Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Indonesia mempunyai keragaman hayati khususnya perairan yang sangat
besar, termasuk di dalamnya mikrob, tanaman maupun hewan. Kondisi wilayah
Indonesia yang berbentuk kepulauan, maritim dan iklim tropis yang mendukung,
menjadikan Indonesia kaya akan keragaman hayati. Dua pertiga wilayah Indonesia
merupakan daerah perairan.
Di dalam perairan terdapat banyak sekali biota laut seperti hewan laut,
tumbuhan laut, mikroorganisme, dll. Biota yang hidup di permukaan air laut, di dasar
laut dalam, tanaman laut, batu karang dasar laut dan sedimen atau batu karang
memiliki karakteristik yang unik dan bervariasi. Hal ini akan berpengaruh terhadap
keragaman metabolit sekuder yang dihasilkan. Sehingga peluang untuk menghasilkan
metabolit sekunder yang dihasilkan biota laut masih sangat besar. Dengan demikian,
perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam karena seperti yang kita ketahui
senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan memiliki banyak manfaat bagi
kehidupan manusia. Salah satunya di bidang kesehatan seperti pembuatan antibiotik.
Infeksi merupakan masalah besar yang menyedot perhatian dunia. Badan
kesehatan dunia (World Health Organization) menyebutkan bahwa penyakit infeksi
merupakan penyebab kematian terbesar di seluruh dunia. Penyakit infeksi telah
menyebabkan kematian sebesar 13 juta orang di seluruh dunia setiap tahun, terutama
di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Terapi yang diberikan untuk penyakit infeksi adalah dengan pemberian


antibiotik. Antibiotik adalah senyawa organik dengan berat molekul rendah yang
diproduksi oleh mikroorganisme dan dalam konsentrasi kecil dapat menghambat
organisme lain. Saat ini senyawa antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme
telah dapat disintesis secara kimia dan diproduksi dalam skala besar. Antibiotik telah
banyak digunakan oleh masyarakat hampir di seluruh dunia untuk mengobati
penyakit infeksi terutama yang disebabkan oleh bakteri, virus, fungi dan parasit.
Banyak bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotik. Resistensi
bakteri terhadap antibiotik merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia
yang terus berkembang. Salah satu penyebab resistensi bakteri dalam tubuh manusia
adalah karena penyalahgunaan antibiotik. Banyaknya kejadian resistensi mendorong
dilakukannya eksplorasi antibiotik baru sebagai upaya mengatasi masalah resistensi
ini. Salah satu sumber utama penghasil antibiotik yang berasal dari laut adalah
mikroorganisme simbion rumput laut Eucheuma cottonii.

II. ISI

II.1 RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii


Rumput laut atau sea weeds merupakan komoditi hasil laut yang melimpah di
Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya untuk sayuran tanpa
tahu kandungan zat-zat yang terdapat didalamnya. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan dan peradaban yang semakin maju akhirnya diketahui kandungan zat-zat
yang terdapat didalam rumput laut tersebut sehingga pemanfaatannya akan dapat
dioptimalkan tidak hanya sebagai bahan pangan yang dikonsumsi langsung secara
sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar pembuatan produk pangan rumah
tangga maupun industri makanan skala besar (Anggadireja, dkk., 2008).
Rumput laut dapat menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat terutama
masyarakat pesisir. Karena rumput laut yang utamanya dari kelas rhodophyceae
(ganggang merah) selain mengandung karaginan dan agar-agar juga mempunyai
kandungan gizi yang penting yaitu yodium. Salah satu jenis rumput laut merah
yang bernilai ekonomis penting yaitu rumput laut Eucheuma cottonii. Ciri-ciri
Eucheuma cottonii yaitu thallus silinder; permukaan licin; cartilageneus (menyerupai
tulang rawan/muda); serta berwarna hijau terang, hijau olive dan cokelat kemerahan.
Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolantonjolan) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat
dichotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga).
Habitat rumput laut Eucheuma cottonii memerlukan sinar matahari untuk
proses fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut ini hanya mungkin hidup

pada lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya
(Anggadireja, et al., 2008).
Beberapa jenis rumput laut digunakan sebagai obat-obatan tradisional seperti
antiseptik, obat cacing, bronchitis, asma, batuk, bisul, mimisan, gangguan
pencernaan, gangguan kekurangan iodium dan obat penyakit urinari. Metabolit
primer dari rumput laut merupakan senyawa polisakarida yang bersifat hidrokoloid
seperti agar-agar, alginat, karagenan dan fulcelaran. Eucheuma cottonii diketahui
sebagai alga merah (Rhodophyceae) yang ditemukan di bawah air surut rata-rata.
Alga ini mempunyai talus yang keras,silindris dan berdaging. Sejak 2700 SM
Eucheuma cottonii telah digunakan oleh bangsa Cina sebagai bahan sayuran, obatobatan dan kosmetik, sedangkan di Indonesia digunakan sebagai bahan sayuran, kue,
manisan dan obat-obatan.
Menurut penelitian Eucheuma cottonii memiliki kandungan kimia karagenan
dan senyawa fenol, terutama flavonoid. Karagenan, senyawa polisakarida yang
dihasilkan dari beberapa jenis alga merah memiliki sifat antimikroba, antiinflamasi,
antipiretik, antikoagulan dan aktivitas biologis lainnya. Dimana telah diteliti aktivitas
antibakteri pada karagenan yang dihasilkan oleh alga merah jenis Condrus crispus.
Selain karegenan yang merupakan senyawa metabolit primer rumput laut tersebut
diperkirakan senyawa metabolit sekundernya juga dapat menghasilkan aktivitas
antibakteri.
II.2 Mikroorganisme sebagai Sumber Antibiotika
Banyak senyawa senyawa aktif yang bersifat antimicrobial dan berpotensi
dalam pengembangan obat dan senyawa senyawa tersebut terdapat di alam. Tanaman,

dan hean merupakan sumber penghasil senyawa bahan alam dengan aktivitas yang
beragam. Sejumlah bahan obat yang baru dilaporkan berasal dari senyawa bahan
alam. Antibiotika adalah obat yang saat ini dibutuhkan, dan antibiotika ini dapat
diperoleh dari alam.
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur termasuk produsen biologi penghaisil
penghasil senyawa bahan-bahan alam yang menunjukkan aktivitas antimicrobial.
Beberapa decade terakhir ekosistem laut menjadi salah satu sasaran ahli atau peneliti
kimia untuk mencari dan memanfaatkan sebgai bahan untuk produksi obat
antimicrobial. Dan mikroorganisme laut merupakan salah satu yang berpotensi dalam
pengembangan antibiotika.
Penelitian Muhammad Bahi yang mengisolasi dan mengkarakterisasi antibiotika
dari streptomyces sp dimana bakteri ini merupakan bakteri laut yang banyak
dijumpai. Produksi antibiotika sendiri dari mikroorganisme laut, yaitu simbion
rumput laut Euchema cottonii , dan hasilnya dapat dilakukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Jadi antibiotika dapat diprodusi dari mikroorganisme
itu sendiri untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme pathogen lainnya. jadi
Antibiotika bersumber dari mikroorganisme.
Antibiotik
Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu
mikroorganisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain, antibiotik merupakan zat
kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat mikroorganisme
lain.

Selama bertahun-tahun telah diketahui adanya antagonisme di antara beberapa


mikroorganisme yang tumbuh berdekatan di lingkungan alamiah. Pada tahun 1929,
Alexander Fleming memperlihatkan bahwa suatu cawan yang diinokulasi dengan
Staphylcus aureus telah terkontaminasi oleh sejenis kapang dan bahwa koloni
kapang tersebut dikelilingi oleh suatu zone yang jernih, menunjukkan adanya
penghambatan pertumbuhan bakteri. Karena setelah diidentifikasi, kapang tersebut
ternyata adalah suatu spesies Penicillium, maka Flemming menamakan antibiotik itu
penisilin. Penggunaan penisilin dan antibiotik telah mengakibatkan berkurangnya
secara dramatis penderita penyakit menular pada masa Perang Dunia II.
Sejak tahun 1940, beberapa ribu substansi antibiotik telah diisolasi dan
diidentifikasi, tetapi hanya sejumlah kecil dari antaranya telah terbukti bermanfaat
untuk mengobati penyakit. Namun demikian, substansi efektif yang hanya sedikit
jumlahnya itu sudah mampu mengakibatkan perubahan radikal di bidang medis
dalam usaha pengobatan penyakit menular.
Antibiotik berdasar sumbernya dibedakan menjadi antibiotik sintetik dan
alamiah. Antibiotik sintetik seperti sulfur, tembaga sulfat, kalsium hidroksida, dan
arsenat. Antibiotik alami dalam berasal dari mikroba dan tumbuhan. Antibiotik seperti
sulfur, tembaga sulfat, kalsium hidroksida, dan arsenat. Antibiotik alami dapat berasal
dari mikroba dan tumbuhan. Senyawa yang dapat digunakan sebagai antibiotik
berasal dari tumbuhan seperti eugenol dari minyak atsiri cengkeh (Syzygium
aromaticum), piperin dari daun sirih (Piper bettle), timol dari Thyme, sarfakrol dari
Savory,

dan

sanguinarin

dari

suku

Papaveraceae.

Antibiotik

juga

dapat

diklasifikasikan berdasar mekanisme kerja, spektrum, mekanisme aksi, strain

penghasil, sistem biosintesis, objek mikroorganisme, dan berdasar struktur


biokimianya. Berdasar spektrumnya antibiotik meliputi spektrum luas dan sempit.
Termasuk spektrum luas (broad spctrum) jika mampumenghambat atau membunuh
mikroorganisme Gram positif maupun negatif.
Dikatakan termasuk spektrum sempit (narrow spectrum) jika hanya mampu
menghambat atau membunuh suatu golongan mikroorganisme saja (Pelczar dan
Chan, Dasar-Dasar Mikrobiologi II; 508-540; Griffin, 1981; Hugo dan Russel, 1998).
Antibiotik berdasar mekanisme aksi dibedakan menjadi :
a. Menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini mencegah terbentuknya ikatan silang peptidoglikan pada akhir
sintesis dinding sel. Sebagai contohnya protein pengikat penisilin dalam
membran plasma bakteri dihambat sehingga penambahan asam amino pada
ikatan peptidoglikan tidak terjadi dan mengeblok enzim transpeptidase. Hal
tersebut mengakibatkan dinding sel menjadi rapuh dan mudah lisis, atau tidak
tahan terhadap tekanan osmotik plasma kemudian pecah.
b. Merusak membran plasma
Antibiotik jenis ini mengganggu sistem perlindungan membran. Cara kerja
antibiotik ini dengan menyelipkan diri pada kedua lapisan barrier membran
sehingga lalu lintas substansi bisa bebas keluar masuk, membentuk ikatan
dengan ergosterol sehingga menyebabkan keboran sitoplasma, dan atau
dengan mengganggu sintesa pembentukan lipoprotein sehingga membran lebih
permeabel.
c. Menghambat sintesis protein

Antibiotik jenis ini akan berikatan pada ribosom bakteri yang mengakibatkan
kesalahan pada pembacaan mRNA sehingga sintesis maupun kerja enzim
terhambat.
d. Menghambat sintesis asam nukleat
Antibiotik ini bekerja dengan menghambat transkripsi dan replikasi
mikroorganisme.
e. Menghambat sintesis metabolit esensial
Penghambatan sintesis metabolit esensial

dapat

berupa

competitor

antimetabolit, yaitu substansi yang memiliki struktur mirip dengan substrat


normal namum fungsinya berbeda.
Produksi Antibiotika secara Fermentasi dari Mikroorganisme Rumput Laut
Eucheuma cottonii
Alat dan Bahan Penelitian
Alat. Alat yang digunakan adalah inkubator (Memmert), Laminar Air Flow
(Envirco), autoklaf (All American), oven (WTB Binder E115), shaker (model VRN480), sonikator (Soniclean), cawan petri, sentrifugator (model DKC-1006T), labu
erlen-meyer, gelas ukur (Pyrex), jangka sorong (Tricle Brand), jarum ose bulat, jarum
ose lurus, lampu spiritus, lemari pendingin (Panasonic), mikropipet, pinset, tabung
sentrifuse, tabung reaksi, timbang-an analitik (Chyo), tip. Dan medium yang
digunakan adalah medium marine agar, medium produksi, medium muller hilton agar,
dan medium plate agar.
Bahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah alga merah Eucheuma cottonii, akuades,
dimetil sulfok-sida (DMSO), etanol 70 % dan etanol 96%, kapas, kasa steril, kertas
cakram berdiameter 6 mm (Oxoid), medium PCA (Plate Count Agar), medium PDA

(Potato Dextrose Agar), medium PDY (Potato Dextrose Broth + Extract Yeast),
medium MHA (Muller Hinton Agar), dan natrium hipoklorit 1%
Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dicuci bersih dengan deterjen lalu dibilas dengan air kran dan
terakhir dengan akuades. Alat tersebut kemudian dikeringkan di oven pada suhu 60
70

dan ditutup dengan aluminium foil. Untuk tabung reaksi dan labu erlenmeyer terlebih

dahulu disumbat dengan kapas bersih kemudian disterilkan. Alat yang terbuat dari gelas
disterilkan dalam oven pada suhu 180

selama 2 jam, sedangkan alat-alat yang tidak tahan

pemanasan tinggi dan berskala disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 , tekanan 2 atm
selama 15 menit. Jarum ose disterilkan dengan cara pemanasan langsung hingga memijar .
Pembuatan Medium
Medium Marine Agar
Medium marine broth ditimbang sebanyak 52,4 g dan agar sebanyak 15 g, kemudian didispersikan dengan air suling hingga 1000 ml. Medi-um dididihkan di atas penangas air dan
disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121C selama 15 menit dengan tekanan > 1 atm.
Medium Produksi
Sukrosa ditimbang sebanyak 20 g, pati terlarut 10 g, tepung kedelai 25 g, dekstrosa 1 g,
ekstrak ragi 1 g dan NaCl 10 g, kemudian didis-persikan dengan air laut hingga 1000 ml.
Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121 C
selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm.
Medium Muller Hinton Agar (MHA)
Medium Muller Hinton Agar ditimbang se-banyak 38,0 g kemudian didispersikan dengan air
laut hingga 1000 ml. Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan di dalam
autoklaf pa-da suhu 121 C selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm.
Medium Plate Count Agar (PCA)

Sebanyak 22,5 g serbuk Medium Plate Count Agar didispersikan dengan air laut hingga 1000
ml. Medium dididihkan di atas penangas air dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu
121C selama 15 menit dengan tekanan di atas 1 atm.
Pengambilan dan Penyiapan Sampel
Sampel alga merah Eucheuma cottonii di-peroleh dari Dusun Barugaya, Desa Punaga, Kecamatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Sampel dicuci dengan air laut sampai bersih
dan dimasukkan ke dalam plastik sampel kemudian ditempatkan dalam kotak pendingin
(cool box) untuk diangkut ke laboratorium. Setelah sampai di laboratorium, sampel alga
merah terlebih dahulu dicuci dengan air laut sampai bersih dari kotoran yang menempel,
kemudian dibilas dengan air laut steril.
Isolasi Bakteri Simbion
Isolasi dilakukan dengan metode modifikasi
Rumput laut (Eucheuma cottonii) dicuci dengan air laut steril lalu dimasukkan ke dalam
mesin penghalus (blender) dan ditambah air laut steril. Sampel dihaluskan dan diambil
sarinya se-banyak 10 ml lalu dimasukkan dalam botol peng-encer berisi 90 ml air laut steril
(pengenceran 10-1). Pengenceran bertingkat dibuat hingga 10 -5. Seba-nyak 1 ml dari
pengenceran 10-1 dipipet untuk di-inokulasikan ke dalam cawan petri lalu dimasukkan
medium Marine Agar. Hal yang sama dilakukan pada pengenceran selanjutnya, lalu semua
cawan petri diinkubasi pada suhu 37 selama 1-5 hari.

Purifikasi bakteri
Setelah masa inkubasi selesai, koloni yang tampak pada masing-masing cawan petri
diamati. Koloni yang memiliki bentuk dan warna yang sama dianggap sebagai isolat
yang sama. Setiap koloni

kemudian dipindahkan ke medium Marine

Agar dan

diinkubasi 24 jam untuk mendapatkan isolat tunggal. Bila masih ditemukan beberapa
bentuk koloni maka dilakukan pemisahan kembali hingga diperoleh isolat murni.
Uji Antagonis

Uji antagonis dilakukan untuk melihat aktivitas bakteri simbion langsung terhadap
organisme uji. Pengerjaannya dilakukan dengan membagi cawan petri dalam dua area
pada medium PCA. Pada area pertama ditumbuhkan isolat bakteri simbion dengan
metode gores yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37C. Area yang kedua ditumbuhkan dengan mikroorganisme uji dengan metode gores kemudian diinkubasi selama
48 jam pada suhu ruangan (untuk fungi) dan 24 jam pada suhu 37 (untuk bakteri).
Hasil positif ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar daerah gores-an
mikroorganisme uji atau tidak menyebarnya koloni mikroorganisme uji.
Produksi Metabolit Sekunder
Koleksi isolat bakteri yang telah diperoleh selanjutnya ditumbuhkan pada medium MYB
(Maltose Yeast Broth) yang diinkubasi pada alat shaker dengan kecepatan perputaran
120 rpm selama 24 jam. Selanjutnya, dari medium MYB dipindahkan ke medium
produksi dan difermentasi selama 7 hari di dalam shaker/fermentor. Hasil fermentasi
disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit sehingga terpisah menjadi
2 bagian yaitu supernatan dan endapan/residu sebagai massa sel.
Uji Aktivitas Antibiotika
Aktivitas antibiotika dapat ditentukan dengan melihat kemampuan metabolit sekunder
yang dihasilkan oleh bakteri isolat terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji dengan
metode difusi agar. Media yang digunakan untuk penentuan daya hambat adalah
medium MHA. Sebanyak 100 l dari masing-masing suspensi mikroorganisme uji
diinokulasikan pada cawan petri dan ditambah dengan medium yang sesuai hingga
volume mencapai 15 ml. Supernatan sebanyak 20 l diteteskan pada kertas cakram
dan dikering-anginkan, lalu diletakkan di atas medium yang telah mengandung
mikroorganisme uji. Cawan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37.
Prosedur yang sama dilakukan untuk uji aktivitas antibakteri pada residu. Pada setiap

medium uji terdapat kontrol positif yaitu larutan ampisilin baku 30 ppm pada cawan
petri yang berisi inokulum Staphylcus aureus, sedangkan larutan kloramfenikol
30 ppm untuk Escherichia coli. Adanya aktivitas antibiotika

ditandai dengan

terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram setelah masa inkubasi dan di ukur
diameter zona hambatannya dengan menggunakan jangka sorong.
Pembuatan larutan kontrol positif
Larutan kontrol positif yang digunakan un-tuk bakteri Staphylcus aureus adalah
ampisilin dengan konsentrasi 30 ppm, yang dibuat dengan memasukkan 50 mg serbuk
ampisilin ke dalam labu ukur 50 ml, kemudian didispersikan dengan akuades steril hingga
batas tanda dan dikocok hingga larut. Selanjutnya dari larutan tersebut di-pipet 3 ml ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambah akuades steril hingga batas tanda volume.
Larutan kontrol positif untuk Escherichia coli adalah kloramfenikol dengan konsentrasi 30
ppm yang dibuat dengan memasukkan 50 mg hablur kloramfenikol ke dalam labu ukur 50 ml
dan terlebih dahulu dilarutkan dengan alkohol 96% sebanyak 5 ml, kemudian dikok dan
ditambah dengan akuades steril hingga volume total 50 ml. Selanjutnya dari larutan tersebut
dipipet 3 ml ke dalam labu ukur dan ditambahkan akuades steril hingga volume total 100 ml.
Peremajaan dan pendispersian biakan murni mikroorganisme uji
Bakteri uji Escherichia coli dan Staphylo-ccus aureus dibiakkan pada medium NA miring
selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 selama 24 jam. Mikroorganisme uji yang telah
diremajakan didispersikan dengan larutan fisiologis NaCl 0,9% steril sebanyak 10 mL.
Penentuan daya hambat (metode difusi agar)
Medium yang digunakan untuk penentuan daya hambat adalah medium MHA untuk menguji
bakteri.

Dengan

metode

tuang,

pada

setiap

cawan

petri diinokulasikan

0,1

ml

mikroorganisme uji sebanyak dan 10 ml medium.


Hasil fermentasi bakteri simbion sebanyak 20 l diteteskan pada kertas cakram steril kemudian dikering-anginkan, lalu diletakkan di atas me-dium uji yang telah mengandung

mikroorganisme uji. Cawan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 untuk
bakteri.
Sebagai kontrol positif digunakan larutan ampisilin 30 ppm pada cawan petri yang berisi
inokulum Staphylcus aureus, dan larutan klor-amfenikol 30 ppm untuk Escherichia coli.
Zona hambatan yang terbentuk ditandai dengan adanya zona bening di sekitar kertas
cakram steril setelah masa inkubasi dan diukur diameter zona hambat-annya dengan jangka
sorong. Pengujian untuk penentuan daya hambat ini dilakukan sebanyak tiga kali.
Karakterisasi Mikroorganisme
Identifikasi morfologi secara makroskopik
Medium NA sebanyak 20 ml dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat kemudian diinokulasikan dengan biakan murni secara goresan, lalu diinkubasi pada suhu 37 C
selama 1 x 24 jam. Karakterisasi mikroorganisme simbion dapat diamati secara makroskopik
yang meliputi pengamatan warna koloni (permukaan dan reverse side), tekstur, topografi,
garis radial dan garis konsentris.
Identifikasi morfologi melalui pengecatan gram
Preparat dikeringkan di atas nyala api spi-ritus sambil digoyangkan (jarak preparat sampai
api kira-kira 20 cm). Setelah kering, preparat yang siap dicat digenangi dengan cat gram A
selama 1 menit. Kemudian cat dibuang dan dicuci dengan air. Preparat digenangi dengan cat
gram B selama 1 menit, warna oleh bakteri menjadi lebih baik. Cat dibuang dan dicuci air.
Preparat ditetesi dengan cat gram C sampai warna cat dihilangkan selama 30 detik, lalu
digenangi dengan cat gram D selama 1 menit sebagai warna kontras. Preparat lalu di-cuci,
kemudian dikeringkan di atas nyala api spi-ritus dan diperiksa di bawah mikroskop dengan
menggunakan perbesaran 100 x objektif.
Identifikasi biokimia
Uji karbohidrat (Sukrosa, laktosa dan galaktosa)
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan dinokulasikan ke dalam medium
sukrosa, laktosa, galaktosa, kemudian diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu 37 C. Uji positif

ditandai dengan ter-jadinya perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan menghasilkan
gas atau gelembung udara.
Uji Indol
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan dinokulasikan ke dalam medium trypton,
kemudian diinkubasi 2 x 24 jam pada suhu 37 C, lalu permukaannya ditetesi dengan reagen
kovac sekitar 0,25 ml. Uji positif ditandai dengan adanya cincin merah.
Uji oksidasi dan fermentasi
Pertumbuhan mikroba diambil dengan ose steril dan dinokulasikan kedalam medium oksidasi
dan fermentasi secara tusukan, kemudian diinku-basi selama 7 x 24 jam pada suhu 37 C,
lalu permukaannya ditetesi dengan parafin. Uji positif ditandai dengan perubahan warna dari
hijau men-jadi biru.
Uji polisakarida
Medium SA dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah disterilkan, kemudian dinokulasi
dengan biakan murni dan inkubasi 1 x 24 jam pada suhu 37 C, lalu permukaannya ditetesi
dengan iodium. Uji positif ditandai dengan adanya zona bening disekitar koloni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi bakteri Simbion
Sebelum mikroorganisme diisolasi dari rumput laut, terlebih dahulu dilakukan determinasi

sampel untuk memastikan jenis rumput laut yang digunakan adalah Eucheuma
cottonii. Hasil deter-minasi menunjukkan bahwa sampel yang Isolasi bakteri simbion
dari rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode tuang dengan variasi pengenceran
dari 10-1 sampai 10-5 (Gambar 1 dan 2) menghasilkan tiga jenis isolat awal bakteri
simbion yaitu: EC-1, EC-2, EC-3. Hasil isolasi awal dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 1. Sampel sari rumput laut (Eucheuma cottonii) yang telah diencerkan
dengan air laut steril

Gambar 2. Pertumbuhan isolat mikroorganisme dari rumput laut Eucheuma cottonii


setelah inkubasi 4 x 24 jam pada suhu 37oC. a:Pengenceran 10-5, b:Pengencer-an 104, c:Pengenceran 10-3, d:Pengenceran 10-2, e: Pengenceran 10-1
Dari hasil isolasi awal diperoleh 3 isolat bakteri simbion (Gambar 4) yaitu 3
isolat bakteri endofit (EC-1, EC-2 dan EC-3). Untuk memurnikan menjadi
monokultur, isolasi dilanjutkan dengan cara menggores masing-masing isolat ke

cawan petri yang berisi medium MA baru. Hasil isolat murni ditandai dengan
bentuk koloni dan warna yang sama. Untuk mengamati apakah isolat yang
didapatkan sudah murni maka dilakukan peng-amatan makroskopik dengan cara
meletakkan 1 ose isolat pada medium MA baru.

Gambar 3. Hasil Isolasi awal menggunakan metode tuang

Gambar 4. Isolat bakteri simbion dari rumput laut Eucheuma cottonii hijau

Proses pemisahan isolat bakteri simbion dari Euchema cottonii didasarkan pada karakter
morfologi koloni bakteri meliputi bentuk dan warna koloninya. Hasilnya dapat dilihat pada
(Tabel 1).
Tabel 1. Karakteristik morfologi koloni isolat bakteri simbion Eucheuma cottonii
Isolat
EC-1

Warna koloni
kuning

EC-2

putih

EC-3

putih

Bentuk koloni
bentuk koloni
bulat dengan
tepi teratur
bentuk koloni
lonjong
dengan tepi
teratur

bentuk
koloni bulat

Uji Antagonis Bakteri Simbion

Uji antagonis bakteri simbion adalah untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri simbion
un-tuk menghambat ataupun membunuh mikroorgan-isme lain (misalnya mikroorganisme
patogen). Uji ini dilakukan dengan membagi area pada cawan petri dalam 2 bagian, area
pertama digunakan un-tuk menggores isolat bakteri simbion sedangkan area kedua untuk
menggores organisme uji. Medi-um yang digunakan adalah medium PCA (untuk isolat
bakteri). Hasil positif ditandai dengan terben-tuknya zona bening di sekitar goresan
mikroorgan-isme uji atau tidak menyebarnya koloni mikro-organisme uji dari daerah goresan.
Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang ditunjukkan de-ngan tidak menyebarnya koloni bakteri dari
daerah goresan dan terkhusus isolat EC-1 memperlihat-kan adanya zona bening di sekitar
goresan (Gambar 5).

Gambar 5. Uji antagonis isolat terhadap bakteri Staphy-lococcus aureus

Dari hasil uji antagonis terlihat semua iso-lat bakteri simbion menghambat
pertumbuhan

bak-teri

Erchericiae

coli

yang

ditunjukkan

dengan

tidak

menyebarnya koloni bakteri dari daerah goresan dan terkhusus isolat EC-1
memperlihatkan adanya zona bening di sekitar goresan (Gambar 6).

Gambar 6. Uji antagonis isolat terhadap bakteri Esche-richia coli

Gambar 6 menunjukkan hasil yang sama dengan yang ditunjukkan pada uji
antagonis ter-hadap bakteri S.aureus. Hal ini sangat jelas terlihat bahwa setiap
goresan bakteri
goresannya.

Escherichia coli

tidak ada yang

menyebar dari

daerah

Hasil fermentasi
Hasil fermentasi isolat EC-1 dalam shaker memberi warna bening dan tidak mengandung
gumpalan, sedangkan isolat EC-2 dan EC-3 mem-beri warna bening keruh dan tanpa
gumpalan. Sebelum dilakukan uji aktivitas antibiotika terlebih dahulu dilakukan proses
sonifikasi dengan tujuan untuk memecahkan dinding sel bakteri agar mu-dah untuk
mengekstraksi metabolit antibiotika yang berada dalam sel. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dari
residu.
Uji Aktivitas Antibiotika
Pada pengujian daya hambat didapatkan hasil bahwa setiap produk isolat bakteri simbion
memiliki aktivitas berspektrum luas terhadap se-mua mikroorganisme uji dengan tingkat
pengham-batan yang bervariasi. Dari Tabel 2, juga dapat dilihat bahwa produk isolat bakteri
simbion EC-2 memperlihatkan daya hambat terbesar terhadap bakteri Escherichia coli (9.43
mm) dibandingkan dengan antibiotika kloramfenikol baku (7,32 mm). Sedangkan aktifitas
lebih rendah terlihat pada produk isolat bakteri simbion EC-2 pada bakteri Staphylococcus
aureus (6,21 mm) dibandingkan antibiotika ampisilin baku (6,25 mm).
Tabel 2. Hasil pengamatan diameter daerah hambatan rata-rata hasil fermentasi bakteri
simbion dari Eucheuma cottonii terhadap pertumbuhan Staphylococcus auresus dan
Escherichia coli

Karakterisasi Mikroorganisme Simbion


Pengamatan secara makroskopik
Karakterisasi mikroorganisme simbion da-pat dilakukan dengan pengamatan makroskopik
yang meliputi pengamatan warna koloni (permuka-an dan reverse side), tekstur, topografi,
garis radial dan garis konsentris. Garis radial merupakan garis yang terlihat seperti jari-jari
koloni, sedangkan lingkaran konsentris terbentuk dalam suatu koloni garis radial dan
lingkaran konsentris seringkali lebih jelas terlihat pada reverse side.
Karakterisasi isolat bakteri simbion dari Euchema cottonii didasarkan pada karakteristik
morfologi koloni bakteri meliputi bentuk dan warna koloninya. Hasil pengamatan dapat dilihat
pada tabel 1.
Pengamatan mikroskopik terhadap morfologi secara dengan pewarnaan spora
Pengamatan morfologi secara mikroskopik dengan pewarnaan spora dilakukan dengan pengecatan gram A D. Hasil pengamatan dapat di-lihat pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Morfologis Secara Mikro-skopik dengan Pengecatan Gram
Isolat Bakteri

Bentuk

Kategori
bakteri
(setelah
pengecatan

EC-1

Coccus

gram (A D)
Bakteri gram

EC-2

Coccus

negatif
Bakteri gram

EC-3

Coccus

negatif
Bakteri gram
negatif

Pengamatan uji identifikasi biokimia


Hasil pengamatan terhadap uji biokimia yang meliputi uji kemampuan menguraikan karbohidrat seperti sukrosa, laktosa, galaktosa, triptofan, oksidasi dan fermentasi dapat dilihat
pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Terhadap Kemampuan Menguraikan Karbohidrat


Kemampuan
menguraikan
karbohidrat
Sukrosa

Isolat Bakteri Simbion


EC-1

EC-2

EC-3

Negatif

Negatif

Positif

Laktosa

Negatif

Negatif

Negatif

Galaktosa

Negatif

Positif

Positif

Triptofan

Negatif

Negatif

Negatif

Oksidasi dan fermentasi

Negatif

Negatif

Negatif

Polisakarida

Negatif

Negatif

Negatif

Hasil uji daya hambat ekstrak Eucheuma sp terhadap bakteri uji


menunjukkan adanya respon hambatan pertumbuhan terhadap
bakteri E. coli, responnya yaitu terdapatnya perbedaan tingkat
konsentrasi terhadap diameter zona bening di konsentrasi 5%,
25%, 50%, dan 75%. Dimana rerata tertinggi terjadi di
konsentrasi 75% yaitu sebesar 15 mm. Eucheuma sp memiliki
kandungan metabolit sekunder rumput laut
dapat berperan
sebagai antibakteri (Yudha, 2008). Senyawa flavonoid memiliki
kemampuan membentuk kompleks dengan protein sel bakteri
melalui ikatan hidrogen. Struktur dinding sel dan membran
sitoplasma bakteri yang mengandung protein menjadi tidak stabil
karena struktur protein sel bakteri menjadi rusak karena adanya
ikatan hidrogen dengan flavonoid, sehingga protein sel bakteri
menjadi kehilangan aktivitas biologinya. Akibatnya, fungsi
permeabilitas sel bakteri terganggu dan sel bakteri akan
mengalami lisis yang berakibat pada kematian sel bakteri
(Harborne, 2003). Naufalin (2008) menyatakan pada bakteri Gram
negatif terdapat sisi hidrofilik yaitu gugus karboksil, amino,
fosfat, dan hidroksil yang peka terhadap senyawa polar.
Kepolaran senyawa inilah kemungkinan yang mengakibatkan
senyawa ini lebih mudah menembus dinding sel bakteri Gram
negatif.
Menghaslkan produk
METODE PENELITIAN
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Sunaryanto R, Marwoto B, Matsuo Y. Isolasi Actinomycetes laut penghasil
metabolit sekunder yang aktif terhadap sel kanker A549. Jurnal Pascapanen dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 2010. 5(2):111-116.

SULISTYANI NANIK *, AKBAR ACHMAD NURYADIN, 2014,

Aktivitas Isolat

Actinomycetes dari Rumput Laut


(Eucheuma cottonii) sebagai Penghasil Antibiotik terhadap
Staphylcus aureus dan Escherichia coli.
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA, April 2014, hlm. 1-9. Vol. 12, No. 1

Anggadiredja, T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar


Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai