Dokumen - Tips Karakteristik Daging Buah Kelapa
Dokumen - Tips Karakteristik Daging Buah Kelapa
DENGAN PRODUK
Rindengan Barlina, A. Lay dan Novarianto Hengky
BALAI PENELITIAN TANAMAN KELAPA DAN PALMA LAIN
PENDAHULUAN
Kelapa masih merupakan tanaman perkebunan terluas di Indonesia
dibandingkan tanaman perkebunan lainnya, seperti kelapa sawit. Kelapa menempati
3.7 juta hektar dari 14.2 juta hektar areal perkebunan atau 26% dari total areal dan
sekitar 97% merupakan perkebunan rakyat. Namun demikian sampai saat ini
pemenuhan kebutuhan minyak goreng masih didominasi oleh minyak sawit yang
diperkirakan mencapai 9 kg/kapita/tahun (Budianto dan Allorerung, 2003), dibandingkan minyak kelapa hanya 2.89 kg/kapita/tahun (Andries et al, 1997).
Luas areal kelapa 3.7 juta hektar, yang terdiri atas kelapa Dalam dan Hibrida,
dengan pemeliharaan intensif dapat mencapai produksi masing-masing 2.5 ton
kopra/ha/thn dan 4.0 ton kopra/ha/thn (Allolerung dan Mahmud, 2003). Apabila
produksi ini dicapai tentu akan tersedia bahan baku daging buah kelapa yang cukup
banyak. Oleh karena itu potensi bahan baku ini harus didayagunakan secara optimal,
sehingga kelapa dapat terangkat menjadi komoditas primadona dalam peningkatan
nilai tambah bagi sekitar 16.32% penduduk Indonesia yang masih tergantung pada
komoditas kelapa (Brotosunaryo, 2003).
Untuk menunjang pendayagunaan daging buah kelapa secara optimal, sebagai
bahan baku industri makanan, maka penelusuran lebih terinci mengenai sifat
fisikokimia daging buah patut dilakukan sebab sifat fisikokimia baku sangat
menentukan mutu produk yang dihasilkan. Dengan demikian upaya pengembangan
pengolahan produk akan lebih terarah sesuai dengan sifat fisikokimia bahan baku
kelapa. Penggunaan kelapa untuk pengolahan berbagai produk, berbeda-beda tingkat
kematangannya, oleh karena itu, faktor umur panen dari masing-masing jenis kelapa
sesuai dengan produk yang akan dihasilkan perlu ditelusuri.
Berbagai hasil penelitian mengungkapkan, bahwa jenis kelapa dan tingkat umur
panen akan mempengaruhi sifat fisikokimia daging buah. Oleh karena itu, setiap
kultivar kelapa yang akan dikembangkan harus dilengkapi dengan sifat fisikokimia
pada setiap umur panen, sebab tiap jenis produk menghendaki tingkat umur panen
yang berbeda. Dalam tulisan ini akan diuraikan sifat fisikokimia daging buah
beberapa jenis kelapa pada beberapa umur panen dan kaitannya terhadap pengolahan
produk.
SIFAT-SIFAT FISIKOKIMIA DAGING BUAH KELAPA
DAN PRODUK YANG DIHASILKAN
A. Daging Kelapa Muda
Konsumsi terbesar daging kelapa muda umumnya hanya terbatas sebagai
bahan untuk minuman es kelapa muda. Jika memperhatikan sifat fisikokimia daging
kelapa muda pada umur 8 bulan (Tabel 1), maka daging kelapa muda tersebut sesuai
untuk makanan semi padat (selai, koktil, tart kelapa) dan suplemen makanan bayi.
Tabel 1. Sifat fisikomia daging buah kelapa hibrida umur 8 bulan untuk bahan baku
makanan semi padat dan suplemen makanan bayi
Kelapa
hibrida
Kadar
air
(%)
Kadar
abu
(% bk)
KHINA-1
85.26
3.81
PB-121
83.37
2.92
GKNxDTE
86.06
GKBxDTE
86.31
GKBxDMT
87.24
GRAxDMT
84.24
Kadar
protein
(% bk)
Kadar
karbohidrat
(% bk)
Kadar
galaktomanan
(% bk)
Kadar
fosfolipida
(% bk)
10.88
43.51
4.40
0.18
9.73
40.08
4.87
0.16
3.07
9.57
42.93
4.20
0.19
3.95
10.34
44.87
3.94
0.17
4.30
9.58
34.68
4.06
0.17
4.33
10.94
34.03
4.11
0.18
pembuatan makanan bayi. Kadar protein buah umur 8 bulan dari keenam jenis kelapa
berkisar 9.57 - 10.94% (Tabel 1) merupakan sumber protein potensial. Hal ini
disebabkan protein kelapa tidak mengikat senyawa antinutrisi (Banzon dan Velasco,
1982), seperti bahan baku makanan bayi lainnya yang berasal dari jenis kacangkacangan. Kadar abu berkisar 2.92 - 4.33% merupakan sumber mineral yang cukup
baik dalam daging buah kelapa (terdapat 8 mineral, yakni K, Ca, P, Mg, Fe, Zn, Mn,
dan Ca (Kemala dan Velayutham, 1978). Komposisi asam lemak esensial linoleat
(omega 6) pada daging buah kelapa muda juga tergolong tinggi sekitar 2.35%
(Rindengan, 1999), dan sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Sampai saat ini belum ada industri pengolahan makanan bayi yang memanfaatkan
potensi nutrisi yang terkandung pada daging buah kelapa muda. Pengolahan
makanan bayi biasanya menggunakan peralatan seperti Drum Dryer dan Ekstruder,
yang proses pemasakannya berlangsung beberapa menit saja. Produk yang diperoleh
bersifat instan sehingga hanya dengan penambahan air panas langsung dapat
diperoleh bentuk pasta dan siap dikonsumsi. Adanya kandungan galaktomanan,
fosfolipida dan karbohidrat, menunjang diperolehnya bentuk pasta yang merupakan
salah satu sifat organoleptik penting pada makanan bayi.
3. Makanan ringan
Pada umumnya makanan ringan memiliki sifat-sifat fisik, antara lain
renyah/garing dan kering (kadar air rendah). Untuk menghasilkan makanan ringan
dengan sifat-sifat tersebut di atas, dibutuhkan bahan baku yang memiliki sifat
fisikokimia yang dapat menunjang mutu yang diharapkan. Umumnya golongan
umbi-umbian, misalnya kentang banyak digunakan. Kentang memiliki kadar air
77.80% (Anonim., 1981) hampir sama dengan kadar air daging kelapa yang berumur 9
bulan yaitu, berkisar 71.31 - 75.35% (Tabel 2), tetapi kadar karbohidrat agak berbeda,
kentang 84.04%, sedangkan daging kelapa sekitar 34.60 - 45.60%. Daging buah
berumur 8 bulan rata-rata memiliki kadar karbohidrat tinggi 34.03 - 43.51% dan kadar
air sangat tinggi (Tabel 1) sehingga kalau dibuat makanan ringan, permukaan
berkeriput karena ruang-ruang antar sel belum berisi penuh dengan bahan padatan.
Karbohidrat sebagai sumber pati (terdiri dari amilosa dan amilopektin) sangat
berperan pada sifat fisik produk, misalnya renyah/garing. Kadar amilosa turut
berperan pada sifat fisik tersebut. Keseimbangan kadar air dan karbohidrat sangat
penting untuk menghasilkan makanan ringan yang sesuai selera konsumen. Protein
dan gula reduksi, selain sebagai sumber kalori juga berperan sebagai komponen yang
menghasilkan warna agak coklat setelah mengalami proses karamelisasi. Salah satu
jenis makanan ringan yang dapat diolah dari daging buah kelapa muda umur 9 bulan
adalah coconut chip (keripik kelapa).
Tabel 2. Kadar air, karbohidrat, protein dan gula reduksi daging buah
berbagai jenis kelapa umur 9 bulan
Kelapa hibrida
Kadar air
(% bk)
Kadar karbohidrat
(% bk)
Kadar protein
(% bk)
KHINA-1
73.60
45.60
9.55
1.13
PB-121
74.42
36.19
8.59
0.51
GKNxDTE
72.56
41.21
9.64
1.18
GKBxDTE
75.35
39.47
9.30
0.82
GKBxDMT
73.62
38.92
8.68
1.35
GRAxDMT
71.31
34.60
8.09
1.34
B.
dan berwarna putih. Kelapa parut kering adalah bahan baku yang banyak digunakan
dalam pengolahan berbagai macam biskuit, roti atau jenis kue tertentu sehingga
berfungsi sebagai substitusi penggunaan tepung. Dengan demikian, maka kelapa
parut kering harus memiliki sebagian dari sifat-sifat tepung, antara lain tidak lengket
(bergumpal) dan berwarna putih.
Pada umumnya kelapa parut kering yang diolah dari buah kelapa hibrida
menghasilkan sifat-sifat yang kurang sesuai, sehingga kelapa hibrida jarang
digunakan. Hal ini disebabkan kadar galaktomanan dan fosfolipida yang tinggi,
terutama pada umur buah 10 bulan (Tabel 3). Jadi yang diolah untuk kelapa parut
kering adalah kelapa Dalam karena kadar galaktomanan dan fosfolipid yang rendah,
yaitu kelapa Dalam DMT, DTA, DTE pada umur 12 bulan, umumnya kadar
galaktomanan dan fosfolipida rendah, masing-masing berkisar 0.18 - 0.20% dan 0.110.13%.
Tabel 3. Sifat sifat fisikomia daging buah kelapa yang mempengaruhi pengolahan
kopra, minyak, kelapa parut kering, santan dan tepung.
Jenis
kelapa
KHINA-1
PB-121
GKNxDTE
GKBxDTE
GKBxDMT
GRAxDMT
DMT*
DTA*
DTE*
GKB*
GKN*
GRA*
Umur
buah
Kadar
air
Kadar
lemak
Kadar
karbohidrat
(bulan)
10
11
12
10
11
12
10
11
12
10
11
12
10
11
12
10
11
12
12
12
12
12
12
12
(%)
66.24
59.49
56.38
62.26
59.25
50.31
63.82
56.30
50.51
65.22
59.67
56,13
65.14
56.19
55.88
63.75
57.47
55.09
49.80
51.60
51.90
51.60
51.60
51.60
(% k)
44.69
48.94
53.11
54.51
52.97
51.52
53.26
56.01
56.82
54.37
56.14
47.81
51.31
52.36
43.88
50.08
55.40
50.15
52.95
69.31
50.50
55.31
58.09
57.78
(% bk)
43.33
40.69
35.94
33.61
33.03
38.64
34.37
34.86
33.42
37.03
33.50
42.54
37.70
37.60
42.07
35.33
33.66
40.60
-
Kadar
galaktomanan
(%bk)
2.33
1.09
1.19
2.28
2.24
1.91
1.85
0.96
1.11
2.88
1.92
1.24
3.89
2.07
1.03
2.85
1.30
1.35
0.20
0.19
0.20
0.18
0.20
0.18
Kadar
serat
kasar
(%bk)
18.85
19.26
20.77
19.59
22.69
17.71
19.70
22.47
21.91
20.43
23.13
22.65
21.51
23.16
23.19
20.43
21.22
20.13
-
Kadar
fosfolipida
(%bk)
0.14
0.08
0.12
0.10
0.09
0.09
0.15
0.10
0.13
0.15
0.12
0.12
0.15
0.05
0.11
0.17
0.14
0.14
0.13
0.12
0.11
0.11
0.13
0.11
(Kirchenbauer, 1960). Proses oksidasi asam lemak tidak jenuh dari fosfolipida akan
membentuk peroksida dan akan mudah terdekomposisi menjadi senyawa keton yang
berwarna kuning, aldehid dan senyawa-senyawa lainnya. Aldehid yang dihasilkan
dapat bereaksi dengan gugus amino dari protein membentuk komponen berwarna
coklat (Ketaren, 1986). Untuk menghindari sifat-sifat yang diakibatkan oleh kedua
sifat kimia tersebut, maka dalam pengolahan kelapa parut kering sebaiknya
menggunakan buah kelapa berumur 11 bulan dari KHINA-1 dan GKN x DTE, umur
12 bulan dari GKB x DMT. Sedangkan PB-121, GKB x DTE dan GRA x DMT,
sebaiknya diarahkan pada pengolahan produk yang diharapkan berwarna coklat,
seperti candy (permen dan es krim). Kadar lemak kelapa hibrida pada umur 11-12
bulan berkisar 47.81 - 56.82%, kelapa Dalam DMT umur 12 bulan 52.95%, DTA 69.31%,
DTE 50.50% sedangkan kelapa genjah GKB 55.31%, GKN 58.09% dan GRA 57.78%.
Kadar lemak kelapa parut kering dari jenis kelapa Dalam berkisar 66% (Banzon dan
Velasco, 1982). Saat ini telah dikembangkan kelapa parut kering berkadar lemak
rendah. Oleh karena itu adanya variasi kandungan lemak pada beberapa jenis kelapa,
maka pilihannya dapat dilakukan sesuai bahan baku yang tersedia.
Sejalan dengan berkembangnya berbagai industri makanan, seperti biskuit,
candy (permen), coklat dan es krim, maka permintaan produk ini semakin meningkat.
Sehingga ekspor pada tahun 2000 menjadi 31,373 ton dengan nilai US $21.952.000
(Budianto dan Allorerung, 2003).
3. Santan kelapa
Balasubramaniam (1976) menyatakan bahwa galaktomanan, fosfolipida dan
protein dapat berfungsi sebagai emulsifier (pemantap emulsi) pada santan. Selain itu
fosfolipida dapat menyebabkan perubahan warna menjadi kecoklatan akibat oksidasi
lemak tak jenuh. Pada keenam jenis kelapa hibrida dengan umur buah 10 bulan,
kadar galaktomanan dan fosfolipida cukup tinggi, meskipun kadar protein bervariasi.
Oleh karena itu, untuk bahan baku santan segar dapat digunakan keenam jenis
kelapa hibrida tersebut, sebab santan segar biasanya langsung dikonsumsi. Untuk
santan pasta, sebaiknya digunakan buah kelapa yang berkadar fosfolipida rendah,
seperti KHINA-1, GKB x DMT dan PB-121 berumur 11 bulan. Pada tahun 2000,
Indonesia telah mengekspor santan pasta atau krim sebesar 9.234 ton dengan nilai
US $ 8.534.000 (Budianto dan Allolerung, 2003).
4. Tepung kelapa
Hasil analisis ampas kelapa dari jenis kelapa hibrida KHINA-1 pada umur 11-12
bulan, diperoleh kadar protein 4.11%, serat kasar 30.58%, lemak 15.89%, kadar air
4.65%, kadar abu 0.66% dan karbohidrat 74.69% (Rindengan, et al, 1997). Ampas kelapa
dapat diolah lebih lanjut menjadi tepung kelapa. Tepung adalah bahan baku pada
pembuatan berbagai jenis makanan (kue), selain berfungsi sebagai sumber pati (gizi),
juga pembentuk struktur. Sifat fisik tepung yang diperhatikan adalah harus berwarna
putih dan tidak bergumpal. Dikaitkan dengan sifat kimia (Tabel 3), maka yang
berperan pada sifat tepung adalah galaktomanan dan fosfolipida. Oleh karena kadar
serat kasar yang tinggi (30.58%), tepung dari ampas kelapa sangat baik digunakan
sebagai salah satu bahan dalam membuat formula makanan, khusus bagi konsumen
yang beresiko tinggi terhadap obesitas, kardiovaskuler dan lain-lain. Untuk keenam
jenis kelapa hibrida semakin matang buahnya, serat kasar relatif semakin tinggi,
sebaliknya galaktomanan dan fosfolipida semakin rendah. Meskipun demikian,
karena tepung kelapa hanya diolah dari hasil samping pembuatan santan, maka bahan
baku yang digunakan sebaiknya mengikuti bahan baku pembuatan santan.
KESIMPULAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Anonim, 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat gizi Depkes RI.
Bhratara, Jakarta. 57 p.
Andries, J., B. Harsono dan R.H. Akuba. 1997. Prospek pasar minyak kelapa di
Indonesia. Prosiding Temu Usaha Perkelapaan Nasional. p.41-47.
Allolerung, D, dan Z. Mahmud. 2003. Dukungan kebijakan Iptek dalam perberdayaan
komoditas kelapa. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22-24
Oktober 2002. p.70-82.
Balasubramaniam, K. 1976. Polysaccharides of the kernel of maturity and mature
coconuts. Journal of Food Science. 41(1370-1371).
Banzon, J.A. and J.R. Velasco. 1982. Coconut Production and Utilization. Metro
Manila, Philippines. 351 p.
Budianto, J. dan D. Allolerung. 2003. Kelembagaan perkelapaan di Indonesia.
Prosiding Konferensi Nasional Kelapa V. Tembilahan, 22-24 Oktober 2002. p.1-9.
MONOGRAF PASCA PANEN KELAPA