Pembimbing lapangan,
Dekan,
Asmoro Hendriyadi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat d
an
rahmat karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek yang berjudul
Proses Pengendalian Dan Pengawasan Mutu Sosis Selama Proses Freezing Denga
n
Menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Division Unit Salatiga. Kerja Praktek ini dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi
syarat salah satu mata kuliah Kerja Praktek pada Program S1 Teknologi Pan
gan
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Soegijapranata Semarang.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih jauh dari semp
urna,
dikarenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Tetapi berkat bantuan,
bimbingan, dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaika
n
laporan kerja praktek ini. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapk
an
terima kasih kepada:
1.
Tuhan Yesus yang telah memberikan berkat dan penyertaanNya sehingga penulis
memperoleh kelancaran dalam pelaksanaan dan pembuatan laporan kerja praktek.
2.
Kedua orang tua dan adik-adik yang telah memberikan motivasi sehingga penulis
dapat menyelesaikan kerja praktek dan laporan dengan baik.
3.
Bapak Aditya selaku DGM PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Plant
Salatiga yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan kerja praktek
di
perusahaan tersebut.
4.
Bapak Asmoro Hendriyadi selaku Manager QC dan Lab di PT. Charoen Pokphand
Indonesia Food Division Plant Salatiga serta pembimbing lapangan penulis yan
g
memberikan informasi dan membimbing dalam pelaksanaan kerja praktek.
5.
Ibu Emi selaku HRD dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Pla
nt
Salatiga yang telah memberikan informasi seputar perusahaan.
6.
Mas
Yosi,
selaku
pembimbing
lapangan
yang
telah
membimbing
sel
ama
melaksanakan Kerja Praktek di PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Divisio
n
Plant Salatiga.
7.
QC dan para pekerja di bagian produksi sosis yang tidak bisa disebutkan s
atu
persatu yang telah membantu dalam pengumpulan informasi di lapangan.
iii
8.
s
Dr. V. Kristina Ananingsih, ST., MSc. selaku Dekan Teknologi Pangan Fakulta
Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
9.
Kartika Puspa Dwiana, STP, MSi selaku koordinator bagian kerja pra
ktek
Teknologi
Pangan
Fakultas
Teknologi
Pertanian
Universitas
Katolik
Soegijapranata Semarang.
10. Ir Sumardi, MSc selaku dosen pembimbing dalam pelaksanaan kerja prak
tek
hingga tersusunnya laporan kerja praktek ini.
11. Tjan, Ivana Chandra dan Graytta Intannia selaku rekan dalam pelaksanaan ker
ja
praktek di Salatiga.
12. Semua teman-teman Program Studi Teknologi Pertanian yang turut mendukun
g
selama pembuatan laporan Kerja Praktek.
13. Kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsu
ng
dalam pembuatan laporan kerja praktek ini.
Akhir kata penulis berharap agar laporan kerja praktek ini dapat bermanfaat b
agi
pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UNIK
A
Soegijapranata pada khususnya. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusuna
n
laporan kerja praktek ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf sebesar-besarnya dan jika ada kritik dan saran ya
ng
membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan kerja praktek lapangan ini.
.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.
1.2.
1.3.
Manfaat ................................................................................................ 3
1.4.
1.5.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
Ketenagakerjaan.................................................................................. 8
3.2.
Pemasaran Produk............................................................................... 11
4.2.
Meat Preparation............................................................................... 14
4.2.1.
4.2.2.
4.3.
Cooking................................................................................. 20
Pengemasan ....................................................................................... 22
4.3.1.
4.3.2.
4.3.3.
Freezing ................................................................................ 24
4.3.4.
19
BAB 6.
5.1.
Freezing ............................................................................................. 26
5.2.
IQF..................................................................................................... 29
5.2.1.
5.2.2.
5.3.
5.4.
Kesimpulan....................................................................................... 39
7.2.
Saran ................................................................................................. 39
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembagian Waktu Kerja Karyawan PT Charoen Pokphand Food
Division Unit Salatiga ................................................................................... 9
26
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. Produk Sosis PT Charoen pokphand Food Division Unit Salatiga .............. 10
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Sosis PT. Charoen Pockphand
Indonesia Food Division Unit Salatiga :
(a) Diagram alir meat preparation hingga cooking ........................................................ 13
(b) Diagram alir pengemasan ......................................................................................... 14
Gambar 4. IQF Packaged Spiral Freezer ....................................................................... 31
viii
1.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.1.1.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, terutama dalam bidan
g
pangan yang menjadi suatu pilihan utama yang terus dikembangkan untuk menamba
h
kesejahteraan
rakyat.
Teknologi
pangan
zaman
sekarang
mampu
meningkatk
an
keanekaragaman produk dan sekaligus kesadaran masyarakat terhadap kesehatan da
n
kemanan pangan. Banyak nilai gizi dan nutrisi yang diberikan lebih ke dalam prod
uk
pangan dengan memperhatikan proses pengolahan pangan, supaya tidak memberika
n
dampak negatif ketika dikonsumsi. Pengalaman dan pengamatan langsung perih
al
proses pengolahan pangan dalam industri pangan sangat penting dilakukan terutam
a
bagi mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranat
a
Semarang untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam dunia industri pangan. Di
dalam kegiatan perkuliahan, berbagai teori ilmu pengetahuan mengenai dunia industr
i
pangan secara garis besar telah diberikan dan beberapa diterapkan pula melalui kegiatan
praktikum.
Namun
kegiatan-kegiatan
tersebut
belum
cukup
dalam
penamba
han
wawasan mengenai industri pangan yang ada di masyarakat yang nantinya akan menjadi
bidang yang digeluti oleh lulusan Program Studi Teknologi Pangan. Untuk itu kegiatan
Kerja Praktek (KP) pada industri pangan sangat dibutuhkan dan perlu dilakukan.
KP merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam Program Studi Teknologi Panga
n
yang dilakukan pada semester IV/V selama 20 hari atau satu bulan. Melalui
KP
diharapkan teori-teori dasar yang sudah didapatkan selama perkuliahan dapat diterapkan
secara nyata dan dapat semakin berkembang. Tujuan dari KP sendiri adalah unt
uk
menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa/i dalam perencanaan, pengelolaa
n
maupun pengendalian industri pangan, serta dapat mengenal serta memahami situasi di
dalam dunia kerja. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salati
ga
dipilih sebagai tempat pelaksanaan kerja praktek, mengingat perusahaan ini merupakan
salah satu perusahaan besar dan terkemuka di Indonesia yang menerapkan teknolo
gi
serta proses yang berkualitas tinggi untuk menghasilkan produk yang bermutu tingg
i,
sehat, halal, dan aman bagi konsumen, dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.
1
2
PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga merupakan salah sat
u
perusahaan yang bergerak dibidang pengolahan pangan dengan teknologi yang modern
dan didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, inovasiinovasi, dan mesin
mesin yang telah memenuhi standar sehingga sangat cocok untuk dijadikan sumb
er
pengetahuan di bidang teknologi pangan.
1.1.2.
Sosis merupakan produk makanan yang digemari masyarakat. Pada proses pengolahan
sosis perlu adanya pengawasan mutu yang diterapkan, karena bahan baku y
ang
digunakan adalah daging ayam yang rentan oleh kontaminasi mikroorganisme. Ole
h
karena itu, semua karyawan ataupun alat yang kontak langsung dengan pengolah
an
sosis harus diperhatikan pengawasan mutunya dari penerimaan bahan baku samp
ai
produk jadi untuk menghasilkan produk yang berkualitas demi menjamin kepuas
an
konsumen. Dalam proses pengemasan sosis, dilakukan proses pembekuan sebelu
m
akhirnya dikemas dalam kemasan tersier. Proses pembekuan menjadi sangat pentin
g
karena pembekuan adalah proses yang menentukan umur simpan produk saat produ
k
sampai di tangan konsumen. Pada proses pembekuan banyak variabel yang ha
rus
diperhatikan untuk mendapatkan produk yang beku maksimal sehingga menjaga produk
agar
terhindar
dari
resiko
kontaminasi.
Maka
dalam
kerja
praktek
ini
lebih
memfokuskan pada proses pengendalian mutu yang dilakukan di PT. Charoen Pokphan
terutama pada proses pembekuan (freezing) menggunakan mesin IQF (Individual Quick
Freezing) sehingga dapat membandingkan yang terjadi di lapangan dan teori yang ada
dan diharapkan dapat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas mutu yang ada.
1.2.
Tujuan
b.
c.
d.
uk
mengatasi masalah yang terjadi.
3
1.3.
Manfaat
Manfaat dilakukannya kerja praktek di PT. Charoen Pokphand Salatiga Food Division
Unit adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
Mengetahui kondisi dunia kerja secara nyata dan dapat turut berpartisipasi aktif
dalam sebagian proses produksi sosis ayam terutama bidang pengendalian mutu.
1.4.
Kerja praktek ini dilaksanakan di PT. Charoen Pokphand Salatiga Food Division Unit
Salatiga selama 22 hari dimulai dari tanggal 5 Januari 2015 dan berakhir tanggal
29
Januari 2015 ditambah 1 hari presentasi pada tanggal 30 Januari 2015.
1.5.
Praktek kerja lapangan dilakukan dengan metode pengamatan langsung, wawancara dan
diskusi di tempat praktek lapangan melalui studi pustaka yang berkaitan dengan praktek
kerja lapangan, dan praktek langsung pada proses produksi. Beberapa kegiatan yan
g
dilaksanakan selama praktek kerja lapangan antara lain:
1.
ng
berkaitan dengan proses produksi.
2.
ty
Control dalam produksi sosis.
3.
4.
5.
6.
Studi
pustaka,
berupa
pengumpulan
data
berdasarkan
agai
pembanding dan pelengkap data yang didapat di lapangan.
literatur
seb
7.
Presentasi
akhir
yang
bertujuan
untuk
mengetahui
sejauh
mana
pe
nulis
memahami tentang proses produksi dan pengendalian mutu sosis.
2.
2.1.
PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga adalah salah s
atu
perusahaan yang tergabung dalam Charoen Pokphand Group Indonesia (CP Grou
p)
yang bergerak dalam bidang industri pangan. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Division yang berdiri pada tanggal 22 September 2007 merupakan industri pemotongan
dan pengolahan daging ayam yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia
yang terbaik. Perusahaan ini terletak di
ah
dengan
luas
area
sebesar
4,6
hektar.
PT.
Charoen
Pokphand
Indonesia
telah
membuktikan dirinya sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu
di
Indonesia maupun secara Internasional demi kepuasan masyarakat dengan kemampuan
produksi sebesar 4.000 ekor per jam dengan jumlah karyawan sekitar 1200 orang yang
terbagi ke dalam beberapa bagian.
PT. Charoen Pokphand Indonesia Unit Salatiga berupaya menyediakan produk dengan
kualitas terbaik, dimulai dengan proses pemilihan bahan baku ayam yang memenu
hi
standar ayam sehat, bebas dari segala penyakit, dan dengan proses pemotongan ser
ta
pembersihan ayam yang dilakukan dengan halal dan higienis. Selain itu, pr
oses
pengolahan diawasi secara ketat sesuai dengan standar sampai pada proses pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi. PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Un
it
Salatiga memproduksi dan mensuplai produk yang bermutu tinggi untuk indu
stri
makanan di Indonesia seperti KFC, Olive, Wendys dan restaurant lainnya. Ses
uai
dengan
misinya,
PT. Charoen
Pokphand
Indonesia
Unit
Salatiga ini
sa
ngat
mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga dap
at
memuaskan pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olaha
n
yang bermutu tinggi, halal dengan menerapkan GMP (Good Manufacturing Practice),
SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point, dan ISO (International Organization for Standardization) 9001.
PT. Charoen Pokphand Indonesia-Chicken Food Division mengeluarkan kebijaka
n
mutu yang merupakan kebijakan perusahaan yaitu : Senantiasa menghasilkan produ
k
yang bermutu tinggi, halal dan aman untuk dikonsumsi dalam rangka pencapaian visi &
4
5
kerjasama,
partisipasi
aktif
dan
positif
semua
karyawan
alam
mengembangkan dan meningkatkan mutu kerja secara terus-menerus.
2.2.
Visi yang disokong oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division
Unit
Salatiga adalah:
a.
yam
khususnya dan bahan lain umumnya.
b.
an
lingkungan di dalam menjalankan kegiatan kami.
Misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga yaitu:
a.
an
pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermut
u
tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan GMP (G
ood
Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standart Operating Procedure), Sistem
Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001:2008.
b.
uai
peraturan perundangan yang berlaku.
2.3.
PT. Charoen Pokphand Salatiga memiliki dua bagian pabrik yaitu area pabrik atas dan
area pabrik bawah. Area pabrik atas terdiri dari rumah pemotongan ayam slaugh
ter
6
house (evisceration dan cut up), gudang premix, gudang chemical, cold storage, d
an
office. Area pabrik bawah terdiri dari area produksi chicken nugget dan sosis, gudan
g
seasoning, cold storage, dan instalasi pengolahan air limbah.
2.5.
masing
bertanggung
jawab
pada
bidangnya.
Struktur
organisasi
perusa
haan
menunjukkan bagaimana perusahaan itu dikelola baik dari pendelegasian, kekuasaan
,
dan tingkat pengawasannya. Struktur organisasi PT. Charoen Pokphand, Food Division
adalah sebagai berikut :
Head Production
Bagian yang bertanggung jawab atas segala macam kegiatan di dalam perusahaan
baik kegiatan produksi, pemasaran, keuangan maupun yang berkaitan deng
an
personalia.
Sausage Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam atau sa
pi
yaitu sosis.
Further Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu nugget
forming maupun nonforming.
Premix Production
Bagian yang memproduksi premix untuk keperluan produksi baik itu nug
get
maupun produksi sosis.
Breadcrumb Production
7
Slaughter House
Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk (proses pemotongan ayam) yang
nantinya daging tersebut sebagian akan digunakan untuk Raw Material (R
M)
pengolahan pangan.
ap
minggu untuk ketiga produksi dan juga bertugas mengontrol jumlah barang yan
g
ada di gudang yang nantinya berkoordinasi dengan bagian warehouse.
Warehouse
Bagian yang bertugas untuk menyimpan produk olahan setelah diproduksi d
an
material atau bahan mentah yang akan digunakan dalam proses produksi.
QC (Quality Control)
Bagian yang bertugas untuk mengontrol kualitas produk agar produk y
ang
Marketing
Bagian yang bertugas dalam hal pemasaran produk olahan baik nugget maup
un
sosis. Dalam hal penjualan dan pemasaran dilakukan oleh PT. Prima F
ood
Internasional yang merupakan distributor dari PT. Charoen Pokphand Group.
Logistik
Bagian yang bertugas untuk mengatur proses transportasi dalam pengiriman barang.
Purchasing
Bagian yang bertugas untuk pembelian bahan baku produksi dan pengadaan barang.
m
yang nantinya akan melayani seluruh departemen dalam hal SDM (Sumber Day
a
Manusia)
Head Production
Sausage
Further
Premix
Breadcrumb
Slaughter House
PPIC
Warehouse
QC&Lab
Marketing
Logistik
Purchasing
P&GA
Utility & Maintenance
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Food Divison Unit Salatiga
Catatan : bagian yang berwarna adalah unit dimana Kerja Praktek dilaksanakan
2.6.
Ketenagakerjaan
Karyawan di PT. Charoen Pokphand Salatiga ada dua kategori yaitu karyawan tetap dan
karyawan kontrak baik dalam pabrik maupun office dibagi menjadi tiga shift unt
uk
enam hari. Pada setiap shift di proses produksi sosis terdapat tiga orang QC y
ang
mengawasi dimana satu orang pada bagian MP (Meat Preparation), satu orang pa
da
bagian Packaging, dan satu orang pada bagian Metal Detector. Pada saat istirahat Q
C
MP dan QC Packaging akan bergantian dan saling merangkap tugas QC yang sedan
g
beristirahat, sehingga tiap QC dituntut untuk bisa mengetahui seluruh tugas QC dalam
satu bagian produksi. Dalam satu minggu per tiga hari akan dilakukan pergiliran spo
t
QC di semua shift dimana tiga hari pertama di bagian MP kemudian tiga hari berikutny
a
di bagian packaging begitu pula sebaliknya. Setiap pergantian shift maka QC s
hift
Hari
Senin-Jumat
Sabtu
Istirahat
Senin-Jumat
Shift 1
Istirahat
Sabtu
Senin-Jumat
Shift 2
Istirahat
Sabtu
Senin-Jumat
Shift 3
Istirahat
Sabtu
Jam Kerja
08.00- 16.00
08.00-13.00
12.00-13.00
07.00- 15.00
Gelombang I : 10.00-11.00
Gelombang II :11.00-12.00
Gelombang III : 12.00-13.00
07.00-15.00
15.00- 23.00
Gelombang I : 18.00-19.00
Gelombang II :19.00-20.00
Gelombang III : 20.00-21.00
15.00-23.00
23.00- 07.00
Gelombang I : 01.00-02.00
Gelombang II :02.00-03.00
Gelombang III : 03.00-04.00
Off
3.
SPESIFIKASI PRODUK
PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga menghasilkan berbagai
macam produk antara lain produk daging ayam beku, Sosis, Nugget, Stikie, Karag
e,
Crispy Crunch dan lain- lain. PT. Charoen Pokphand Indonesia menghasilkan emp
at
merk produk utama, yaitu Okey, Champ, Golden Fiesta dan Fiesta. Hal ini berkait
an
dengan klasifikasi tiap tiap merk dan proses pemasarannya pula.
Gambar 2. Produk Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga
(http://www.cpfood.co.id/)
3.1.
Produk sosis yang diproduksi ada 3 merk yaitu Okey, Champ, dan Fiesta. Ketiga jenis
merk sosis ini dibedakan berdasarkan komposisi bahan yang digunakan, bent
uk,
perlakuan, serta target pasar dan pemasaran yang dilakukan. Pada masing-masing merk
diklasifikasikan lagi ke dalam beberapa jenis kemasan sesuai dengan berat prod
uk.
Klasifikasi kemasan untuk produk sosis dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Kemasan Produk Sosis Berdasarkan Grade
Grade
Fiesta
Bahan Utama
Ayam
Champ
Ayam
Sapi
Berat (gram)
200
300
400
500
75
150
200
375
500
1000
150
375
Isi
6
12
12
15
3
6
6
15
15
40
16
15
Proses Pengemasan
Thermoformer
Thermoformer
Thermoformer
Thermoformer
Vacuum Sealing
Vacuum Sealing
Thermoformer
Vacuum Sealing
Thermoformer
Vacuum Sealing
Vacuum Sealing
Vacuum Sealing
Okey
Ayam
500
1000
15
30
Vacuum Sealing
Vacuum Sealing
10
11
Sosis dengan merk Okey termasuk dalam produk sosis dengan klasifikasi terend
ah
dimana presentasi daging ayam lebih sedikit dibandingkan bahan-bahan lain. Walaupun
demikian produk ini tetap diproduksi dengan penerapan GMP dan HACCP. Penjualan
sosis dengan merk Okey dilakukan dengan harga yang lebih terjangkau oleh kalangan
menengah ke bawah. Produk sosis Champ merupakan produk dengan klasifik
asi
menengah dimana presentase daging ayam dan bahan-bahan lain sama. Jenis sosis merk
Champ yang tersedia adalah sosis ayam dan sosis sapi. Sosis ayam cenderung berwarna
kecoklatan sedangkan sosis sapi cenderung berwarna merah bata.
Sosis merk Fiesta merupakan produk sosis dengan klasifikasi yang paling tinggi, karena
presentase daging ayam lebih tinggi dibandingkan bahan-bahan lain. Sosis jenis Fiesta
memiliki warna kuning dan sebagian besar terbuat dari daging ayam yang mela
lui
proses pengasapan. Pada kemasan produk sosis merk Champ dan Fiesta terda
pat
barcode, hal ini menunjukkan bahwa produk merk Fiesta dan Champ dipasarkan di area
yang dalam penjualannya menggunakan sistem barcode seperti di supermar
ket,
swalayan, dan minimarket. Pada kemasan sosis merk Okey tidak tercantumkan barcode
karena sosis dengan merk ini lebih banyak dipasarkan di pasar, warung, dan toko. Sosis
dengan merk Okey lebih sering dimanfaatkan sebagai bahan jualan para pedagan
gpedagang kecil yang berjualan di sekolah-sekolah. PT. Pokphand Indonesia Fo
od
Division Unit Salatiga juga menghasilkan jenis produk olahan ayam lainnya selain sosis
dengan merk yang sama dengan yaitu Okey, Champ, dan Fiesta. Klasifikasi p
ada
Pemasaran Produk
Pada produk olahan ayam dan sosis yang dihasilkan di PT. Charoen Pokp
hand
Indonesia dipasarkan berdasarkan klasifikasi pasar yang berbeda. Hal ini dilakukan agar
produk dapat memenuhi setiap kebutuhan segmen pasar. Pemasaran pun dilakuk
an
dengan memasang iklan pada televisi dan media cetak sehingga masyarakat semak
in
mengenal produk yang dihasilkan PT. Charoen Pokphand Indonesia. Proses pemasaran
serta pendistribusian produk sosis ini dilakukan oleh PT. Prima Food International yang
masih termasuk dalam bagian CP Group.
4.
PRODUKSI
Sosis
merupakan
produk
makanan
yang
dibuat
dari
campuran
daging
halus
(mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa
penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan
ke dalam selubung sosis. Pada prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis b
ila
dicampur dengan sejumlah lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertinda
k
sebagai pengemulsi dalam sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemu
lsi
adalah myosin yang larut dalam larutan garam (Brandly, 1966). Ketentuan dari mut
u
sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) adalah kadar a
ir
maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein minimal 13%, lemak maksimal 25%, sert
a
karbohidrat maksimal 8%.
Sosis merupakan salah satu produk pangan yang digemari masyarakat dan memerlukan
proses pengawetan dalam penyimpanan. Secara umum sosis dikelompokkan menjad
i
beberapa macam yaitu sosis segar, sosis fermentasi, sosis asap, sosis semi kering, dan
lain lain.
-
Sosis Segar
Sosis segar dapat dibuat dari daging cincang yang mengalami proses curing tetapi
tidak dilakukan pemasakan. Contoh produk yang tergolong dalam sosis se
gar
adalah hamburger dan sosis babi.
-
Sosis Asap
Sosis asap ada 2 jenis yaitu sosis asap tetapi tidak dimasak dan sosis asap
dan
dimasak. Sosis asap tetapi tidak dimasak yaitu sosis yang dibuat seperti sosis segar
yang kemudian diasap namun tidak dimasak. Pengasapan dilakukan pada su
hu
320C sampai terbentuk warna merah daging asap. Sosis asap dan dimasak ya
itu
sosis yang dilakukan pengasapan dan juga pemasakan sampai suhu bagian dala
m
sosis mencapai 610C.
-
Sosis Fermentasi
Sosis fermentasi adalah sosis yang dalam pembuatannya diperlukan aktivit
as
mikroorganisme yang mampu memproduksi asam laktat.
-
12
1
3
Sosis semi kering yaitu sosis yang dikeringkan pada waktu yang cepat dan
suhu
tinggi. Sosis ini serupa dengan sosis fermentasi kering, hanya kadar airnya le
bih
tinggi.
(Alan & Jane, 1995)
4.1.
Alur Produksi
Didalam proses produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia menggunakan sistem Goo
d
Manufacturing
Practices
(GMP)
serta
Hazard
Analyisis
Critical
Control
Point
(HACCP) agar produk yang mereka produksi memiliki standart dan kualitas y
ang
tinggi. Proses pembuatan sosis di PT. Charoen Pockpand Indonesia Food Divi
sion
Unit adalah sebagai berikut :
Champ dan Okey
Seasoning
Raw Material
Fiesta
Formulasi
Autogrind
Seasoning
Unimix
Raw Material
Bowl Cutter
Metal Detector
Emulsifier
Sunny Pump
Showering
Hanya Fiest
a
Stuffer
CCP
Smoke House
Evakuasi
Drying
Smoking
Cooking
dan Okey
Hanya
Fiesta
dan champ
Showering
Cooling Down
Cooling
(a)
14
Sosis Matang
Cutter
Packing Manual
Packing Thermoformer
Vacuum Sealer
Coding
Metal Detector
IQF
Kartoning
Warehouse
(b)
Gambar 3. Diagram Alir Proses Produksi Sosis PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Divison Salatiga (a)Diagram alir meat preparation sampai cooking; (b)Diagram alir
pengemasan
4.2.
Meat Preparation
Daging ayam merupakan bahan baku utama dalam pembuatan sosis di PT. Charo
en
Pokphand. Menurut Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992), daging aya
m
memiliki kandungan protein sebesar 18,20 gram per 100 gram dan lemak sebesar
25
gram per 100 gram, serta memiliki kalori sebesar 302 Kkal per 100 gram daging ayam
.
Daging ayam yang digunakan untuk proses produksi berasal dari Slaughterhouse yang
juga berada dalam satu kawasan industri PT. Charoen Pokphand Salatiga. Daging ayam
dari slaughterhouse saat masuk ke area produksi disimpan di chillroom yang memiliki
suhu ruang 0-5C. Suhu pada chillroom dicek dan dikontrol setiap jamnya oleh
pihak
QC supaya tidak melebihi batas standar yang ditetapkan yaitu 5oC untuk menghindari
kontaminasi oleh mikroorganisme. Apabila melebihi 5C dikhawatirkan bakteri aka
n
tumbuh dan kerja enzim dari mikrobia pathogen maupun mikroba pembusuk tetap aktif
yang pada akhirnya akan berpengaruh pada umur simpan dan kualitas produk (Jeremiah,
1996). Bakteri yang tergolong pshycrophile (bakteri yang mampu memperbanyak dir
i
pada suhu 50C atau dibawahnya) akan meningkat dan menyebabkan kerusakan pa
da
daging ayam yang ditandai dengan bau busuk, pembentukan lendir, dan warna menjadi
15
pucat. Contoh bakteri pshycrophile antara lain dari genus Pseudomonas, Moraxell
a,
Acinetobacter,
Lactobacillus,
Brochothrix
thermosphacta,
Aeromonas
dan
Enterobacteriaceae.
Selain pengontrolan suhu di dalam chillroom, juga dilakukan kontrol terhadap suhu dan
sensori dari daging ayam untuk menjamin kualitas daging yang akan digunakan untuk
proses produksi. Raw Material yang baik memiliki suhu yang cukup rendah (00C-50C).
Untuk sensorinya, dilakukan pengamatan terhadap warna, penampakan dan aroma dari
daging dimana hal ini dapat menandakan kesegaran daging ayam. Pemakaian
dan
pengeluaran Raw Material menggunakan prinsip First In First Out (FIFO) dima
na
bahan yang datang terlebih dahulu akan digunakan terlebih dahulu juga. Sistem
ini
digunakan untuk memastikan bahwa bahan dan barang yang disimpan mengalami rotasi
dengan benar, sehingga perlu adanya pelabelan dan pencatatan dengan benar. Dagin
g
ayam yang digunakan dalam proses produksi ada dua jenis yaitu daging ayam ya
ng
segar (fresh) atau tanpa proses pembekuan dan daging ayam frozen yaitu daging ayam
yang telah mengalami proses pembekuan. Daging ayam frozen digunakan kare
na
terdapat sisa daging dalam proses pemotongan. Untuk menghindari kebusukan, mak
a
daging dibekukan untuk menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk.
Daging ayam yang telah mengalami proses penimbangan sesuai formulasi terleb
ih
dahulu digiling dengan menggunakan mesin autogrind. Tujuan dari proses penggilingan
adalah untuk pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam gun
a
pembentukan emulsi pada produk sosis. Tahap ini sangat penting karena jika tidak ada
protein yang terekstrak, maka serpihan daging tidak dapat saling berikatan sela
ma
proses
pemasakan
dan
menghasilkan
produk
dengan
tekstur
yang
tidak
kuat.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging
giling dan sosis emulsi. Pada sosis daging giling, daging tidak dihaluskan sehing
ga
masih terlihat serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur ya
ng
khas. Sedangkan dalam sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emul
si
dengan lemak yang ditambahkan (Hanief, 2001). Di PT. Charoen Pokphand sosis yang
diproduksi adalah sosis jenis emulsi dikarenakan daging digiling sampai halus sehingga
nantinya dapat menghasilkan emulsi saat proses emulsifikasi.
16
Untuk bahan penunjang seperti tepung, premix, seasoning, dan lainnya yang beras
al
dari supplier akan disimpan sementara di gudang seasoning. Selain itu terd
apat
bahan seasoning untuk produk diletakkan pada rak dan tidak boleh menyentuh lant
ai
dan dinding secara langsung untuk mencegah kontaminasi. Rak yang diguna
kan
berbahan dasar stainless steel. Stainless steel memiliki sifat relatif kuat, k
eras,
mengkilap, mudah dibersihkan, tahan korosi dan dapat menahan suhu dingin dan panas.
Bahan bahan seasoning yang digunakan telah memiliki Certificate of Analysis (CoA).
Certificate of Analysis merupakan surat resmi yang dikeluarkan oleh perusah
aan
pemasok yang menyatakan bahwa bahan bahan tersebut telah mengalami pro
ses
analisis dan hasilnya pun terlampir. Bahan bahan ini mengalami pengecekan sensori
oleh QC untuk mengetahui kelayakan bahan. Setiap ada stok bumbu yang datang maka
akan ada pencatatan dan pemberian kode sehingga sistem FIFO juga dapat dijalankan
dalam hal ini. Bumbu-bumbu ini termasuk dry-material dan juga semidrymaterial
maka dari itu harus disimpan di ruangan yang kering dan tidak lembab. Bawang puti
h
misalnya termasuk dalam semi-dry ingredients. Penambahan bawang ke dalam adonan
sangat penting karena dilakukan untuk menghilangkan rasa amis dan menambah ras
a
gurih. Bawang putih dalam proses produksi harus langsung digunakan karena apabil
a
terlalu lama berada di ruangan yang memiliki suhu dingin maka rasa khas dari bawang
putih akan hilang karena mengalami perkecambahan, sedangkan apabila diletakka
n
pada suhu ruang pada umumnya maka bawang putih akan cepat rusak dan busuk.
Sedangkan yang termasuk dry ingredients yaitu tepung gandum, potato starch, rempahrempah, garam, soya, bahan tambahan lain seperti antioksidan, vegetable prote
in,
penguat rasa, stabilizers, perasa. Apabila bahan-bahan tersebut diletakkan pada ruangan
dengan kondisi lembab maka bahan makanan tersebut akan cepat rusak. B
ahan
tambahan lain yang biasa digunakan adalah pengawet. Pengawet ditambahkan dengan
tujuan memperpanjang umur simpan dengan menghambat pertumbuhan mikroba yang
17
rendah
karena
untuk
menghindari
adanya
resiko
kontaminasi.
Meat
Preparation diawali dengan pencampuran daging ayam di Auto Grind sesuai denga
n
formulasi. Selanjutnya, daging daging ini dibawa ke tahapan berikutnya. Daging dan
bahan - bahan seasoning dan premix yang telah ditakar untuk 1 batch diletakkan pada
troli berbahan Stainless steel. Proses Mixing dilakukan oleh mesin Unimix deng
an
kecepatan konstan 30 rpm selama 20 menit. Waktu dalam melakukan mixing pe
rlu
diperhatikan dikarenakan waktu yang terlalu singkat membuat bahan tidak tercampu
r
dengan baik sedangkan bila waktu terlalu lama maka nantinya saat menuju ke pros
es
selanjutnya akan semakin lembek dan suhunya semakin meningkat.
Semua bahan - bahan dicampurkan ke dalam mesin yang disebut Unimix. Dalam proses
ini, terdapat penambahan air dan flakes ice yang diproduksi sendiri. Air dan flake
ice
harus melalui pengecekan suhu dan sensori sebelum dicampurkan ke dalam adona
n.
Suhu air yang digunakan pada umumnya serupa dengan suhu ruang yaitu 25 27o
C.
Air berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma (protein larut air) dan seba
gai
pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril. Jumlah penambahan air ak
an
mempengaruhi tekstur sosis dimana penambahan yang terlalu banyak menyebabka
n
tekstur semakin lunak. Sedangkan suhu es yang ditambahkan memiliki suhu + 0o
C.
Penambahan es berfungsi untuk menambah kekenyalan dan volume dari adonan.
Selain waktu dan suhu, pada proses mixing urutan pencampuran juga harus diperhatikan
dimana minyak tidak boleh dicampurkan berurutan dengan air dikarenakan minyak dan
air tidak dapat tercampur. Apabila tercampur maka pada produk matang akan terdapat
gelembung minyak. Dalam proses mixing takaran juga perlu diperhatikan dan sesu
ai
dengan formulasi. Apabila adonan terlalu kental maka saat proses stuffing akan put
us
dan apabila terlalu encer maka tidak dapat dikemas vakum karena produk akan pecah.
Bahan bahan yang telah mengalami Mixing kemudian akan ditampung pada Hopper.
Adonan dari hopper kemudian akan dilewatkan ke metal detector yang tersambu
ng
18
dengan pipa antara mesin mixing dan mesin emulsifier untuk mendekteksi adan
ya
kandungan logam dalam adonan. Pada metal detector terdapat 2 macam saluran yait
u
saluran pembuangan (bagi adonan yang memiliki kandungan metal akan langsu
ng
dikeluarkan melalui saluran ini dan nantinya akan ditampung kedalam suatu wadah) dan
satu saluran ke mesin emulsifier.
Adonan yang tidak mengandung metal akan lolos dalam pendeteksian dengan met
al
detector
dan
akan
langsung
dialirkan
menuju
mesin
Emulsifier
untuk
roses
emulsifikasi. Emulsifikasi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinami
k
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya
didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersik
an
disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai f
ase
kontinu. Lemak membentuk fase dispersi dari emulsi sedangkan air yang mengandung
protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Di dalam mesin emulsifier terdapat
pisau-pisau yang berputar untuk memperhalus adonan. Setiap pergantian batch suh
u
adonan dan jarak pisau pada mesin emulsifier akan dicek oleh pihak QC untuk menjag
a
kestabilan dalam proses emulsifikasi. Suhu adonan yang memiliki standar 142
o
menjadi sangat penting karena apabila suhu adonan terlalu panas atau mencapai 20o
C
maka produk akhir akan lembek dan apabila dikemas vakum akan pecah.
Adonan yang telah mengalami emulsifikasi kemudian dialirkan menuju ke Sunny Pump.
Pada Sunny Pump, adonan sosis akan diperhalus lagi kemudian mengalami pro
ses
pencetakan (Stuffing) dengan menggunakan mesin stuffer. Pada Stuffer, adonan aka
n
dimasukkan ke dalam casing sosis sampai mencapai berat yang telah dise
tting
kemudian akan dipilin dengan pilinan yang ada di dalam mesin. Proses stuffing adalah
proses pengisian adonan sosis ke dalam selongsong tergantung pada jenis sosis, ukuran,
kemudahan proses dan penyimpanan, serta permintaan dari konsumen (Hui, 199
2).
Casing pada sosis termasuk merupakan kemasan primer dari produk. Produk akan lebih
simetris dalam segi bentuk sehingga memudahkan pengerjaan (Gillespie, 1950 dala
m
Dotulong, 2009). Casing yang digunakan pada produksi sosis di PT. Charoen Pokphand
Salatiga yaitu terbuat dari selulosa yang berbahan baku pulp. Keuntungan dari casin
g
ini adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adal
ah
sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan (Astawan, 2009).
19
Penggunaan casing akan meningkatkan umur simpan produk karena merupakan barrier
terhadap oksigen dan kelembaban yang tinggi (Essien, 2003). Proses stuffing menja
di
sangat penting karena apabila tidak terulir dengan sempurna (uliran mudah lepas) maka
saat proses pemasakan uliran dapat lepas dikarenakan berat sosis mengalami penurunan
sehingga akan ada ruang kosong dan pada akhirnya saat akan dikemas casing lepas dari
sosis atau ukuran sosis lebih kecil daripada casingnya sehingga akan banyak sosis yang
mengalami reject. Adonan sosis yang telah dicetak ke dalam casing akan diangkat dan
digantung pada stick yang kemudian diletakkan pada trolley (satu trolley berisi
60
stick). Setelah penuh maka troley akan didorong untuk memasuki proses cooking pada
smoke house.
Pada proses pembuatan sosis merk Fiesta dari mixing sampai ke pencetakan berbe
da
dengan proses pembuatan sosis merk Champ dan Okey. Proses pencampuran bah
an
baku adonan sosis dengan merk Fiesta sesuai dengan formula tidak menggunakan mesin
unimix seperti kedua merk sosis lainnya. Pencampuran dilakukan pada mesin ya
ng
bernama bowl cutter. Bowl cutter memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding
kan
unimix dan tidak memiliki hopper. Penggunaan mesin yang berbeda ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi dari sisa-sisa proses pengolahan produksi sosis merk
lain ke dalam produk fiesta. Setelah bahan-bahan tercampur di mesin bowl cutter maka
selanjutnya akan langsung dituang ke sunny pump untuk dicetak ke dalam casing sosis.
Adonan pada sosis merk Fiesta tidak masuk ke dalam metal detector untuk mencegah
adanya kontaminasi ke dalam produk.
4.2.1.
Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat a
ir
daging dan mengemulsikan lemak. Bahan pengikat mengandung protein tin
ggi,
terutama berasal dari susu kering dan produk kedelai misalnya tepung kedelai protei
n
kedelai, dan protein kedelai isolai (Forrest et al., 1975). Maksud penambahan bah
an
pengikat adalah
untuk
mengurangi
pengerutan
selama
pemasakan,
memperba
iki
elastisitas produk akhir, untuk menarik air, memberikan warna, dan membentuk tekstur
yang padat. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedelai, tepung jagung,
tepung terigu, tepung beras, kasein, albumin dan susu skim.
20
Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempuny
ai
pengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Bahan pengisi yang biasa ditambahkan pada sosis
adalah tepung gandum, barley, jagung atau beras, pati dari tepung-tepung terseb
ut.
Tepung pengisi mengandung lemak dalam jumlah yang relatif tinggi dan protein dalam
jumlah yang relatif rendah, sehingga mempunyai kapasitas mengikat air yang besar dan
kemampuan emulsifikasi yang rendah. Maksud dari penambahan bahan pengikat da
n
pengisi pada adonan sosis adalah untuk meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan
daya ikat air produk daging, meningkatkan flavour atau cita rasa, mengur
angi
pengerutan selama pemasakan, meningkatkan karakteristik irisan sosis, dan mengurangi
biaya formulasi (Soeparno, 1994)
4.2.2.
Cooking
Selanjutnya, setelah troli penuh, maka troli akan dimasukkan ke dalam Smoke House
.
Di PT. Charoen Pokphand Salatiga terdapat 2 jenis mesin smoke house yaitu me
sin
Maurer dan mesin Fessman yang masing-masing dapat menampung 4 buah troli. Prinsip
dari kedua mesin tersebut sama yaitu terdapat proses drying, smoking, cooking, d
an
evaluating. Pada kedua mesin tersebut dilakukan pemantauan terhadap suhu dan waktu
proses pemasakan oleh pihak QC setiap kali proses pemasakkan berlangsung. Pros
es
Drying pada sosis dilakukan untuk mengurangi kandungan air pada adonan sosis. Untuk
proses Smoking, digunakan serbuk kayu beechwood (berasal dari Jerman) un
tuk
menimbulkan aroma yang spesifik pada merk sosis champ dan fiesta. Pemilihan jen
is
kayu ini dilakukan karena apabila menggunakan kayu jenis lain akan menimbulk
an
aroma yang berbeda dan rasa yang sedikit pahit. Pengasapan adalah proses pengawetan
daging dengan cara memberikan asap pada daging dalam suhu dan jangka wa
ktu
tertentu.
Tujuan utama pengasapan adalah pengembangan cita rasa, pengawetan, pengembangan
warna, membuat atau menciptakan produk baru, dan melindungi dari oksidasi lema
k.
Akibat yang ditimbulkan dari proses pengasapan yaitu keringnya permukaan dagin
g
yang diasapkan, bebas dari proses ketengikan, dan memberi cita rasa yang
khas
(Sutaryo, 2004 dalam Khaira W et al, 2013). Di dalam smoke house sosis mengala
mi
proses pemasakan dengan suhu yang tinggi. Pemasakan adalah salah satu tek
nik
pengolahan makanan yang merupakan proses termal dengan tujuan utama un
tuk
21
meningkatkan cita rasa produk, warna, dan tekstur yang sesuai dengan keinginan. Troli
yang masuk ke dalam mesin smoke house setelah matang akan mengalami pro
ses
showering dan cooling untuk menurunkan suhu produk yang telah matang sebelu
m
mengalami proses pengemasan. Sebelum proses showering dan cooling dilakuk
an
tingkat kematangan dan ensori dari sosis dipastikan. Apabila dalam sosis kurang matang
maka proses pemasakan atau pengasapan akan diperlama.
Pada proses Showering, sosis akan disemprot dengan air sedangkan pada pro
ses
Cooling sosis akan diberi udara dingin. Proses Showering dan Cooling Down memiliki
bahaya potensial berupa kontaminasi dan pertumbuhan mikroorganisme.
Prod
uk
suhunya diturunkan menjadi sekitar 25oC supaya saat dikemas tidak ada kerin
gat
sehingga tidak cepat bau. Proses Cooking yang terjadi di Smoke House menjadi Critical
Control Point (CCP) pertama dalam rantai produksi sosis. CCP sendiri adalah ti
tik
dimana
langkah atau prosedur yang bisa diaplikasikan untuk food safety dari su
atu
produk. Kematangan sosis menjadi hal yang sangat penting bagi proses produksi sosis
karena akan berpengaruh pada umur simpan sosis. Apabila sosis yang dimasak belum
matang maka hanya dalam 1 hari sosis dapat berkeringat karena masih ad
anya
kandungan air yang tertinggal akibat proses drying yang tidak sempurna sehing
ga
membuat sosis cepat bau.
Selain itu proses pemasakan termasuk ke dalam titik kritis dikarenakan pr
oses
pemasakan merupakan salah satu metode pengawetan makanan. Menurut Estiasih
&
Kgs Ahmadi (2009) makanan yang matang umumnya dapat disimpan lebih lama pada
kondisi dingin dibandingkan dengan bahan mentah. Pemasakan dapat mendekstruks
i
dan juga menurunkan jumlah mikroorganisme dan menginaktifvasi enzim-enzim yang
tidak diinginkan contohnya enzim peroksidase dan lipoksigenase. Apabila tidak terjadi
pemasakan yang sempurna maka mikroorganisme patogen masih dapat tumbuh d
an
inilah yang berpengaruh pada umur simpan dan kualitas dari sosis. Rumusan CCP
1
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rumusan CCP 1
CCP
Cooking
(CCP 1)
4.3.
Bahaya Potensial
Tindakan Pencegahan
Adanya mikroorganisme pathogen Memantau suhu dan lama
yang masih hidup.
pemasakan, memantau suhu pusat
produk dan kualitas sensori
22
Pengemasan
Pengemasan pangan merupakan suatu cara dalam memberikan suatu kondisi lingkungan
yang tepat bagi bahan pangan (Buckle, 1987). Tujuan dari pengemasan ad
alah
melindungi bahan pangan (barrier) dari penyebab-penyebab kerusakan baik kare
na
kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis. Sehingga, diharapka
n
dapat menjaga kualitas dari bahan pangan dan sampai ke tangan konsumen dal
am
keadaan yang baik dan menarik.
4.3.1.
Pengemasan Sekunder
Setelah produk dikeluarkan dari Smoke House, produk akan mengalami pemotonga
n
menjadi per pieces (cutting into pieces) dengan menggunakan mesin bernama Cutte
r.
Barisan sosis akan ditarik oleh mesin dan dipotong potong menjadi per pieces. Setiap
jenis produk memiliki panjang yang berbeda sehingga pemakaian mesin harus sesu
ai
dengan spesifikasi produk yang telah diprogramkan di dalam mesin. Selama mengalami
proses pemotongan langsung terdistribusi pada conveyor belt untuk kemudian dikemas
manual, petugas dapat menyiramkan sedikit air ke sosis sosis yang telah diletakkan di
atas meja. Hal ini bertujuan agar permukaan Casing sosis tidak lengket sehingga proses
penarikkan sosis dan pemotongan sosis oleh mesin menjadi lebih mudah. Bila ada sosis
yang tidak terpotong sesuai dengan spesifikasi, maka sosis tersebut akan diletakk
an
pada wadah terpisah dimana selanjutnya dapat digunakan untuk proses rework.
Dalam proses pengemasan, produk sosis tidak bersentuhan langsung dengan lantai agar
tidak terjadi kontaminasi. Selanjutnya sosis akan dikemas dengan kemasan sekunder
.
Proses pengemasan dilakukan untuk memberikan perlindungan dan memegang peranan
penting dalam penanganan, pendistribusian, dan pengawetan bahan pangan. Pada proses
pengemasan sekunder sosis di PT Charoen Pokphand Food Division Unit Salati
ga
terdapat dua cara yaitu dengan thermoformer packaging atau dengan manual packaging.
Setiap pergantian batch kemasan akan dicek oleh pihak QC mulai dari kode produk
si
hingga tanggal kadaluarsa apakah sudah sesuai dengan data yang ada. Labe
ling
merupakan komponen penting dalam suatu pengemasan produk yang berfungsi untu
k
memberikan informasi lengkap dan dapat mengedukasi konsumen. Informasi pa
da
kemasan yang harus dicantumkan antara lain merk produk, berat bersih (ne
tto),
23
perusahaan yang memproduksi (kota atau Negara asal produk), komposisi bah
an,
informasi nilai gizi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, dan Customer Care.
Untuk produk sosis sendiri setiap pergantian batch juga dilakukan pengecekan ol
eh
pihak QC dengan cara pengambilan lima sampel secara acak kemudian dilaku
kan
pengukuran panjang, berat, dan diameter terhadap masing-masing sosis. Hal
ini
dilakukan untuk mengetahui apakah sosis yang dihasilkan sudah sesuai standar d
ari
perusahaan. Apabila rata-rata sudah sesuai dengan standar yang dimiliki maka prose
s
pengemasan dapat diteruskan. Namun apabila sosis yang dihasilkan tidak sesuai standar
maka sosis akan di reject. Setelah dikemas vakum maka lima sampel secara a
cak
diambil dan dilakukan pengecekan berat serta kondisi vakum dari kemasan tersebut, jika
sudah sesuai maka kemasan
roses
pendeteksian metal lalu ke proses pembekuan.
4.3.2.
Ferrous (Fe) yaitu logam magnetik seperti besi dan baja (logam yang paling mudah
untuk dideteksi oleh mesin metal detector).
i,
Non Ferrous yaitu jenis logam non magnetik seperti alumunium, tembaga, bes
perak, timah, kuningan, nikel, dll. Golongan non Fe relatif mudah dideteksi ol
eh
metal detector namun tingkat sensitifitasnya masih sedikit dibandingkan denga
n
logam jenis ferrous.
Stainless yaitu jenis stainless steel namun paling sulit untuk terdeteksi oleh metal
detector sehingga tingkat sensitifitasnya paling rendah.
Apabila terdeteksi logam di dalam sosis maka konveyor akan berhenti dan prod
uk
kemudian akan ditahan dan nantinya akan dicek satu persatu sampai menemu
kan
kontaminan logamnya. Pengujian kandungan metal merupakan CCP 2 dalam pros
es
produksi sosis karena proses ini adalah proses pengujian kandungan metal terak
hir
sebelum sosis di kemas dengan kemasan sekunder. Rumusan CCP 2 dapat dilihat pada
tabel 4. Pengujian kandungan metal pada adonan di tahap pemasakan tidak termasu
k
dalam titik kritis dikarenakan adanya pengujian metal lagi pada proses pengemasan.
Tabel 4. Rumusan CCP 2
CCP
Pengecekan
Kandungan Metal 2
(CCP 2)
4.3.3.
Bahaya Potensial
Tindakan Pencegahan
Kontaminasi metal pada
Pengecekan Metal Detector
produk karena Metal Detector dengan menggunakan
tidak berfungsi maksimal
spesimen Fe, Non Fe, dan
Stainless setiap 1 jam sekali.
Freezing
Freezing (pembekuan) adalah penyimpanan bahan pangan dengan suhu beku, yait
u
pada suhu -12 sampai -24oC.
ng)
yang dilakukan pada suhu -24 sampai -40oC (Winarno,1993).
Freezing adalah U
nit
operasi dimana temperatur bahan pangan diturunkan hingga mencapai titik bekunya dan
sebagian air didalamnya berubah menjadi kristal es (Fellows, 2000). Pada suhu tertentu
bahan akan mencapai freezing point, yaitu dimana cairan akan berubah bentuk menjadi
padatan. Ketika suhu bahan dipertahankan lebih rendah dari 0oC (<0oC), maka ak
an
memperlambat pertumbuhan mikroorganisme, juga menghambat reaksi oksidatif da
n
enzimatis (Singh & D. R. Heldman, 2001). Pengawetan pangan umumnya bertuju
an
untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan, menghambat pembusukan d
an
25
menjamin mutu awal bahan pangan agar dapat terjaga selama mungkin.
Sosis
merupakan produk makan yang membutuhkan proses pengawetan. Pengawetan sosi
s
yang dilakukan salah satunya yaitu dengan freezing. Untuk sosis yang telah lolos dar
i
pengujian dengan metal detector kemudian akan mengalami proses pembekuan dengan
menggunakan mesin IQF. Proses pembekuan dengan menggunakan IQF termasuk k
e
dalam proses yang penting terlebih untuk memperpanjang umur simpan produk namun
tidak
termasuk
ke
dalam
CCP
karena
telah
terdapat
pencegahan
kontam
inasi
mikroorganisme sebelumnya yaitu pada proses pemasakan dengan suhu tinggi.
4.3.4.
Pengemasan Tersier
tengahnya terbuat dari kertas-kertas daur ulang, sedangkan kedua sisi lainnya berup
a
kertas koran murni dan bahan murni yang dipucatkan. Untuk memperbaiki sifatsifat
karton lipat, maka dilapisi dengan selulosa asetat dan polivinil klorida (PVC) ya
ng
diplastisasi. Keuntungan dari penggunaan karton lipat adalah dapat digunakan untu
k
transportasi dan dapat dihias dengan bentuk yang menarik. Tetapi kelemahannya adalah
kecenderungan untuk sobek di bagian tertentu. Karton yang digunakan oleh
PT.
Charoen Pokphand ini adalah jenis karton Double wall board dimana jenis ini terd
iri
dari 2 lapis dengan ketebalan 7 mm (CB/Flute). Karton jenis ini memang cocok untu
k
pengiriman jarak jauh. Untuk kemasan karton sendiri akan di seal dengan menggunakan
selotip atau lakban yang ada di bagian kartoning.
Saat akan didistribusikan, produk akan dibawa ke Ante room dan selanjutnya a
kan
dimasukkan dan diangkut ke dalam kendaraan pengangkut. Kendaraan pengangk
ut
berupa kontainer yang dilengkapi dengan pendingin. Kebersihan dari kontainer haru
s
dijaga untuk mengurangi terjadinya kontaminasi. Setiap kontainer yang masuk d
an
digunakan untuk proses distribusi produk telah mengalami pengecekan standar d
an
mutu sesuai dengan kriteria dari perusahaan. Ante room memiliki suhu 0-5oC unt
uk
menjaga kualitas produk. Proses distribusi dan pengangkutan barang dari Ante roo
m
juga menggunakan prinsip FIFO.
5.
5.1.
Freezing
Dalam proses produksi sosis di PT. Charoen Pokphand Salatiga dilakukan pro
ses
pembekuan setelah produk dikemas dalam kemasan sekunder. Pada dasarnya menurut
Lester E. (2000), prinsip kerja freezing dibagi menjadi 3 yaitu undercooli
ng,
nucleation, dan crystal propagation. Proses undercooling adalah proses dimana ad
a
penurunan suhu hingga sebelum pembentukan kristal es. Sedangkan proses nucleation
adalah proses terdahulu sebelum terbentuknya kristal es, biasanya dikenal dengan nama
agitasi. Proses nukleasi ini dibagi menjadi 2, yaitu nukleasi homogen (homogeneo
us
nucleation) yang terjadi pada sistem murni tanpa pengotor. Sedangkan nukle
asi
heterogen (heterogeneous nucleation) terjadi pada molekul air yang berkumpul dalam
suatu komposisi kristalin pada agensia nukleasi. Crystal propagation merupak
an
tahapan setelah pembentukan kristal es yaitu proses bertumbuhan kristal es.
Terdapat dua jenis metode freezing, yaitu slow freezing dan fast freezing, y
ang
membedakan kedua metode ini adalah kecepatan freezing dan besarnya kristal es yang
terbentuk. Slow freezing adalah proses pembekuan yang terjadi secara lambat, sehingga
menghasilkan kristal es yang berukuran besar dan akan tumbuh pada ruang intraseluler
dan mengubah bentuk jaringan awal, serta dapat memecah dinding sel. Setelah
di
thawing, bahan juga tidak dapat kembali ke bentuk awalnya. Hal ini akan menyebabkan
bahan pangan menjadi lembek, dan material di dalam sel akan mengalir keluar dari sel
yang
pecah.
Sedangkan
fast
freezing
adalah
proses
pembekuan
cepat
yang
menghasilkan kristal es yang berukuran kecil. Hasil pembekuan cepat adalah crust yang
berukuran kecil pada permukaan bahan dan mencegah terjadinya kerusakan tekst
ur
bahan pangan. Pembekuan cepat menghasilkan kristal es yang kecil sehingga dindin
g
sel bahan tetap utuh (Fellows, 2000).
Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable), sehin
gga
memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan rusak atau busuk
ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan tersebut tidak dapa
t
diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan makanan dapat terjadi akibat
aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada pada bahan makanan terseb
ut,
26
27
selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat memengaruhi kebusukan makanan
(Bell et al, 2005). Freezing pada sosis dilakukan dikarenakan menurut hasil penelitian
pada suhu ruang (27oC-30oC) di hari ke-2 sosis sudah bau dan mengalami perubah
an
warna pada hari ke-3 serta perubahan tekstur pada hari ke-5, karena pada suhu rua
ng
sosis hanya bertahan selama 2 hari (Haryati,2003). Sedangkan bila disimpan dala
m
keadaan beku sosis dapat memiliki umur simpan lebih lama. Menurut Khaira W et
al
(2013) suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju penurunan mutu bahan panga
n
yang di asap. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka semakin tinggi pula
laju
penurunan
duk.
mutu
yang
mengakibatkan
semakin
sebentar
umur
simpan
pro
Sebaliknya, semakin rendah suhu penyimpanan, semakin rendah juga laju penuruna
n
mutu sehingga umur simpan lebih lama.
Yang mempengaruhi proses pembekuan berjalan sempurna salah satunya adal
ah
penggunaan jenis kemasan. Menurut Daine (1992), syarat bahan pengemas untuk bahan
yang dibekukan, yaitu :
hu
a
rancidity, terutama pada produk yang mengandung lemak.
Mampu
menghalangi
penguapan
bahan
organik
(aroma
dan
flavor)
ang
disebabkan oleh dehidrasi dan oksidasi pada bahan yang dikemas karena
hal
tersebut akan menyebabkan freezeburn yang mengakibatkan pemucatan warn
a
dan kemunduran tekstur.
Bagian wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap
dalam wadah karena jika terjadi peresapan uap air ke dalam bahan yang dikemas
mengakibatkan pembekuan yang berlebihan.
Dalam pengemasan vakum, biasanya digunakan plastik yang tahan dengan suhu d
an
tekanan tinggi. Jenis kemasan sekunder yang dipakai untuk mengemas sosis biasany
a
adalah LLDPE dan nylon. Nilon atau poliamida merupakan kondensasi poli
mer
(polikondensasi) dari asam amino atau diamina dengan asam dua karboksilat (di-acid).
Nilon tergolong termoplastik non etilen dengan sifat-sifat sebagai berikut :
28
Bersifat inert, tahan panas dan mempunyai sifat-sifat mekanis yang istime
wa
(elongation, tensile strength, tear strength, folding endurance)
Tahan terhadap asam encer dan basa, tidak tahan asam kuat dan pengoksidasi
Tidak berasa, tidak berbau dan tidak beracun
Cukup kedap gas, tetapi tidak kedap air
Tahan terhadap suhu tinggi, dan baik digunakan untuk kemasan bahan y
ang
dimasak di dalam kemasannya, seperti nasi instan, serta untuk produkproduk
yang disterilisasi, dan untuk kemas hampa
Linear-low-density polyethylene (LLDPE) yaitu koplimer etilen dengan sejumlah kecil
butana, heksana atau oktana, sehingga mempunyai cabang pada rantai utama denga
n
interval (jarak) yang teratur. Sifat-sifat dari jenis plastik polietilen yang d
apat
dimanfaatkan untuk mengemas sosis antara lain:
Kemampuan heat seal ( dapat dikelim dengan panas), sehingga dapat digunakan
untuk laminasi dengan bahan lain.
Dapat dicetak
dengan kemasan tidak vakum. Selain itu menurut Khaira W et al (2013) bakteri yan
g
terkandung dalam daging yang dikemas non vakum memiliki jumlah koloni lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dikemas secara vakum. Hal ini dimungkinkan karena pada
kemasan vakum pertumbuhan bakteri aerob yang pertumbuhannya sangat tergantun
g
oksigen menjadi terhambat. Proses vakum kemasan sangat penting karena apab
ila
kemasan tidak vakum berarti masih ada udara yang tersisa di dalam kemasan sehingga
mikroorganisme dapat tumbuh dan makanan menjadi cepat rusak. Selain itu juga dapat
menimbulkan reaksi oksidasi lemak yaitu reaksi yang terjadi antara oksigen dan lemak
29
yang nantinya membuat makanan menjadi cepat tengik. Menurut Khaira W et al (2013)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju oksidasi lemak dalam makanan adalah su
hu
tinggi, cahaya, adanya oksigen dan pro-oxidants.
5.2. Individual Quick Freezing (IQF)
Menurut Yuliana, et al (2013) teknik IQF merupakan pembekuan bahan satu persa
tu
dalam
waktu
singkat.
Manfaatnya
adalah
kandungan
nutrisinya
tidak
hil
ang,
penampilannya masih sama dengan sebelum pembekuan dan produk menjadi leb
ih
tahan lama. Prinsip kerja mesin IQF yaitu membekukan produk secara individu dengan
menggunakan hembusan udara dingin. Cara kerja mesin IQF sama seperti cara ker
ja
pada proses pendinginan dan pembekuan dengan menggunakan refrigerator dan dengan
bantuan refrigerant. Sumber pendingin (refrigerant) yang digunakan adalah ammonia
yang merupakan senyawa refrigeran golongan anorganik bersama dengan air dan CO2.
Refrigeran
yang
adalah
fluida
kerja
yang
bersirkulasi
dalam
siklus
refrigerasi
Kalor laten penguapan harus tinggi, refrigeran yang mempunyai kalor lat
en
penguapan yang tinggi lebih menguntungkan karena untuk kapasitas refrigeras
i
yang sama, jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih kecil.
Titik didih rendah sehingga pada suhu rendah refrigeran sudah dapat mendidih.
Refrigeran hendaknya stabil dan tidak bereaksi dengan material yang dipakai, jadi
juga tidak menyebabkan korosi.
Sebaiknya refrigeran menguap pada tekanan sedikit lebih tinggi dari pada tekanan
atmosfir sehingga tidak terjadi kebocoran udara luar masuk sistem refrigeran.
Pemilihan ammonia sebagai refrigeran di dalam proses pembekuan dengan IQF didasari
pada sifat dasar dari ammonia itu sendiri. Ammonia mempunyai sifat termal yang baik
sehingga sampai sekarang masih digunakan sebagai refrigeran untuk cold stora
ge,
pabrik es, dan pendingin bahan pangan. Ammonia digunakan sebagai refriger
ant
dikarenakan ammonia cair mudah menguap dan akan menyerap panas sehin
gga
menimbulkan efek pembekuan. Ammonia memiliki titik didih yang rendah yaitu sekitar
-33,5oC (Cotton dan Wilkinson, 1989). Titik didih refrigeran merupakan indikator yang
menyatakan apakah refrigeran dapat menguap pada temperatur rendah yang diinginkan,
tetapi pada tekanan yang tidak terlalu rendah. Selain dilihat dari titik didihnya, ammonia
memiliki kalor laten penguapan yang lebih tinggi yaitu 1314,2 kJ/kg dibandingk
an
dengan refrigeran lain sehingga jumlah refrigeran yang bersirkulasi menjadi lebih kecil
sehingga lebih efisien. Selain itu menurut Estiasih & Kgs Ahmadi (2009) ammo
nia
mempunyai sifat pindah panas yang baik dan tidak bercampur dengan minyak.
Di samping
ibut
sifat
ammonia,
penggunaan
ammonia
dipilih
berdasarkan
atr
Menurut C, George dan P.E., Briley (2002) IQF dibentuk dalam banyak ukuran mulai
dari 1,000 lb/h to 100,000 lb/h (126 to 12.600 g/s) dan kebanyakan mengguna
kan
ammonia sebagai refrigerant. IQF yang digunakan pada proses pembekuan sosis di PT.
Charoen Pokphand Salatiga adalah jenis IQF Packaged Spiral Freezer. Mesin IQF jenis
ini banyak digunakan oleh industri-industri makanan untuk membekukan produ
kproduk yang rentan terhadap kerusakan untuk memperpanjang umur simpannya. Mesin
31
IQF terdiri dari kompresor, kondensor, filter, pipa kapiler, evaporator, accumulato
r,
katup ekspansi, panel kipas berjumlah 8 buah, konveyor 18 tingkat, balance fan, sensor,
monitor pengontrol, take away, dan defrost.
fan
dan
konveyor
dinyalakan.
Lalu
pihak
operator
kompresor
akan
menyalakan kompresor. Dengan adanya aliran listrik maka motor kompresor ak
an
bekerja mengisap gas refrigerant yang dalam hal ini adalah ammonia yang bersuhu dan
bertekanan
rendah dari
saluran
hisap.
gas
refrigerant sehingga menjadi uap/gas bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi, gas tersebut
ditekan keluar oleh kompresor memasuki kondensor yang dingin. Gas refrigerant yan
g
panas dan bertekanan tinggi tersebut di dalam kondensor akan didinginkan oleh udara di
sekitar (panasnya berpindah dari kondensor ke udara sekelilingnya) sehingga suhunya
turun (menjadi dingin) mencapai suhu kondensasi (berkondensasi atau mengembun
)
dan wujudnya berubah menjadi cair tetapi tekanannya tetap tinggi. Refrigerant cair yang
bertekanan tinggi tetapi suhunya telah rendah ini selanjutnya mengalir kedal
am
penyaring. Refrigerant lalu memasuki pipa kapiler yang berdiameter kecil dan panjang
sehingga tekanannya turun drastis.
32
Refrigerant cair yang tekanannya menjadi sangat rendah ini kemudian masuk ke dalam
evaporator yang memiliki tekanan rendah hingga vakum sehingga titik didih ammonia
yang memang sudah rendah semakin bertambah rendah pula, oleh sebab itu ammoni
a
segera berubah wujud menjadi gas (menguap). Ketika berubah wujud dari cair menjadi
gas, zat refrigerant memiliki kalor laten penguapan yang besar maka diperlukan kalo
r
laten yang besar pula dan kalor (panas) ini diambil dari sekeliling evaporator yaitu isi
dari IQF. Kerja ini diperkuat oleh adanya daya hisap kompresor sehingga molek
ulmolekul gas refrigerant mendapat percepatan dalam bergerak melesat di sepanjan
g
evaporator sembari mengambil panas dari sekeliling evaporator dengan efek akhirny
a
adalah isi IQF menjadi dingin. Proses ini dimaksimalkan dengan adanya panel kip
as
berjumlah 8 unit yang ada di mesin IQF. Kemudian gas refrigerant mem
asuki
akumulator dan kembali ke kompresor. Di dalam kompresor, refrigerant berbentuk gas
akan dimampatkan dan dipompakan lagi ke kondensor, begitu seterusnya proses i
ni
terjadi berulang-ulang sehingga ruangan di dalam IQF memiliki suhu <= -30oC. Ji
ka
suhu sudah mencapai <= -30oC maka produk dalam kemasan yang sudah
mengalami
proses vakum dijalankan melalui konveyor menuju ke tempat metal detector kemudian
disalurkan ke mesin IQF dengan konveyor.
Melalui monitor pengontrol lama proses pembekuan diatur sesuai dengan jenis produk
dan suhu IQF. Semakin rendah suhu di IQF maka waktu pembekuan dapat dipercepat.
Di dalam IQF terjadi proses menghembuskan udara dingin ke dalam produk. Prod
uk
akan disemprot udara dingin selama berjalan di konveyor sesuai dengan waktu yang di
setting. Konveyor yang ada di mesin berjalan ke atas menuju tingkat ke 18. Kemudian
akan keluar dan diangkut dengan take away ke bawah ke bagian kartoning u
ntuk
dikemas dalam karton. Setelah selesai dalam menggunakan IQF maka kompresor akan
menghentikan proses supply refrigerant sehingga tidak ada lagi udara dingin ya
ng
keluar dari blower. Suhu di ruang IQF akan menjadi normal (tidak minus) sehingga fa
n
dan conveyor dapat dimatikan.
5.3. Pelaksanaan Proses Pengendalian Mutu
Proses pengendalian mutu pada mesin IQF di PT Charoen Pokphand dilakukan d
ari
awal sebelum produk masuk ke dalam IQF sampai produk menuju ke proses kartoning.
Sebelum masuk ke dalam IQF bagian kondisi kemasan sosis akan dicek oleh pihak QC
.
33
Kemasan sosis yang diharapkan adalah kemasan yang vakum dan tidak sobek. Hal in
i
dilakukan
untuk
mencegah
masuknya
udara
ke
dalam
kemasan
selama
pr
oses
pembekuan. Jika udara dapat tembus ke dalam kemasan dan kontak dengan sosis maka
akan menyebabkan oksidasi dan ketengikan pada sosis dikarenakan sosis mengandung
lemak yang cukup tinggi. Selain itu juga akan menyebabkan freezer burn yang terjad
i
akibat
hilangnya
cairan
yang
terdapat
dalam
bahan
makanan.
Hal
ini
tidak
membahayakan namun sosis akan menjadi kering, mengurangi rasa pada sosis, d
an
menyebabkan denaturasi protein. Selain itu kerusakan yang ditimbulkan jika kemasa
n
tidak vakum adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan karena otooksidasi
radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Kerusakan ini dapat terjadi karena sosis
merupakan tipe emulsi lemak dalam air (Winarno, 1991).
Pada setiap pergantian batch suhu sosis mula-mula sebelum masuk ke IQF akan diukur
menggunakan termometer oleh pihak QC. Kemudian waktu pembekuan diatur sesua
i
dengan suhu produk dan suhu ruang IQF. Dalam hal ini produk dan ukuran kemas
an
yang berbeda maka lama waktu pembekuan juga berbeda. Selain itu faktor y
ang
mempengaruhi waktu pembekuan adalah suhu di dalam ruang IQF itu sendiri. J
ika
suhunya lebih rendah di bawah standar <-30oCmaka waktu dapat berlangsung leb
ih
cepat. Setelah produk masuk ke dalam IQF suhu ruang dan sunction serta l
ama
pembekuan yang tertera dalam monitor dicatat untuk dokumentasi produksi. Suhu ruang
IQF memiliki standar minimal -30 oC sedangkan selisih suhu antara ruang dan
sunction
kurang lebih 7 oC.
Sunction merupakan bagian IQF tempat udara mengalir dari kompresor ke ruang
an
sehingga selisih suhu yang dimiliki tidak akan terlalu jauh. Seiring berjalannya wakt
u
maka pembatas antara sunction dan ruang akan tertutup dengan bunga es. Sema
kin
banyak bunga es maka akan menutupi aliran udara dingin yang menuju ke ruan
gan
sehingga jarak suhunya akan semakin besar. Apabila terjadi akan membuat pros
es
pembekuan produk tidak sempurna atau suhu produk tidak akan mencapai suhu optimal.
Hal ini menjadikan penanda bahwa dalam IQF perlu untuk dilakukan defrost. Di P
T.
Charoen Pokphand Salatiga, mesin IQF untuk produk sosis mengalami proses defro
st
tiga hari sekali.
34
Setelah
ukan
selesai
pembekuan
dan
produk
keluar
ke
bagian
kartoning
dilak
pengecekan terhadap suhu produk setelah pembekuan oleh pihak QC. Produk dikatakan
sudah beku dengan baik apabila suhunya dapat mencapai -18oC. Hal ini terjadi karena
penyimpanan beku antara -17C sampai -40C mampu memperpanjang umur simpa
n
produk daging khususnya daging unggas sampai satu tahun (Mountney, 1976). Pad
a
proses
pembekuan
juga
lebih
memberikan
dampak
negatif
dalam
pertumbu
han
mikroorganisme dikarenakan :
Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10oC
Untuk beberapa jenis mikroorganisme patogen masih dapat hidup pada suh
u
kira-kira 3,3oC
adalah -18oC (Asmoel, 2009 dalam Kartika dkk, 2014). Jika pembekuan kur
ang
sempurna maka akan diulang kembali. Selain itu waktu nyata awal produk masuk
ke
IQF dan waktu akhir produk saat keluar dari IQF dicatat untuk kemudian dihit
ung
selisihnya dan dibandingan apakah sudah sesuai dengan waktu yang di setting. Su
hu
ruang IQF dibuat sekitar -30oC dikarenakan menurut C, George dan P.E., Briley (2002)
selain biaya listrik, penyusutan produk merupakan salah satu yang terpenting yang perlu
diperhatikan dalam pembekuan produk. Kebanyakan produk kehilangan beratnya saa
t
dibekukan.
Menurut Fellow (2000) penyusutan berat selama pendinginan dapat disebabkan karena
kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke udara
disekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Pada produk daging penyusutan bera
t
dapat disebabkan karena terjadi kerusakan gel protein dan mengalami proses koagulasi
protein, sehingga menurunkan daya ikat protein terhadap air dan air bebas di dal
am
daging akan lepas menuju ke udara disekitarnya yang akan hilang bersama dengan uap
air. Kerusakan struktur molekul akibat pendinginan ini juga dapat menyebab
kan
penyusutan berat. Kehilangan air pada bahan dapat dicegah dengan cara pengatur
an
suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat. Terdapat dua faktor utama unt
uk
mengontrol penyusutan atau kehilangan berat produk, antara lain waktu pembekuan dan
suhu pembekuan. Semakin cepat produk dibekukan maka penyusutan akan semaki
n
rendah. Kebanyakan IQF dioperasikan pada suhu udara 20C (29C) di awal tahu
n
PT. Charoen Pokphand juga melakukan uji laboratorium untuk mengetahui apakah ada
kontaminasi mikroorganisme dalam produknya untuk menjaga mutu dari prod
uk
tersebut. Uji laboratorium yang dilakukan antara lain uji TPC (total plate count) berup
a
Coliform,
Escherichia
coli,
Staphylococcus
aureus,
Salmonella
sp.
dan
Champhylobacter sp. Hal ini untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan stand
ar
yang berlaku. Pada SNI 7388:2009 disebutkan bahwa untuk daging ayam segar,bek
u
(karkas dan tanpa tulang),dan cincang untuk TPC pada suhu inkubasi 300C selama 72
jam batasnya adalah 1 x 105 koloni/g, koliform 10 koloni/g, Escherichia coli
<3
koloni/g, Staphylococcus aureus 1 x 102 koloni/g, Salmonella sp. negatif/25g dan
Clostridium perfringens 102 koloni/g. Jika produk tidak sesuai dengan standar tersebut
maka produk akan dianalisa untuk diketahui penyebabnya.
5.4. Masalah dan Cara Mengatasi Masalah pada Mesin IQF
Masalah yang sering muncul dalam penggunaan mesin IQF ini adalah penumpukka
n
produk
di
dalam
mesin
yang
mengakibatkan
beberapa
produk
dapat
jatuh.
Penumpukkan produk dapat terjadi dikarenakan penataan antar produk yang terla
lu
dekat saat produk dimasukkan ke dalam IQF. Penumpukkan produk membuat mesi
n
harus
dimatikan
terlebih dahulu
untuk
pengambilan
produk
yang
terjatuh
atau
pembenaran posisi produk yang menumpuk. Hal ini menyebabkan pintu utama I
QF
sering dibuka dan ditutup sehingga suhu mengalami drop tidak mencapai -30 oC. Selain
masalah penumpukkan produk, setting waktu yang tidak sesuai dengan jenis prod
uk
juga sering terjadi sehingga pembekuan produk yang dihasilkan kurang efisien. Pad
a
proses pembekuan suhu sangat mempengaruhi dimana suhu menjadi faktor uta
ma
dalam proses ini sebelum waktu. Apabila suhu di dalam IQF tidak mencapai s
uhu
optimalnya maka produk juga tidak akan mencapai suhu optimalnya.
Sehingga dalam hal ini koordinasi memang diperlukan dimana penataan barang jangan
terlalu berdekatan sehingga menghindari adanya penumpukkan saat proses pembekuan.
Selain itu pengaturan waktu juga sebaiknya dilakukan oleh satu orang saja. Dal
am
proses
pembekuan
waktu
juga
merupakan
faktor
yang
penting.
Faktor
yang
mempengaruhi lamanya proses pembekuan antara lain :
Luas area (permukaan) produk yang dibekukan sebagai media pindah panas.
Selain itu dalam penggunaan mesin IQF pengecekan refrigerant menjadi sangat penting.
Selain jika refrigerant habis maka tidak ada aliran udara dingin yang masuk, refrigerant
yaitu ammonia jika mengalami kebocoran pada pipa sehingga ammonia masuk
ke
6.
produksi
maupun
pengemasan,
pihak
yang
pertama
kali
tahu
dalah
Foreman/Forelady. Foreman/Forelady merupakan kepala regu dalam setiap pembagian
kerja yang bertanggung jawab mengontrol kinerja dari para pekerja. Kemu
dian
permasalahan akan disampaikan kepada pihak QC yang bertugas. Permasalahan aka
n
dianalisa dan dicari penyelesaiannya oleh pihak Foreman/Forelady dan pihak Q
C.
Apabila permasalahan cukup besar dan keputusan yang diambil memiliki resiko besar
38
7.
7.1.
s
pengolahan adonan, pengisian adonan, pemasakan, pengemasan, metal detector,
pembekuan, checkweigher box, penutupan karton dan penyimpanan.
Fungsi dari pengemasan adalah untuk melindungi bahan pangan dari penyeba
b
kerusakan baik karena fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis.
Fungsi dari pembekuan adalah untuk menginaktifkan bakteri dan enzim sehingga
dapat meningkatkan umur simpan produk.
an
dengan proses kristalisasi untuk meningkatkan umur simpan produk
IQF merupakan alat yang efisien untuk menerapkan sistem pembekuan cep
at
dikarenakan pembekuannya merata dan produk dapat beku maksimal dala
m
waktu singkat.
Ammonia merupakan refrigeran yang baik digunakan dalam industri besar karena
lebih efisien dan aman bagi lingkungan.
n
suhu baik ruang maupun produk, waktu pembekuan, dan kondisi kemasan produk.
an
pengawasan mutu dengan baik dan benar sehingga dapat mempertahan
kan
kualitas produk yang dihasilkan
7.2.
Saran
Sebaiknya dilakukan sanitasi peralatan selama 1 bulan sekali, atau seminggu sekali
sesuai dengan tingkat keseringan alat tersebut digunakan.
Perlu adanya perbaikan dan perawatan mesin secara berkala mengingat beberap
a
mesin tidak bekerja dengan efisien sehingga hasil tidak maksimal.
an
lingkungan terutama lingkungan produksi menyangkut dengan proses sanitasi
39
8.
DAFTAR PUSTAKA
Nasional, Jakarta.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharata Jakarta.
Dotulong, Verly. 2009. Nilai Proksimat Sosis Ikan Ekor Kuning (Caesio, s
pp.)
Berdasarkan Jenis Casing dan Lama Penyimpanan. Pasific Journal Juli 2009 Vol.
1(4) : 506-509. Manado.
40
Essien, Effiong . 2003. Sausage Manufacture : Principles and Practice. CRC Pre
ss
Boca Raton Boston New York, Washington DC.
Estiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksar
a.
Jakarta.
Fellow, J.P. 2000. Food Processing Technology. Principles and Practice 2nd edition
.
Woodhead Publishing Lim, Cambridge, England.
Frazier, W.C & Westhoff. 1988. Food Microbiology. Mcgraw-Hill Publishing Company
Ltd. New Delhi.
Hanief. 2001. Mewaspadai si Bulat Panjang : SOSIS. https://www.mailarchive.com
diakses tanggal 26 Januari 2015.
Haryati, Nur. 2003. Pengaruh Suhu dan Penyimpanan Sosis Daging Sapi Terhad
ap
Total Bakteri dan Penilaian Organoleptik. Skripsi. Universitas Diponegoro
Hui, F.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and Sons,
Inc. USA
Jeremiah, L. E. 1996. Freezing Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc. N
ew
York
Kartika, Emma ; Siti Khotimah dan Ari Hepi Yanti. 2014. Deteksi Bakteri Indikat
or
Keamanan Pangan Pada Sosis Daging Ayam Di Pasar Flamboyan Pontiana
k.
Pengolahan
Pangan
Dengan
Suhu
Rendah.
Lester E. Jeremiah. 2000. Freezing Effect on Food Quality. Lacombe. Alberta. Canada
Marcel Dekker, Inc.
Mountney, G. J. 1976. Poultry Products Technology. 2nd Ed. #vi Publishing Company.
INC. Westport.
Musicool refrigerant. http://www.up-3.com/up3.php?page=viewproducts&id=8 diakses
tanggal 26 Januari 2015.
Rahayu, W. P., H. Nababan, S. Budijanto dan D. Syah. 2003. Keamanan Pang
an.
Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. Badan Pengawas Oba
t
dan Makanan, Jakarta.
41
42
9.
LAMPIRAN
43