PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kornea
Iris
Lensa
Retina
Nervus optikus
dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk
palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus
dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke
septum orbitale di forniks dan melipat berkali kali. Pelipatan ini
memungkinkan
bola
mata
bergerak
dan
memperbesar
permukaan
Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung
jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel
tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada
neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
subkonjungtiva. Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell
dan melahirkan.
2.3.3. Etiologi
1) Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Italia mengenai
kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII
Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel
Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama
pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada faktor XIII Val34Leu
mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan
2)
3)
4)
5)
subkonjungtiva.
Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah, muntah, bersin).
Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata)
Hipertensi
Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat
trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,diabetes, SLE, parasit dan
defisisensi vitamin C.
6) Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
7) Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8) Beberapa infeksi sistemik dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk
septikemia, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles
dll).
9) Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang
panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10) Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi
oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtiva khalasis dan pinguecula.
11) Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting
pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
2.3.5. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata
(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola
mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus.
Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya
mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan
subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena struktur konjungtiva
yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan
menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan
pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas.
Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun
sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual
tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit (K
lang, 2000).
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna
merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik
kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat
terjadi secara spontan, akibat trauma,ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah
konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. Berdasarkan mekanismenya,
perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,yaitu :
a. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba-tiba (spontan).
Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan
mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur,
hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian anti koagulan dan batuk.
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan
tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali, untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia
darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
b. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang-kadang
menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi (Sjukur, 2012)
2.3.6. Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dari anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan
diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita
harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya,
langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan,
hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine atau pantocain
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit dan curiga etiologi lain jika
nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. Pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib
pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma
organ mata lainnya. Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila
perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan
subkonjungtiva terjadi penuh. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,
pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan
hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit (Sidharta, 2010).
2.3.8. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada
perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang
atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati. Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan
kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan.
Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan
penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan
mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang (Sidharta, 2010).
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :
a.
b.
c.
d.
e.
2.3.9. Komplikasi
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus
dipikirkan keadaan lain, mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami
kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan
gejala awal dari limfoma adneksa okuler.
2.3.10. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang
dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami
kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih
lanjut lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Clinical
Reference.Diakses
tanggal
29
Oktober
2013,
dilihat
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview.
K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook. 2000. Thieme Stuttgart : New York.
Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 4