Bab Ii: A. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Bab Ii: A. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah
sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar
modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Pada
dasarnya UU tentang OJK ini hanya mengatur mengenai pengorganisasian dan
tata pelaksanaan kegiatan keuangan dari lembaga yang memiliki kekuasaan
25
didalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Oleh karena
itu, dengan dibentuknya OJK diharapkan dapat mencapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif didalam penanganan masalah-masalah yang timbul didalam
sistem keuangan. Dengan demikian dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas
sistem keuangan dan adanya pengaturan dan pengawasan yang lebih
terintegrasi. 27
Rebekka Dosma Sinaga, Sistem Koordinasi Antara Bank Indonesia Dan Otoritas
Jasakeuangan Dalam Pengawasan Bank Setelah Lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara,
2013, hlm 2
28
Afika Yumya, Pengaruh Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kewenangan
Bank Indonesia Dibidang Pengawasan Perbankan, (Skripsi sarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, Depok, 2008), hal. 28
Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia
mulai pertengahan tahun 1997, dimana sebanyak 16 bank dilikuidasi pada saat
itu. 29 Tujuan OJK dibentuk antara lain agar keseluruhan kegiatan didalam sektor
jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan
stabil; dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 30
Disamping itu tujuan pembentukan OJK ini agar BI fokus kepada pengelolaan
moneter dan tidak perlu mengurusi pengawasan bank karena bank itu merupakan
sektor perekonomian. 31
Jika dilihat sedikit kebelakang, sejarah pembentukan lembaga yang
independen ini terbilang sulit dan penuh dengan tantangan. Bahkan untuk
melahirkan pengawasan sistem keuangan inipun membutuhkan waktu hingga 12
tahun sampai lembaga ini lahir. 32
Adapun kronologis lahirnya OJK dapat dijabarkan sebagai berikut: 33
a. Tahun 1999
Pasca krisis ekonomi yang melumpuhkan industri perbankan pada tahun 19971998, pemerintah langsung berbenah. Gagasan pembentukan otoritas
dimasukkan dan menjadi perintah UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Didalam Pasal 34 disebutkan bahwa:
29
Ibid.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 4
31
Afika Yumya, Op.cit,.hal. 29
32
Selamat datang wasit baru industri keuangan,
http://lipsus.kontan.co.id/v2/ojk/read/86/Selamat-datang-wasit-baru-industri-keuangan, (diakses
tanggal 19 Oktober 2013)
33
Ibid.
30
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2002
b. Tahun 2004
Tenggat waktu yang diberikan sampai tahun 2002 dalam pembentukan OJK
tak juga lahir di Indonesia. Pada tahun 2004, pemerintah dan DPR hanya bisa
merevisi UU BI. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia telah lahir. Didalam Pasal 34 ayat 1 dan 2 terdapat bahasan tentang
OJK, yaitu:
(1) Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang
(2) Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa, amandemen UU BI tersebut
merupakan sebuah perselisihan pandangan antara BI dengan Departemen
Keuangan (Kementrian Keuangan). Objek dari perselisihan ini berupa
perebutan wewenang dalam mengontrol industri perbankan. Hal inilah yang
mati-matian dilawan BI dan akhirnya berhasil. Dalam rumusan amandemen
yang telah disepakati, pemindahan kekuasaan industri perbankan dari BI ke
OJK masih dapat diulur selambat-lambatnya sampai akhir 2010.
c. Tahun 2010
Lagi-lagi amandemen UU itu meleset dari yang diharapkan. Batas waktu
kembali terlewati. Sampai tutup buku tahun 2010, UU OJK masih belum juga
selesai. RUU OJK yang akan disahkan dalam rapat paripurna pada 17
Desember 2010 malah menemui jalan buntu, karena pemerintah dan DPR tak
menemukan kata sepakat terhadap struktur dan tata cara pembentukan Dewan
Komisioner OJK.
d. Tahun 2011
Tahun ini menjadi sejarah baru bagi Indonesia, terutama bagi sistem keuangan
di Indonesia. Pimpinan DPR, Priyo Budi Santoso, akhirnya mengetuk palu
tanda disetujuinya pengesahan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa
keuangan (RUU OJK) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR,
pada Kamis 27 Oktober 2011. Dalam keputusan tersebut disebutkan supaya
panitia seleksi DK OJK harus terbentuk awal 2012.
e. Tahun 2012
Pada awal tahun 2012, Presiden telah membentuk Panitia Seleksi dalam
pemilihan calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa keuangan yang
secara keseluruhan terdiri dari 9 orang. Menteri Keuangan Agus
Martowardojo terpilih menjadi ketua seleksi sekaligus anggota, sedangkan
anggota lainnya adalah Gubernur Bank Indonesia (BI) Darmin nasution,
Direktur Jendral Pajak Fuad Rahmany, Wakil Menteri BUMN Mahmuddin
Yasin, dan Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah. Kemudian Komisaris Bank
Mandiri Gunarni Soeworo mewakili lembaga keuangan/perbankan, mantan
Direktur BEI Mas Achmad Daniri mewakili pasar modal, Komisaris Wana
Arthalife Ariyanti Suliyano mewakili asuransi/lembaga jasa keuangan non
bank, dan akademisi Muhammad Chatib Basri.
Pada pertengahan tahun 2012, anggota sekaligus Ketua DK OJK terpilih.
Seluruhnya berjumlah 9 orang dan dengan melewati proses seleksi yang ketat.
Pada bulan ini pula seluruhnya disahkan oleh Paripurna DPR.
f. Tahun 2013
Bapepam-LK akan melebur ke OJK dan sebagian besar pekerja dari lembaga
ini juga akan berubah status kepegawaiannya. Pada tahun ini jugalah OJK
akan mulai dalam penarikan iuran dari industri keuangan non bank.
g. Tahun 2014
Setelah masa transisi satu tahun Bapepam-LK melebur ke OJK, diharapkan
tahun ini adalah serah terimanya pengawasan perbankan dari tangan bank
sentral ke OJK
moral
hazard 36
dalam
sektor
jasa
keuangan,
kemudian
Moral hazard adalah suatu tindakan yang dilakukan bank untuk memanfaatkan celah
hukum dan keadaan demi keuntungan pribadi dan pihak lain dari adanya keterbukaan kebijakan
37
Ahmad Taqiyuddin. Op.cit.,hal. 15
38
Ibid., Pasal 1 angka 1
39
Ibid., Pasal 4
40
Bisdan Sigalingging, Analisis Hubungan Kelembagaan Antara Otoritas Jasa Keuangan
Dengan Bank Indonesia (Tesis Magister Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013) hal..
107
2.
3.
4.
5.
41
Ibid.,hal. 108
pernyataan
tersebut
hendaknya
menjadi
pemikiran
42
Ibid.
Ibid.,hal. 109
44
Siti Sundari., Op.cit.,hal. 45
43
sentral independen, bebas dari campur tangan pihak manapun. OJK mengadopsi
beberapa sistem yang sudah digunakan oleh negara lain. Beberapa diantaranya
adalah dari yang berhasil hingga yang gagal menjalankan fungsinya dan kembali
ke wewenang semula. Ketua Dewan Komisioner OJK, Mulaiman D Hadad
mengatakan bahwa sistem pengawasan dan perlindungan konsumen diadopsi dari
sejumlah negara, beberapa diantaranya antara Inggris, Australia dan Korea
Selatan. 45
Adapun perbandingan yang diteliti terhadap beberapa negara yang
pernah menganut sistem yang sama seperti OJK yang ada di Indonesia,
diantaranya: 46
1. Inggris
Latar belakang dibentuknya sistem pengawasan tunggal di Inggris adalah
kasus kegagalan beberapa bank di Inggris seperti Neural Banker dan Baring
Bank. Kegagalan kedua bank ini juga disertai dengan penutupan 12 bank
lainnya. Tepatnya pada 1 Juni 1998 dibentuklah OJK di Inggris yang
dinamakan Financial Supervisory Agency (FSA). FSA ini memiliki tugas
yaitu melaksanakan kegiatan pengawasan terhadap lembaga keuangan,
(termasuk perbankan), perlindungan konsumen dan juga pelaksanaan hukum.
Hampir sama seperti yang terjadi di Indonesia, OJK didirikan karena
dilatarbelakangi oleh ditutupnya berbagai bank yang ada di Indonesia dan
45
2. Australia
APRA adalah otoritas pengawas sektor keuangan di Australia dan mengambil
alih tugas Reserve Bank of Australia (RBA) dan Insurance and Supernuation
Committee (ISC). Lembaga ini dibentuk pada 1 Juli 1998 yang menjalankan
fungsi pengawasan lembaga keuangan yang terdiri dari bank, credit union,
building society, dan perusahaan asuransi. Disamping itu, APRA juga
menjalankan pengawasan terhadap industridana pensiun (superannuation
funds). APRA adalah lembaga yang pada awalnya dianggap pemerintah
Australia dapat membantu dalam mengatasi kebangkrutan yang dulu dialami
oleh konglomerat asuransi di Australia karena miss manajemen keuangan.
Namun, yang diharapkan pemerintah Australia berbeda jauh dengan
kenyataan, Pasalnya APRA mengakui kegagalanya dalam mendeteksi dan
mencegah kebangkrutan tersebut yang tidak lepas dari minimnya waktu untuk
menuntaskan transfer di atas, termasuk penyempurnaan sistem pengawasan.
3. Jepang
Didalam negara Jepang, Otoritas Jasa Keuangan lebih dikenal dengan
namaThe Financial Supervision Agency (FSA). FSA dibentuk tanggal 22 Juni
1998 oleh pemerintah Jepang demi membantu Bank of Japan (BOJ) dalam
melakukan fungsi pengawasan. BOJ yang awalnya memiliki kewenangan atas
pengawasan kini hanya menangani kebijakan, perumusan sistem moneter dan
implementasinya.. Berbagai informasi tentang kondisi keuangan lembaga
keuangan yang diperoleh BOJ tersebut sangat bermanfaat bagi BOJ, baik
dalam hal menjaga stabilitas pembayaran (payment) dan sistem keuangan di
merangkap
sebagai
Gubernur
Komisi
Jasa
Keuangan
yang
keputusan. Keadaan FSS yang dimiliki oleh Korea ini cukup jauh berbeda
dengan OJK yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. OJK yang didirikan oleh
pemerintah Indonesia, memiliki independensi yang cukup baik, manakala
para komisioner yang dikenal sebagai pemimpin OJK tidak berada dalam
kedudukan pemerintahan. Namun pihak-pihak yang duduk didalam anggota
komisioner di OJK adalah orang-orang yang mengetahui mengenai sistem
perekonomian dunia dan berasal dari kalangan yang awalnya pemimpin dari
lembaga keuangan, bukan dari anggota pemerintahan. Walaupun dalam
pemilihan anggota komisioner OJK dipilih oleh lembaga legislatif (DPR),
namun dalam mengambil keputusan tidak dipengaruhi oleh DPR, tetap pada
kolektif kolegial dan berdiri sebagai lembaga independen.
masih belum memiliki suatu pengaturan yang jelas. Namun dengan dilahirkan
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
memberikan kepastian hukum, dan undang-undang tersebut menjadi dasar hukum
dalam melaksanakan kewajiban dan kewenagan dari lembaga tersebut.
Mengenai fungsi OJK itu sendiri telah dijabarkan dalam UU No.21 Tahun
2011, dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa: 47
OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan.
Selanjutnya di dalam Pasal 6 undang-undang teresebut juga menyebutkan
mengenai tugas pengaturan dan pengawasannya, yaitu: 48
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan
sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai
wewenang: 49
a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin
usaha bank; dan
2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
47
Ibid., Pasal 8
Ibid., Pasal 9
51
d.
e.
f.
g.
h.
52
Ibid., Pasal 5
Ibid., Pasal 2
53
54
Afika Yumya,Op.cit.,hal. 35
Ibid.
56
Ibid.
55
dengan
undang-undang.
Pembentukan
lembaga
pengawasan
57
62
yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan
kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu
lembaga lain yang lebih tinggi. 63
Adapun beberapa undang-undang yang mengamanatkan independen
kepada lembaga-lembaga pengawas seperti:
1. Independensi Bank Indonesia; 64
2. Independensi Otoritas Jasa Keuangan; 65
3. Independensi Lembaga Penjamin Simpana; 66
4. Independensi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi; 67
5. Independensi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 68, dan
lain-lain
Karakteristik pengaturan lembaga independen dapat dilihat dari berbagai
undang-undang yang ada (UU BI, UU OJK, UU LPS, UU KPK, UU PPTPPU),
karakteristik itu diantaranya: 69
1. Pengaturan lembaga independen dibatasi oleh negara yang berarti
tidak bersifat independen murni sebagaimana pada konsep negara
penjaga malam
63
Ibid.,hal. 47
71
Ibid.
Ibid.,hal. 48
73
Ibid.
72
Sama halnya dengan pendapat dari Ec. Abdul Mongid pada saat sebelum
UU OJK diundangkan mengatakan: 75
Rencana pengalihan kewenangan dalam pengawasan bank menunjukan
adanya upaya mengurangi kewenangan BI sehingga BI hanya berfungsi
dari aspek moneter. Masalahnya adalah kalau kewenangan dalam
mengawasi bank dicabut, maka secara otomatis kemampuan BI dalam
menjalankan tugas moneternya terganggu karena bank merupakan
lembaga keuangan yang sangat dominan dalam transmisi kebijakan
moneter.
dan
wewenang
pengaturan,
pengawasan,
pemeriksaan,
dan
penyidikan
76
Ibid.
Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3,
2012 hal. 139
78
Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain.
77
lain
yang
mempengaruhi
independensi
OJK
adalah
pembiayaan di OJK yang bersumber dari APBN dan/atau pungutan dari pihak
yang melakukan kegiatan pada sektor jasa keuangan. 80 Penetapan besaran
pungutan itu dilakukan dengan tetap memperhatikan kemampuan pihak yang
melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. 81
Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga
akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN). Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di
79
Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9
No. 3, 2013 hal. 369
80
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pasal 34 ayat
2
81
Wiwin Rahyani, Op.cit.,hal. 369
Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5
tahun pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu,
pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu
membebani APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang
baik untuk pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini
nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan
manfaat dari lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini. 82
Jika dilihat dari UU OJK, didalam Pasal 1 angka 1 diuraikan bahwa:
Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini.
Didalam Pasal 2 juga ditegaskan kembali bahwa:
OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk halhal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Independensi OJK tercermin didalam kepemimpinan OJK itu sendiri.
Secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa jabatan dan tidak
dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan seara tegas diatur dalam UndangUndang ini. Disamping itu, dalam mendapatkan pimpinan OJK yang tepat,
Undang-Undang ini mengatur mekanisme seleksi yang transparan, akuntabel dan
melibatkan partisipasi publik melalui suatu pantia seleksi yang unsur-unsurnya
terdiri atas pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat sektor jasa keuangan. 83
82
Ibid.,hal. 369
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, penjelasan
83
umum
85
86
Ibid.
Fraud (Penipuan), http://translate.google.com/#en/id/fraud, (diakses tanggal 14
Oktober 2013)
88
Siti Sundari, Laporan Kompendium Hukum Bidang Perbankan, Kementrian Hukum
dan HAM RI, 2011, hal. 57
87
89
Ad hoc adalah sesuatu yang diciptakan, atau seseorang yang ditunjuk untuk tujuan
atau jangka waktu tertentu , http://jdih.blitarkota.go.id/KamusHukum.pdf, (diakses tanggal 14
Oktober 2013)
90
Ibid.,
91
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Pasal 6
92
Ibid., Pasal 1 angka 6
93
Keuangan dan Badan Pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. 98
Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, pejabat dan/atau pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan dan pejabat dan/atau pegawai Bank Indonesia yang
melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan di sektor
perbankan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat 4 dialihkan untuk
dipekerjakan pada OJK. 99
Terhitung sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55: 100
a.
b.
98
102
103