Anda di halaman 1dari 15

JUDUL

A.

Kondisi Geologi Regional Jawa Barat


Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu

Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relative
bergerak ke arah barat laut, dan Lempeng Hindia yang bersatu dengan
Lempeng Australia relative bergerak kea rah utara. (Hamilton, 1979). Hasil
interaksi lempeng-lempeng tersebut membentuk busur kepulauan dan busur
vulkanisme di Indonesia yang berada di sepanjang jalur penunjaman. Pada
tepi selatan Lempeng Eurasia terdapat Pulau Jawa yang merupakan salah
satu dari busur kepulauan hasi interaksi lempeng-lempeng tersebut. Maka itu
tatanan tektonik Jawa akan berpengaruh terhadap kondisi geologi dari daerah
Jawa Barat ini.
Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona fisiografis,
yaitu:
a. Dataran Pantai Jakarta
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa
membentang barat-timur mulai dari Serang, Jakarta, Subang,
Indramayu, hingga Cirebon. Daerah ini bermorfologi dataran
dengan batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan
endapan gunungapi muda.
b. Zona Bogor
Umumnya memiliki morfologi yang berbukit-bukit. Perbukitannya
memanjang

dan

membentuk anticlinorium

yang

terdiri

dari

perlipatan kuat lapisan yang berumur Neogen. Terdapat juga


morfologi intrusi yag memiliki morfologi terjal. Terutamanya aliran
sungai di zona ini berarah selatan ke utara. Untuk anak-anak
sungai di daerah yang terlipat umumnya bersifat subsekuen
terhadap jurus perlipatan (Martodjojo, 1984)
c.

Zona Bandung
Merupakan depresi di antara gunung-gunung. Van Bemmelen
(1949) juga menganggap bahwa Zona Bandung ini merupakan

puncak dari geabtiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah


pengangkatan. Dataran rendah ini kemudian terisi oleh endapan
gunung api muda. Dalam zona ini juga terdapat beberapa tinggian
yang terdiri dari endapan sedimen tua di antara endapan volkanik.
d. Zona Pegunungan Selatan
Pegunungan Selata Jawa Barat membentang dari Pelabuhan Ratu
hingga Nusa Kambangan, Cilacap. Batas Zona Pegunungan
Selatan Jawa Barat dengan Zona Bandung di beberapa tempat
sangat mudah dilihat, mialnya di Lembah Cimandiri. Di lembah ini
batas tersebut merupakan perbedaan morfologi yang mencolok di
perbukitan bergelombang langsung berbatasan dengan Dataran
Tinggi dari Pegunungan Selatan (Pannekoek, 1946 op. cit.
Martodjojo, 1984). Pada ujung barat dari Plateau Jampang
ditemukan morfologi amphitheater, yang membentuk cekungan
mirip sepatu kuda, terbuka ke baratdaya.
Struktur geologi regional daerah Jawa Barat merupakan daerah yang
terletak pada jalur volkanik-magmatik yang merupakan bagian dari Busur
Sunda (Soerie-Atmaja, 1998 op. cit. Martodjojo, 2003). Busur Sunda ini
membentang dari Pulau Sumatera kea rah timur hingga Nusa Tenggara yang
merupakan manifestasi dari interaksi antara Lempeng Samudera IndoAustralia dengan Lempeng Eurasia. Interaksi ini terjadi dengan Lempeng
Samudera Indo-Australia bergerak ke arah utara dan menunjam ke bawah
tepi benua Lempeng Eurasia yang relative tidak bergerak (Hamilton, 1979 op.
cit. Fachri, 2000).

Sumber : suarageologi.blogspot.co.id

Gambar 1
Peta Fisiografi Jawa Barat

Akibat dari interaksi lempeng-lempeng tersebut di daerah Jawa Barat


terdapat tiga pola struktur yang dominan (Martodjojo, 2003), yaitu:
a. Pola Meratus yang berarah timur laut-barat daya (NE SW)
terbentuk pada 80 sampai 53 juta tahun yang lalu (Kapur Akhir
Eosen Awal), sangat dominan di daerah lepas pantai Jawa Barat
dan menerus hingga ke Banten.
b. Pola Sunda berarah utara-selatan (N S) terbentuk 53 sampai 32
c.

juta tahun yang lalu (Eosen Awal Oligosen Awal)


Pola Jawa berarah barat-timur (E W) terbentuk sejak 32 juta
tahun yang lalu, merupakan pola struktur yang paling muda,
memotong, dan merelokasi Pola Struktur Meratus dan Pola Struktur
Sunda.

Menurut Martodjojo (1984) stratigrafi di Jawa Barat dibagi menjadi tiga


mandala sedimentasi brdasarkan ciri sedimennya pada Zaman Tersier.
a. Mandala Paparan Kontinen; lokasi meliputi Zona Fisiografi Dataran
Pantai Jakarta dengan batas selatannya diperkirakan sama dengan
penyebaran singkapan Formasi Parigi dari Cibinong Purwakarta
sejajar dengan pantai utara. Sedangkan bagian utaranya menerus
ke lepas pantai. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan
paparan berumur Miosen hingga Pleistosen (Bauman et al. 1972
op. cit. Noeradi et al. 1993), yang umumnya terdiri dari gamping,
lempung dan pasir, kwarsa, serta lingkungan umumnya laut
dangkal. Pada mandalaini pola transgresi dan regresi umumnya
terlihat jelas. Ketebalan sedimen di daerah ini dapat mencapai
5.000 m.
b. Mandala Sedimentasi Cekungan Bogor; penyebarannya meliputi
beberapa Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan
Selatan. Mandala sedimentasi ini umumnya dicirikan oleh endapan
aliran gravitasi yang kebanyakan berupa fragmen batuan beku dan
sedimen, seperti andesit, basalt, tufa, dan gamping. Pada Zona
Bogor mandala sedimentasi ini dicirikan oleh sabuk pegunungan
lipatan yang tersusun atas endapan turbidit.
c.

Zona Bandung; sebagian besar dilingkupi oleh produk gunung api


resen. Sedangkan pada Zona Pegunungan Selatan disusun oleh

produk busur gung api yang berasosiasi dengan perselingan


endapan vulkano-sedimen (van Bmmelen, 1949). Endapan ini
berumur Eosen hingga awal Oligosen (Soeria-Atmadja et al. 1990
op. cit. Noeradi et al., 1993). Ketebalan keseluruhan ini diperkirakan
lebiha dari 7.000 m.
d. Mandala Sedimentasi Banten; Penyebarannya terdapat dik bagian
barat dari Jawa Barat. Pada umur Tersier Awal, mandala ini
menyerupai Mandala Cekungan Bogor, sedangkan pada akhir
Tersier karakteristiknya sangat mendekati Paparan Kontinen.

B.

Kondisi Geologi Tasikmalaya


Kondisi Kota Tasikmalaya secara geologis ditunjukkan dengan struktur

geologi yang dihasilkan oleh bentukan material-material breksi gunung berapi.


Material asal yang memberi pengaruh terhadap pembentukan struktur geologi
di wilayah Kota Tasikmalaya merupakan dominasi dari pengaruh Gunung
Galunggung. Pengaruh lainnya berasal dari Gunung Sawal dan Gunung
Cakrabuana.

Sumber : scribd.com

Gambar 2
Peta Administrasi Kota Tasikmalaya, Jawa Barat

Karakteristik material berupa batuan induk telah mendasari bentukan


struktur geologi Kota Tasikmalaya, yaitu berupa susunan batuan yang terdiri

dari breksi gunung api termampat lemah dan bongkah lava andesit yang
dihasilkan mulai dari breksi gunung api, lahar, tufa tersusun, batuan andesit,
sampai basal. Sedangkan pada formasi bentang, strukturnya tediri dari batu
pasir tufa, batu pasir, tanah gamping, dan lainnya.

Sumber : scribd.com

Gambar 3
Peta Lokasi Bahan Galian Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat

Jenis tanah yang menjadi struktur permukaan, yang terjadi secara


merata di wilayah Kota Tasikmalaya adalah jenis tanah asosiasi regosol
kelabu, regosol kelabu coklat, litosol, dan latosol coklat kemerah-merahan.
Jenis tanah yang mempunyai sebaran terluas adalah dari jenis asosiasi
regosol kelabu dan litosol yang tersebar di bagian tengah, selatan, timur, dan
barat. Sedangkan di bagian utara wilayah Kota Tasikmalaya, sebaran terdiri
dari jenis tanah latosol coklat kemerah-merahan.
Berdasarkan

kedalamannya,

kondisi

kedalaman

efektif

di

Kota

Tasikmalaya terdapat dua bagian, yaitu pada tingkat kedalaman efektif tanah
adalah 30 660 cm dengan sebaran di bagian barat dan timur. Pada bagian
lainnya, di bagian utara, selatan, dan tengah wilayah Kota Tasikmalaya
tingkatan kedalaman efektif adalah 60 90 cm.

C.

Struktur Geologi Regional


Struktur geologi regional Jawa Barat dibagi menjadi tiga pola utama

yaitu Pola Meratus, Pola Sumatera, dan Pola Sunda (Martodjojo, 1984) yang
diilustrasikan pada dibawah. Pola-pola tersebut merupakan hasil dari aktivitas
lempeng-lempeng yang bekerja di sekitar wilayah regional penelitian dengan
arah tegasan utama yang berbeda-beda yang diinterpretasikan sebagai
adanya perubahan rezim tektonik dari waktu ke waktu.

Sumber : suarageologi.blogspot.co.id

Gambar 4
Peta Struktur Geologi Regional

D.

Bahan Galian di Tasikmalaya

1.

Endapan Bentonit
Bentonit adalah suatu istilah nama dalam dunia perdagangan yang

sejenis lempung plastis yang mempunyai kandungan mineral monmorilonit


lebih dari 85% dengan ciri fisik mempunyai kilap lilin, lunak, berwarna abu-abu
kehijauan.
Bentronit terbentuk melalui proses pelapukan dari mineral-mineral
penyusun batuan yang dipengaruhi oleh iklim, jenis batuan, relief muka bumi,
tumbuh-tumbuhan yang berada diatas batuan tersebut. Faktor utama yang
menyebabkan terbentuknya jenis mineral lempung dalam proses ini adalah
komposisi mineral batuan, komposisi kimia dan daya larut air tanah.
Pembentukan mineral lempung oleh pelapukan adalah akibat reaksi ion-ion
hidrogen yang terdapat dalam air tanah dengan mineral-mineral.

Bentonit pada karangnunggal disebut juga Mg,Ca-Bentonit. Mempunyai


sifat sedikit menyerap air sehingga apabila didipersikan dalam air akan cepat
mengendap (tidak membentuk suspensi), Karena sifat-sifat tersebut maka
Kalsium Bentonit dipergunakan untuk bahan pemucat warna untuk minyak.
Sedangkan di daerah Karangnunggal bentonit telah diusahakan oleh PD
Kerta Pertambangan sejak tahun 70an, umumnya perlu diaktifkan dengan
cara di giling dan dibakar dahulu sebelum digunakan sebagai penjernih
minyak kelapa/sawit.

Sumber : psdg.bgl.esdm.go.id

Gambar 5
Peta Lokasi Sebaran Bentonit di Daerah Tasikmalaya, Jawa Barat

2.

Endapan Mangan
Mangan di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1854 di

daerah Karangnunggal, Tasikmalaya, Jawa barat, tetapi pengusahaannya


baru dimulai menjelang akhir abad yang lalu. Meskipun tempat penemuan
pertama di Karangnunggal tetapi endapan yang diusahakan terlebih dahulu
adalah yang terdapat Kliripan, Kulon Progo, Yogyakarta.
Endapan bijih mangan dapat terbentuk dengan berbagai cara yaitu
karena proses hidrothermal yang dijumpai dalam bentuk vein, metamorfik,
sedimenter ataupun residu. Endapan mangan sedimenter merupakan
endapan bijih Mn yang banyak dijumpai dan mempunyai nilai ekonomis.
Manganese Oolites dan Manganese Shales terbentuk dilingkungan laut.
Pirolusit yang merupakan salah satu anggota kelompok senyawa Mn, dapat
pula terbentuk karena proses pelapukan bijih sejenis yang kemudian

membentuk endapan residu. Dikenal 4 jenis mineral bijih yang mengandung


Mn yaitu:
a. Pirolusit
MnO2, massa kristalin kompak, keras (nilai kekerasan 5-6),
berwarna abu-abu kehitaman. Dibawah mikroskop bijih pirolusit
mudah dibedakan dengan mineral mangan lainnya, dan warnanya
yang putih kekuningan, cemerlang, pemadaman lurus, belahan
sejajar dengan bidang kristal dan anisotropi yang kuat.
b. Hollandite (Ramsdellit)
Rumus kimianya Ba2 (MnO2)8 = Ba2Mn8O16 berkilap logam (brilliant
mettalic), terdapat bersama-sama dengan pirolusit dalam massa
kristalin berbutir kasar. Di bawah mikroskop bijih kedua jenis logam
tersebut menunjukan warna yang sama yaitu putih kekuningan,
perbedaannya pirolusit lebih cemerlang dibanding hollandite.
c.

Disamping itu hollandite relatif lebih lunak dibanding pirolusit.


Kriptomelan
Rumus kimia K2Mn8O16 = K2 (MnO2)8. Dibawah mikroskop bijih
mineral ini terdapat dalam bermacam-macam bentuk antara lain
sebagai urat-urat kecil atau massa berserabut, kristal seperti jarum
berwarna

abu-abu kebiruan atau lapisan

koloidal

konsetris

berselang seling dengan lapisan yang berbeda warna, struktur


bunga es dan massa berbentuk.
d. Psilomelan
Rumus kimia (Ba H2O)2 Mn5O10. Merupakan massa masif keras
berwarna

hitam.

Dibawah

mikroskop

bijih

psilomelan

sulit

dibedakan dari kriptomelan. Baik bentuk maupun warnanya hampir


sama. Sedikit perbedaan ialah sifat anisotropi dimana psilomelan
lebih lemah dibanding kriptomelan.
Mangan di Jawa umumnya terdapat sebagai kantong dan lensa dalam
batu gamping yang terletak didalam atau diatas batuan volkanik seperti tufa,
breksi. Bijih mangan didapatkan sebagai pirolusit, psilomelan, dan wad
(massa seperti tanah). Karena kenampakan atau bentuknya didaerah
penambangan Mn di kliripan orang mempunyai istilah setempat yaitu meling
untuk pirolusit yang tercampur kalsit menunjukan permukaan yang mengkilat
dan paku yang menunjukan seperti serat, secara mineralogi umumnya
pirolusit tetapi dapat pula psilomelan. Mangan yang ditambang terbatas pada

bijih berkadar MnO2 diatas 75%. Asosiasi pirolusit adalah psilomelan, kadangkadang rhodonit dan rodhokrosit.
Jenis tipe mangan yang berada di wilayah Desa karangnunggal yaitu
tipe mangan non oksida dan tipe mangan oksida. Tipe mangan non oksidasi
umumnya di lokasi tambang dan di pasaran disebut sebagai mangan ore.
Tipe mangan ini umumnya dipasaran disebut sebagai mangan dengan kadar
rendah (berupa granule dan lumpur atau mud).Cebakan bijih mangan di Desa
Karangnunggal

dapat

terbentuk

melalui

beberapa

proses

genesa,

diantaranya Proses Hidrothermal, Metamorfik dan sering juga ditemukan


sebagai cebakan sedimenter dan residual.

Sumber : scibd.com

Foto 1
Endapan Mangan, Karangnunggal

Pada Gambar diatas, lapisan warna hitam disebut wad yaitu bagian
yang mengandung MnO2 yang sangat tinggi. Sedangkan lapisan yang warna
putih merupakan mineral lempung yang mengalami pelapukan dipermukaan
disebut haloisit.
Di bagian timur dari front penambangan mangan ini terdapat lubang
bekas penambangan mangan yang sekarang menjadi danau dengan
kedalaman kurang lebih 20m. kandungan Fe dan Mn pada danau ini dangat
tinggi dapat di indikasian dengan warna air yang berwarna hijau.
3.

Endapan Zeolit
Indonesia berada di wilayah gunung api mulai dari Sumater, Jawa,

Nusa Tenggara, Maluku, sampai Sulawesi. Tufa halus banyak tersebar di


wilayah deretan gunung api tersebut. Sebagian atau seluruhnya telah
mengalami proses ubahan atau diagenesis menjadi zeolit. Karena itu, secara

geologi Indeonesia berpotensi basar terdapat zeolit. Ada empat proses


sebagai gambaran asal mula menjadi zeolit, yaitu proses sedimentasi debu
vulkanik pada lingkungan danau yang bersifat alkali, proses alterasi, proses
diagenesis dan proses hidrotermal. Faktor yang mempengaruhi pembentukan
zeolit yaitu temperature, tekanan, aktivitas kimia, dan tekanan parsial air. Di
daerah ini, endapan zeolit tersebar di beberapa lokasi, antara lain Desa
Cikancra, Desa Cikadu, Desa Sindakerta, dan Desa Cikawung Ooding.
4.
Endapan Pasir Besi
Pasir besi termasuk endapan sekunder berasal dari proses sedimentasi
yang tertransportasi. Pasir besi ini banyak terdapat di wilayah selatan pulau
jawa dikarenakan di jawa bagian selatan terdapat gunung berapi yang saat
meletus mengeluarkan lapilli yang bersifat andesitik. Lalu tergerus oleh air
dan melepaskan limonit hingga terendapkan di pinggir pantai. Selain itu,
ombak di laut selatan lebih besar daripada laut utara. Dengan adanya ombak
yang besar terjadi proses pencucian berkali-kali lalu terakumulasi 0 400
meter di pinggir pantai. Sedangkan di laut utara ombaknya terlalu kecil dan
pasirnya bersifat lempung. Pasir besi tersebar hampir di sepanjang pantai
selatan Pulau jawa. Di daerah ini pasir besi tersebar di daerah Indihiang,
Kawalu, Cikalong, dan Cipatujah. Luas sebaran di daerah ini sekitar 463 Ha
dengan sumber daya hipotetik 28.653.000 ton.
Endapan tersebut berupa endapan aluvial pantai (branding deposit)
yang cebakannya terdiri dari ilmenit dan magnetit yang berasosiasi dengan
oksida titanium (titaniferous iron ore). Titanum biasanya dianggap sebagai
mineral pengganggu, di samping kadar besinya yang relatif rendah sehingga
kurang sesuai untuk bahan baku pembuatan besi.
Pasir Besi adalah endapan pasir yang mengandung partikel bijih besi
(magnetit), yang terdapat di sepanjang pantai, terbentuk karena proses
penghancuran oleh cuaca, air permukaan, dan gelombang terhadap batuan
asal yang mengandung mineral besi seperti magnetit, ilmenit, dan oksida
besi, kemudian terakumulasi serta tercuci oleh gelombang air laut. Pasir besi
terdapat sebagai pasir pantai, coastal dunes, dan near-shore deposits dalam
marginal marine. Kadar awal pada pasir besi sangat menentukan untung/rugi.
Di Indonesia kadar yang ekonomis untuk pasir besi adakah 55%, kurang dari
55% akan ditolak. Raw material dari pasir besi sendiri berwarna cokelat lalu
diolah mengandalkan listrik PLN dengan Fe total yang ada di raw material

adalah lebih dari 25%. Namun ada juga kadar awal pasir besi yang mencapai
65%. Namun hal ini diolah dengan kadar yang kurang dari 55%, sehingga
pasir besi bertambah kadarnya dan bernilai ekonomis.
5.
Endapan Tembaga
Tembaga yang ada di Cikalong memiliki mineral pembawa logam
berupa malachite yang berasosiasi dengan azurite dan juga pirit. Berikut
adalah deskripsi dari mineral-mineral yang ditemukan pada batuan yang ada
di Cikalong.

Sumber : scribd.com

Foto 2
Endapan Tembaga, Cikalong

Malachite merupakan jenis mineral yang termasuk dalam golongan


mineral karbonat atau sering disebut sebagai mineral Copper Carbonate
Hydroxide. Mineral ini tersusun atas logam tembaga dengan ion karbonat dan
hidoksida.
Mineral Malachite biasa ditemukan pada zona oksidasi endapan
tembaga, yang terbentuk dari reaksi antara sulfide dengan karbonat.
Terutama pada daerah yang terdapat batugamping, mineral ini berasosiasi
dengan limonit, kalsit, kalsedon, dan chrysocolla. Malachite banyak digunakan
sebagai batu dekoratif yang berharga dan dibuat untuk meja dan ornamen
hias. Banyak juga digunakan sebagai perhiasan seperti mata cincin atau
kalung. Ada yang membuatnya sebagai kolom pada bangunan, seperti
Katedral St. Isaac di Italia. Dahulu, Malachite juga digunakan sebagai pigmen
pewarna hijau dengan cara dihaluskan terlebih dahulu atau sekarang tidak
banyak lagi digunakan. Malachite berguna juga sebagai bijih tembaga atau
koleksi para kolektor.
6.

Endapan Emas

Lokasi endapan emas Salopa terletak di sebelah Tenggara kota


Bandung yang berjarak kurang lebih 180 km. Beberapa tahun kemudian
penelitian dilanjutkan dan ditemukan bijih emas primernya yaitu di Citambah
dan Cengal (Cisarua) tahun 1970. Wilayah yang berpotensi terjadi
mineralisasi adalah Cikondang, Citambal, dan Ciseel. Mineral logam yang
hadir adalah emas dan beberapa base metal. Kandungan emas yang
ditemukan berkisar 6 15 gr/ton Au. Vein memiliki ketebalan mulai dari
beberapa cm hingga 60 cm, secara lokal bisa mencapai 1 m. Sementara itu,
tebal vein pada kandungan emas tertinggi tidak lebih dari 5 cm. Secara
genetik, endapan mempunyai karakteristik yang menarik berupa hadirnya
mineral telurida. Untuk memisahkan emas terhadap mineral ikutannya
dilakukan proses amalgamasi yang dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan.
Geologi regional daerah Cineam tersusun oleh litologi endapan vulkanik
Formasi Jampang yang berumur Oligosen - Miosen dengan komposisi
andesitik dasitik (Van Bemmelen, 1949). Endapan vulkanik Formasi
Jampang diintrusi oleh diorit, andesit, dasit, dan granodiorit.
Secara tektonik terjadi 2 kali peristiwa tektonik yaitu :
a. Tektonik Miosen Tengah berupa terjadi pengangkatan yang diikuti
dengan

perlipatan, pensesaran, dan intrusi yang

menerobos

Formasi Jampang.
b. Tektonik Pleistosen yang menghasilkan endapan vulkanik muda.
Stratigrafi daerah Cineam tersusun oleh 6 unit litologi mulai yang tertuamuda :
a. Unit tuf, yang berinterkalasi dengan lava dasitik dan breksi. Unit ini
tersebar di wilayah Cisarua, Cikaruwet, dan Balekambang.
b. Unit lava, terdiri dari andesit dan basalt, dan tersebar diwilayah
c.

Ciseel.
Unit breksi tuf dan batupasir tufaan, tersebar luas mulai dari utara

sampai selatan.
d. Unit diorit (andesit porfiri), tersingkap dengan baik di hulu Ciherang
dan Ciseel.
e. Unit dasit, tersebar di wilayah paling utara, khususnya disekitar
f.

Pangajar.
Unit andesit hornblende, tersingkap dengan baik di Gunung
Kendeng.

Struktur geologi yang berkembang di daerah Cineam adalah antiklin di


bagian barat dan sesar oblique di bagian timur. Keterdapatan mineralisasi dan
alterasi diindikasikan oleh hadirnya vein kuarsa yang mengandung emas.
Formasi Jampang pada bagian bawah tersusun oleh lava dan breksi vulkanik,
sedangkan di bagian atas tersusun oleh tuf dan breksi tuf. Tipe alterasinya
adalah prophylite, argilic silisification, dan secara lokal adalah phyropylite.
Endapan emas bertipe epitermal sulfidasi rendah. Arah vein kuarsa secara
umum adalah N 330 E N 350 E dengan dip 60 90. Ketebalan vein
bervariasi dari beberapa cm sampai 60 cm, secara lokal bisa mencapai 1 m.
Salah satu tambang emas di Salopa, bernama PT Bumi Karindo yang
kini masih dalam tahap eksplorasi dan telah masuk pada tahap studi
kelayakan. Kondisi geologi yang ada di sana terdapat perbedaan dua bukit
yang memiliki kondisi yang berbeda. Ada bukit yang memiliki struktur tanah
yang berwarna coklat namun ada juga bukit yang disusun oleh batuan bukan
tanah. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kondisi bukit yang terkena intrusi
dan ada juga yang tidak. Untuk struktur bukit yang terkena intrusi itulah yang
memiliki potensi terendapkannya emas. Selain itu ada juga ditemukan jalur
breksi.

DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Dany Arta. 2011.

Genesa Geologi Regional Jawa Barat.

id.scribd.com/doc/69985790/Geologi-Regional-Jawa-Barat.
pada 12 April 2016. Pukul 18.10 WIB (online, doc).
Anonim. 2013.
Geologi Regional Jampang ,

Diakses

Jawa

Barat.

suarageologi.blogspot.co.id/2013/01/geologi-regional-jampang-jawabarat.html. Diakses pada 12 April 2016. Pukul 18.37 WIB (online).


Arie. 2009. Tektonik Regional Jawa Barat. earthfactory.wordpress.com/
2009/06/14/tektonik-regional-jawa-barat. Diakses pada 12 April 2016.
Pukul 18.45 WIB (online).
Jailani, Akhmad. 2013.
Genesa Bahan Galian. id.scribd.com/doc/
138893511/Genesa-Bahan-Galian.html. Diakses pada 12 April 2016.
Seto,

Pukul 18.00 WIB (online, doc).


Handoko.
2012.
MANGAN

(Mn)

di

Indonesia.

handokoseto.blogspot.co.id/2012/04/mangan-mn-di-indonesia.html.
Diakses pada 12 April 2016. Pukul 18.00 WIB (online).
Syawal. 2011. Geologi Regional Jawa Barat. syawal88.wordpress.com/
2011/10/05/geologi-regional-jawa-barat. Diakses pada 12 April 2016.
Pukul 18.05 WIB (online).

Anda mungkin juga menyukai