Anda di halaman 1dari 1

Pada penelitian ini digunakan Tween 80 sebagai emulsifier karena mudah

didapat, larut dalam air dan cocok digunakan untuk emulsi minyak dalam air.
Maltodekstrin juga ditambahkan sebagai bahan pengental yang bertujuan untuk
meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan, sehingga
nanoemulsi yang dihasilkan akan stabil. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh kondisi terbaik pembuatan nanoemulsi ekstrak temulawak dengan
metode homogenisasi, dengan melihat pengaruh konsentrasi ekstrak temulawak,
kecepatan dan waktu pengadukan. Dalam penelitian ini, temulawak diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol dengan nisbah serbuk
temulawak terhadap etanol 1:5 selama 3 jam menggunakan pengadukan
putaran 220 rpm. Setelah itu, dipekatkan dengan rotavapour dan didapat ekstrak
temulawak. Ekstrak temulawak sebagai fase minyak dengan konsentrasi 20 dan
30 %, kemudian dicampurkan dengan fase air yang terdiri dari buffer fosfat pH 7,
Tween 80 (10 % v/v) dan maltodekstrin (1:1 b/v) dalam pembuatan nanoemulsi.
Kecepatan putaran yang digunakan yaitu 20 000, 22 000 dan 24 000 rpm
dengan waktu pengadukan selama 20, 30 dan 40 menit. Nanoemulsi ekstrak
temulawak menghasilkan karakteristik yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari
warna, ukuran butiran, viskositas, pH, kelarutan dan bioavailabilitasnya.
Nanoemulsi yang dihasilkan berwarna transparan. Nanoemulsi ekstrak
temulawak dengan ukuran butiran kurang dari 100 nm diperoleh dengan
konsentrasi ekstrak temulawak 30 % dengan kecepatan pengadukan 22 000 rpm
selama 20 menit yaitu sebesar 95 nm. Nanoemulsi tersebut memiliki nilai
viskositas 3,23 cP dan pH yang sesuai dengan kondisi kulit dan usus manusia
yaitu 6,79. Nanoemulsi ekstrak temulawak dapat larut dalam pelarut non polar
yaitu heksan dan aseton, pelarut semi polar yaitu etanol dan metanol serta
pelarut polar yaitu air. Nanoemulsi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi
(21,75 %) dibandingkan dengan emulsi ekstrak temulawak (0,32 %).

Anda mungkin juga menyukai