Bab 1 Pendahuluan: Universitas Sumatera Utara
Bab 1 Pendahuluan: Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler adalah penyebab kematian nomor satu di dunia.
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pektoris tidak stabil (unstable angina/UA), infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (non-ST elevation myocardial infarction/NSTEMI), dan
infark
miokard
dengan
elevasi
segmen
ST
(ST
elevation
myocardial
infarction/STEMI) (Douglas,2010).
Setiap tahun, lebih dari satu juta penduduk Amerika menderita Acute
Coronary Syndrome(ACS). Faktor risiko Acute Coronary Syndrome (ACS) meliputi
jenis kelamin (pria sedikit lebih tinggi risikonya), usia (pria > 45 tahun dan wanita >
55 tahun), riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler, dan faktor risiko yang
dimodifikasi. Faktor risiko yang dimodifikasi meliputi hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes melitus, gaya hidup sedentari, dan merokok (Jeff C,2010).
Definisi hipertensi tidak berubah sesuai dengan umur: tekanan darah sistolik
(TDS) > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik (TDD) > 90 mmHg. The joint
National Committee on Prevention, Detection,Evaluation, and treatment of High
Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/lnternational Society of Hypertension guidelines
subcommittees setuju bahwa TDS & TDD keduanya digunakan untuk klasifikasi
hipertensi.
Makin meningkatnya harapan hidup, makin kompleks penyakit yang diderita
oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi pada
lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada
arteri
terganggu
dan
dapat
menyebabkan
mikroinfark
jaringan
(Anandani,2009).
Penelitian Framingham selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75
tahun mendapatkan hipertensi merupakan faktor pencetus terjadinya angina pektoris
dan miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi
yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3 kali lebih besar daripada penderita
yang normotensi dengan miokard infark. Hasil penelitian Framingham juga
mendapatkan hubungan antara penyakit jantung koroner (PJK) dan tekanan darah
diastolik. Penelitian Stewart 1979 & 1982 juga memperkuat hubungan antara
kenaikan tekanan darah diastolik dengan risiko mendapat miokard infark
(Anwar,2004).
Pada survei rumah tangga mengenai kesehatan yang telah dilakukan oleh
Badan Litbang Depkes RI, penyakit kardiovaskuler angka prevalensinya bergeser dari
urutan ke-9 pada tahun 1972, menjadi urutan ke-6 pada tahun 1980 dengan 5,9 kasus
per 1000 penduduk. Secara spesifik prevalensi penyakit kardiovaskuler khususnya
infark miokard pada kelompok umur kurang dari 40 tahun sebesar 3,1% dan pada
kelompok umur 40 s.d 49 tahun sebesar 19,9%. Sedangkan insiden serupa yang
terjadi di Jawa Tengah, kejadian infark miokard secara umum sebesar 1,03% dan
gejala angina pektoris(nyeri ulu hati) sebesar 0,50%(berdasarkan laporan kasus
penyakit tidak menular Dinkes Propinsi Jawa Tengah tahun 2007) (Supriyono,2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti amat berminat melakukan
penelitian gambaran lesi arteri koroner pasien pasca Acute Coronary Syndrome
(ACS) dengan faktor risiko hipertensi dan non hipertensi di Rumah Sakit Umum Haji
Adam Malik, Medan.
1.2.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah perbandingan lesi arteri koroner pada pasien pasca Acute Coronary
Syndrome (ACS) dengan faktor risiko hipertensi dan non hipertensi di RSUP H Adam
Malik, Medan.
1.3.
Tujuan Penelitian
Coronary Syndrome (ACS) dengan faktor risiko hipertensi dan non hipertensi.
1.4.
Manfaat penelitian