Oleh: Kuntowijoyo
Guru Besar Ilmu Sejarah UGM
Republika Senin, 27 Agustus 2001
Bagian Pertama
Knowledge is Power (Michel Foucault) Sejarah
kesadaran keagamaan umat Islam Indonesia ini sudah
pernah saya kemukakan pada 1985. Pada tahun itu
periodisasi sejarah kesadaran keagamaan umat yang
mutakhir ke dalam Periode Ilmu masih merupakan intuisi dan
prediksi sejarawan berdasarkan kesadaran tentang waktu,
proses, perkembangan, dan perubahan. Kata Marc Bloch,
sejarah adalah a science of human evolution. Sekarang, ada
alasan kuat untuk mengemukakannya kembali. Pada 2001 ini
periode mutakhir itu sudah menjadi kenyataan: Periode Ilmu
sudah dicapai. Pencapaian Periode Ilmu itu disebabkan oleh
mobilitas sosial secara individual, perkembangan sejarah
umat Islam Indonesia sendiri, dan karena hubungan
internasional umat melalui penerbitan serta hubungan
institusional.
Artikel ini terpengaruh oleh Hukum Tiga Tingkatan
yang di antaranya dipakai oleh Auguste Comte (1798-1857)
untuk
mendefini
sikan bahwa evolusi pemikiran manusia itu mengalami tiga
ting kat, yaitu teologis, metafisis, dan positif. Karenanya, kita
pun akan membagi tingkat itu menjadi tiga, yaitu mitos,
ideologi, dan ilmu. Kita akan menghubungkan mitos dengan
petani, ideologi dengan kaum terpelajar, dan ilmu dengan
kelompok profesional. Ketika umat Islam mengalami
mobilitas sosial, berubahlah alam pikirannya. Mobilitas sosial
pasti disertai mobilitas kultural, cepat atau lambat.
Periode Mitos
Periode ini berlangsung sebelum dan pada abad ke-19
serta awal abad ke-20. Bahkan, tanda-tanda periode ini
masih akan ditemukan sisa-sisanya selama masih ada petani.
Mitos adalah 'suatu konsep tentang kenyataan yang
mengandaikan bahwa dunia pengalaman kita sehari-hari ini
terus-menerus disusupi oleh kekuatan-kekuatan yang
keramat', demikian kata Berger dan Luck mann. Mitos adalah
juga salah satu bentuk kebudayaan, yang menurut Ernst
Cassirer adalah agama, filsafat, seni, ilmu, mitos, sejarah,
dengan isu 'Negara Islam' yang dibeli oleh orang luar dan
umat Islam sendiri. Sebagai demokrat ia ikut dalam
demokrasi parlementer, kabinet, pemilu, dan Konstituante.
Sebagai anti-diktatorisme Masjumi yang melihat tanda-tanda
itu dalam Demokrasi Terpimpin dan pada 1957 mencoba
menolaknya, tetapi justru peran politiknya yang berakhir.
Pada 1960 Masjumi menyatakan diri bubar.
Praktis tidak ada partai politik Islam di masa Orde
Baru,
bahkan sebelum deideologisasi partai dan ormas secara
resmi berlaku pada 1985. Sesudah Reformasi pada 1998
memang ada partai-partai lama dan baru dengan ideologi
Islam, seperti PPP (Partai Persatuan Pembangunan), PBB
(Partai Bulan Bintang), dan PK (Partai Keadilan). Tetapi, belum
jelas benar apa arti ideologi itu bagi mereka, masih bersifat
formal.
Periode Ilmu
Mobilitas sosial vertikal yang mendatangkan kekayaan
berkat
perdagangan, bagi umat Islam selain melahirkan ideologi,
juga mempersiapkan Islam memasuki periode ilmu.
Keduanya
mempunyai
perbedaan
dan
persamaan.
Perbedaannya ialah lahirnya ideologi pada awal abad ke-20
sangat
cepat
evolusinya,
periode
ilmu
evolusinya
memerlukan waktu yang jauh lebih lama, yaitu sekitar 75
tahunan. Persamaannya ialah periode ideologi didahului
dengan mitos, periode ilmu juga ada pendahulunya. Periode
ilmu yang merupakan proses ambil-alih ilmu-ilmu modern,
didahului
dengan
proses
ambil-alih
substansi
dan
metodenya, sebelum pada akhirnya ia diberi substansi
keislaman. Apakah beda antara ideologi dan ilmu?
Keterangan di bawah ini akan membuat keduanya jelas.
Mengenai
fakta
ideologi
meli
hatnya secara subjektif, sedangkan ilmu melihatnya secara
objektif.
Barangkali sebuah contoh konkret akan memperjelas
perbedaan ini. Pada tahun-tahun 1960-an PKI melihat fakta
secara subjektif dengan tidak memasukkan Baperki (Badan
Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia, organisasi
Cina perantauan) sebagai borjuasi, hanya karena PKI
berkepentingan dengan dana mereka.
Padahal, jelas-jelas Baperki adalah borjuasi tulen.
Mengenai analisis, ideologi akan melihatnya berdasar norma
10
11
12
13
14
15