Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak lansia mempunyai masalah sensoris yang berhubungan dengan perubahan
normal akibat penuaan. Perubahan sensoris dan masalah yang dihasilkan mungkin
merupakan faktor yang turut berperan paling kuat dalam perubahan gaya hidup. Persepsi
sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling berhubungan dengan orang
lain dan untuk memelihara atau membentuk hubungan yang baru, respon terhadap
bahaya, dan menginterpretasikan masukan sensoris dalam aktifitas kehidupan sehari-hari.
Salah satu gangguan sensoris yang terjadi pada lansia yaitu gangguan pada indra
penglihatan (mata). Mata merupakan salah satu indra pada tubuh kita yang memiliki
fungsi yang sangat penting. Fungsi mata yang ada pada tubuh manusia sebagai indra
penglihatan.
Gangguan penglihatan merupakan masalah penting yang menyertai lanjutnya usia.
Ganguan penglihatan yang dapat terjadi pada lansia antara lain, katarak, glaukoma, rabun
dekat dan lain-lain. Akibat dari masalah ini seringkali tidak disadari oleh masyarakat,
para ahli, bahkan oleh para lanjut usia sendiri. Dengan berkurangnya penglihatan, para
lanjut usia sering kali kehilangan rasa percaya diri, berkurang keinginan untuk pergi
keluar, untuk lebih aktif bergerak kesana kemari. Mereka akan kehilangan kemampuan
untuk membaca atau melihat televisi. Kesemua itu akan menurunkan
aspek sosialisasi dari para lanjut usia, mengisolasi mereka dari dunia luar yang pada
gilirannya akan menyebabkan depresi dengan berbagai akibatnya. Oleh karena gangguan
penglihatan yang dapat menimbulkan beberapa dampak bagi klien, penulis termotivasi
untuk membahas mengenai asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
penglihatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan rumusan masalahnya,
yaitu Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem
penglihatan?
C. Tujuan Pembahasan
1

1. Untuk memahami asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem


penglihatan.
2. Memahami pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem
penglihatan.
3. Memahami analisa data pada lansia dengan gangguan sistem penglihatan.
4. Memahami diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem penglihatan.
5. Memahami intervensi yang dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem
penglihatan.
D. Manfaat Pembahasan
1. Untuk memahami pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan gangguan
sistem penglihatan.
2. Untuk memahami analisa data pada lansia dengan gangguan sistem penglihatan.
3. Untuk memahami diagnosa keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem
penglihatan.
4. Untuk memahami intervensi yang dilakukan pada lansia dengan gangguan sistem
penglihatan.
5. Untuk meningkatkan pengetahuan mengenai konsep asuhan keperawatan pada lansia
dengan sistem penglihatan.

BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian
2

Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak pada otak
ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan
yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu,
dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria
maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan, produksi air mata oleh
kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan
menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih
kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan
reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan
berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi
kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti
coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi
terhadap kegelapan berkurang (sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia
pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan
membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat
memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang
berhubungan dengan Penuaan
1.
Penurunan kemampuan

Implikasi Klinis
1.

akomodasi.

Kesukaran dalam membaca huruf-huruf


yang kecil.

2.

Kontriksi pupil sinilis.

2.

Penyempitan lapang pandang

3.

Peningkatan kekeruhan

3.

Sensitivitas terhadap cahaya

lensa dengan perubahan warna 4.

Penurunan penglihatan pada malam hari

menjadi menguning.

Kesukaran dengan persepsi kedalamam

5.

Perubahan sistem indera pada penuaan :


Perubahan Morfologis Penglihatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perubahan Fisiologis Penglihatan

Penurunan jaringan lemak sekitar mata


Penurunan elastisitas dan tonus jaringan
Penurunan kekeuatan otot mata
Penurunan ketajaman kornea
Degenerasi pada sclera, pupil dan iris
Peningkatan frekuensi proses terjadinya

1.
2.
3.
4.
5.
6.

penyakit

warna hijau, biru dan ungu


7. Kesulitan mengenali benda yang

7. Peningkatan densitas dan rigiditas lensa

Penurunan penglihatan jarak dekat


Penurunan koordinasi gerak bola mata
Distorsi bayangan
Pandangaan biru-merah
Compromised night vision
Penurunan ketajaman mengenali

bergerak

8. Perlambatan proses informasi dari


system saraf pusat
B. Jenis gangguan pada lansia dengan gangguan penglihatan
1. Perubahan sistem lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan sering mengeluarkan air mata.
Kegagalan fungsi pompa pada sistem kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena
kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan
menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan sistem kanalis lakrimalis yang
sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, dimana dikatakan
bahwa dacryostenosis tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria.
Adapun patogenesis yang pasti terjadinya sumbatan duktus nasolakrimalis masih
belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar
lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada
duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air
matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan
memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda
asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan
gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal
kadang hiperemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu
dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time.
2. Perubahan refraksi

Pada orang muda, hipermetropi dapat diatasi dengan kontraksi muskulus siliaris.
Dengan bertambahnya usia hipermetropi laten menjadi lebih manifestasi karena
hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sklerosis nucleus pada lensa,
hipermetropi menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di
lensa dan lensa cenderung lebih cenbung. Perubahan astigmat mulai terlihat pada
umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the
rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2%
dan against the rule 35%. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat
antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses
penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan
kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan
perubahan pada muskulus siliaris oleh karena proses penuaan.
3. Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi
H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa faktor berpengaruh pada produksi
H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro
liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena
dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil dibanding
perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
4. Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan
kelopak mata. Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi
pada :
a. M. orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra
yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia
lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya
mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal
dimana enteropion muskulus tersebut relatif stabil. Pada ektropion, bila margo
palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini
menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara
mekanik akan memperberat ektropionnya.
5

b. Retractor palpebra inferior


Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/
berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
c. Tartus
Bilamana tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi
atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
d. Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/
lateral sehingga secara horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahanperubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola
mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita.
Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relatif lebih nyata. Jadi
apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi
inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada
m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
e. Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami
disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita.
Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun
m.levatornya sendiri relatif stabil sepanjang usia. Bila blefaroptosis tersebut
mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bisa diatasi
dengan tindakan operasi.
f. Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya
sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan.
Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan
migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra
superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.
Gejala dan tanda :
1) Kesulitan menggangkat palpebra superior
2) Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis
dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.
3) Terbatasnya lapangan pandang superior
7

4) Keluhan kosmetik.
Penanganan :
Dilakukan blefaroplasti untuk mengatasi gejala dan memperbaiki penampilan.
Dengan terjadinya perubahan struktur pada kelopak mata tersebut akibat proses
penuaan, maka secara klinis manifestasi yang sering dijumpai adalah :
1. Entropion Senilis
Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami inverse yang terjadi pada
lanjut usia.
Gejala dan tanda :
a. Mata merah
b. Berair
c. Rasa gatal
Hal ini disebabkan karena iritasi dan abrasi cornea. Bila berlanjut bisa
menyebabkan ulkus cornea.
Penanganan :
Koreksi entropion yaitu dengan cara :
1. Jahitan eversi
2. Prosedur Weis (splitting palpebra transversa + jahitan eversi) dengan /
tanpa pemendekan horizontal
3. Plikasi retractor palpebra inferior
2. Ektropion Senilis
Yaitu suatu keadaan dimana margo palpebra mengalami eversi yang terjadi pada
usia lanjut.
Gejala dan tanda :
a. Epifora
b. Konjungtiva palpebra hipewremi dan hipertrofi
c. Konjungtiva bulbi hiperemi
Penanganan :
Koreksi ektropion dengan cara :
1. Lazy T
2. Eksisi diamond tarsokonjungtiva
3. Pemendekan palpebra horizontal
8

C. Perubahan dari segi aspek klinik


1. Katarak
Katarak adalah kekeruhan pada lensa atau kapsul lensa mata, penyebab umum
kehilangan penglihatan yang bertahap. Lensa yang keruh menghalangi cahaya
menenbus kornea, yang pada akhirnya mengamburkan tangkapan bayangan pada
retina. Sebagai hasilnya, otak menginterprestasikan bayangan yang kabur.
Katarak umumnya mempengaruhi kedua mata, tetapi katarak di masing-masing
mata memburuk sendiri-sendiri. Pengecualian pada katarak traumatik, yang biasanya
unilateral, dan katarak congenital, yang kondisinya dapat tidak berubah. Katarak
merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada orang diatas usia 70 tahun.
Pembedahan memperbaiki penglihatan pada sekitar 95% pasien. Tampa pembedahan,
katarak akhirnya menyebabkan kehilangan penglihatan total.
Katarak di klasifikasikan berdasarkan penyebabnya :
1. Katarak senile terjadi pada lansia, kemungkinan karena perubahan kimiawi pada
protein lensa.
2. Katarak kongenital terjadi pada bayi baru lahir akibat kesalahan metabolisme
sebelum dilahirkan atau akibat infeksi rubella maternal selama trimester pertama
kehamilan. Katarak tipe ini juga dapat terjadi akibat anomaly congenital atau
akibat genetic. Penurunanya biasanya dominant autosom; namun, katarak resesif
mungkin terkait dengan kromosom seks.
3. Katarak traumatik terjadi setelah benda asing mencederai lensa dengan tenaga
yang cukup untuk memungkinkan humor aqueous atau vitreous memasuki kapsul
lensa.
4. Katarak dengan komplikasi terjadi sekunder akibat uveitis, glukoma, pigmentosa
retinitis, atau ablasio retina. Katarak tipe ini juga dapat terjadi dengan penyakit
sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroidisme atau dermatitis ektopik, atau akibat
radiasi ion atau sinar infarmerah.
5. Katarak toksik akibat dari obat-obatan atau toksisitas bahan kimiawi ergot atau
fenotiazin.

Tanda dan gejala:


1. Kehilangan penglihatan secara bertahap dan tidak nyeri
2. Penglihatan baca yang buruk
3. Pandangan silau yang mengganggu dan penglihatan buruk pada sinar matahari
yang terang.
4. Pandangan silau yang membutakan akibat lampu sorot mobil pada saat
mengemudi pada malam hari.
5. Kemungkinan memiliki penglihatan yang baik pada cahaya yang redup
dibandingkan pada cahaya yang terang (dengan kekeruhan pada sentral)
6. Pupil berwarna putih susu
7. Area putih keabu-abuan di belakang pupil (dengan katarak lanjut).
Katarak Senilis (Kekeruhan Lensa Pada Usia Tua)
Perjalanan prosesnya lewat 4 stadium:
1. Stadium Insipiens
Belum ada keluhan penurunan visus, kekeruhannnya pada korteks daerah equator,
yang dapat ditegakkan diagnosis bila pipil dilebarkan.
2. Stadium Immature
Kekeruhan lensa lebih merata, sudah menimbulkan keruhan visus saat itu terjadi
inhibisi cairan ke dalam lensa, sehingga bentuk lensa cembung menyebabkan
perubahan refraksi kea rah myope, disamping itu dapat terjadi komplikasi
glaucoma sekunder, oleh karena kamar dapat lebih dangkal dan sudut IridoCornealis lebih sempit.
3. Stadium Matur
Kekeruhan lebih padat dan rata, pemeriksaan refleks fundus tidak tampak. Pada
stadium ini indikasi paling baik untuk melakukan operasi Cataract ekstrasi.
4. Stadium Hipermatur
Korteks lenca mencair, sehingga nucleus tidak lagi pada posisi sentral, menggeser
ke bawah dan dapat bergoyang bila bola mata bergerak. Kapsula lentis
mengalami exfoliasi dapat menimbulkan Lens Induced Uveitis dan Glaukoma
sekunder.

10

Pemeriksaan diagnostik
1. Oftamoskopi tidak langsung menunjukkan area gelapX di refleks merah yang
normalnya homogen
2. Pemeriksaan slit-lamp memastikan diagnostik kekeruhan lensa
3. Pemeriksaan ketajaman penglihatan memastikan derajat kehilangan penglihatan
Penanganan
Ekstraksi lensa dengan pembedahan dan implantasi lensa intraocular untuk
mengoreksi defisit penglihatan adalah penanganan yang lazim dilakukan.
2. Glaukoma
Merupakan sekumpulan gangguan, glaukoma ditandai dengan tekanan intraokuler
yang tinggi yang merusak saraf optikus. Glaukoma dapat terjadi sebagai penyakit
primer atau kongenital atau sebagai akibat sekunder dari penyakit atau kondisi lain.
Ada 2 bentuk glaukoma, yaitu:
1. Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka ( juga dikenal dengan glaukoma kronis, sederhana,
dan sudut lebar). Glaukoma sudut terbuka adalah tipe yang paling umum
terjadi pada lansia dan akibat dari perubahan degeneratif di jalinan
trabekular. Perubahan ini menghambat aliran humor aqueosa dari mata, yang
menyebabkan tekanan intraokuler meningkat. Akibat dari hal tersebut adalah
kerusakan saraf optikus.glaukoma sudut terbuka terhitung sekitar 90% dari
semua kasus glaukoma dan umumnya terjadi di keluarga.
b. Glaukoma sudut tertutup (dikenal dengan glaukoma akut atau sudut sempit).
Glaukoma sudut tertutup akibat dari penurunan aliran balik humor aqueosa
yang disebabkan oleh sudut yang menyempit secara anatomis di antara iris
dan kornea. Hal ini menyebabkan tekanan intraokuler meeningkat dengan
tiba-tiba. Serangan glaukoma sudut tertutup dapat dipicu oleh trauma, dilatasi
pupil, stres atau perubahan mendorong iris ke arah depan (misalnya:
hemoragi atau pembengkakan lensa. Glaukoma yang tidak diobati dapat
memburuk menjadi kebutaan total.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kondisi-kondisi seperti infeksi,
uveitis, cedera, pembedahan, penggunaan obat-obatan yang berkepanjangan
(seperti kortikosteroid), oklusi vena, dan diabetes. Kadang kala, pembuluh darah
11

baru dapat terbentuk (vaskularisasi baru) dan menghambat drainase humor


aqueosa.
Tanda dan gejala:
a. Sakit kepala tumpul di pagi hari
b. Rasa sakit yang ringan pada mata
c. Kehilangan perifer (penglihatan menyempit)
d. Melihat lingkaran cahaya di sekitar cahaya
e. Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak
dapat dikoreksi dengan kacamata.
f. Inflamasi mata unilateral
g. Kornea berkabut
h. Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
i. Peningkatan tekanan intraokuler diketahui dengan cara membuat tekanan yang
lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari, bola
mata menahan tekanan tersebut.
Pemeriksaan diagnostik
a. Tonometri (dengan schitz pneumatic atau tonometer aplanasi)
Mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan.
Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan
tetapi, pasien yang IOP nya menurun dari rentang normal dapat mengalami
tanda dan gejala glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi
mungkin tidak menunjukkan efek klinis.
b. Pemeriksaan slit lamp
Memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea,
iris dan lensa.
c. Gonioskopi
Menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk
membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut
mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut
tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan
sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi
bersamaan.
d. Oftalmoskopi
12

Mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,


pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada
glaucoma sudut tertutup
e. Perimetrik atau pemeriksaan lapang pandang
Menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu
mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka.
f. Fotografi fundus
Memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.
Penanganan
1. Glaukoma sudut terbuka
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk
mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan
tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati
pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol;
epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut
tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan
aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespon terhadap terapi obat-obatan dapat
memanfaatkan trabekuloplasti laser argon yaitu ahli oftalmologi memfokuskan
sinar laser argon pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini
menghasilkan pembakaran termal yang mengubah permukaan meshwork
tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera
untuk membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan
kecil dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran
balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb.
Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtiva fluororasil dapat diberikan untuk
mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara
mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa.
Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada
mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaukoma akut pada
mata tersebut.
2. Glukoma sudut tertutup

13

Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang


membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi.
Terapi obat-obatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan
asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh
dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat IV atau
gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan
hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi
laser atairidektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat
untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Penanganan yang lain dapat diberikan analgetik narkotik digunakan jika pasien
mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat
diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris dan mengurangi inflamasi,
sehingga mencegah perlekatan.
D. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini:
a. Ukuran pupil mengecil
b. Pemakaian kacamata
c. Penglihatan ganda
d. Sakit pada mata seperti glaukoma dan katarak
e. Mata kemerahan
f. Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan)
g. Kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum
h. Permintaan untuk membacakan kalimat
i. Kesulitan atau ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB serta
berpindah)
j. Visus
2. Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan persepsi sensori:penglihatan
b. Risiko cedera: jatuh
14

c. Gangguan mobilitas fisik


d. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
e. Kurang pengetahuan
f. Kecemasan
Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Hasil Katarak
1. Ketakutan yang berhubungan dengan kehilangan penglihatan total yang disebabkan
oleh katarak yang tidak ditangani
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan menyatakan bahwa ia merasa rasa takutnya
berkurang dan tidak menunjukkan tanda dan gejala takut.
2. Risiko cidera yang berhubungan dengan penurunan penglihatan yang disebabkan
oleh katarak
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan terbebas dari cidera
3. Gangguan persepsi sensorik (penglihatan) yang berhubungan dengan penurunan
kemampuan untuk melihat dengan sesuai sebagai akibat katarak.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mendapatkan kembali penglihatan yang hilang
dengan terapi
Intervensi keperawatan
1. Siapkan pasien untuk pembedahan katarak dengan tepat.
2. Berikan lingkungan yang aman. Sebagai contoh, pertahankan sisi pengaman
tempat tidur dinaikkan dan Bantu pasien beraktivitas jika perlu. Evaluasi
keamanan rumah pasien.
3. Dengarkan pasien mengungkapkan ketakutan dan kecemasan mengenai
kehilangan penglihatan yang dialaminya.
4. Periksa penglihatan pasien secara teratur.
Penyuluhan pasien
1. Jelaskan bagaimana dan mengapa katarak terbentuk
2. Tekankan manfaat pemeriksaan oftalmologik yang teratur untuk memantau derajat
kerusakan penglihatan dan untuk menentukan kapan pembedahan dapat
dilakukan.
3. Peringatkan pasien untuk melakukan kewaspadaan keamanan sampai katarak
dapat dihilangkan, termasuk menghindari mengemudi pada malam hari.
Diagnosa Keperawatan dan Kriteria Hasil Glaukoma
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) yang berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraokuler

15

Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mencari bantuan medis ketika perubahan
penglihatan terjadi dan akan memperoleh kembali penglihatan normal serta
2.

mempertahankan penglihatan normalnya dengan terapi.


Risiko cidera yang berhubungan dengan gangguan penglihatan
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan melakukan tindakan kewaspadaan untuk

3.

mencegah cedera karena kerusakan penglihatan.


Takut yang berhubungan dengan kemungkinan kebutaan.
Kriteria hasil tindakan : Pasien akan mengidentifikasi sumber-sumber rasa takut,
mencari informasi mengenai glaucoma dari sumber-sumber yang tepat untuk
mengurangi rasa takut, dan mengungkapkan pemahaman bahwa kepatuhan
terhadap regimen terapi yang diresepkan dapat mencegah kehilangan lebih lanjut.

Intervensi keperawatan
1. Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai
resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser
atau pembedahan.
2. Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit.
Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan
glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih
tersisa.
3. Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi
pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk
mengistirahatkan pupil.
4. Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasangpenutup mata dan
pelindung mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke bagian
yang tidak sakitdan melakukan tindakan keamanan umum.
5. Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien
secar teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
6. Pantau tekanan intraokuler secara teratur
7. Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang
hidup.
Penyuluhan pasien
1. Tekankan pentingnya kepatuhan yang sangat cermat terhadap terapi obat-obatan
yang diresepkan untuk mempertahankan tekanan intraokuler rendah dan
mencegah perubahan pada diskus optikus yang menyebabkan kahilangan
penglihatan.
16

2. Jelaskan semua prosedur dan terapi, khususnya pembedahan, untuk membantu


mengurangi kecemasan pasien.
3. Informasikan pada pasien bahwa kehilangan penglihatan tidak dapat diperbaiki
namun terapi tersebut biasanya dapat mencegah kehilangan penglihatan lebih
lanjut.
4. Ajarkan pada pasien mengenai tanda dan gejala yang membutuhkan perhatian
medis segera, seperti perubahan penglihatan yang tiba-tiba atau nyeri pada mata.
5. Beri tahu pada anggota keluarga cara memodifikasi lingkungan agar aman bagi
pasien. Sebagai contoh, anjurkan untuk mempertahankan lorong dirumah dengan
pencahayaan yang terang dan orientasikan kembali pasien terhadap susunan ruang
jika perlu.
6. Diskusikan pentingnya skrining glukoma untuk deteksi dan pencegahan dini.
Tekankan pada pasien semua orang di atas 35 tahun harus melakukan pemeriksaan
tonometri setiap tahun.

17

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan sistem penglihatan seringkali terjadi pada usia lanjut dan keluhan yang
sering dijumpai yaitu mengeluarkan air mata. Kegagalan fungsi pompa pada sistem
kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau
malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan
sistem kanalis lakrimalis yang sebenarnya sering dijumpai pada usia lanjut, dimana
dikatakan bahwa dacryostenosis tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita
dibanding pria. Jenis gangguan penglihatan yang dapat terjadi pada lansia perubahan
sistem lakrimalis, Perubahan refraksi, Produksi humor aqueou, Perubahan struktur
kelopak mata. Penyakit yang sering menyerang usa lanjut yaitu katarak, glukoma dan
lain-lain. Dari penyakit tersebut muncul diagnosa gangguan persepsi sensori
(penglihatan) yang berhubungan dengan peningkatan tekanan, risiko cidera yang
berhubungan dengan gangguan penglihatan dan takut yang berhubungan dengan
kemungkinan kebutaan. Sehingga muncul intervensi secara umum yaitu
1. Bagi pasien yang menderita glaukoma sudut tertutup, berikan obat-obatan sesuai
resep, dan siapkan ia secara fisik dan psikologis untuk menjalani iridektomi laser
atau pembedahan.
2. Ingat untuk memberikan obat tetes mata sikloplegik hanya pada mata yang sakit.
Pada mata yang tidak sakit, obat tetes mata ini dapat mencetuskan serangan
glaukoma sudut tertutup dan dapat mengganggu penglihatan pasien yang masih
tersisa.
3. Setelah trabekulektomi, berikan obat-obatan sesuai program untuk mendilatasi
pupil. Selain itu, oleskan kortikosteroid topical sesuai program untuk
mengistirahatkan pupil.
4. Setelah pembedahan, lindungi mata dengan memasang penutup mata dan
pelindung mata, menempatkan pasien pada posisi telungkup atau miring ke
bagian yang tidak sakit dan melakukan tindakan keamanan umum.
5. Pantau kemampuan pasien untuk melihat dengan jelas. Tanyakan pada pasien
secar teratur mengenai terjadinya perubahan penglihatan.
6. Pantau tekanan intraokuler secara teratur
7. Pantau kepatuhan pasien terhadap terapi dan perawatan tindak lanjut sepanjang
hidup.
B. Saran

18

Penulis berharap agar pembaca dapat memahami mengenai gangguan sistem penglihatan
yang terjadi pada lansia dan pembaca mampu menguasai penanganan yang harus dilakukan.
Selain itu perlu peningkatan mengenai pelayan kesehatan agar pelayanan kesehatan terhadap
lansia yang memiliki gangguan sistem penglihatan semakin baik serta orang dengan lanjut
usia lebih mampu untuk memahami kondisi yang dialaminya dengan health education yang
diberikan oleh perawat.

19

Anda mungkin juga menyukai