berupa pintu, jendela, jalusi, lubang angin atau lostos atau lupangan,
dan lubang-lubang lain yang mungkin ada pada suatu ruangan.
Luas bukaan berupa ventilasi adalah berukuran 35x50cm. luas bukaan ini hanya
berupa ventilasi ditambah lagi luas bukaan jendela dan pintu dapat memaksimalkan jalur
masuknya angin ke dalam ruangan.

Gambar 2.2 bukaan berupa ventilasi dan jendela

2.3. Hal Yang Biasa Diperhatikan Mengoptimalkan Pengkondisian


Penghawaan
a. Orientasi Bangunan.

Radiasi matahari adalah penyebab utama tingginya suhu di dalam rumah. Sebisa
mungkin hindari banyak bukaan di arah timur dan barat. Apabila tidak bisa dihindari, bisa
diupayakan adanya barrier (pembatas) terhadap radiasi panas matahari, terutama matahari
sore di arah barat. Barrier bisa berupa tanaman atau vegetasi, atau elemen bangunan berupa
sun shading. Sun shading berupa elemen vertikal (sirip), elemen horizontal (topi-topi/over
hang).
Objek observasi kali ini memiliki orientasi bangunan ke selatan. Namun bukaannya
lebih banyak pada sisi barat dan timur. Hal ini dapat mendukung penghawaan karena arah
angin khususnya di bali selatan arah angin datang dari arah barat dan tenggara.
b. Perbanyak bukaan.
Bukaan atau ventilasi udara yang dianjurkan adalah paling tidak sebesar 15% dari
luas lantai bangunan. Objek observasi sudah mencakup lebih dari 15% dari standar bukaan
terhadap luas lantai keseluruhan.
c. Atur letak bukaan.
Ventilasi udara haruslah berada di kedua sisi bangunan atau ruangan. Tidak akan
banyak manfaatnya apabila bukaan hanya berada di salah satu sisi bangunan.
Udara luar tidak akan bisa masuk ke dalam rumah bila tidak ada lubang yang lain untuk
jalan keluar udara. Jadi, harus dihindari memanfaatkan seluruh kavling hingga ke belakang.
Sisakan sedikit bagian kavling di belakang rumah yang terbuka hingga ke atas, supaya
terjadi ventilasi silang. Dalam satu ruangan pun, sebaiknya, jendela/bukaan tidak berada
pada sisi yang sama. Misalkan suatu bidang dinding mempunyai jendela di sisi sebelah kiri,
sebaiknya bidang dinding yang berseberangan mempunyai jendela di sisi kanan. Dengan
konfigurasi seperti ini, diharapkan seluruh bagian rumah/ ruangan akan tersentuh oleh
aliran udara sehingga udara di dalam ruangan akan berjalan lancar.

2.4. Jenis penghawaan alami


a. Cross Ventilation System

Cross Ventilation System (CVS) atau yang biasa disebut sistem ventilasi silang
dapat dilakukan dengan meletakkan dua buah jendela atau bukaan di kedua sisi ruangan.
Ventilasi ini dapat diletakkan diberbagai tempat bangunan, seperti di atas jendela dan pintu
yang berrfungsi mengalirkan udara di tengah ruangan, diatap (contoh ventilasi pada plafon
memberikan ruang agar udara panas dari dalam bangunan dapat keluar sehingga aliran
udara segar dalam ruangan lancar) serta ventilasi bawah yang berfungsi memberikan
pasokan udara lebih banyak dan merata kedalam ruangan.
Udara di dalam ruangan harus selalu diganti oleh udara segar dari luar karena udara
di dalam ruangan ini banyak mengandung CO2 (karbondioksida) hasil aktivitas penghuni
ruangan seperti bernapas, merokok, menyalakan lilin, memasak, dan sebagainya. Sementara
itu, udara bersih yang dimasukkan ke dalam ruangan adalah udara yang banyak
mengandung O2 (oksigen).
Dalam system cross ventilation ini dikenal dua macam bukaan, sebagai berikut :

Inlet, merupakan bukaan yang menghadap ke arah datangnya angin sehingga

berfungsi untuk memasukkan udara ke dalam ruangan.

Outlet, merupakan bukaan lain di dalam ruangan yang berfungsi untuk mengeluarkan

udara. Bukaan yang dimaksud di atas dapat berupa lubang angin, kisi-kisi, jendela yang
bisa dibuka, pintu yang senantiasa terbuka atau pintu tertutup yang bisa mengalirkan udara
(misalnya pintu kasa atau pintu berjalusi).
Agar ruangan dapat teraliri udara secara optimal maka perletakan bukaan harus
disesuaikan dengan arah datangnya angin. Perletakan/posisi bukaan inlet dan outlet dalam
system cross

ventilation dapat

dibedakan

menjadi

dua

jenis,

sebagai

berikut.

Posisi diagonal (cross). Bukaan inlet dan outlet diletakkan dengan posisi ini apabila
angin datang secara tegak lurus (perpendicular) ke arah bukaan inlet.
Posisi berhadapan langsung. Bukaan inlet dan outle tdiletakkan pada posisi ini mana
kala angin dating bersudut/tidak tegak lurus (obligue) ke arah bukaan inlet.
Namun ada kalanya perletakan bukaan ini tidak dapat disusun seperti teknik di atas.
Hal ini mungkin terjadi karena bidang yang mengarah ke luar tidak saling berhadapan.
Disamping itu, sebab lain yang mungkin timbul adalah faktor keterbatasan lahan sehingga
ruang tersebut hanya memiliki satu bidang saja yang menghadap ke arah luar bangunan.

Pada kondisi-kondisi semacam ini, cross ventilation tetap dapat dilakukan yaitu dengan
menambahkan sirip-sirip vertikal di tepi bukaan sebagai pengarah udara untuk masuk atau
keluar ruangan. Sirip-sirip vertikal ini bisa terbuat dari batu bata, kayu, maupun beton.
Pada inlet dan outlet secara vertikal juga harus diperhatikan. Posisi inlet yang lebih
rendah daripada outlet akan mengalirkan udar pada ketinggian tubuh manusia sehingga
tubuh manusia bias merasakan kesejukan dari udara tersebut. Sebaliknya, posisi inlet yang
lebih tinggi daripada outlet justru akan membuat aliran udara hanya menjangkau sebagian
kecil tubuh manusia bagian atas sehingga kesegaran tidak dapat dirasakan penghuni rumah
tersebut.
Detail pemasangan bukaan juga harus diperhatikan agar diperoleh cross
ventilation yang sempurna. Posisi bukaan penangkap udara (inlet) sebaiknya berada pada
ketinggian aktivitas manusia, yaitu sekitar 0,5-0,8 m, sementara bukaan outlet sebaiknya
dibuat lebih tingggi karena udara yang akan dikeluarkan dari ruangan itu adalah udara yang
panas dan udara yang panas selalu berada di bagian atas ruangan.
Alternatif lain perletakan outlet adalah pada atap apabila menggunakan atap
bertipe jack roof. Lubang antara atap induk dengan atap topi pada jack roof dapat diberi
kisi-kisi sebagai bukaan keluarnya udara (outlet). Posisi outlet pada atap inilebih efektif
untuk mengeluarkan udara panas yang banyak berkumpul di bagian atas ruangan tersebut.
Dimensi atau kecepatan aliran udara dari bukaan inlet dan outlet juga harus
diperhatikan. Jika bukaan inlet memiliki dimensi atau kecepatan aliran udara lebih kecil
daripada bukaan outlet maka kecepatan aliran udara di dalam ruangan akan meningkat 30%
dari kecepatan udara di luar ruang. Namun, jika bukaan inlet memiliki dimensi atau
kecepatan aliran udara lebih besar daripada bukaan outlet maka kecepatan aliran udara di
dalam ruang akan turun 30% dari kecepatan di luar ruangan.
Dari kedua tipe di atas, pemilihan dimensi bukaan inlet yang lebih kecil dari
bukaan outlet atau memakai dimension yang sama besar namun dengan model yang
berbeda (kemampuan alir udara berbeda) lebih direkomendasikan.
Menurut cara membukanya, ventilasi alami ada 2 macam. Yaitu ventilasi alami yang
terbuka permanen, ataupun ventilasi alami temporer yang dapat dibuka dan ditutup.

Sebaiknya, sebuah rumah mempunyai keduanya. Ventilasi permanen untuk menjamin


pertukaran udara minimal setiap hari, ventilasi temporer untuk difungsikan apabila
memerlukan kondisi penghawaan yang lebih baik, misalnya ketika jumlah penghuni rumah
sedang banyak, atau ketika cuaca sedang sangat panas.

b. Barier System
Barier pada penghawaan disebut juga penghalang untuk mengurangi volume udara
panas yang masuk kedalam rumah. Cara ini dilakukan salah satunya dengan menggunakan
barier yang berupa tanaman pada sisi rumah, kadar panas yang dibawa oleh udara menuju
rumah dapat berkurang karena sebagian udara panas tersebut diredam oleh barisan
pepohonan pada sisi rumah.

Gambar 2.3 barier system berupa pohon mangga


d. Plafon
Plafon dapat menahan udara panas yang datang dari atas atau atap. Semakin tinggi jarak
langit-langit dengan lantai, akan menambah kesejukan didalam rumah karena adanya cukup
ruang untuk perputaran dan pertukaran udara.

Pada objek observasi ketinggian plafond adalah 3,5 meter. Hal ini dapat membuat udara
yang tertangkap di dalam ruangan kuantitasnya lebih banyak sehingga mendukung sekali
penghawaan alami yang ada. Bahan plafond yang digunakan juga dapat menyerap panas
menjadi lebih sejuk.
e. Secondary Skin
Secondary skin atau selubung/kulit bangunan yang kedua, dapat menambah lama
waktu panas masuk kedalam rumah dan dapat menghindari percikan air hujan. Ada
berbagai material yang dapaat digunakan sebagai secondary skin, salah satunya
penggunaan material batu alam.
Penutup dinding dilapisi batu alam, bahan ini dapat membuat kesejukan dalam ruangan
selalu terjaga sehingga tidak membuat ruangan terasa panas.

Gambar 2.4 secondary skin berupa batu alam

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penghawaan alami dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu pencahayaan, angin,


kelembaban, orientasi bangunan, banyak bukaan serta luas bukaan dan banyak faktor
lainnya. Oleh karena itu dalam pembentukan ruang yang mempunyai penghawaan yang
baik harus sangat memperhatikan faktor-faktor penting tersebut.
Pada objek observasi yang telah kami amati hampir keseluruhan ruangan yang ada
menggunakan dan mengaplikasian dasar-dasar penghawaan alami yang menjadi standar
dari penghawaan alami tersebut. Hanya saja ruang keluarga yang menggunakan
Penghawaan buatan seperti AC, karena posisi ruang yang ditengah sehingga bukaan berupa
jendela dan ventilasi sangat minim

3.2 Saran
Dalam pembangunan tempat tinggal seharusnya semua standar-standar penghawaan
alami harus diaplikasikan dalam mendesain. Hal ini dapat mendukung gerakan mencegah
pemanasan global sehingga apa yang dibangun merupakan desain yang ramah lingkungan
dan memanfaatkan apa yang telah ada layaknya penghawaan

Anda mungkin juga menyukai