Anda di halaman 1dari 12

FAULT ENHANCEMENT

Coherence dan atribut geometri yang lain merupakan atribut untuk melihat perubahan
lokal dari bentuk gelombang seismik, amplitudo, frekuensi dan dip azimuth. Seorang
interpreter menganalisa seperti bidang patahan, meandering channels, slump blocks, karts
collapses, dan fitur lain yang cocok dengan model geologi serta pengalaman interpretasi
mereka.
Seorang prosesor sangat kesulitan dalam bekerja untuk membantu memudahkan
proses interpretasi. Dalam ilmu pengobatan, progres yang signifikan telah dilakukan dalam
pengembangan algoritma yang rumit untuk mendeteksi sel darah pada anak kecil dengan
menggunakan CAT-scan images. Secara jelas algoritma seperti itu bisa saja di terapkan untuk
mendeteksi meandering channels.
Interpretasi dari patahan pada data volume seismik 3D tetap membutuhkan waktu
yang lama dan latihan yang memumpuni. Patahan secara manual di interpretasi dari inline,
crossline, dan time slices dari ketidakmenerusan amplitudo seismik. Meskipun coherence dan
semua atribut edge-detector membantu dalam memunculkan secara visual dari perubahan
lateral yang terjadi secara tiba-tiba di dalam data seismik 3D, peralatan otomatis telah
dikembangkan untuk memperbagus hasil dari atribut. Meskipun demikian, sekarang ini tren
telah berubah menjadi lebih baik dan pendekatan telah dikembangkan dalam penggunaan
atribut seismik untuk mendeteksi patahan secara otomatis.

Filtering coherence volumes to enhance faults


Barnes (2005) mendeskripsikan filter untuk mengembangkan dan mempertajam data atribut
seismik diskontinuitas untuk membantu interpretasi patahan. Filter parameter menspesifikan
dip, planarity, dan resolusi dari diskontinuitas untuk dilewati filter, jadi atribut tersebut bisa
mempertajam munculnya dip yang curam dari diskontinuitas. Pada proses nya, filter ini
mampu membuang hasil diskontinuitas dari noise stratigrafi, dan artefak lainnya. Setelah
aplikasi dari filter diskontinuitas ini, bagian dari patahan yang tidak tersambung harusnya
akan terhubung dengan permukaan patahan untuk menerapkan beberapa metode lain yang
mungkin bisa digunakan untuk interpretasi selanjutnya.
Gambar 1a menunjukan vertical slice pada data seismic 3D dari survey yang
dilakukan pada bagian selatan Louisiana, Amerika Serikat.

Gambar 1. Vertical slices pada (a) data seismik 3D (b) diskontinuitas yang sesuai pada data seismik 3D, dari
survey yang dilakukan di bagian selatan Louisiana, Amerika Serikat. Bisa dilihat pada dua sesar
utama di bagian kiri yang cenderung keluar pada display atribut coherence. Data milik Seitel dan
analisa atribut milik Landmark Graphics, setelah Barnes (2005).

Vertical slices yang sesuai pada diskontinuitas data seismik 3D ditunjukan pada
Gambar 1b. Bisa dilihat 2 patahan utama di bagian kiri dan beberapa patahan di sebagian
bawah dari data.

Gambar 2. (a) time slice pada T = 3000 sekon pada data volume seismik dan (b)
time slice yang sesuai pada volum diskontinuitas yang di komputasi
dari survei yang sama pada Gambar 1. Patahan dengan tren TimurBarat bisa secara jelas terlihat pada tampilan atribut coherence. Data
milik Seitel dan analisa atribut milik Landmark Graphics, setelah
Barnes (2005)

Pada Gambar 2 menunjukan time slice pada waktu 3000 sekon dari data seismik 3D
dan time slice yang sesuai dari volum diskontinuitas yang diindikasikan dengan titik kuning
pada Gambar 1. Patahan-patahan tersebut terlihat jelas pada atribut volume coherence, dan
kebanyakan dari patahan-patahan tersebut terbentuk dari timur ke barat.

Gambar 3. Hasil dari filter yang tepat untuk volume


diskontinuitas dari sayatan vertikal ditampilkan pada
Gambar 1b, (a) setelah pembebanan horizontal dari
diskontinuitas, (b) setelah dilatasi, dan (c) setelah
erosi. (d) Gambaran gabungan dari data
diskontinuitas dan seismik. Perhatikan bagaimana
noise koheren rendah yang tidak diinginkan sudah di
filter. Setelah Barnes (2005).

Pada Gambar 3 terlihat hasil dari filter yang sukses untuk menunjukan volume
diskontinuitas yang terlihat pada vertical slice di Gambar 1b, ditunjukan disini setelah (a)
penekanan dari bidang diskontinuitas horizontal (b) setelah gambar dilatasi, dan (c) setelah
gambar erosi. Paduan gambar dari bidang diskontinuitas dan data seismik ditunjukan pada
Gambar 3d. Demikian juga, Gambar 4 adalah display yang serupa, pada time slice 3000
sekon dari Gambar 2b.
Gambar 4. Hasil dari filter yang tepat
untuk volume diskontinuitas dari
sayatan vertikal pada t = 3000 sekon
ditampilkan pada Gambar 2b, (a)
setelah pembebanan horizontal dari
diskontinuitas, (b) setelah dilatasi, dan
(c) setelah erosi. (d) Gambaran
gabungan dari data diskontinuitas dan
seismik. Perhatikan bagaimana noise
koheren rendah yang tidak diinginkan
sudah di filter. Setelah Barnes (2005).

Lees (1999) mendemonstrasikan bahwa seperti lapisan yang di interpretasi dari data
seismik dengan menggunakan voxel tracking, proses yang serupa juga digunakan untuk
merekonstruksi permukaan yang merepresentasikan patahan. Beliau memulai dengan
mengkalkulasikan sebuah atribut volume coherence dari volume seismik. Lalu, beliau

menghasilkan volume gabungan dengna mengunakan teknik yang telah didiskusikan pada
Bagian 9 dengan menggunakan tampilan berwarna. Jika coherene tidak terlalu kelihatan,
beliau memetakan nilai coherence pada nilai terendah 128 dari range 8-bit voxel nya. Dari
hal tersebut, teknologi picking voxel konvensional bisa menginterpretasikan patahan dari
coherence ataupun bidang reflektor seismik dengan menetapkan seed points dan jarak dari
nilai voxel yang berdekatan.
Gambar 5a menunjukan bagian dari penampang seismik yang menunjukan beberapa
patahans secara jelas. Gambar 5b adalah perbesaran dari porsi bagian ini. Gambar 5c
menunjukan atribut volume yang sesuai dari coherence. Gambar 5d menunjukan tampilan
kombinasi, dengan warna hitam yang sesuai dengan poin yang memiliki kemiripan nilai yang
rendah. Perhatikan pada skala warna gabungan dengan bawahnya menunjukan kemiripan dan
bagian atas nya menunjukan display dari seismik data nya.
Gambar 5. (a) penampang vertikal
seismik yang terdapat patahan. (b) versi
perbesaran dari zona pada kotak kuning
ditunjukan pada (a). (c) volume
coherence yang sesuai di area data pada
(a). (d) gambaran gabungan pada data
coherence
dan
seismik,
dengan
menggunakan skala warna gabungan
diatas. Poin berwarna hitam berasosiasi
dengan nilai koheren yang rendah. (e)
permukaan
yang
di
triangulasi
menunjukan bidang patahan dari patahan
yang kita lihat pada (a)-(d). Perhatikan
bagaimana poin dengan koheren rendah
bisa di gabung secara otomatis untuk
menghasilkan bidang patahan. Setelah
Barnes (1999).

Pada seed point selanjutnya di interpretasi dan dibuat untuk menumbuhkan nilai
rendah pada atribut coherence. Penumbuhan biasanya tidak membentuk lapisan yang
menerus, jadi iterasi diperlukan untuk menumbuhkan point bayangan dari tiap lapisan dan
bidan pada inline dan crossline. Gambar 5c menunjukan permukaan triangulasi yang di
interpolasi dari poin bayangan.
Dorn et al. (2005) mendeskripsikan proses lain yang digunakan pada atribut
coherence. Gambar 6 menunjukan volume coherence yang digunakan untuk ekstraksi
patahan secara otomatis, diambil dari survey yang dilakukan offshore U.K pada lapangan
Wytch Farm. Pertama, klasik destripping operator digunakan pada data (time slice atau depth

slice) untuk membuang semua data akusisi yang kurang sesuai. Lalu hasil dari atribut volume
tersebut akan di proses untuk memperbagus fitur linear pada time atau depth slice tersebut.

Gambar 6. Volum koheren yang dihasilkan untuk


survei pada lapangan Wytch Farm, U.K. lineasi
koheren rendah (sesaat) digunakan sebagai input
untuk algoritma ekstraksi otomatis patahan. Data
milik BP, Premier Oil, INEPM, Kerr-McGee Oil
(U.K), dan Talisman North Sea. Setelah Dorn et al.
(2005).

Fitur linear berasosiasi dengan patahan yang diperkiranan memiliki nilai minimum
yang menghambat nilai rendah coherence. Tampilan dari contoh adjacent dibuat untuk
memisahkan tiap sample pada slice. Tujuan nya adalah untuk melihat jika bagian linear bisa
dibuat dengan menghubungkan sample dari coherence rendah jadi bisa terbentuk bagian dari
garis yang menerus. Step ini menghasilkan probabilitas yang relatif dari data volume, dimana
pada tiap sample merepresentasikan relatif probabilitas yang dimiliki oleh fitur horizontal
linear. Pada konteks ini, filter bisa di atur untuk membatasi jarak azimuth atau untuk
memfilter fitur linear yang tidak sampai pada jarak yang sudah ditentukan. Gambar 7a
menunjukan lineament-enhanced volume yang di ambil dari volume yang ditunjukan pada
Gambar 6.

Gambar 7. (a) Hasil dari volume lineasi menggambarkan bagian patahan


yang masih baru terbentuk dan (b) pengembangan patahan volume
probabilitas relatif menunjukan patahan yang nantinya akan digunakan
untuk proses ekstraksi patahan otomatis. Kedua volume bersesuaian
dengan volum coherence pada Gambar 6. Setelah Dorm et al, (2005).

Selanjutnya, line-enhancement volume pada gambar Gambar 7a adalah subjek untuk


proses peningkatan patahan dimana fitur linear akan terdeteksi dalam domain waktu ataupun

kedalaman sesuai dengan azimuth nya. Fitur linear yang sesuai untuk batas channel, pinchout, dan ketidakselarasan dimana tidak ada nya jangkauan yang di filter tidak terlalu besar.
Gambar 7a menunjukkan pengembangan patahan dengan probabilitas relatif.
Perhatikan bidang kontinuitas yang berkembang dan perbandingan signal dengan noise untuk
patahan pada penampang vertikal pada data. Volume ini bisa digunakan untuk melakukan
picking patahan menggunakan 3D interpretation system, menghubungkan polyline pada
ruang 3D, memisahkan data tersebut menjadi patahan yang berbeda, dan menghasilkan
permukaan patahan tertentu. Gambar 8 menunjukan patahan yang dipilih dari banyak
patahan yang di telah dihasilkan dari hasil langkah ini.

Gambar 8. 40 patahan besar dari ekstraksi 133 patahan


dengan menggunakan teknik yang dijelaskan pada
penjelasan diatas. Untuk menyiapkan kejelasan gambar,
93 patahan yang tersisa tidak ditunjukan. Setelah Dorn et
al, (2005).

Langkah yang serupa juga ditiru oleh paket komersil (dari Ikon Science Ltd.), dengan
menggunakan teknik proses yang tingkatannya lebih tinggi untuk memunculkan tren patahan
pada 3D volume. Atribut coherence digunakan untuk pick bagian dari patahan horizontal,
setelah analisa dan tinjauan dari tren patahan dilakukan untuk meningkatkan resolusi untuk
struktur.

Gambar 9. (a) tampilan 3D dari segmen patahan yang di pick dari


atribut coherence (sayatan time) dan diwarna berdasarkan skala
azimuth yang ditunjukan pada (b). Crossline juga terlihat pada
tampilan 3D dan membantu kita untuk menentukan korelasi
patahan dengan kesesuaiannya pada tiap tanda pada seismik. (c)
patahan yang sama yang ditunjukkan pada (a), ditampilkan disini
dengan amplitudo seismik. (d) diagram rose. Tampilan ini
mengilustrasikan pendekatan yang diadaptasi dari tracking
patahan otomatis pada volum koheren dan dicek apakah patahan
yang di track berkorelasi dengan informasi pada seismik. Gambar
milik Ikon Sciene Ltd.

Gambar 9a menunjukan segmen dari patahan yang terlihat pada tampilan 3D, yang
di pick dari atribut coherence (time slice), dan terlihat secara berwarna dengan azimuth yang
didasarkan pada skala warna Gambar 9b. Tampilan 3D yang berisi crossline yang membantu
kita untuk menentukan korelasi dari semua patahan dengan sifat seismik yang bersesuaian.
Gambar 9c menunjukan segmen patahan yang sama yang terlohat pada Gambar 9a, tapi
yang ditampilkan disini pada data seismik adalah amplitudo dari reflektivitas nya. Ini
merupakan tampilan lain yang digunakan untuk mengecek keakuratan picking dari
patahannya.
Gambar

10

menunjukan

bidang

patahan

dimana

telah

dihasilkan

dari

menggabungkan segmen patahan yang sudah di pick dari Gambar 9 dan dibandingkan
berdasarkan slice atribut coherence. Bidang patahan yang mendominasi skala warna dari
azimuth digunakan untuk menampilkan segmen patahan pada Gambar 9.

Gambar 10. Tampilan 3D dari azimuth


bidang patahan berwarna yang
ditunjukkan pada Gambar 9, yang
ditampilkan disini merupakan sayatan
time. Bidang patahan ini telah di track
secara otomatis dan sangat membantu
para interpreter. Gambar milik Ikon
Science Ltd.

Ant Tracking

Algoritma ant-tracking merupakan skema iteratif yang mencoba secara progresif


menghubungkan zona dengan koherensi rendah yang berdekatan yang sudah di filter untuk
mengeliminasi fitur horizontal yang berasosiasi dengan stratigrafi. Penamaan Ant-tracking
kurang familiar yang berasosiasi dengan keagresifan semut api yang di takuti oleh geosaintis
yang tinggal di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebaliknya, semut digunakan di Randen et
al,s (2001) dimana algoritma ant-tracking dibuat, prinsip semut diceritakan di cerita dongeng
Aesop.
Metode ant-tracking menggambarkan analogi dari semut yang mencari jalan dengan
jarak terpendek antara sarangnya dengan sumber makanan dan mereka berkomunikasi dengan
menggunakan substansi kimia yang dikenal dengan pheromone (feromon), dimana feromon
itu akan mengundang semut lain. Semut mengikuti jalan terpendek untuk mencapai
tujuannya, jadi semut mengikuti jalan tersebut telah dipengaruhi oleh feromon yang ada pada
jalan tersebut. Jadi, jalan terpendek diikuti dan ditandai oleh feromon.
Pada kasus seismik, semut elektrik buatan didistribusikan pada volum atribut seismik
diskontinuitas untuk mengikuti jalan yang berbeda. Semut ditugaskan pada posisi yang
berbeda pada volume diskontinuitas permukaan patahan dengan mengikuti feromon elektrik.
Secara kontras, permukaan yang tidak merepresentasikan patahan atau noise akan ditandai
secara lemah dan akan dibuang dengan filter yang digunakaan diawal. Seiring semut
melintasi permukaan yang berbeda pada volum diskontinuitas, mereka mengestimasikan
orientasi dari permukaan tersebut. Pada kenyataannya, orientasi pada patahan dan nilai dari
atribut tersimpan pada permukaan tersebut dan kedua properti tersebut nantinya akan
digunakan untuk ekstraksi permukaan patahan.
Gambar 11b menunjukan hasil (sayatan waktu pada volum koheren) dari aplikasi
ant-tracking untuk atribut patahan. Perhatikan bagaimana secara jelas dan kontinyu patahan
yang terdapat pada Gambar 11b, dibandingkan dengan sebelum dilakukan ant-tracking pada
Gambar 11a. Demikian pula pada Gambar 11d menunjukkan penampang vertikal dari
volum koheren setelah pengaplikasian ant-tracking sebagai atribut patahan. Dan lagi, patahan
muncul secara kontinyu dengan jelas.

Gambar 11. (a)-(b), Sayatan waktu pada volum coherence (a) sebelum dan (b) sesudah pengaplikasian
algoritma ant-tracking. (c)-(d), sayatan vertikal pada volum coherence yang sama (c) sebelum dan
(d) sesudah pengaplikasian dari algoritma ant-tracking. Perhatikan bagaimana patahan muncul
secara tajam-tajam dan kontinyu pada kedua tampilan horizontal dan vertikal. Setelah Pedersen et
al., (2001).

Permukaan yang di ekstrak dengan menggunakan prosedur diatas adalah segmen yang
esensial dan bukan permukaan yang lengkap. Menggabungkan segmen dengan permukaan
yang mengandung fasa akhir dari metode ant-tracking, saat segmen patahan dipisah menjadi
sistem yang berbeda dari orientasinya. Disini, segmen patahan dipisah menjadi beberapa grup
yang memiliki kesamaan orientasi, dengan tidak adanya segmen yang salit berpotongan.
Pada Gambar 12a, kita menunjukan volum seperti hasil coherence menggunakan
struktur gradien tensor yang sudah dijelaskan pada Bab 2. Pada Gambar 12b, kita
menampilkan hasil dari pemfilteran fitur horizontal dari stratigrafi. Pahami bahwa bidang
diskontinuitas berasosiasi dengan patahan yang sudah dipersiapkan tapi belum selaras. Tiap
permukaan menipis (Randen et al., 2001), jadi tiap permukaan merupakan tebal satu voxel.
Permukaan yang sudah diekstrak muncul serta terkoneksi dan menjadi interpretasi patahan
(Gambar 12c). Aplikasi dari algoritma ant-tracking menghubungkan semua diskontinuitas
yang tidak terhubung dengan permukaan patahan yang berlainan. Gambar 13 menampilkan
permukaan patahan yang sudah dikembangkan yang divisualisasikan dalam subvolum
seismik yang diekstrak dari volum seismik yang besar untuk menghasilkan volum koheren
pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 12. (a) volum yang menyerupai atribut coherence (e.g., menampilkan atribut chaos), (b) volume
koheren di filter untuk meminimalisir efek dari koheren rendah yang berasosiasi dengan stratigrafi,
dan (c) bidang patahan yang ditingkatkan dengan menggunakan algoritma ant-tracking pada data
volum yang sama. Perhatikan kontinuitas dari bidang patahan pada Gambar 12c setelah
pengaplikasian dari algoritma ant-tracking untuk memfilter volum coherence pada Gambar 12b.
Setelah Randen et al., (2001).

Gambar 13. Permukaan patahan hasil dari ekstraksi, divisualisasikan


sebagai objek komputer yang di sayat sepanjang data
seismik subvolum yang telah diekstrak dari volum yang
lebih besar sebelumnya yang digunakan untuk menghasilkan
volum koherensi pada Gambar 11 dan 12. Tampilan ini
berguna untuk mengecek keakuratan dari patahan yang telah
di track oleh proses otomatis dan memberikan kemudahan
kepada interpreter seismik. After Randen et al., (2001).

Hough Transform
Transformasi Hough digunakan pada prosesing gambaran untuk mendeteksi bentukan.
Atribut ini memetakan garis atau ujung dari suatu poin (pixels) pada sebuah gambaran
ataupun untuk garis pada parameter ruang. Atribut ini juga terkadang digunakan sebagain
transformasi poin menjadi kurva.
Jika kita memparameterkan gari dari slope nya dan menginterpretasikan (y = mx + c),
lalu untuk semua garis yang melalui tiap pixel (x,y) pada gambaran, pixel tersebut akan
dipetakan pada garis b = -xm + y didalam parameter ruang (m,x,b). Persamaan yang
mengkonversi pixel dari domain jarak menjadi domain polar-parameter atau sebaliknya
adalah = xcos + ysin.

Duda dan Hart (1972) menyimpulkan properti dari Transformasi Hough:

Sebuah poin pada bidang gambaran bersesuaian dengan kurva sinusoidal pada

parameter bidang.
Sebuah poin pada parameter bidang bersesuaian dengan garis lurus pada bidang

gambaran.
Poin yang terdapat pada garis lurus yang sama pada bidang gambaran bersesuaian

dengan kurva sepanjang poin yang berdekatan pada parameter bidang.


Poin yang terdapat di kurva yang sama pada bidang parameter bersesuaian dengan
garis sepanjang poin yang sama pada bidang gambaran.
Aplikasi dari Transformasi Hough untuk mendeteksi patahan pertama kali di bahas

oleh AlBinHassan dan Marfurt (2003). Mereka mendemonstrasikan aplikasi dari


Transformasi Hough pada atribut seismik (curvature dan coherence) data 3D. Menggunakan
window pemrosesan pada sayatan 2D, metode ini mendeteksi patahan sebagai garis lurus.
Meskipun begitu, metode ini sangat sensitif terhadap noise.
Jacquemin dan Mallet (2005) menawarkan pengaplikasian double Transformasi
Hough untuk ekstaksi patahan secara otomatis. Perpotongan dari patahan oleh deret dari (x,y)
cross-section merupakan esensial dari sebuah garis lurus pada atribut ini. Aplikasi dari peta
Transformasi Hough pada tiap garis lurus terhadap poin pada parameter ruang yang pertama.
Untuk tiap patahan, tiap set dari poin yang menghasilkan garis lurus yang baru dan bisa
dipetakan lagi menjadi poin pada parameter ruang yang kedua dengan menggunakan
Transformasi Hough yang lain. Jadi, dengan menggunakan Transformasi Hough, tiap patahan
direpresentasikan sebagai poin pada parameter ruang. Dengan menggunakan proses otomatis,
tiap poin yang berasosiasi terhadap patahan pada ruang (x,y,z) dan poin tersebut terletak pada
bidang yang menyinggung poin tersebut pada parameter ruang bisa digunakan dan
diaplikasikan untuk mendeteksi patahan.
Langkah pertama dari proses ini adalah untuk menghasilkan volume koheren dari data
seismik yang nantinya akan digunakan untuk mengembangkan visual dari patahan. Karena
Transformasi Hough sangat sensitif terhadap noise, kita mungkin akan mensubjekkan data
seismik menjadi filter yang berorientasi untuk struktur atau filter lain sebelum kit
amenghitung coherence. Volum koheren di transformasikan menjadi data volum binar
didalam kehadiran atau ketidakhadiran dari patahan di kodekan dengan nilai 1 dan 0. Filter
permulaan pada tahap ini memungkinkan membantu membuang noise dari hasil akusisi.
Setelah kita mengaplikasikan double Transformasi Hough, kita mendapat dan menyimpan

poin yang bersesuaian dengan bidang pada ruang (x,y,z). Transformasi terbalik dari poin
tersebut menghasilkan subset dari poin pada ruang (x,y,z) dimana nantinya kita bisa
menginterpolasi untuk menghasilkan bidang patahan.
Gambar 14a dan b menunjukan sayatan vertikal pada volum seismik dan volum
koherensi yang bersesuaian (mirip). Menggunakan metodologi yang telah dijelaskan diatas,
patahan diekstrak dari data yang ditampilkan pada bidang tiga dimensi pada Gambar 14c.
Metode ini bekerja sangat baik pada patahan yang planar (lurus), tapi untuk patahan yang
berkelok-kelok akan sangat dibutuhkan secara interaktif menggabungkan beberapa subjek
dari poin yang telah di ekstrak secara terpisah tapi berasosiasi dengan patahan yang sama.

Gambar 14. (a) sayatan vertikal pada data seismik volum dan (b) volum koherensi yang sesuai, menunjukan
patahan. (c) penampakan 3D dari patahan yang telah diekstrak dari volum koheren ditunjukkan
pada (b), disini digunakan metode double Transformasi Hough. Untuk memperkirakan patahan
lurus, metode ini memperbolehkan ekstraksi otomatis dari volum 3D seismik. Untuk patahan yang
berkelok, meskipun demikian, dibutuhkan satu ekstraksi subset dari bidang patahan dan akan
digabung nantinya dari semua subset yang di ekstrak. Setelah Jacquemin dan Muller (2005).

Anda mungkin juga menyukai