Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Daftar Isi...........................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUN PUSTAKA.
2.1. Definisi Kristal...
2.2. Struktur Kristal...
2.3. Kisi Kristal.
Operasi Translasi Kisi..
Sel Primitif dan Sel Konvensional
Kisi Bravais dan Non-Bravais..
Tipe-tipe lattice dasar........
Tipe-tipe
lattice
tiga
dimensi
(3D)
.
2.4 Sistem Kristal.
2.5 Sistem Indeks untuk Bidang Kristal
2.6 Sistem koordinat
resiprok
2.7 Difraksi SInar X dan Hamburan oleh Kristal..
KESIMPULAN
.
DAFTAR PUSTAKA...

i
1
2
3
3
3
5
6
7
8
8
1
0
1
2
1
3
1
8
1
9

BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari hari sering ditemui zat padat. Zat padat adalah zat
atau sebuah objek yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika mendapat gaya
luar mempengaruhinya. Oleh karena itu, bahan padat digunakan dalam bangunan
yang semua strukturnya komplek yang berbentuk. Bahan padat dapat diklasifikasikan
berdasarkan keteraturan susunan atom-atom atau ion-ion penyusunnya. Bahan yang
tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur letaknya danberulang (periodik) disebut
bahan Kristal. Dikatakan bahwa bahan kristal mempunyai keteraturan atom
berjangkauan

panjang.

Sebaliknya,

zat

padat

yang

tidak

memiliki

keteraturandemikian disebut bahan amorf atau bukan-kristal.


Fisika zat padat adalah ilmu yang mempelajari secara spesifik mengenai
Kristal dan electron di dalam Kristal. Pengetahuan tentang Kristal mulai ditekuni
pada awal abad ke 19 yang diikuti dengan ditemukannya difraksi sinar X. dengan
menggunakan difraksi X dan dilandasi oleh landasan teoritis yang memadai serta
dikemukakannya perhitungan yang sederhana dan perkiraan yang tepat dapat
mempelajari struktur Kristal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kristal
Zat padat berdasarkan susunan atomnya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu Kristal dan amorf. Bahan yang tersusun oleh deretan atom-atom yang teratur
letaknya dan berulang (periodik) disebut bahan kristal. Dikatakan bahwa bahan kristal
mempunyai keteraturan atom berjangkauan panjang. Sebuah kristal ideal disusun oleh
satuan-satuan struktur yang identik secara berulang-ulang yang tak hingga di dalam
ruang. Semua struktur kristal dapat digambarkan atau dijelaskan dalam istilah-istilah
lattice (kisi) dan sebuah basis yang ditempelkan pada setiap titik lattice (kisi).
Sebaliknya, zat padat yang tidak memiliki keteraturan demikian disebut bahan
amorf atau bukan-kristal, dalam proses pembentukan yang berlangsung cepat, atomatom tidak mempunyai cukup waktu untuk menata diri dengan teratur. Hasilnya
terbentuklah susunan yang memiliki tingkat energi yang lebih tinggi. Susunan atom
ini umumnya hanya mempunyai keteraturan yang berjangkauan terbatas, dan keadaan
inilah yang mencerminkan keadaan amorf.

Gambar 2.1. (a). Susunan atom kristal, (b). Susunan atom amorf.

(Smallman dan Bishop, 2000: 13).

2.2 Struktur Kristal


Susunan khas atom-atom dalam kristal disebut struktur kristal. Struktur Kristal
dibangun oleh sel satuan (unit cell) yang merupakan sekumpulan atom yang tersusun
secara khusus, secara periodik berulang dalam tiga dimensi dalam suatu kisi kristal
(crystal lattice). Kisi (lattice) adalah susunan titik yang teratur dan periodik di dalam
ruang sebuah abtraksi matematik. Sedangkan basis adalah sekumpulan atom atom.
Dengan kata lain dalam sebuah basis akan terdiri dari satu buah atom atau lebih.

Gambar 2.2. Gambar Basis, Kisi, dan Struktur Kristal

Atau secara singkatnya adalah struktur kristal terdiri dari kisi dan basis, Struktur
Kristal akan terjadi bila ditempatkan suatu basis pada setiap titik kisi sehingga
struktur Kristal merupakan gabungan antara kisi dan basis.
2.3 Kisi Kristal
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kisi adalah susunan titik yang teratur dan
periodik di dalam ruang sebuah abtraksi matematik. Didalam kristal terdapat kisi-kisi
yang ekivalen yang sesuai dengan lingkungannya dan diklasifisikan menurut simetri
translasi.
Operasi Translasi Kisi

Operasi translasi kisi merupakan perpindahan dari sebuah Kristal oleh sebuah vektor
tranlasi kristal.
Kisi Dua Dimensi (2D)

Gambar 2.3. Ilustrasi struktur kristal dalam gambaran dua dimensi (2D)

Dari gambar 2.3 diberitahukan bahwa T merupakan vektor translasi, A, B dan C


adalah atom penyusun Kristal dan a1 adalah jarak antar atom. Jarak dari titik yang
satu ke titik yang lain boleh sama atau berbeda, jika sama (dalam kisi dua dimensi)
akan berbentuk bujur sangkar dan jika berbeda akan berbentuk 4 persegi panjang.
Contoh :
H2O = 1 basis (ada 3 atom)
H2SO4 = 1 basis (ada 7 atom)
Untuk kristal monoatomik dalam 1 basis hanya 1 atom.
Kisi Tiga Dimensi (3D)

Gambar 2.4. Ilustrasi struktur kristal dalam gambaran tiga dimensi (3D)

Sebuah operasi translasi kisi didefinisikan sebagai perpindahan dari sebuah kristal

oleh sebuah vektor translasi kristal ( T )

T =u1 a 1 +u2 a2+ u3 a3 Dimana :

u = Bilangan bulat
a = Vektor translasi primitive (jarak antar titik kisi) = Sumbu-sumbu Kristal

Contoh :

Gambar 2.5. Contoh soal translasi kisi

Sel Primitif dan Sel Konvensional


Luas daerah jajaran genjang (paralelogram) yang sisinya dibatasi oleh vektor basis
disebut sel satuan, seperti luasan daerah bayang-bayang dalam Gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6. Vektor a dan b membentuk sel satuan

Sel satuan merupakan dasar pola elementer karena berulang secara periodik dan
membentuk struktur kisi suatu kristal. Bila sel satuan tersebut dilakukan translasi oleh

vektor kisi

di atas, maka seluruh kisi kristal tercakup olehnya. Luas daerah

paralelogram dengan sisi


sudut antara

dan

dan

adalah a b=ab sin ,

dimana adalah

b . Perhatikanlah bahwa sel satuan itu (a) tidak unik, (b)

setiap sel satuan mempunyai luasan yang sama, dan (c) dalam contoh di atas sel
satuan mengandung satu titik kisi. Yang dibicarakan di atas adalah sel primitif, yakni
sel satuan yang hanya mengandung satu titik kisi perselnya. Sel primitif adalah sel
yang mempunyai luas atau volume terkecil. Sel primitif dibangun oleh vektor basis
dan biasa disebut sel satuan (unit sel).
Sel konvensional (sel tak primitif) adalah sel yang mempunyai luas atau volume
bukan terkecil artinya mempunyai luas atau volume yang besarnya merupakan
kelipatan sel primitif. Gambar berikut memperjelas perbedaan keduanya :

Gambar 2.7 Sel primitif (3, 4 dan 5) dan non-primitif (1 dan 2 dengan dua titik kisi persatuan sel)

Kisi Bravais dan Non-Bravais


Kisi kristal memiliki sifat geometri yang sama seperti kristal. Kisi yang memiliki
titik-titik kisi yang ekuivalen disebut kisi Bravais sehingga titik-titik kisi tersebut
dalam kristal akan ditempati oleh atom-atom yang sejenis.
Contoh :

Gambar 2.8 Kisi Bravais dan Non-Bravais

Tempat kisi A, B dan C adalah ekivalen, begitu juga A, B dan C. Tetapi, dua tempat
kisi A dan A tidak ekivalen karena kisi tidak invarian terhadap translasi sepanjang
AA. Kisi non-Bravais disebut sebagai kisi dengan suatu basis. Basis yang dimaksud
adalah kumpulan atom yang ditempatkan di sekitar titik kisi Bravais. Dalam Gambar
2.8 di atas basisnya adalah A dan A. Kisi non-Bravais adalah kombinasi dari dua atau
lebih kisi Bravais yang saling menembus dengan orientasi tertentu.
Tipe-tipe kisi dasar
Lattice (kisi) atau yang dikenal pula dengan kisi dua dimensi ada lima (5) jenis,
yaitu:

Kisi miring merupakan jenis kisi umum, sedangkan jenis kisi nomer 2,3,4 dan 5
merupakan jenis kisi khusus. Berikut beberapa contoh kisi dua dimensi beserta sel
konvensional dan sel primitif.

Tipe-tipe kisi tiga dimensi (3D)


Berikut contoh dari kisi tiga dimensi :

Gambar 2.9
Kisi tiga
Dimensi

2.4 Sistem Kristal


Terdapat 7 sistem kisi Kristal yaitu :

Tabel 2.1. Tujuh sistem kristal dan empat belas kisi Bravais
Tiga jenis struktur kristal yang relatif sederhana dapat dijumpai pada kebanyakan
logam, yaitu :
1. Kubus Sederhana (Simple Cubic = SC).
Sel primitive = sel konvensional
Jumlah titik kisi = 8 x

1
8

= 1 buah

(pada setiap sudut dipakai 8 kubus sel)

a1=a ^x

a2=a ^y
Gambar 2.10 Kubus Sederhana

a3 =a ^z
Contoh :
CsSl, Cu, Zn, CsBr, LiAg
Jarak tetangga terdekat : a
Jumlah tetangga terdekat : 6
Vektor primitive :

2. Kubus Pusat Badan (Body-Centered Cubic = BCC),

sel primitif sel konvensional


Jumlah titik kisi pada :
Sel primitif = 8 x

1
8

= 1 buah

Sel konvensional = (8 x

1
8 )+1 = 2

buah
Contoh :
Gambar 2.11 Body Centered Cubic

3. Kubus Pusat Muka (Face-Centered Cubic = FCC)


Sel Primitif Sel Konvensional
Jumlah titik lattice pada:sel primitive
= 8 x 1/8 = 1 buah
sel konvensional = (8 x 1/8) + (6
x 1/2) =4 buah
Jarak tetangga terdekat : (3a/2)1/2
Jumlah tetangga terdekat : 8
Contoh : NaCl, Intan, ZnS, Cu, Ag,
Au, Al, Pb, Ni, Fe, Nb
Gambar 2.12 Face centered Cubic

2.5 Sistem Indeks untuk Bidang Kristal


10

a. Koordinat titik
Posisi dari titik manapun yang terletak pada sebuah unit sel dapat kita
kelompokkan menurut koordinatnya sebagai perbandingan atau hasil perkalian bagian
dari panjang sisi-sisi unit sel tersebut. Contohnya, sumbu a, b, dan c. Sebagai
ilustrasi, misalnya kita memiliki sebuah unit sel seperti pada gambar dibawah dan
sebuah titik P terletak pada suatu bagian pada unit sel tersebut.
Kita akan mendefinisikan posisi dari titik P
tersebut dalam istilah koordinat umum q, r, dan
s. Dimana q memiliki panjang beberapa bagian
dari keseluruhan panjang sumbu x, r juga
merupakan beberapa bagian panjang sepanjang
sumbu y, dan begitupula untuk s. Dengan begitu
Dengan
kita dapat
menya
Gambar begitu,
2.13 Menentukan
koordinat

kita dapat menyatatakan posisi dari titik P


tersebut menggunakan koordinat dari q, r, dan s.

b. Arah Kristal
Arah Kristalografik dapat kita misalkan sebagai sebuah garis atau vektor yang berada
diantara 2 buah titik didalam sebuah unit sel. Berikut ini adalah langkah-langkah
untuk menentukan arah kristalografik dalam kisi 3 dimensi :
1.
2.
3.
4.

Jika diperlukan ubah posisi vektor agar melewati titik pusat koordinat
Tentukan proyeksi masing-masing vektor dalam ungkapan a, b, dan c.
Reduksi bilangan menjadi bilangan bulat terkecil.
Enclose dengan kurung kotak tanpa koma [uvw]

c. Bidang Kristal (Indeks Miller)


Digunakan unuk menyatakan bidang kristal (indeks bidang) Aturan :
1. Tentukan titik potong antara bidang yang bersangkutan dengan sumbu-sumbu
(a1,a2 , a3) / sumbu-sumbu primitf atau konvensional dalam satuan konstanta
lattice (a1 ,a2 , a3 ) .
2. Tentukan kebalikan (respirok) dari bilangan-bilangan tadi, dan kemudian
tentukan tiga bilangan bulat (terkecil) yang mempunyai perbandingan yang
sama. Indeks (h k l).

11

Contoh :

Bidang ABC memotong sumbu-sumbu :

Misal :
1 1 1
, ,
Kebalikannya
adalah
2 3 maka indeks bidang
Jika salah satu dari h k l 2negatif,

sebagai berikut

Jika ketiga
yanghmempunyai
perbandingan
tersebut
ditulisbilanagn ,bulat
artinya
bertanda negatif.
sama seperti di Miller
atas adalah 3, 3, 2. dengan demikian
Gambaryang
2.14 Menentukan
Untuk
sel kubus, Indeks
jarak antar bidang hkl dapat ditulis
indeks bidang ABC tersebut adalah (3 3 2). Perhatikan
bahwa dalam penulisan indeks kita tidak menggunakan
tanda koma. a
d hkl= 2 2 2
h +k +l

2.6 Sistem koordinat resiprok


Pengenalan sistem koordinat resiprok yang muncul secara rekaan, tidak
dibutuhkan dalam geometri kristalografi tetapi penggunaannya secara sederhana
sering muncul pada perhitungan. Apabila sistem koordinat langsung dinyatakan
sebagai a, b, dan c, maka sistem koordinar resiprok didefinisikan sebagai a*, b*, dan
c*. Dengan kata lain bahwa panjang a*, b*, dan c* merupakan resiprok dari panjang
a, b, dan c. Jika a, b dan c dinyatakan dengan meter, maka a*, b*, dan c* berdimensi
meter-1. Vektor resiprok a*, b*, dan c* tidak secara umum sejajar a, b, dan c, serta
memiliki harga tidak sama dengan 1/a, 1/b,dan 1/c.

12

Gambar 2.15 Sumbu kristalografi dan resiprok

Secara matematis hubungan besaran skalar a, b, c dengan a*, b*, c* sebagai:

Berdasarkan hal ini, defenisi matematis a*, b*, dan c* :


a* = (b x c)/(a b c),
b* = (c x a)/(a b c), dan
c* = (a x b)/(a b c)
dimana, (a b c) = a.(b x c) = b.(a x c) = c.(a x b), merupakan volume .
Perhatikanlah perbandingan kisi nyata dan resiproknya pada Gambar berikut.

Gambar 2.16 Perbandingan kisinyata dan kisi respirok

13

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa :

2.7 Difraksi Sinar - X dan Hamburan oleh Kristal


Pengkajian difraksi pada bagian ini bertujuan untuk menentukan/mempelajari
struktur kristal secara eksperimen. Syarat agar terjadi difraksi pada kristal adalah
penggunaan gelombang radiasi dengan panjang gelombang yang seorde dengan jarak
antar atom dalam kristal (dalam angstrom).
Sinar- X adalah gelombang elektromagnetik dengan sifat fisik yang sama
seperti gelombang elektromagnetik lainnya, seperti gelombang optik. Panjang
gelombang sinar-x sama dengan konstanta kisi kristal, dan hal inilah yang membuat
sinar-x berguna dalam analisis struktur Kristal

Gambar 2.17 Pengaturan eksperimen dasar untuk menghasilkan sinar-x

Difraksi Sinar-X

14

Di antara sumber-sumber radiasi yang dapat dipergunakan untuk difraksi


kristal, berkas sinar-x adalah yang paling layak ditinjau dari kesederhanaan teknik
pembangkitnya serta maksimalnya hasil difraksi dalam memberikan informasi
tentang struktur kristal. Berkas sinar pertama dan kedua memiliki beda lintasan
sebesar (2d sin ) untuk sampai pada titik pengamatan. Agar terjadi interferensi yang
konstruktif (saling menguatkan), maka beda lintasan yang bersangkutan haruslah
merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang sinar-x tersebut. Ini berarti :
2 d sin =n

; n = 1,2,3

Yang disebut syarat Bragg d jarak antar bidang (hkl) yang sama, sudut difraksi
dan panjang gelombang sinar-x yang digunakan. Dalam difraktometer sinar-x,
posisi Kristal sedimikian sehingga pengukuran dilakukan pada sudut 2 , yaitu sudut
yang dibentuk oleh sinar hambur.
Hukum Braggs
Menurut Bragg berkas yang terdifraksi oleh kristal terjadi jika pemantulan
oleh bidang sejajar atom menghasilkan interferensi konstruktif. Difraksi atom-atom
kristal sebagai pantulan sinar-X oleh sekelompok bidang-bidang paralel dalam Kristal
seperti terlihat pada gambar :

Gambar 2.18 (a) Refleksi sinar-X dari suatu kristal. Sinar hampir paralel karena posisi
detektor jauh dari kristal.
(b) Intensitas refleksi kristal KBr. Pada gambar ditunjukkan bidang-bidang refleksi yang
menghasilkan difraksi

dengan n = 1, 2, 3, . (orde refleksi) dan = panjang gelombang sinar-X,


sehingga diperoleh hukum Bragg untuk refleksi oleh bidang kristal (hkl)
n = 2 dhkl sin

15

Harga ditentukan secara bebas dan sin diukur secara langsung dari refleksi
eksperimen, sehingga jarak antar bidang dhkl dapat dihitung. Hal lain adalah difraksi
hanya mungkin terjadi jika <2d. Oleh karena itu dalam hal ini tidak dapat digunakan
cahaya tampak. Model yang dikemukakan di atas terlalu sederhana. Fakta
menunjukkan bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom diskrit kristal
yang bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah hukum Bragg melalui
proses hamburan.
Teori Hamburan
Hamburan radiasi elektromagnet oleh suatu elektron disajikan oleh Gambar
2.19 berikut. Dalam proses ini diandaikan hamburan bersifat elastic (hamburan
Thomson).

Gambar 2.19
Hamburan oleh
elektron tunggal

Gelombang datar

mengenai elektron. Gelombang sferik terhambur

pada jarak radial D dinyatakan oleh :

dengan fe adalah panjang hamburan elektron. Terlihat bahwa penurunan amplitudo


gelombang terhambur sebanding dengan 1/D. Hamburan oleh sistem dua elektron,
yang masing-masing berkedudukan di P1 dan P2 disajikan pada Gambar .21 berikut

Gambar 2.20
Hamburan oleh dua
elektron.

r adalah

vektor posisi lektron-1


terhadap elektron-2

16

Gambar 2.21 Vektor hamburan .

Didefinisikan vektor hamburan

, seperti pada Gambar 2.21, yaitu :

Karena hamburan bersifat elastic

maka terlihat dari Gambar 2.21 bahwa :

Beda panjang lintasan sinar terhambur

masing merupakan vektior dalam arah

Jika
k 0

dan

s 0

, maka

dan

, masing-

beda fasa

antara gelombang
terhambur dalam radial.

Superposisi dari dua gelombang terhambur dalam fungsi ruang

Secara umum, bila vektor posisi r 1 untuk electron-1 dan r 2 untuk electron-2
relatif terhadap pusat tertentu maka,

Bila yang ditinjau atom dengan l buah elektron, masing-masing dengan vektor posisi
r 1

dengan l = 1, 2, 3, , n, maka bentuk umum gelombang untuk persamaan

diatas dalam arah terhambur s

tertentu,

dengan,
17

Disebut Panjang Hamburan total.


Intensitas parsial gelombang terhambur I sebanding dengan kuadrat besarnya medan.
Oleh karena itu

Jika atom dalam kristal, misalnya, terletak pada posisi

1 , maka factor hamburan


R

Kristal f kr

Ungkapan faktor hamburan kristal di atas mengambil bentuk analogi dari atom. Posisi
atom dapat ditinjau dalam sel satuannya, yaitu

dimana

adalah posisi sel

satuan ke-l, dan dan j adalah posisi atom dalam sel satuan, sehingga faktor
hamburan Kristal di atas dapat dinyatakan dalam bentuk faktorisasi

F dan S, masing-masing mengungkapkan faktor struktur geometri dan kisi. Faktor


struktur kisi hanya bergantung pada sistem kristal. Sedangkan faktor struktur
geometri bergantung pada bentuk geometri dan isi sel satuan.
KESIMPULAN
1. Zat padat dapat berbentuk kristal ketika atom penyusunnya teratur dan
periodik dalam rentang yang panjang dalam ruang dan dapat berbentuk amorf
bila tidak teratur atau tidak periodik susunan atomnya
2. Struktur Kristal terdiri dari kisi dan basis. Terdapat dua kelas kisi, yaitu
Bravais dan non- Bravais. Kisi non-Bravais seringkali disebut sebagai kisi
dengan suatu basis dan dapat dipandang sebagai kombinasi dari dua atau
lebih kisi Bravais yang saling menembus dengan orientasi tertentu.

18

3. Menurut Bragg kristal direpresentasikan oleh kumpulan bidang paralel yang


bersesuaian dengan bidang atom, yang berperan sebagai cermin. Interferensi
maksimum (konstruktif) yang terjadi memenuhi hukum Bragg
n=2 d hkl sin
Dengan menggunakan hukum Bragg, secara eksperimen, jarak antar bidang
dhkl dapat dihitung.
4. Hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom diskrit kristal yang
bersangkutan. Oleh karena itu dibahas hukum Bragg melalui proses hamburan
elastik (hamburan Thomson) sinar-X oleh elektron dalam setiap atom dalam
kristal. Dalam teori ini ditemukan bahwa intensitas parsial gelombang
terhambur sebanding dengan kuadrat faktor hamburan kristal, yaitu fkr = F S,
dimana S dan F, masing-masing adalah faktor struktur geometri dan kisi.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Aprilia,Annisa, dkk. 2012. Struktur Kristal Zat Padat. Pengantar Fisika material.
Jurusan fisika Universitas Padjadjaran.
[2] Kittel, Charles. 2005. Introduction To Solid State Physiscs.john Wiley & Sons,Inc.
[3] Ashcroft, NW,. Mermin, ND. 1976. Solid State Physics. Philadelphia: Sounders
College

19

Anda mungkin juga menyukai