Anda di halaman 1dari 9

Analisis Masalah

1. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari Cendoxytrol?


Jawab:
Komposisi: Tiap 1 ml obat tetes mata Cendoxytrol mengandung 0,1 %
Dexamethason, Neomisin 3,5 mg dan Polimiksin 6000 IU.
Indikasi:
- Blefaritis tidak bernanah
- Infeksi mata yang disebabkan oleh bakteri yang peka terhadap neomisin dan
polimiksin
- Konjungtivitis tidak bernanah
- Skleritis
- Tukak kornea
- Keratitis
Kontraindikasi:
-

Penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap salah satu komponen obat.
Penderita tuberkulosis mata, infeksi mata yang disebabkan jamur dan virus, cacar
air, konjungtivitis akut yang berananah, atau blefaritis akut yang bernanah.

Dosis: Dosis yang lazim diberikan adalah 4 6 kali sehari 1 2 tetes.


Efek samping:
-

Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang.


Iritasi mata, rasa terbakar, tersengat, gatal, penurunan ketajaman mata.
Katarak subkapsular posterior dan glaukoma pada penggunaan jangka panjang
dan terus menerus.

Kemasan: Obat tetes mata dalam botol 5 ml dan 15 ml.


2. Apa penyebab dan mekanisme keluhan tidak berkurang, mata kanan makin
kabur?
Jawab: Keluhan tidak berkurang setelah diberikan obat karena sebenarnya obat
cendoxytrol bukanlah obat yang tepat untuk mengobati trauma tumpul pada mata.
Selain itu, efek steroid yang dimiliki oleh obat tersebut dapat meningkatkan tekanan
intraokuler sehingga menyebabkan mata kanannya makin kabur.

3. Apa perbedaan antara perdarahan yang berasal dari konjungtiva dan limbus?

Jawab: Periconjunctival vascular injection berwarna merah terang, terlihat jelas


pembuluh darah yang berdilatasi meliputi konjungtiva dan semakin ke arah limbus
hipereminya semakin berkurang
Pericorneal vascular injection pembuluh darah superfisial, melingkari atau terbatas
sekitar limbus

Periconjunctival vascular injection


4. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal: TIOD 35,50 mmHg?
Jawab: Terjadi peningkatan TIOD (Normal: 10-21 mmHg). Pada kasus ini, pasien
mengalami trauma tumpul pada mata kanan dimana gaya-gaya kontusif dapat
menyebabkan robeknya pembuluh darah di iris atau badan siliar dan merusak sudut
bilik mata depan (BMD) sehingga terbentuklah hifema. Darah bebas dan fibrin
menyumbat anyaman trabekular (trabecular meshwork) yang juga mengalami edema
karena cedera. Aliran cairan aqueous humor ke trabekula menjadi terhambat dan
terjadilah peningkatan TIO.
5. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal: Iris, pupil, lensa, dan
segmen posterior tidak dapat dinilai?
Jawab: Penilaian iris, pupil, lensa, dan segmen posterior tidak dapat dilakukan karena
adanya hifema yang membentuk black ball eye sehingga struktur tersebut sulit untuk
dilihat.
Trauma tumpul pada mata dapat mengakibatkan iridoplegia (kelumpuhan sfingter
pupil sehingga pupil berdilatasi) dan iridodialisis (terlepasnya iris dari pangkalnya
sehingga bentuk pupil tidak bulat). Lensa mata dapat mengalami subluksasi
(berpindahnya lensa karena Zonula Zinni yang terputus) dan luksasi lensa (putusnya
Zonula Zinni dari ekuator sehingga lensa masuk ke BMD).
Dilatasi pupil menyebabkan pemeriksaan harus ditunda terlebih dahulu sampai
hifema reda dengan penyerapan spontan karena berisiko mengakibatkan perdarahan
kembali.

Subconjunctival Bleeding

Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan
di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.

Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di
permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki
suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan
sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata.
Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari
nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan
bergabung ke lapis tarsal posterior. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan
posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior
tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan

membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.


Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan

bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel
kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt.
Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan
menyatu. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan
melipat berkali kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal,
mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan

membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan
membran mukosa.

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5


Pasokan darah, limfe dan persarafan
Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva yang
banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus
dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus
yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V.
Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Histologi konjungtiva :

Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5


sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel
tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel
goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks,
dimana jumlahnya sekitar 5 10% jumlah sel basal. Lapisan epitel konjungtiva
terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan
basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel epitel
skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel sel
superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan
pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid
(superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung
jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam
folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan
mengapa kemudian menjadi folikuler.

Perdarahan Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah
konjungtiva. Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan
mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.

B. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva


Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada


permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman,

terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.


Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau

merah tua (tebal).


Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan
berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.

C. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata
(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar
dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah
yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali
bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh
dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.

Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di
jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki
intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah
lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya
menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada
kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni
secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit.
Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar,
berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun
infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang
bermuara ke ruang subkonjungtiva.
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba
(spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel
sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat
menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi,
arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan
batuk rejan.
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun
pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus
seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan
terlebih dahulu.
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata
langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan
yang terjadi kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
D.

Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali

mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya


perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun
heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan

subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko
perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.
Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva.
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola
mata)
4. Hipertensi
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya
riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE,
parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan
warfarin.
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia,
malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan
tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang
diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula.
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
E.

Diagnosis dan pemeriksaan


Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari
bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi
untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.
Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika
nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.

Memeriksa

ketajaman

visual

juga

diperlukan,

terutama

pada

perdarahan

subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik


dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez
Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan
subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus <
6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan
ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya
didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya.
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu,
lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan
subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan
subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu
prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit.

F.

Diagnosis banding
1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata
merah.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi
G. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini
pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva
akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan
sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga
dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari
penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk
mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon
(vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor
risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan


kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk
melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.

H.

Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 2
minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti
yang telah disebutkan diatas.
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan)
harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan
kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari
limfoma adneksa okuler.
I. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya
yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering
mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk
dievaluasi lebih lanjut lagi.

Anda mungkin juga menyukai