#1
1/8
4/1/2016
perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Rupanya, tak hanya Andrean yang
indigo. Kedua kakaknya, Imelda, 21 tahun, dan Raymond, 17 tahun, juga sama.
Begitu pula Lianny.
Satu keluarga yang terdiri lima orang, empat di antaranya indigo, tentu seru. Mereka
bisa bertelepati satu dengan lain. Suatu hari, misalnya, Imelda ingin memiliki sarung
tangan warna merah. Tapi harganya mahal. Sang ibu menyarankan agar si sulung
mencari sarung tangan yang murah saja. Rupanya, setelah mencari sekian lama, si
anak tak berhasil menemukan sarung tangan merah berharga murah.
Tak berhasil bukan berarti memupuskan harapan. Imelda terus berjuang dengan
caranya sendiri. Yaitu menciptakan keinginannya melalui otak: Aku mau sarung
tangan warna merah. Nggak tahu gimana caranya; aku harus punya sarung tangan
warna merah.
Beberapa hari kemudian, Raymond yang pulang dari Yogyakarta membawa oleh-oleh
berupa sarung tangan warna merah buat kakaknya. Masak, setiap aku masuk toko,
kuping selalu berdengung; ada yang minta sarung tangan merah, kata Lianny, yang
juga terimbas telepati anaknya itu.
Anak-anak berkemampuan indra keenam tentu bukan hal baru. Simak saja film layar
lebar bertitel The Sixth Sense, yang beredar tahun 1999. Film ini bercerita tentang
anak punya daya linuwih yang diperankan Haley Joel Osment, dan psikolog anak
Bruce Willis. Di layar TV juga ada film seri The X-Files (pemeran utamanya Gillian
Anderson dan David Duchovny) dan The Profiler (Ally Walker sebagai pemeran
utama). Baik film layar lebar maupun film seri televisi itu sangat diminati penonton.
Adapun istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini
merupakan kombinasi warna biru dengan ungu. Warna-warna tersebut diidentifikasi
lewat cakra di tubuh. Letak indigo ada di kening, persisnya antara cakra leher yang
berwarna biru dengan cakra puncak kepala yang berwarna ungu, kata Dr. Tb. Erwin
Kusuma, SpKJ, psikiater anak dengan pendalaman di bidang kesehatan mental
spiritual, kepada GATRA.
Prinsipnya, cakra memiliki spektrum warna mulai merah sampai ungu; seperti
spektrum warna pelangi. Cakra leher (ada yang menyebut cakra tenggorokan) yang
berwarna biru adalah wilayah yang tertandai berdasarkan penggunaan penalaran
dengan optimalisasi fungsi otak. Indigo berada di atasnya, bersifat spiritual, ujar
Erwin yang juga indigo.
Dengan asumsi tersebut, menurut Erwin, anak indigo bisa ditandai cerdas dan
kreatif, karena dia sudah melalui cakra leher yang berwarna biru. Dalam kondisi
sudah melewati biru, maka dia masuk dalam kategori indigo, baik secara mental
maupun spiritual. Bila difoto aura, seakan-akan tampak memakai serban dengan
warna biru. Hanya saja, saat ia lahir, jasmaninya kecil, tidak sematang mental dan
spiritualnya, Erwin menambahkan.
Ciri-ciri lain yang mudah dikenali adalah punya kemampuan spiritual tinggi. Anak
indigo kebanyakan bisa melihat sesuatu yang belum terjadi atau masa lalu. Bisa pula
melihat makhluk atau materi-materi halus yang tidak tertangkap oleh indra
penglihatan biasa. Kemampuan spiritual semacam itu masuk dalam wilayah ESP
(extra-sensory perception) alias indra keenam, papar Erwin.
Kemampuan ESP, menurut Erwin, bisa menjelajah ruang dan waktu. Ketika tubuh
anak indigo berada di suatu tempat, pada saat bersamaan ia tahu apa yang terjadi
di lokasi lain. Itulah yang disebut kemampuan menjelajah ruang. Ketika dia berbicara
sekarang, tentang suatu peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang, ini yang
disebut menjelajah waktu, katanya.
Anak indigo biasanya banyak bertanya, dan orangtuanya akan kewalahan menjawab.
Umpamanya, kenapa harus begini, kenapa harus begitu. Dia akan merasa heran
untuk beberapa hal, yang dirasa tak masuk akal. Kenapa harus sekolah berjamjam? Erwin mencontohkan pertanyaan seorang anak indigo kepada ibunya.
Jika orangtua tak mengerti bahwa anaknya indigo, umumnya si anak cenderung
memberontak, agresif, dan nakal. Tak sedikit yang kemudian bentrok dengan
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
2/8
4/1/2016
#2
Lanjutann ::
Selain karena khawatir si anak tersiksa dengan kelebihan yang dimiliki, Sawitri
beralasan bahwa kemampuan itu akan membuat anak menjadi tidak realistis dan
malas. Kalau mereka konsentrasi dengan memusatkan energi, mereka bisa
membayangkan soal-soal yang akan keluar dalam ujian. Ini bisa membuat mereka jadi
malas belajar, tutur Sawitri.
Lain lagi pendapat Prof. Dr. dr. H. Soewardi, MPH, SpKJ. Spesialis penyakit jiwa di
Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta, ini mewanti-wanti bahwa anak-anak indigo mesti
disikapi secara hati-hati, terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya.
Sebenarnya gejala tersebut adalah gejala ketidakwajaran, kata Soewardi kepada
Puguh Windrawan dari GATRA.
Keajaiban anak indigo itu terjadi, menurut Soewardi, karena ada kesalahan dalam
kinerja otaknya. Lebih tepat dikatakan bahwa sistem kerja otaknya terganggu,
ujarnya. Hal inilah yang menimbulkan ketidakwajaran. Dalam sistem limbik otak,
terutama neurotransmiternya, terganggu. Ini yang harus diupayakan
kesembuhannya, Soewardi menambahkan.
Oleh sebab itu, masih kata Soewardi, anak indigo jangan terlalu diistimewakan. Ia
menyarankan agar mereka diperlakukan secara wajar supaya perkembangan jiwanya
tidak terganggu. Perlakuan itu, menurut Soewardi, juga bisa mempercepat kinerja
otak anak indigo agar berfungsi seperti sedia kala. Anak indigo itu tidak normal alias
sakit, katanya.
Untuk kesembuhannya, antara lain, dilakukan melalui terapi, termasuk terapi religius.
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
3/8
4/1/2016
Terapi melalui agama juga bisa dilakukan, kata Soewardi. Jangan disembuhkan
melalui cara-cara pengobatan yang aneh-aneh atau di luar medis, Soewardi
mengingatkan.
Pandangan Soewardi itu berbeda dengan Erwin yang menilai anak indigo adalah
anugerah Ilahi. Dalam pandangan Erwin, anak-anak indigo pada dasarnya seumur
hidup akan indigo terus. Di usia anak-anak, mereka kerap berontak. Tapi ketika
dewasa, karena sudah bisa menyesuaikan diri, sikap pemberontakannya berkurang.
Artinya, pendampingan terhadap anak indigo sangat diutamakan, agar mereka bisa
tumbuh secara wajar.
Namun, terlepas dari beda pandang dalam menyikapi, dari pengalaman yang ada,
anak indigo pada dasarnya punya cita-cita berbuat baik dalam menjalani kehidupan
di masyarakat. Modalnya sudah di tangan: punya indra keenam, IQ-nya di atas ratarata, dan bijaksana. Tinggal memolesnya saja. Dan, itulah yang kini tengah getol
dilakukan di Barat. Sekolah untuk anak indigo sudah banyak bertebaran.
Di Indonesia? Itulah yang tengah dipikirkan oleh mereka yang sangat peduli pada
indigo, termasuk Dr. Erwin. Jumlah anak indigo di Indonesia mungkin belum mencapai
ratusan. Tapi dari yang sedikit itu, jika mendapat bimbingan yang sempurna,
diharapkan mereka kelak menjadi pemimpin masa depan yang arif bijaksana, humanis,
dan cinta damai. Siapa tahu!
Berbeda, tetapi Bukan Anak Aneh
SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu, seperti tidak
bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi telinganya. Sang ibu tak berani
mengusik anak sulungnya.
Saya sebenarnya heran, kok Ardi nangisnya sampai begitu waktu mendengar kabar
ibu saya meninggal. Enggak seperti anak kecil lain yang kehilangan neneknya. Sedih
ya sedih, tapi enggak gitu-gitu amat, ujar Dewi.
BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di pintu masuk.
Ketika mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali menutupi telinganya dan
tampak ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu. Setelah itu Ardi
mengatakan kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.
Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar suara petir
siang tadi. Sang ibu menjawab, Tidak. Masak Mama enggak dengar, kan keras
sekali dan terus- terusan, Ma, kata Dewi menirukan ucapan Ardi saat itu. Sehabis
itu Ardi menceritakan semuanya, lanjut Dewi. Selain petir, Ardi melihat burung besar
di pintu rumah sang nenek. Burung itu enggak pergi-pergi, ujar Ardi seperti
ditirukan Dewi.
Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju sebuah gerbang.
Saat itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras dari sebelumnya, dan ia
menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus berjalan menuju tempat
yang ia katakan indah sekali.
Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak lagi terkejut
mendengar penuturan anak mereka. Dia sering melihat macam- macam, tetapi
biasanya diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan dan hanya kepada
orang tertentu, sambung Dewi.
Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas. IQ-nya antara 125130. Tapi gurunya bilang ia suka bengong di kelas, sambung Dewi. Kepada ibunya,
ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang tidak bisa dilihat orang lain, di
antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa sangat kasihan.
Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh sang ibu, ia
mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari berikutnya ia bercerita, anak
itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia tinggal, anak itu menjawab, Di
sana, sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. Ada apa di sana? tanya Ardi.
Anak itu menjawab, Ada orang gede- gede buanget. Anak itu omongnya juga
medhok lho Ma, kayak aku, persis, tutur Ardi seperti diceritakan kembali oleh Dewi.
Tentu tak ada orang lain melihat anak itu kecuali Ardi.
*lanjutann na ada d'bawahh ..
View bbcode of anassayangdia's post
anassayangdia - 10/08/2010 10:43 PM
#3
lanjutann na lagi ::
Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga adiknya.
Beberapa anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih dibandingkan dengan
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
4/8
4/1/2016
orang kebanyakan. Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi. Kalau dengar
suara azan, Ardi tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi, kenang Dewi.
Menjelang usia 1,5 tahun, Ardi membaca kalimat syahadat secara sambungmenyambung seperti wirid. Sesudah bisa jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai
mengambil sajadah sendiri, memakai sarung sendiri dan membuat gerakan seperti
orang shalat, meskipun bukan waktu shalat.
Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. Ia melihat dan mendengar
apa saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa dengar, katanya. Ia
tidak menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di luar keluarga. Kalau
enggak percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal, lanjutnya.
Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal ia juga memiliki
kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. Suatu sore, sehabis shalat,
saya merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat karena ia tersenyum.
Dia bilang, Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik sekali. Ketika
saya tanya siapa, Ardi tidak menjawab.
Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda anak indigo.
Lha saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya berusaha menemui dr
Erwin di Klinik Prorevital.
ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di dunia, tetapi
fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film mengisahkan
kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, di
antaranya The Sixth Sense, dan film-film seri seperti The X Files.
Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian pada
masalah spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di mana-mana di dunia,
melewati batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas apa pun yang
dibuat manusia untuk alasan-alasan tertentu.
Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma psikologi
manusia, anak-anak itu dianggap aneh. Pandangan ini muncul karena selama ini
kemanusiaan telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah berubah.
Padahal, semua ciptaan Tuhan selalu berubah, ujar dr Erwin.
Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk yang
berkaitan dengan masa lalu. Fenomena munculnya anak-anak dengan kemampuan
seperti itu merupakan bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang secara
perlahan muncul di bumi, terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun 2000
yang disebut Masa Baru, The New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini
merupakan wujud kebesaran Allah, tegas Erwin.
Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi batinnya tua (old
soul) sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua.
Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata
cara maupun prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga memiliki indra keenam
yang lebih kuat dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas rata-rata.
Istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan
kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum
warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah anak indigo atau indigo children
juga merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann
Tappe.
Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan
memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku
Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan
pola dasar perangai manusia melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr
McGreggor di San Diego University.
Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada
hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Warna itu
menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan
vertikal cakra, dalam bahasa Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, di
antara dua alis mata.
Itulah mata ketiga, ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut dia, berkaitan dengan
hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis (pineal body) di otak. Dalam peta
klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura dominan nila dikategorikan
sebagai manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.
Letak indigo ada di sini, jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan perangkat
teknologi pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang protipenya dibuat oleh
Johannes R Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih dibandingkan
perangkat teknologi serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan Aura
Camera 6000 yang dibuat Guy Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
5/8
4/1/2016
Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di antara kedua mata
Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di Gandhi International School itu
sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya diterbitkan oleh penerbit
terkemuka di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu merupakan refleksi,
berdasarkan kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.
Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian seperti datang
dari pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. Pemilihan angle-nya
tidak biasa, dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa yang menekuni
bidang itu. Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun tetap dilihat dalam
konteks ilmiah dan rasional.
Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-menulis, Vincent tidak
terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di sekolahnya. Orangtuanya yang
tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa yang diingini anaknya yang berIQ antara 125-130 ini. Dia keras kepala. Kemarin ia tidak mau ikut ujian
matematika, sambung Liong, ayahnya.
Vincent mengaku takut pada matematika sejak kecil, tapi mengaku disiplin pada
aturan mainnya sendiri. Sejak kecil aku bingung pada dogma satu tambah satu
sama ..
masihh ada lanjutann na gann ..
View bbcode of anassayangdia's post
anassayangdia - 10/08/2010 10:46 PM
#4
*lanjutann :
dengan dua. Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam realitas sosial
berbeda, tegas Vincent.
Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi. Waktu SD,
Vincent biasa bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya.
Pertanyaannya banyak dan sangat kritis. Saya langganan dipanggil guru bukan
hanya karena anak itu sulit. tetapi juga karena karangan-karangannya membuat
guru-gurunya kagum, ujar Ny Ina.
Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan referensi pada
usia SD. Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar itu ke kamarnya, ujar
Ny Ina. Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena menulis, sambung
Liong. Saya sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan formalnya dulu,
karena bagaimanapun itu sangat penting, lanjut Liong.
PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak indigo harus membumikan ilmu
langitnya untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya, ujar Rosini (40). Ia
menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda itu tidak
dieksploitasi oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor togel atau
menjadi dukun atau klenik. Bukan itu misi anak-anak indigo, tegas Rosi.
Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri. Annisa,
misalnya. Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara dalam bahasa Inggris
beraksen Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal orangtuanya
tidak berbahasa Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam banyak
hal ia berbicara dan bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya orang
Amerika karena datang dari Amerika. Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan dengan
panggilan mama.
Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00 sampai dini
hari. Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan kemampuannya, ia akan
menolak dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia tampak seperti
anak-anak lainnya, ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah bersalaman dengan
orang. Ia seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau memakai jimat. Namun
sebagai anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.
Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki kepekaan yang
kuat, kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak didengar dan dilihat
orang kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.
Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik Prorevital, mengutip dr
Erwin, Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe artis, dan tipe interdimensional.
Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda, sambungnya.
Namun karena dianggap aneh, tak jarang diagnosisnya keliru dan penanganannya
lebih bersandar pada obat-obatan. Ada anak indigo yang dianggap autis, ADHD
(Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD (Attention Deficit Disorder).
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
6/8
4/1/2016
maaf klo
#5
Ane baca dr awal ampe abis gan..ane tau dikit2 seh ttg indigo kids..kan d kick andy
pernah jg d tayangin..bahasan ente lumayan jelas dah kaya 1bab skripsi.he3..thx 4
the inpo..moga jd HT.. Cerita Anak Indigo
View bbcode of cungkring.gan's post
rintaholic - 11/08/2010 12:12 A M
#6
#7
Quote:
7/8
4/1/2016
Nah ntuh dia bro. Mungkin TS pikir kalo ditaruh di SP lbh bnyk yg baca ktimbang
ditaruh di forum laennya.
Btw, tulisan artikelnya menarik jg yah. Setau gw, indigo tuh bisa turun temurun n gw
stuju ma artikel TS yg mengatakan 80% indigo children were born after 1980 year.
Last, being an indigo its so hard too. Kadang suka berdebat dgn vision's giftnya.
Cerita Anak Indigo
View bbcode of Boogiez's post
pepeskuya - 11/08/2010 06:05 A M
#8
#9
Quote:
Home > CASCISCUS > SURAT PEMBACA > Cerita Anak Indigo
Home | LoeKeLoe | Casciscus | Jual/Beli | Regional | Kaskus Corner
Kaskus is providing basic human rights such as freedom of speech. By using Kaskus,
you agree to the TERMS 2010
Kaskus Full Site
Facebook
Twitter
Google+
http://archive.kaskus.co.id/thread/4963898/0/cerita-anak-indigo
8/8