Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM

Aktivitas Antimikroba Terpenoid dari Sphaeranthus indicus L


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Praktikum Kimia
Organik Bahan Alam

Disusun Oleh:
Maulidina Hajar Tunsia

(136757)

Nabella Claudia Redysca

(136775)

Nuroida Ulfa Khusnul Fatimah

(136800)

Putri Hawa Syaifie

(136808)

Shela Heryanto

(136858)

POLITEKNIK AKA BOGOR


Jln. Pangeran Sogiri no. 283 Tanah Baru Bogor 176158
Tahun Akademik 2015/2016

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah Aktivitas Antimikroba Terpenoid dari
Sphaeranthus indicus L. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang
istiqomah dalam menegakkan risalahnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Praktikum Kimia Organik Bahan Alam. Penulisan makalah ini tidak lepas dari
bimbingan dan fasilitas yang diberikan oleh berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Candra Irawan, M.Si, selaku dosen mata kuliah Praktikum Kimia
Organik Bahan Alam yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan
makalah ini.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungannya baik secara moral dan
material kepda penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
3. Rekan-rekan sejawat dan seperjuangan yang telah memberikan motivasi
dan masukan kepada penulis selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan khususnya penulis dan pembaca pada umumnya

Bogor, 29 September 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .

Daftar Isi ..

ii

BAB I Pendahuluan ..

BAB II Tinjauan Pustaka .

BAB III Metode Percobaan..

13

BAB IV Hasil dan Pembahasan

21

BAB V Penutup ...

24

Daftar Pustaka ..

25

BAB 1
PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Alam telah menyediakan sumber agen pengobatan sejak dahulu kala.

Pentingnya tanaman herba dalam penanganan penyakit ringan manusia tidak dapat
terlalu ditekankan. Jelas bahwa kingdom tanaman harbours adalah sumber daya
alam yang tidak ada habisnya dari bahan aktif yang tak ternilai dalam penanganan
banyak wabah sulit. Selanjutnya, komponen aktif dari pengobatan herbal memiliki
kelebihan dalam bentuk kombinasi dengan banyak bahan lainnya yang
menunjukan ketidakaktifan. Bagaimanapun juga komponen pelengkap ini
memberikan tanaman seluruh keamanan dan keefektifan yang lebih unggul dari
isolasinya dan komponen aktif murni.
Sphaerantus indicus Linn merupakan tanaman herba yang biasa dikenal
sebagai Mundi, tinggi 30cm atau 1 kaki dengan ranting menyebar, ditemukan di
seluruh daratan India, terutama daerah perbukitan, sebagai rumput liar pada lahan
padi. Seluruh bagaian tanaman ini digunakan sebagai obat. Bagian akarnya
direkomendasikan oleh Hakims sebagai stomakik dan anthelmintik dalam dosis
40 grains sehari dalam bentuk serbuk. Bijinya digunakan sebagai stomakik dan
anthelmintik. Serbuk dari akar dan bijinya diberikan dengan madu pada
pengobatan batuk. Bunganya sebagai alternatif, depuratif, berguna sebagai
pembersih darah pada penyakit kulit. Kulit akar dicampur dengan air dadih
(whey) digunakan untuk pengobatan pada pendarahan ambeien, dan juga
digunakan sebagai pasta untuk penggunaan lokal. Minyak yang diperoleh dari
akar melalui destilasi uap, dan pendidihan dalam minyak sesami (wijen),
direkomendasikan oleh Hakims sebagai aprodisiaka yang bernilai. Ini juga
digunakan untuk pembengkakan kelenjar pada leher dan juga pada penyakit
kuning. Bubuk daun keringnya digunakan dua kali sehari pada penyakit kulit
kronis sebagai anti sifilitik dan tonik nervine. Obat ini juga digunakan pada
pembehentian urethral.

Perbedaan perusahaan farmaseutikal dalam dan luar negeri adalah dalam


pemanfaatan tanaman berdasarkan informasi dalam perawatan dari variasi
penyakit sekitar. Banyak dari spesies tanaman yang telah didokumentasikan
secara farmakologi dan klinis bahwa tanaman tersebut memiliki fitokimia dengan
tanda aktifitas pada bakteri patogen pada manusia.
Resisten antibiotik menjadi perhatian global bahwa telah terjadi
peningkatan insiden dari kelipatan resisten mikroorganisme patogen pada manusia
beberapa tahun terakhir, secara luas penggunaan yang sembarangan dari obat
antimikroba komersil biasanya terjadi pada perawatan penyakit infeksi. Hal ini
telah mendesak para ilmuwan untuk meneliti suatu antimikrobakteri baru dari
berbagai sumber seperti tanaman obat umum pada beberapa negara tropis.
Tanaman ini dapat tumbuh setinggi 40cm. Memiliki batang yang ramping dan
biasanya berwarna kemerahan, ditutupi bulu kekuningan terutama pada bagian
yang lebih muda. Daunnya tersusun berlawanan, ujungnya runcing dan biasanya
berwarna kemerahan atau kehijauandengan ukuran panjang berkisar kurang dari
5cm. Pada axil terlihat sangat kecil tebal dibagian sekitar tumpukan dari bunga.
Bunga kecil berwarna hijau merupakan karakteristik susunan bunga dari
euphorbia. Tangkai dan daun akan menghasilkan cairan putih susu ketika
dipotong.
B.

TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti mikroba dari

terpenoid yang berasal dari tanaman Sphaeranthus indicus L

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a.

Sphaeranthus indiscus L.
Tumbuhan yang masuk dalam keluarga Asteraceae ini banyak tumbuh di

daratan India. Tanaman ini memiliki banyak cabang (ranting), berbau tajam,
merupakan tanaman yang tumbuh tahunan dengan tangkai bersayap dan berduri.
Berbunga pada bulan November sampai Januari pada kondisi seperti negara India.
Bunganya berbentuk bulat disertai rambut halus. Tanamna ini dikenal dengan
nama mundhi atau gundi di India dan biasa di
temukan di ladang padi sebagai rumput liar.
Tanaman ini juga tumbuh di Sri Lanka, dan
Australia.
Hampir dari seluruh bagian tanaman ini dapat
digunakan dalam pengobatan seperti bagian
daun, batang, akar, kulit batang, bunga sampai
biji. Menurut Ayuverda, tanaman herba ini memiliki rasa pahit, memiliki efek
laksativa, digestiva, obat penguat (metabolisme tubuh), penambahan nafsu makan,
antelmintik, dan alexipharmic.
Tanaman ini bisa digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis,
masalah pencernaan, bronkitis, penyakit limpha, kaki gajah (elephantiasis),
anemia, menghilangkan sakit pada vagina dan uterus, abeien, asma, leucoderma,
disentri, dan lain-lain.
Tanaman ini mengandung metil khavikol, methoxy cinnamaldehyde
sebagai komponen besar, terpinen, citral, geraniol, geranil asetat, dan spharenene
sebagai komponen kecil. Tanaman ini juga diidentifikasi mengandung minyak
assensial.

b.

Terpenoid

Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon


teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama.

Jadi,

semua

CH2==C(CH3)CH==CH2

terpenoid
dan

berasal

kerangka

dari

molekul

karbonnya

isoprene

dibangun

oleh

penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa ini dikelompokkan


kedalam beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut.
Pengelompokan senyawa terpenoid

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa


terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah
(C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena
kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid
merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau
siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus
fungsi lainnya.

Sifat fisika dari terpenoid adalah :


1. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika
teroksidasi warna akan berubah menjadi gelap.
2. Mempunyai bau yang khas
3. Indeks bias tinggi.
4

4. Kebanyakan optik aktif.


5. Kerapatan lebih kecil dari air.
6. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol
Sifat kimia senyawa terpenoid:
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik).
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.
Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu:
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Biosintesis senyawa terpen terlibat senyawa yang bercabang. Mula - mula
gugus keton dari karbonil pada asetoasetil koenzim A beradisi aldol dengan asetil
koenzim A menghasilkan derivat asam glutarat. Langkah berikutnya adalah
reduksi dari salah satu gugus karboksil pada untuk menghasilkan asam mevalonat.
Reaksi-reaksi

berikutnya

ialah

fosforilasi,

eliminasi

asam

fosfat

dan

dekarboksilasi menghasilkan IPP yang selanjutnya berisomerisasi menjadi


DMAPP oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara
kepada ke-ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah
pertama dari polimerisasi isopren untuk menghasilkan terpenoid .
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ison pirofosfat. Serangan ini menghasilkan geranil pirofosfat (GPP)
yakni senyawa antara bagi semua senyawa monoterpen. Penggabungan
selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama seperti
antara IPP dan DMAPP menghasilkan farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan
senyawa antara bagi semua senyawa seskuiterpen. Senyawa-senyawa diterpen
diturunkan dari geranil-geranil pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi

antara
atau

satu

unit

IPP dan GPP


dengan

mekanisme

yang

sama pula.

c.

Esherichia coli

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang


pendek yang memiliki panjang sekitar 2m, diameter 0.7m, lebar 0.4 0.7m
dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung,
dan halus dengan tepi yang nyata (Smith - Keary, 1988 : Jawetz et al.,1995).
Manfaat dan Patogenesitas E. coli adalah anggota flora normal usus. E.
coli

berperan penting dalam sintesis vitamin K, konversi pigmen-pigmen

empedu, asam-asam empedu dan penyerapan berbagai zat makanan. E. coli


termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat
oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang
dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini
menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O,
energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai
pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995).

E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan
meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin
yangmenyebabkan

beberapa

kasus

diare.

E.

coli

berasosiasi

dengan

enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz et al.,1995).


Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1. Infeksi saluran kemih
E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-kira 90 %
wanita muda dengan gejala antara lain sering buang air kecil, disuria,
hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran
kemih bagian atas.
2. Diare

E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.


coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat virulensinya, dan setiap kelompok
menimbulkan penyakit melalui m ekanisme yang berbeda. Ada lima
kelompok galur E. coliyang patogen, yaitu :
a. E. coli Enteropatogenik (EPEC).
EPEC penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara
berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare
pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa
usus kecil.
b. E. coli Enterotoksigenik (ETEC).
ETEC penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan
pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil.
c. E. coli Enteroinvasif (EIEC).
EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosis.
Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang
dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur EIEC
bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan
lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan
penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
d. E. coli Enterohemoragik (EHEK).
EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksisnya
pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika.
e. E. coli Enteroagregatif (EAEC).
EAEC menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di
negara berkembang.
3. Meningitis
E. coli dan Streptococcus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E.
coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal
(Jawetz et al., 1996).
d.

Klebsiella pneumoniae
Klebsiella sp. pertama kali diteliti dan diberi nama oleh bacteriologist

Jerman yang bernama Edwin Jklebs (1834 1913). Klebsiella sp. merupakan
bakteri gram negatif dari famili Enterobactericeae yang dapat ditemukan di
traktus gastrointestinal dan traktus respiratori. Beberapa species Klebsiella sp.
8

antara lain Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Klebsiella ozaenae dan


Klebsiella rhinoscleromatis. Pada manusia, K. Pneumoniae hidup secara saprofit
dalam sistem pernafasan dan tinja manusia normal sebesar 5%, dengan 1% dapat
menyebabkan radang paru paru.
Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, Klebsiella sp. merupakan bakteri
fakultatif anaerob. Klebsiella sp. merupakan kuman berbentuk batang pendek,
tidak memiliki spora, dan tidak memiliki flagela. Klebsiella sp. menguraikan
laktosa dan membentuk kapsul baik invivo atau invitro dan koloninya berlendir.
Kapsul Klebsiella sp. terdiri dari antigen O yang merupakan liposakarida
yang terdiri atas unit polisakarida yang berulang. Polisakarida O-spesifik
mengandung gula yang unik. Antigen O tahan terhadap panas dan alcohol dan
bisa dideteksi dengan aglutinasi bakteri. Antibodi terhadap antigen O terutama
adalah IgM. Antigen kedua adalah antigen K. Antigen K ini berada di luar antigen
O dan merupakan suatu capsular polysacharida. Antigen K dapat mengganggu
aglutinasi melalui antiserum O dan berhubungan dengan virulensi. Kedua antigen
ini meningkatkan patogenitas Klebsiella sp.

Gambaran mikroskopis Klebsiella sp. pada pewarnaan gram


Klebsiella sp. merupakan bakteri enterik yang terkadang ditemukan dalam
jumlah kecil sebagai flora normal saluran napas atas. Bakteri enterik biasanya
tidak menyebabkan penyakit dan mungkin di dalam usus berperan terhadap fungsi
dan nutrisi normal. Bakteri menjadi patogen apabila bakteri berada dalam jaringan
diluar jaringan usus yang normal atau di tempat yang jarang terdapat flora normal.
Bakteri enterik juga dapat menyebabkan infeksi yang didapat dari rumah
sakit (nosokomial) dan terkadang menyebabkan infeksi yang didapat dari
komunitas. Faktor virulensi bakteri yang mempengaruhi patogenesis pada tubuh
manusia adalah kapsul polisakarida, endotoksin, reseptor dinding sel.

Klebsiella sp.memiliki kapsul besar yang terdiri dari polisakarida K yang


menutupi antigen somatik dan dapat diidentifikasi menggunakan tes quellung
dengan antiserum khusus. Struktur kapsul tersebut berfungsi melindungi bakteri
dari fagositosis oleh granulosit polimorfonuklear, dan mencegah kematian bakteri
oleh serum bakterisidal. Adanya antigen pada kapsul yang dimiliki Klebsiella sp.
meningkatkan patogenitas bakteri. Infeksi sistem pernafasan oleh Klebsiella sp.
umumnya disebabkan oleh kapsular antigen tipe 1 dan 2.
e.

Proteus mirabilis
Proteus mirabilis termasuk dalam tribe Proteae, famili Enterobacteriaceae.

Bakteri ini sering ditemukan di tanah dan air serta merupakan flora normal pada
saluran pencernaan manusia dan mamalia. Bakteri ini memiliki karakteristik
batang, gram negatif, mempunyai kemampuan swarming pada medium agar.
Proteus mirabilis merupakan salah satu penyebab terpenting infeksi saluran
kemih, karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini bersifat persisten, sulit
diterapi dan dapat berakibat fatal. Bakteri ini dapat menimbulkan komplikasi
antara lain pyelonephritis akut dan kronik, cystitis, serta pembentukan batu di
ginjal dan vesica urinaria, bakteremia dan sepsis.
Proteus mirabilis mempunyai beberapa faktor virulensi, yaitu fimbria atau
pili, hemolisin, flagella, immunoglobulin A protease, deaminase serta urease.
Untuk dapat menyebabkan infeksi, mikroorganisme melibatkan beberapa tahap,
yaitu dimulai dengan pelekatan/adhesi pada permukaan sel inang, dan selanjutnya
dapat terjadi invasi dan menyebar secara lokal atau sistemik. Kemampuan bakteri
untuk melekat pada sel inang diperantai oleh molekul adhesi yang terdapat pada
bakteri dan reseptor yang terdapat pada sel inang. Molekul adhesi pada bakteri
bisa terletak di pili atau di outer membrane protein (OMP). Pelekatan bakteri ke
sel inang ini bersifat spesifik. Spesifitas ini berhubungan dengan ketersediaan
reseptor yang sesuai dan hal ini akan menentukan bagian tubuh yang akan
diinfeksi oleh bakteri.

10

Proteus mirabilis
f.

Pseudomonas aerugenusa
Klasifikasi Pseudomonas menurut Bergey s. Edisi 9 tahun 1994 sebagai
berikut,
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Proteobacteria

Ordo

: Pseudomonadales

Family

: Pseudomonadaceae

Genus

: Pseudomonas

Species

: Pseudomonas aeruginosa

Genus Pseudomonas terdiri dari sejumlah gram negatif, aerob, bergerak


dengan flagel, bersifat patogen oportunistik dengan memanfaatkan kerusakan
pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi, dan
menyebabkan infeksi pada manusia pada saat kondisi pertahan tubuh menurun.
Bakteri berbentuk batang berukuran 0.6 x 2m bergerak dengan flagel
monotrika ( flagel tunggal pada bagian kutub), tidak memiliki spora, tidak
berslubung, dan bersifat gram negatif.
Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik hanya jika berada pada
tempat dengan daya tahan tidak normal, misalnya pada selaput lendir atau kulit
yang mengalami kerusakan jaringan. Bakteri yang menempel akan menyebar dan
memyebabkan penyakit sistemik

11

12

BAB III
METODE PERCOBAAN
Bahan dari berbagai tanaman
Tanaman Sphaeranthus incidus L diambil dari lingkungan sekitar daerah
Raisen, M.P di india. Memiliki banyak cabang atau ranting, berbau tajam dan
merupakan tanaman yang tumbuh tahunan dengan tangkai bersayap dan berduri,
tulang daun sejajar, menyempit hingga ke bawah, bergerigi tajam, berrambut
halus.
Preparasi sampel dan prosedur Ekstraksi
Daun segar diangin-anginkan selama satu minggu dan dihaluskan sampai
menjadi bubuk halus dengan alat penggiling. 20 gram bubuk halus ditimbang dan
ditambahkan 250mL etanol 95% didalam erlenmeyer. Setelah itu, larutan
digoyang-goyangkan dan disaring dengan kertas saring Whatman. Filtrat diuapkan
dengan rotary evaporator (Model Type 349/2, Corning Ltd.). Diperoleh hasil
sebanyak 9,1%. Hasil ekstrak disimpan dalam temperatur ruang. Ekstrak mentah
dilarutkan dalam 30% dimetilsulfoksida dan diencerkan hingga konsentrasi 250,
200, 150, 100, dan 50 mg/ml lalu disimpan pada 150C sampai dibutuhkan.
Ekstrak mentah dipipet dan dilewatkan melalui dinding kolom tepat diatas
penyumbat kapas yang telah dialiri pelarut, hal ini bertujuan untuk mencegah agar
ekstraks tidak langsungberinteraksi dengan silica gel.Jika semua ekstrak mentah
telah diserap oleh bagian atas kolom, ruang kosong diatas akan terisi dengan
pelarut dan kolom akan berjalan, sumber pelarut dan kombinasi pelarut telah diisi
ulang dari corong pemisah. Beberapa bagian yang telah dipisahkan dimasukkan
kedalam gelas vial. Perbedaan pelarut yang digunakan berdasarkan prosedur yang
diberikan oleh Herbone. Bagian yang telah terpisahkan dari beberapa ekstrak
tanaman diuji kemurniannya dengan TLC.

13

Tabel 1. Menunjukkan Hasil dari Ekstrak Mentah di Berbagai Pelarut dari


Sphaeranthus indicus L.

S.No

Nama Tanaman

Pelarut

Sphaeranthus
indicus Linn.

P. eter
Aseton
Metanol

Bobot
Bubuk
(gm)
400
400
400

Volume
pelarut (ml)
500
500
500

Bobot
hasil
ekstrak
5.2
6.4
4.12

Uji Primer dari Ekstrak Mentah S.indicus L


Uji Libermann-Burchard: Sejumlah kecil dari ekstrak direaksikan dengan
beberapa drop asam asetat anhidrat, didihkan dan dinginkan lalu tambahkan
konsentrasi H2SO4 dari sisi tabung, akan terbentuk cicin coklat dua lapisan. Warna
merah gelap mengindikasikan keberadaan terpenoids.
Uji Salkowski: Ambil beberapa dari ekstrak mentah dan reaksikan dengan
beberapa drop H2SO4, warna kuning pada lapisan bawah akan terbentuk
mengindikasikan keberadaan terpenoids.
Uji Sulfur: Tambahkan beberapa bubuk sulfur ke larutan uji yang akan terendap
di dasar pemurnian dari ekstrak mentah. Ekstrak mentah diperoleh dari tanamantanaman yang dilakukan proses pemurnian oleh teknik kromatografi yang berbeda
dilanjutkan dengan metode spektroskopi.
a.

Kromatografi Kolom
Senyawa aktif biologis dipisahkan dari ekstrak mentah oleh kolom
kromatografi
Tabel 2. Menunjukkan Kolom Pemisahan Kromatografi dari Sphaeranthus
indicus L
Sistem Pelarut
n-Hexane:Chloroform
(3:2)

Fraksi
Fr. - I
Fr. II
Fr. III
Fr. IV
Fr. - V

Jumlah Fraksi

Warna Fraksi
Biru Muda
Biru Tua
Kebiru-biruan
Coklat Muda
Biru MUda

14

%Hasil
5.2
6.4
4.12

b.

Kromatografi Lapis Tipis


Fraksi kolom yang

telah

dimurnikan

selanjutnya

dinilai

kemurniannya pada plat TLC. plat kaca (20 x 5 cm) yang dibersihkan
secara menyeluruh sebelum digunakan. pertama dicuci dengan deterjen
dan air dan lalu dengan aseton untuk menghilangkan minyak secara
menyeluruh. Hindari menyentuh permukaan plat yang telah dibersihkan.
Plat yang telah kering disimpan dan diletakkan pada moving spreader.
Langkah pertama adalah membuat penyerap silika gel 'G' menjadi bubur
dengan penambahan air, biasanya dengan komposisi 20g gel silika dan 20
x 20cms air. Bubur itu secara menyeluruh diaduk dan dituangkan dalam
hopper persegi yang kemudian melewati plat. Hopper ini memiliki bagian
bawah dan menyebarkan bubur silica gel di permukaan plat, dapat
disesuaikan untuk mendapat lapisan bahkan hinga ketebalan 0,25 mm.
Setelah bubur tersebar seragam, plat dibiarkan kering selama 15-20 menit
dan diaktifkan dengan pemanasan dalam oven kromatografi pada 1000 oC
selama setidaknya 3-5 menit. Plat ini sudah siap untuk digunakan. Sampel
yang telah dimurnikan ditotolkan dengan bantuan pipa kapiler pada garis
start yang ditandai dengan garis 1 cm dari tepi plat. Spot dibiarkan kering
dan diletakkan dengan hati-hati dalam tabung kaca besar yang berisi
pelarut. Untuk alkaloid, terpenoid, saponin, flavonoid dan hidrokarbon,
pelarut yang digunakan berbeda sesuai dengan metode Herborne. spot
yang ada pada plat diperjelas dengan iodium atau UV, jarak spot dan jarak
pelarut ditandai dan diukur dengan skala sentimeter untuk menentukan
nilai Rf yang didefinisikan sebagai :
Rf =

Jarak Spot
Jarak Pelarut

Tabel 3. Menampilkan TLC pada Silica Gel G hasil ekstraksi aseton dari
Sphaeranthus indicus. L

15

Nomor
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Fraksi

Tampak Mata

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX

Kuning
Hijau Gelap
Hijau Terang
Abu-abu
Kuning pucat
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Pengamatan
dengan Iodine
Kuning
Hijau Gelap
Hijau Terang
Abu-abu
Kuning pucat
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Rf (x 100)
value
100
98,33
95
91,67
86,67
67,5
51,67
46,67
6,7

Tabel 4. Menampilkan TLC pada Silica Gel G hasil ekstraksi Petroleum eter dari
Sphaeranthus indicus. L
Nomor
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
c.

Fraksi

Tampak Mata

I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX

Kuning
Hijau Gelap
Hijau Terang
Abu-abu
Kuning pucat
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Pengamatan
dengan Iodine
Kuning
Hijau Gelap
Hijau Terang
Abu-abu
Kuning pucat
Kuning
Kuning
Kuning
Kuning

Rf (x 100)
value
100
98,33
95
91,67
86,67
67,5
51,67
46,67
6,7

Spektroskopi Inframerah
Alat bantu dalam penentuan struktur organik dan verifikasi
melibatkan jenis radiasi elektromagnetik (EM) dengan frekuensi antara
4000 dan 400 cm-1 (bilangan gelombang). Kategori radiasi EM disebut
radiasi inframerah (IR), dan aplikasi untuk kimia organik yang dikenal
sebagai Radiasi spektroskopi IR dapat dimanfaatkan dalam penentuan
struktur organik dengan menggunakan fakta bahwa radiasi tersebut diserap
oleh ikatan antar atom dalam senyawa organik. Ikatan kimia dalam
lingkungan yang berbeda akan menyerap berbagai intensitas dan frekuensi
bervariasi. Dengan demikian spektroskopi IR melibatkan informasi
penyerapan kolektif dan menganalisisnya dalam bentuk spektrum.
Frekuensi di mana ada serapan radiasi IR ("puncak" atau "sinyal") dapat
dihubungkan langsung ke ikatan dalam senyawa tersebut.
16

Karena masing-masing ikatan antar atom mungkin bervibrasi


dengan gerakan yang berbeda (ulur atau tarik). Ikatan tunggal mungkin
menyerap lebih dari satu frekuensi IR. Peregangan biasanya menghasilkan
puncak yang lebih kuat daripada lipatan, namun serapan yang lebih lemah
dapat berguna dalam membedakan jenis ikatan yang sama (misalnya
substitusi aromatik). Hal ini juga penting untuk dicatat bahwa vibrasi
simetris tidak menyebabkan penyerapan radiasi IR. Misalnya, tak satu pun
dari ikatan karbon-karbon dalam etana atau etilen menyerap radiasi IR.
Daerah Spektrum IR
Dari waktu ke waktu ahli kimia organik telah mencatat dan
membuat katalog jenis serta posisi dari serapan IR yg dihasilkan oleh
berbagai macam ikatan kimia dalam berbagai lingkungan kimia.
Data tersebut dapat dijadikan referensi melalui tabel rentang nilai
serapan IR dan membandingkan dengan spektrum. Sebagai aturan
umum, faktor terpenting yang menentukan di mana ikatan kimia akan
menyerap adalah jenis ikatan dan jenis atom yg tergabung oleh ikatan.
Konjugasi dan atom yang didekatnya akan menggeser
frekuensi ke tingkat yang lebih rendah. Oleh karena itu gugus
fungsi sama dalam molekul yang berbeda secara khas akan menghasilkan
serapan yang serupa pada rentang frekuensi serapan yang spesifik.
Akibatnya tabel serapan IR disusun berdasarkan golongan fungsional/
gugus fungsi. Beberapa versi mungkin mengelompokkan lebih lanjut
untuk memberikan informasi yg lebih akurat
Dalam tabel serapan IR , intensitas sinyal ( tinggi ) biasanya
dilambangkan oleh singkatan:
W= weak (lemah)
M= medium (sedang)
S = strong (kuat)
V = variable (varibel)
Bentuk sinyal yang melebar Terkadang ditandai oleh serapan frekuensi
yang diberikan sebagai taksiran tunggal yang di tandai dengan sedikit
melewati rentang

17

Pada pemeriksaan pertama , spektrum inframerah yang khas dapat


dikelompokkan secara visual menjadi dua daerah. Sebagian daerah kiri
dengan serapan diatas 2000 cm-1, Biasanya terdiri dari pik yang relatif
rendah dan beberapa informasi hasil dugaan dapat ditemukan. Pertama,
alkana C-H ulur mengabsorpsi dibawah 3000 cm -1 hal ini menunjukan
adanya karbon yang jenuh dan sinyal diatas 3000 cm-1 menunjukkan
karbon tidak jenuh
Pik yang sangat melebar di daerah antara 3100 dan 3750 cm -1
menunjukan adanya proton yang saling bertukar, contohnya alkohol,
amina, amida atau golongan asam karboksilat. Frekuensi serapan dari
2800 sampai 2900 cm-1 biasanya kosong dari serapan lain. Maka adanya
C-H ulur dapat dengan mudah terdeteksi
Sebaliknya bagian kanan dari tabel spektrum serapan dibawah
2000 cm-1 biasanya terdiri dari banyak pik dengan variasi intesitas yang
banyak diantaranya tidak dapat teridentifikasi
Tabel 5. Menampilkan Spektra IR dari Sphaeranthus indicus L
Bilangan
gelombang
3752.8
3446.0
2927.3
2337.8
1643.7
1397.1
1223.3
1029.9
770.0

Gugus Fungsi
Free O-H stretching
Broad inter molecular Hydrogen bonded O-H
stretch
C-H asymmetric stretch
C=C stretch
C=O stretch
C-O-H bending bond
CH2 wagging
C-O stretch
Out of plane aromatic C-H bending

18

19

Evaluasi aktifitas antimikroba


Escheria coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi and Psudomonas
aeruginosa diperoleh dari Department of Microbiology Gandhi Medical College
Bhopal. Mikroorganisme tersebut diisolasi kembali dan dibiakan secara alami
untuk di jual pada suhu 4C saat di perlukan.
Metode difusi agar seperti yang telah di jelaskan oleh estimone diadopsi
untuk pembelajaran mengenai 15 ml cairan nutrien agar steril dalam satu cawan
petri didapatkan dari bibit sebanyak 1 ml kaldu biakan yang telah distandardisasi.
Pengadukan secara perlahan untuk memastikan distribusi mikroorganisme yang
seragam. kemudian dibiarkan untuk memadat pada permukaan yang datar. Tiga
lubang dibuat dalam pelat menggunakan cork borer steril dengan volume/jumlah
yang sama. hasil ekstraksi dipindahkan kedalam lubang lubang tersebut
menggunakan pipet pasteur. Dua cawan petri diisi mikroorganisme utama yang
digunakan untuk masing masing konsentrasi dari ekstrak. Pelat dibiarkan selama 1
jam untuk predifusi ekstraksi kemudian di inkubasi selama 24 jam pada suhu
37C. Diakhir inkubasi, zona inhibisi (hambatan) dapat diukur dan rata rata zona
inhibisi dapat terhitung
20

21

BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil dari skrining antibakteri dari beberapa konsentrasi ekstrak pada uji
isolasi telah ditampilkan. Hasil menunjukkan adanya peningkatan daerah
penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Ekstrak tidak menghambat
pertumbuhan dari S. Typhi di berbagai konsentrasi yang terdaftar. Daerah tertinggi
dari penghambatan pertumbuhan pada diameter 13,5 mm yaitu konsentrasi 250
mg/ml ekstrak terhadap S. Aureus. Hanya konsentrasi 200 dan 250 mg/ml yang
memiliki efek terhadap B. Subtilis, E. Coli dan P. Aeruginosa. Daerah terendah
dari penghambatan pertumbuhan teramati pada konsentrasi ekstrak 200 mg/ml
terhadap B. Subtilis yang memberikan daerah penghambatan terukur 5.6 mm. Uji
pendahuluan skrinning fitokimia dari ekstrak metanol menunjukkan keberadaan
karbohidrat, protein, asam amino fenol, tanin, alkaloid triterpenoid, flavonoid,
minyak atsiri dan glikosida pada tanaman Sphaeranthus indicus dan turunannya.
Steroid tidak ditemukan pada ekstrak metanol. Aktivitas antibacteri dari esktrak
metanol, etanol, kloroform dan air dari Sphaeranthus indicus L yang telah diuji
terhadap organisme uropatigenik Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Proteus mirabils dan Pseudomonas aeroginosa, Acetobacter. Dari keempat
ekstrak, ekstrak metanol memiliki pengaruh aktivitas antimikroba paling tinggi
terhadap Escherichia coli. Akan tetapi terhadap Klebsiella pneumoniae ekstrak
etanol dari tanaman menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dibandungkan
dengan ekstrak lain, seperti terhadap Proteus mirabil, ekstrak kloroform
menunjukkan daerah penghambatan yang sama dengan Kanamycin. Begitu juga
seperti Acetobacter dan Pseudomonas ekstrak metanol dan etanol menunjukkan
hal yang sama, namun lebih tinggi dari ekstrak kloroform. Konsentrasi
penghambatan minimum dari ekstrak dari uji isolasi ditunjukkan pada Tabel 6.
Konsentrasi penghambatan paling rendah (MIC) dihasilkan oleh S. Aureus dengan
konsentrasi 22,55 mg/ml ketika MIC melawan B. Subtils dengan konsentrasu
74,61 mg/ml. Ekstrak yang dimiliki MIC sebesar 58,09 dan 57,64 mg/ml.

22

Tabel 6. Skrining antibakteri dari berbagai konsentrasi dari ektrak etanol


Euphorbia hirta
Konsetrasi
Daerah Penghambatan (mm)
ekstrak
E.coli
S.aureus
P.aeruginosa
B.subtils
S.typhi
(mg/ml)
250
12.9a
14.5b
13.1a
7.4c
NI
a
b
c
d
200
8.8
13.9
12.3
6.6
NI
150
70a
12.5b
6.2a
6.6
NI
a
b
a
100
6.8
11.6
6.1
NI
NI
50
6.8
7.8a
NI
6.6
NI
a, b, c
Nilai tersebut berarti tiga kali pembacaan. NI = Tidak ada penghambatan
nilai dengan superscripts yang berbeda pada baris yang sama maka berbeda
secara signifikan (p = 0,05).
Tabel 7. Konsentrasi hambat minimum dari ekstrak etanol Euphorbia hirta
terhadap isolat uji
Tumbuhan
E.coli
S.aureus
P.aeruginosa
B.subtils
S.typhi
a
b
a
a
E. hirta
69.09
24.55
5864
79.61
NIL
a, b, c
nilai dengan superscripts yang berbeda pada baris yang sama maka berbeda
secara signifikan (p = 0,05).
B. PEMBAHASAN
Dalam penelitian, hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa ektrak
metanol dalam E. Hirta menghambat pertumbuhan dari uji isolasi kecuali S.
Typhi. Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak yang mengandung
senyawa (s) yang dapat menghambat pertumbuhan dari beberapa organisme.
Pengamatan dari aktivitas antibakteri pada isolasi dipercayai terjadi karena adanya
alkaloids, tanin dan flavonoid yang menunjukkan proses sifat antibakteri.
Pengamatan sifat antibakteri menguatkan penggunaan dari obat tradisional.
Secara tradisional ekstrak tanaman digunakan untuk penyembuhan sakit dan luka,
seperti tetes telinga untuk bisul di telinga dan perawatan bisul. Dapat juga
digunakan sebagai obat diare dan disentri.
Sejumlah besar daerah penghambatan diperlihatkan oleh ekstrak S. Aureus
dan P. Aerugonosa membenarkan kegunaannya untuk obat tradisional dalam
perawatan penyakit dan luka. S. Aureus dan P. Aeruginosa memiliki implikasi dari
bisul, sakit dan luka.
23

Sejumlah besar daerah penghambatan diperlihatkan oleh ekstrak S. Aureus


dan P. Aerugonosa membenarkan kegunaannya untuk obat tradisional dalam
perawatan penyakit dan luka. S. Aureus dan P. Aeruginosa memiliki implikasi dari
bisul, sakit dan luka. Pada jumlah cakupan sedang, penghambatan terhadap E.coli
membenarkan penggunaanya dalam pengobatan diare dan disentri. E.coli
umumnya mengakibatkan penularan diare pada manusia. Jumlah yang palking
sedikit ditunjukkan oleh S.aureus yang signifikan dalam perawatan infeksi oleh
mikroba atau yang lebih dikenal dengan antibiotik. Kegunaan lainya yaitu dapay
mengurangi biaya perawatan kesehatan. Daerah penghabatan tinggi ditunjukkan
oleh ekstrak terhadap E.coli yang juga signifikan karena E.coli penyebab diare di
negara berkembang.
Ketidakmampuan ektrak dalam menghambat Salmonella thypi dapat
dipengaruhi oleh mekanisme untuk detofikasi keaktifan dalam ekstrak. Beberapa
bakteri diketahui untuk mempengaruhi mekanisme dengan mengubah senyawa
yang menghambat pertumbuhan menjadi senyawa non-toksik, seperti S.aereus
menghasilkan enzim penisilinase yang mengubah antibiotik penisilin menjadi
asam penisilin yang tidak dapat menghambat pertumbuhan.
Analisis secara statistika menunjukkan bahwa untuk RBC tidak berbeda
nyata (p0.05) antara nilai yang diperoleh untuk berbagai konsentrasi ekstrak
yang terinjeksi dan terkontrol. Ini menunjukkan bahwa ekstrak tidak berdamoak
pada sirkulasi darah merah maupun pusat eritropotik pada hewan. Beberapa
ekstrak tanaman tidak memiliki dampak pengganggu di RBC hingga 400 mg/kg
bobot setelah 28 hari. Hal ini juga dibenarkan untuk perhitungan WBC. Dengan
demikian, ekstrak tidak dapat diinduksi atau didestruksi dengan WBC. Teknik
yang sama diamati untuk kandungan Hb yang terindikasi oleh ekstrak yang tidak
mempengaruhi sisntesis dari hemoglobin hewan. Beberapa tanaman disarankan
untuk mempengaruhi sistesis Hb dengan pengahambatan dan utilitas besi.

24

BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak tanaman Sphaeranthus
indicus memiliki potensi besar sebagai senyawa antimikroba terhadap mikroorganisme dan dapat digunakan dalam pengobatan penyakit menular yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten. Resistensi antibiotik telah menjadi
perhatian global. Telah meningkatnya insiden karena beberapa resistensi mikroorganisme patogen pada manusia dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besar
karena penggunaan sembarangan obat antimikroba komersial yang umum
digunakan dalam pengobatan penyakit infeksi. Hal ini telah memaksa ilmuwan
untuk mencari zat antimikroba baru dari berbagai sumber seperti tanaman obat
umum untuk negara-negara tropis. Tanaman ini dapat tumbuh sampai ketinggian
40 cm. Batangnya ramping dan biasanya berwarna kemerahan, ditutupi dengan
rambut / bulu kekuningan terutama di bagian yang lebih muda.

25

DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/7345628/Makalah-alkaloid-dan-terpenoid
http://ecdc.europa.eu/en/healthtopics/escherichia_coli/Pages/index.aspx
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/09/pustaka_unpad_Escherichia-coli.pdf
http://eprints.undip.ac.id/43761/3/DEWIAYU_G2A009195_BAB2KTI.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-nisaakmala-5280-2bab2.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai