Anda di halaman 1dari 51

ELUSIDASI STRUKTUR DENGAN METODA SPEKTROSKOPI

BAB I
I. Pendahuluan
Penentuan struktur senyawa kimia secara spektroskopi merupakan cara yang efisien dan
efektif karena menggunakan jumlah cuplikan yang sedikit (dalam orde mg), pengukuran
yang cepat dan tidak merusak cuplikan sehingga dapat diperoleh kembali. Prinsip
pengukuran dengan spekroskopi didasarkan pada absorpsi sinar oleh molekul sehingga
terjadi proses eksitasi dan de-eksitasi elektron pada molekul yang mengakibatkan dapat
dilakukan pengukuran spektrum absorpsi dari suatu senyawa kimia. Hubungan antara
panjang gelombang sinar yang diserap dengan energi dinyatakan dengan persamaan
Plank: E = h = hc/,, dimana E = energi , h tetapan Plank, = frekwensi, c =
kecepatan rambat cahaya dan = panjang gelombang. Didasarkan pada harga panjang
gelombang maka elusidasi struktur dengan metoda spektroskopi dapat dilakukan dengan
spektroskopi: sinar tampak pada daerah panjang gelombang 350 750 nm, ultra violet
dekat 200 350 nm, ultraviolet jauh 150 200 nm, inframerah 750 nm 2,5 m.
Selain keempat metoda spektroskopi di atas elusidasi struktur senyawa kimia juga
dapat dilakukan dengan difraksi sinar X pada daerah panjang gelombang lebih kecil dari
150 nm, spektroskopi resonansi magnit inti yang didasarkan pada eksitasi dan relaksasi
inti atom pada senyawa yang diukur pada daerah panjang gelombang radio dan juga
spektroskopi massa yang didasarkan pada reaksi tumbukan antara molekul dengan
elektron berenergi tinggi atau tumbukan antara molekul senyawa dengan atom dan atau
molekul lain yang berenergi tinggi.
Pada tulisan ini akan dibahas elusidasi struktur senyawa kimia yang didasarkan
pada : spektroskopi ultraviolet (UV) dekat, spektroskopi inframerah (IR), spektroskopi
resonansi magnit inti (RMI), spektroskopi massa (MS), spektroskopi difraksi sinar X, dan
elusidasi struktur menggunakan kelima spektrum di atas.

BAB II
II.

Spektroskopi Ultraviolet (UV)

2.1 Teori Prinsip Pengukuran Spektrum Ultraviolet (UV)


Pengukuran dengan metoda spektrometer ultra violet didasarkan pada absorbsi sinar
ultraviolet oleh senyawa yang mengakibatkan terjadi transisi elektronik, yaitu elektron
pada orbital ikatan tereksitasi ke orbital anti ikatan. Pada saat elektron berada pada
orbital anti ikatan, elektron mempunyai energi yang tinggi sehingga elektron melakukan
de-eksitasi ke orbital ikatan. Hubungan antara panjang gelombang dengan energi
dinyatakan dengan persamaan planck; E = hc/
Jenis-jenis transisi elektronik yang dapat terjadi sangat tergantung pada jumlah
energi yang diserap sesuai dengan persamaan Plank, jika energi yang diserap tinggi
maka panjang gelombang absorpsinya kecil.
Berbagai jenis transisi elektronik dapat dilihat pada gambar 1 :
*
*
n

Gambar 1. Diagram energi transisi elektronik


Dimana:

dan orbital molekul ikatan


* dan * orbital anti ikatan
n orbital non ikatan

Dari diagram di atas terlihat bahwa transisi dari * memerlukan energi yang besar
sehingga absorpsi terjadi pada panjang gelombang yang kecil yaitu pada daerah
ultraviolet jauh.
Hal yang sama terjadi pada transisi ----- * dan n -----*, sedangkan transisi n ------ *
dan ------ * memerlukan energi yang kecil sehingga mengabsorpsi pada panjang
gelombang yang besar yaitu pada daerah ultraviolet dekat.
Absorbsi sinar oleh suatu senyawa

selain ditentukan oleh panjang gelombang juga

ditentukan oleh harga absorbsivitas molar = yaitu kemampuan suatu gugus untuk
menyerap sinar yang dinyatakan dengan a. P x 10 23.
dimana : a = Luas target, P = Kemungkinan target menyerap sinar
Transisi elektronik dari * terletak di daerah ultraviolet jauh dengan nilai yang
tinggi, transisi elektronik dari terletak di daerah ultraviolet dekat dengan nilai
yang tinggi, sedangkan transisi dari n --- * terletak pada daerah ultraviolet dekat
dengan yang kecil, oleh sebab itu transisi elektronik dari n --- * dinamakan transisi
terlarang.
Pola spektrum absorpsi dari transisi elektronik * ,dan n --- * dapat
dilihat pada gambar-2 :

Gambar 2. Kurva spektrum absorpsi dari: a. transisi elektronik * , b.


transisi elektronik n --- * , c. transisi elektronik n --- *
2.2 Kromofor
Kromofor adalah suatu gugus fungsi yang dapat menyerap sinar, hubungan antara gugus
fungsi dengan jenis transisi elektronik dapat dilihat pada gambar 3 :
*
*
n

C-C

C=C

C=X

C=CC=C

Dimana : X = O, S, N, P dan lain-lain


Gambar 3. Diagram energi transisi elektronik

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa transisi yang memerlukan energi yang kecil
adalah transisi dari sistem ikatan rangkap yang tekonyugasi dan transisi dari C=X,
sehingga adanya spektrum absorpsi pada daerah panjang gelombang ultraviolet dekat
dan harga yang besar menunjukkan adanya sistem terkonyugasi dalam senyawa yang
dianalisis. Sedangkan adanya spektrum ultraviolet pada daerah ultraviolet dekat dengan
harga kecil menunjukkan adanya gugus C = X dalam senyawa yang dianalisis, dimana
X = atom yang mempunyai pasangan elektron bebas seperti O, N, P, S dan lain-lain.

2.3 Teknik Pengukuran Spektrum ultraviolet (UV)


2.3.1 Penyiapan cuplikan untuk pengukuran spektrum ultraviolet (UV).
Cuplikan untuk pengukuran spektrum absorbsi ultraviolet dapat berupa :

Gas

Cairan murni

Padatan transparan

larutan

Untuk keperluan elusidasi struktur pengukuran spektrum absorpsi ultraviolet


dilakukan dalam bentuk larutan dengan cara melarutkan cuplikan dalam pelarut yang
sesuai dengan konsentrasi 50 mg dalam 100 ml larutan. Spektrum ultraviolet dapat
dibuat dengan cara mengukur absorban pada daerah panjang gelombang dari 200 nm
350 nm. Spektrum yang terjadi ditentukan panjang gelombang maksimumnya dan
absopsivitas molar maksimum dengan menggunakan hukum Lamber Beer, yaitu
A= b x C
A = -log %T ------- %t = It/I0 x 100 %

dimana

A = absorban, = absobtivitas molar, b = tebal sel dan C = konsentrasi

dalam molar, T = persen transmitan, It = intensitas sinar yang diteruskan dan


I0 = intensitas sinar mula-mula.
Jika massa molekul senyawa belum diketahui maka persamaan Lamber Beer menjadi
A = a x b x C, dimana a = koefisien absoptivitas.
2.3.2

Pengaruh pelarut pada spektrum absorpsi ultraviolet (UV)

Untuk keperluan elusidasi struktur pembuatan spektrum absorbsi ultraviolet harus


dilakukan dalam bentuk larutan, sehingga pelarut akan mempengaruhi panjang
gelombang absorpsi maksimum dari suatu cuplikan.
Kepolaran pelarut akan mempengaruhi transisi elektronik dari dan dari
n ----- Pelarut yang polar akan mengakibatkan pergeseran panjang gelombang
maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih besar ( pergeseran batokromik)
pada transisi dari sedangkan pada transisi n ---- kepolaran pelarut akan
mengakibatkan terjadinya pergeseran panjang gelombang maksimum kearah yang
lebih kecil (pergeseran hipsokromik).
Secara diagram dapat dilihat pada gambar 4a dan 4b :

Pelarut non polar

pelarut polar

Gambar 4 a. pengaruh kepolaran pelarut terhadap energi transisi


elektronik

Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa pada pelarut polar orbital akan lebih
stabil dari pada orbital pada pelarut non polar, sehingga energi transisi *
pada pelarut polar lebih kecil

dari pada dalam pelarut non polar, hal ini yang

menyebabkan pada pelarut polar terjadi pergeseran batokromik.


Pada transisi n kepolaran pelarut mengakibatkan kestabilan orbital n sehingga
menyebabkan pergeseran panjang gelombang maksimum kearah panjang gelombang
yang lebih kecil atau terjadi pergeseran hipsokromik.

n
n
Pelarut non polar

Pelarut polar

Gambaran 4 b. pengaruh kepolaran pelarut terhadap energi transisi


elektronik dari n
Dari diagram 4b dapat dilihat bahwa pada pelarut polar orbital n lebih stabil dari pada
dalam pelarut non polar, sehingga transisi elektronik dari . n dalam pelarut
polar memerlukan energi yang tinggi

hal ini yang menyebabkan terjadinya

pergeseran hipsokromik.
Pada elusidasi struktur pengaruh kepolaran pelarut digunakan sebagai dasar untuk
penentuan adanya gugus hidroksi fenolik dengan cara melakukan pengukuran
spektrum ultraviolet dalam NaOH 0,1 M dan penentuan posisi dihidroksi benzen
dengan menggunakan reagen AlCl3. Sedangkan untuk penentuan adanya gugus NH 2
pada sistem aromatik dapat dilakukan dengan pengukuran spektrum ultraviolet pada

larutan HCl 0,1 M. Larutan NaOH 0,1 M, AlCl 3 larutan HCl 0,1 M dinamakan
reagen geser.

2.4 Aturan Woodward


Pada tahun 1941 Woodward telah berhasil mengisolasi dan menentukan spektrum
absorsip ultraviolet untuk berbagai senyawa organik yang mempunyai sistem ikatan
rangkap terkonyugasi sehingga Woodward didasarkan pada hasil eksperimennya telah
menurunkan suatu aturan yang menyatakan bahwa suatu sistem diena terkonyugasi
dengan konfigurasi trans atau sistem heteroanular mempunyai panjang gelombang
dasar 214 nm, sedangkan diena terkonyugasi dengan struktur sis mempunyai panjang
gelombang dasar (dasar) 256 nm.
Adanya gugus kromofor yang terikat pada sistem terkonyugasi akan menyebabkan
bertambahnya nilai panjang gelombang dari sisitem diena terkonyugasi.
Nilai penambahan setiap gugus kromofor dapat dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1: Nilai penambahan pada lamda dasar untuk berbagai kromofor
No.
1
2
3
4

Nama gugus
Alkil
Ikatan rangkap eksosiklik
Perpanjangan ikatan rangkap terkonyugasi
Oksokrom - O asil
- O alkil
- S - alkil
- Cl, -Br
- N alkil2
-

Nilai penambahan ( nm)


5 nm
5 nm
30 nm
0 nm
6 nm
30 nm
5 nm
60 nm

Contoh penentuan panjang gelombang maksimum dengan menggunakan aturan


Woodward :

a B

A
a

4
1

Cl

Struktur 1 diena hetero anular dasar = 214 nm

gugus alkil yang terikat pada sistem terkonyugasi = 3 x 5 = 15 nm

ikatan rangkap eksosiklik 1 x 5 = 5 nm

gugus Cl yang terikat pada sistem terkonyugasi 1 x 5 = 5 nm

Jadi maksimum

untuk senyawa dengan struktur satu sama dengan 239 nm , dari hasil

eksperimen diperoleh maksimum 237 nm dengan maksimum 22.000.

Strutur 2 diena homoanular dasar

= 256 nm

alkil pada sistem diena terkonyugasi = 3 x 5 = 15 nm

gugus alkil pada simtem alkena terkonyugasi = 3 x 5 = 15 nm

ikatan rangkap eksosiklik = 1 x 5 = 5 nm

Jadi maksimum senyawa struktur dua adalah 276 nm, hasil eksperimen diperoleh
maksimum 275 nm maksimum 19.000
Penentuan maksimum dengan menggunakan aturan Woodward dapat digunakan juga
untuk sistem -keton dan aldehid tak jenuh dengan menggunakan tabel 2.

Tabel 2. Aturan untuk penentuan mak. untuk -keton dan aldehid tak jenuh
No.
1
2
3
4

Nama senyawa
Nilai dasarr -keton tak jenuh siklik-6 atau asiklik
Nilai dasarr -keton tak jenuh lingkar-5
Nilai dasar -aldehid tak jenuh
Penambahan nilai untuk kromofor :
a.
perpanjangan ikatan rangkap
terkonyugasi
b.
gugus alkil atau residu lingkar yang
terikat pada sistem terkonyugasi pada pasisi :

dst
c.
oksokrom :

-OH

dst

-OAc
, , dst

-OMe

-SAk

-Cl

-Br

-NR2

d. Ikatan rangkap eksosiklik


e.
Komponen homodiena

Panjang gelombang
(nm)
215 nm
202 nm
207 nm

30

nm

10 nm
12 nm
18 nm

35 nm
30 nm
50 nm
6 nm
35 nm
30 nm
17 nm
31 nm
85 nm
15 nm
12 nm
25 nm
30 nm
95 nm
5 nm
39 nm

Contoh penggunaan tabel 2 adalah sebagai berikut, perhatikan struktur senyawa


dibawah ini :

Cl
OH

3
Panjang gelombang maksimum (mak.) dari struktur 3 dapat dihitung sebagai berikut:
Struktur tiga merupakan , keton tak jenuh lingkar-6 dasar = 215 nm
1 gugus OH pada posisi = 1 x 35 = 35
1 residu alkil pada posisi = 1 x 12 = 12 nm
1 residu alkil pada posisi = 1 x 18 = 18 nm
1 gugus klor pada posisi = 1 x 12 = 12 nm
1 ikatan rangkap eksosiklik = 1 x 5 = 5 nm
2 perpanjangan rantai ikatan rangkap terkonyugasi
1 sistem homoanular

= 2 x 30 = 60 nm
= 1 x 39 = 39 nm

Jadi maksimum dari senyawa struktur 3 sama dengan 396 nm


Metoda yang sama dapat digunakan untuk penentuan maksimum dari senyawa aromatik
yang tersubstitusi dengan menggunakan tabel - 3.
Tabel 3. Aturan penentuan mak. dari benzen tersubstitusu dan turunannya R-C6H4-COX
No
1

Nama gugus
Nilai dasar :
X = alkil atau residu cincin
X=H
X = OH atau Oalkil
Penambahan adanya gugus substituen:
R = alkil atau residu cincin
R = OH, Ome, Oalkil
R = O-

Panjang gelombang (nm)


246 nm
250 nm
230 nm
o, m
P
o, m
P
o
m

3
10
7
25
11
20

nm
nm
nm
nm
nm
nm

p
o, m
P
o, m
P
o, m
P
o, m
P
p
o, m
p

R = Cl
R = Br
R = NH2
R = NHAc
R = NHMe
R = NMe

78
0
10
2
15
13
58
20
45
73
20
85

nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm
nm

Contoh penggunaan tabel 3 untuk menghitung maksimum dari suatu senyawa.


Perhatikan struktur senyawa di bawah ini :
O

MeO

Struktur 4 mempunyai :
1 dasar = 246 nm
1 orto alkil pada posisi orto = 1 x 3 = 3 nm
1 gugus metoksi pada posisi para = 1 x 25 = 25 nm

Jadi maksimum untuk senyawa dengan struktur 4 adalah 274 nm


Secara eksperimen dihasilkan maksimum adalah 276 nm.
Perhitungan maksimum dengan menggunakan aturan Woodward telah berhasil meramalkan
maksimum dari suatu struktur senyawa yang dianalisis. Kelemahan dari aturan Woodward
ini tidak memperhatikan geometri dari molekul dan adanya tegangan sudut dari molekul
tersebut. Sebagai contoh senyawa dengan struktur 5, 6, dan 7 menurut aturan Woodward
akan mempunyai nilai maksimum

yang sama. Data eksperimen menunjukkan ketiga

senyawa tersebut mempunyai nilai maksimum yang berbeda dan tidak ada yang sesuai
dengan nilai maksimum menurut aturan Woodward.

BAB III

III.

Spektroskopi Inframerah (IR)

3. 1. Pendahuluan
Spektroskopi inframerah merupakan suatu teknik pengukuran spektrum absorpsi molekul
yang didasarkan pada transisi vibrasi gugus fungsi pada molekul tersebut.
Pengukuran spektrum inframerah dilakukan pada daerah panjang gelombang 750 2,5
m atau dinyatakan dengan nilai bilangan gelombang ( )yang mempunyai hubungan
dengan adalah 1 = /, dimana = bilangan gelombang dinyatakan dengan satuan
cm-1, = panjang gelombang dinyatakan dalam satuan cm.
Perbedaan antara spektrum absorpsi ultraviolet dan spektrum absorpsi inframerah, pada
spektrum absorpsi ultraviolet dinyatakan terhadap absorban (A) atau terhadap .
Sedangkan pada spektrum absorpsi inframerah dinyatakan dengan terhadap persen
transmitan.
Spektrum absorpsi inframerah lebih rumit dari spektrum absorpsi ultraviolet, karena pada
spektrum inframerah setiap ikatan yang bervibrasi dan yang vibrasinya menghasilkan

moment dipol () akan menghasilkan puncak pada spektrum absorpsi

inframerah.

Sebagai contoh spektrum absorpsi inframerah dari CH3OH akan menghasilkan minimum
enam puncak absorpsi hasil dari vibrasi simetris dan asimetris gugus C-H, gugus C-O
dan gugus O-H. Spektrum absorpsi inframerah untuk metanol dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:

Spektrum absorpsi inframerah sangant berguna untuk elusidasi struktur suatu senyawa
dalam menentukan adanya gugus-gugus fungsi yang terdapat pada senyawa yang
dianalisis.

3.2 Teori dasar spektroskopi inframerah (IR)


Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan bahwa suatu gugus dapat mengabsorpsi sinar
inframerah jika gugus tersebut berfibrasi dan fibrasinya menghasilkan moment dipol.
Menurut aturan seleksi jumlah derajat kebebasan vibrasi dari setiap senyawa dinyatakan
dengan persamaan berikut:
1.

untuk melekul linier :


Derajat kebebasan vibrasi = 3 n 5

2.

untuk molekul yang nonlinier :


Derajat kebebasan vibrasi = 3 n - 6

dimana angka 3 = sumbu kartesis x, y, z


n = jumlah atom
5 dan 6 = derajat kebebasan translasi dan rotasi
Sebagai contoh molekul CO2 merupakan molekul yang linier sehingga mempunyai
derajat kebebasan vibrasi sama dengan 3 x 3 5 = 4.
Molekul CO2 akan mempunyai empat macam vibrasi yaitu:
1.

vibrasi ulur simetris :

1
ulur simetris bil. gel 1340 cm -1

2.

vibrasi ulur asimetris :

2
-1
ulur asimetris bil. gel 2350 cm

3.

tekuk simetris :

3
tekuk simetris 666 cm -1

4.

tekuk asimetris :

4
tekuk asimetris 666 cm -1

Dari gambar di atas terlihat bahwa bilangan gelombang vibrasi ulur lebih besar dari
vibrasi tekuk, hal ini menggambarkan bahwa vibrasi tekuk memerlukan energi yang lebih
kecil dari pada vibrasi ulur.
Hubungan antara energi dengan bilangan gelombang dapat dinyatakan dengan persamaan
di bawah ini : E = hc ,
dimana E = energi, h = tetapan Plank, c kecepatan ranbat cahaya dan bilangan
gelombang.
Diagram di atas memperlihatkan juga bahwa molekul CO2 mempunyai empat ,macam
vibrasi , namun vibrasi yang menghasilkan moment dipol hanya tiga macam vibrasi
yaitu: ulur asimetris, tekuk simetris dan tekuk asimetris, sedangkan vibrasi ulur simetris
tidak menghasilkan momen dipol akibatnya molekul CO2 seharusnya mempunyai tiga
puncak absorpsi pada spektrum inframerah, namun pada kenyataannya molekul CO 2

hanya mempunyai dua puncak absorpsi pada spektrum inframerah dikarenakan puncak
vibrasi bending simetris dan asimetris mempunyai nilai bilangan gelombang yang sama.
Senyawa atau gugus yang bervibrasi dan vibrasinya menghasilkan moment dipol
dinamakan dengan senyawa yang aktif inframerah, sedangkan senyawa atau gugus yang
bervibrasi tetapi vibrasinya tidak menghasilkan moment dipol disebut dengan senyawa
atau gugus aktif raman.
Untuk keperluan elusidasi struktur diperlukan senyawa-senyawa yang aktif inframerah,
sedangkan senyawa yang aktif raman biasanya digunakan untuk analisis kuantitatif
dengan metoda hamburan.
Contoh lain penggunaan perhitungan derajat kebebasan vibrasi adalah untuk molekul
CH2 yang molekulnya tidak linier sehingga derajat kebebasan vibrasi CH 2 sama dengan 3
x 3 6 = 3, jadi molekul CH2 akan mempunyai tiga macam jenis vibrasi yaitu :
1. vibrasi ulur simetris :

ulur simetris

2. vibrasi ulur asimetris:

ulur asimetris

3. vibrasi tekuk:

tekuk

Dari tiga macam vibrasi pada molekul CH 2 keseluruhannya menghasilkan moment dipol,
sehingga pada spektrum absorpsi inframerah CH2 akan menghasilkan tiga puncak. Dari
contoh kedua perhitungan gugus-gugus yang aktif inframerah maka untuk analisis gugus
fungsi dari suatu senyawa yang di analisis dapat digunakan spektrum di bawah ini:

Sedangkan untuk analisis gugus-gugus


digunakan tabel korelasi:

fungsi yang terdapat pada senyawa dapat

Contoh penggunaan tabel korelasi, perhatikan spektrum absorpsi inframerah dibawah ini:

A bilangan gelombang 3020 cm-1 ;

Vibrasi ulur CH tak jenuh

B bilangan gelombang 2920 cm-1 ;

Vibrasi ulur CH jenuh

C bilangan gelombang 2830 cm-1 ;

Vibrasi ulur CH dari N-CH3

D. bilangan gelombang 1650 cm-1 ;

Vibrasi ulur C=O dari amida tersier

3.3 Teknik Pengukuran Spektrum inframerah (IR)


3.3.1

Penyiapan cuplikan
Cuplikan yang akan diukur spektrum absorpsi inframerah harus murni dan
bebas dari molekul air. Cuplikan dapat berupa gas, cairan murni, larutan
dan padatan. Cuplikan yang befasa gas harus menggunakan peralatan yang
khusus. Cuplikan yang berupa cairan murni dapat dilakukan dengan cara
mengpleskan atau menyuntikkan pada sel NaCl. Cuplikan berupa larutan
dapat menggunakan pelarut bebas air seperti kloroform atau CCl4. Cuplikan
berupa padatan dapat berbentuk padatan murni yanmg dibuat film tipis
seperti polimer, padatan yang dicampur dengan KBr kemudian dibuat pelet

KBr yang transparan atau padatan dicampur dengan nuyol (parafin untuk
spektroskopi) sehingga membentuk suatu pasta.
Untuk keperluan elusudasi struktur biasanya cuplikan di ukur dalam bentuk
larutan, pelet KBr atau film padatan murni untuk polimer.
3.3.2

Langkah-langkah pembuatan spektrum inframerah (IR)


Sebelum membuat spektrum absorpsi inframerah harus dipersiapkan terlebih
dahulu cuplikan baik dalam fasa cair maupun fasa padat. Untuk cuplikan
fasa padat yang diukur menggunakan padatan murni atau pelet KBr harus
disiapkan bentuk padatan yang transparan.

Harus dipersiapkan juga

spektrofotometer inframerah yang telah dikalibrasi dengan polistiren.


Setelah dibuat persiapannya sedemikian rupa baru diukur spektrum absorpsi
inframerah dari senyawa yang dianalisis.
Untuk menentukan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada senyawa yang
dianalisis dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak dari spektrum
absorpsi yang terbentuk dengan tabel korelasi.
Dari hasil membandingkan ini maka diperoleh kesimpulan gugus-gugus
fungsi yang terdapat pada senyawa yang dianalisis.
3.4

Faktor-faktor yang mempengaruhi bilangan gelombang pada spektrum absorpsi


inframerah IR
3.4.1

Ke-elektronegatifan unsur

Fibrasi dari suatu gugus dapat diumpamakan sebagai dua atom (bola) yang rigit yang
dihubungkan dengan suatu kawat. Secara diagram dapat digambarkan sebagai
berikut :

m1

m2

Jika kedua atom digetarkan maka frekwensi fibrasi dinyatakan dengan persamaan
Hookes yaitu : = 1/2(k/)1/2 atau 1/2 = c (k/)1/2,
dimana = frekwensi dalam satuan Hz, = bilangan gelombang dalam satuan cm-1,
k=

kekuatan ikatan dalan dyne/cm, = masa tereduksi = m1. m2/m1 + m2 ,

m1 dan 2 = massa atom dalam gram.


Contoh penggunaan hukum

Hookes adalah dalam menghitung bilangan

gelombang vibrasi ulur C-H.


Jika diketahui: k C-H = 5 x 105 dyne/cm , massa satu atom C = 12/L, massa
satu atom H = 1/L dan c = 3 x 10 10 cm/detik., dimana L = bilangan Avogadro.
Dengan memasukkan datadata tersebut kedalam hukum Hookes maka diperoleh
bilangan gelombang ( )vibrasi ulur C-H adalah 3040 cm-1 . Data eksperimen
menyatakan bahwa vibrasi ulur C-H pada gugus metilen didaerah bilangan
gelombang antara 2960 2850 cm-1.
Adanya perbedaan antara hasil perhitungan dengan data hasil eksperimen
disebabkan karena pengaruh lingkungan kimia gugus C-H pada setiap molekul.
Jika diperhatikan gugus C-H, C-N, C-O dan C-F masing-masing mempunyai
ikatan tunggal sehingga harga k-nya dari masing-masing gugus adalah sama
sehingga bilangan gelombang vibrasi hanya ditentukan oleh harga massa
tereduksi, gugus C-H, C-N, C-O dan C-F makin kekanan massa tereduksi semakin
besar sehingga makin kekanan bilangan gelombang vibrasi akan semakin kecil.

Data eksperimen menyatakan bahwa bilangan gelombang vibrasi makin kekanan


semakin besar, hal ini menggambarkan bahwa kekuatan ikatan dari C-H, C-N,
C-O dan C-F berbeda, makin kekanan kekuatan ikatan semakin besar.
Data ini ditunjang dengan data ke-elektronegatifan dari H, N, O dan F makin
besar.
3.4.2

Induksi dan resonansi


Bilangan gelombang suatu gugus fungsi dipengaruhi oleh gugus lain yang
terikat pada posisi alfa () dari gugus fungsi tersebut. Jika gugus yang
terikat adalah gugus penarik elektron maka bilangan gelombangnya akan
bergeser kearah yang lebih kecil, sedangkan jika gugus yang terikat gugus
pendorong elektron maka akan terjadi pergeseran kearah bilangan
gelombang yang lebih besar. Hal yang sama terjadi jika gugus yang terikat
adalah gugus yang menyebabkan terjadinya resonansi maka akan
menyebabkan terjadinya pergeseran kearah bilangan gelombang yang
lebih kecil. Sebagai contoh

aseton dengan struktur sebagai berikut

CH3- C -CH3 ,

gugus karbonil pada aseton akan mengabsorpsi energi

fibrasi pada bilangan gelombang 1720 cm-1. Jika pada C- pada aseton
terikat gugus penarik elektron seperti flor maka kerapatan elektron pada
sistem karbonil menjadi berkurang sehingga kekuatan ikatan gugus
karbonil menjadi lebih lemah, hal ini yang menyebabkan bilangan
gelombang karbonil pada sistem floroaseton akan mengalami pergeseran

bilangan gelombang kearah yang lebih kecil sebesar 20 cm -1, struktur

-C- CH3
floroaseton dapat dilihat pada gambar seperti ini : F-CH2
.
Jika gugus yang terikat adalah gugus pendorong elektron seperti CH 3

-C- CH3
pada struktur 2-propanon seperti ini CH3-CH2
, . Adanya gugus
CH3 menyebabkan kerapatan elektron pada sistem karbonil menjadi lebih
besar sehingga kekuatan ikatannya menjadi lebih kuat, hal ini yang
menyebabkan puncak absorpsi karbonil akan mengalami pergiseran
panjang gelombang yang lebih besar.
Pengaruh resonansi seperti pada -keton tak jenuh juga akan
menyebabkan terjadinya pergeseran bilangan gelombang absorpsi karbonil
kearah bilangan gelombang yang lebih kecil. Contoh proses resonansi
yang terjadi pada sistem -keton tak jenuh dilihat pada gambar ini :
O-

CH2=C -C- CH3


H
3.4.3

CH2-C=C-CH3
H

Ikatan hidrogen
Ikatan hidrogen intramolekul maupun intermolekul akan menyebabkan
bilangan gelombang absorpsi O-H akan bergeser kearah bilangan
gelombang yang lebih kecil dan menghasilkan puncak absorpsi O-H yang

lebar.

Untuk menghindari terjadinya ikatan hidrogen cuplikan harus

dilarutkan dalam pelarut yang nonpolar. Contoh senyawa yang dapat


mengalami ikatan hidrogen intramolekuler adalah asam orto hidroksi
benzoat, gugus O-H dari karboksilat maupun gugus O-H dari fenolik akan
mempunyai puncak absorpsi yang lebar, struktur sebagai berikut :

C-O- H
O-H

Contoh ikatan hidrogen intermolekuler dapat terjadi pada asam benzoat


dimana gugus hidrksil dari asam akan mempunyai puncak absorpsi yang
lebar. Struktur dari ikatan hidrogen intermolekuler pada asam benzoat
digambarkan seperti :
O

C-O- H

H
O-C=O

Dalam menganalisis spektrum inframerah dengan menggunakan tabel


korelasi harus juga diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
bilangan gelombang absorpsi dari suatu gugus fungsi.
3.5

Contoh Spektrum Absorpsi Inframerah (IR)

Pada bab ini diberikan beberapa contoh spektrum absorpsi inframerah dari
berbagai senyawa :

BAB IV

IV.
4.1

Spektroskopi Resonansi Magnet Inti RMI)


Pendahuluan
Penentuan struktur senyawa organik dengan menggunakan spektroskopi resonansi
magnet inti (RMI) telah dimulai sejak tahun 1960. Spektroskopi ini berbeda dengan
spektroskopi ultraviolet (UV) dan inframerah (IR) dimana pada ultraviolet dan
inframerah terjadi antaraksi antara sinar dengan elektron ikatan sedangkan
resonansi magnet inti antaraksi terjadi antara sinar dengan frekwensi gelombang
radio dengan inti atom yang diletakkan pada medan magnet.
Unsur-unsur yang dapat ditentukan secara spektroskopi magnet inti adalah unsurunsur yang menghasilkan tingkat energi dalam medan magnet sama dengan 2I + 1,
dimana I adalah bilangan kuantun spin inti. Harga bilangan kuantum spin inti sangat
tergantung pada nomor massa dan nomor atom. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat
hubungan antara nomor atom, nomor massa dan bilangan spin inti.
Tabel 4.1.1 Hubungan antara nilai I dengan nomor ataom dan massa atom
No.
1
2
3
4

Nomor atom
ganjil
genap
Ganjil
genap

Nomor massa
ganjil
ganjil
genap
genap

Bil. Spin inti (I)


, 3/2, 5/2 dst
, 3/2, 5/2, dst
1, 2, 3, dst
0, 1,2,3, dst

Sebagai contoh atom hidrogen 11H mempunyai nomor atom dan nomor massa ganjil,
sehingga tingkat energi dalam kuat medan magnet Ho yang dipunyai oleh atom H
sama dengan 2 x + 1 = 2, yaitu tingkat energi pada keadaan dasar (Eo) dan

tingkat energi pada keadaan tereksitasi (E1). Secara diagram dapat digambarkan
sbb:
E

I = - = E1

I=

I = + = E0
H0
Pada keadaan dasar inti-inti atoh H berada pada tingkat energi E0, jika diberikan energi
dengan frekwensi gelombang radio pada atom H maka inti-inti atom H akan tereksitasi ke
tingkat energi E1. Inti-inti atom H pada keadaan tereksitasi tidak stabil sehingga akan
melakukan relaksasi. Waktu eksitasi dan relaksasi dari atom H merupakan dasar
pengukuran dari resonansi magnet inti 11H. Hal yang sama terjadi pada

35

13
6

P,

C dan

15

lain-lain. Didasarkan pada harga bilangan spin inti sama dengan , maka dikenal alat
resonansi magnet inti 11H,

13

C,

saat ini belum dikenal, karena

31
15

P, sedangkan alat resonansi magnet inti

12

12

C sampai

C mempunyai nomor atom dan nomor massa genap

sehingga mempunyai bilangan spin inti sama dengan nol yang mengakibatkan tingkat
energi pada medan magnet dari atom
12

12

C sama dengan 2 x 0 + 1 = 1 sehingga atom

C tidak dapat melakukan eksitasi dan relaksasi. Untuk atom nitrogen

14

N yang

mempunyai nomor atom ganjil dan nomor massa genap sehingga bilangan spin inti dari
14

N = 1 yang mengakibatkan tingkat energi pada medan magnet sama dengan 2 x 1 + 1

= 3. Jadi aton

14

N pada medan magnet mempunyai tiga macam tingkat energi yang

sampai dengan saat ini belum dapat dilakukan pengukuran resonansi magnet intinya,

sehingga tidak ada alat spektrofotometer RMI atom


spektrofotometer resonansi magnet inti ato

14
7

alat yang ada adalah

15
7

N karena mempunyai nomor atom dan

nomor massa ganjil.


Secara umum spektrofotometer resonansi magnet inti yang ada sampai dengan saat ini
adalah spektrofotometer resonansi magnet inti untuk atom-atom yang mempunyai nomor
atom dan nomor massa ganjil atau atom-atom yang mempunyai nomor atom genap dan
nomor massa ganjil.
Penentuan struktur dengan metoda resonansi magnet inti dapat memberikan informasi
tentang kedudukan atom-atom, jumlah atom-atom pada suatu senyawa yang dianalisis.

4.2

Teori dasar Spektroskopi resonansi magnet inti


Seperti telah dijelaskan pada pendahuluan bahwa spektroskopi resonansi magnet
inti didasarkan pada proses eksitasi dan relaksasi inti atom didalam medan magnet.
Relaksasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu :

Spin-spin relaksasi, dimana inti atom yang ter-eksitasi melepaskan


energinya pada inti atom tetangganya yang sama-sama ter-eksitasi baru
melakukan relaksasi. Eksitasi dan relaksasi seperti ini digunakan sebagai prinsip
spektroskopi resonansi magnet inti zat padat.

Spin latice relaksasi, yaitu inti atom yang ter-eksitasi akan memberikan
energinya pada lingkungannya seperti pelarut baru mengadakan relaksasi. Spin
latice relaksasi ini digunakan sebagai prinsip pengukuran spektroskopi
resonansi magnet inti dalam fasa larutan yang biasa banyak digunakan.

Hubungan antara perbedaan tingkat energi dengan proses eksitasi dan relaksasi intiinti atom dapat digambarkan sebagai berikut :

N2

Relaksasi

E
Eksitasi
N1

Gambar 4.2.1 Hubungan antara tingkat energi dengan proses eksitasi dan relaksasi

Pada tingkat energi keadaan dasar populasi inti yang stabil adalah N 1, jika pada
populasi inti N1 diberikan suatu energi maka akan terjadi proses eksitasi dari
populasi inti atom N1 ke tingkat energi ter-eksitasi dengan populasi inti atom yang
ter-eksitasi sama dengan N2. Agar supaya waktu proses eksitasi dan relaksasi dapat
diukur maka populasi pada N1 tidak boleh sama dengan nol, oleh sebab itu
pemberian energi pada populasi N1 tidak boleh terlalu besar sehingga pemberian
energi harus berkisar didaerah frekwensi radio.
Besar E juga menentukan besar kecilnya waktu eksitasi dan relaksasi sehingga
E yang minimum untuk dapat ditentukan proses eksitasi dan relaksasi dari atom
hidrogen sebesar frekwensi 60 MHz. Hubungan antara frekwensi ( ) dengan kuat
medan magnet (H0) dinyatakan dengan persamaan di bawah ini :

E = h = h H0/2, = H0/2 , dimana E = perbedaan tingkat energi dasar


dan tingkat energi ter-eksitasi, = frekwensi, h = tetapan Plank, = tetapan giro
magnetik dari suatu unsur, H0 kuat medan magnet.
Alat spektrofotometer RMI dengan frekwensi 60 MHz akan ekivalen dengan kuat
medan magnet 2,35 Tesla (23,49 kilogauss).

Makin besar frekwensi yang

digunakan pada spektrofotometer maka proses eksitasi dan relaksasi suatu atom
akan lebih selektif sehingga peralatan spetrofotometer RMI dengan menggunakan
frekwensi yang tinggi akan mempunyai daya resonansi yang besar.
Proses eksitasi dan relaksasi inti atom dalam medan magnet dapat dijelaskan secara
rinci sbb : atom dianggap suatu bola yang rigit diletakkan sejajar dengan kuat
medan magnet pada arah sumbu Z, jika atom disinari maka atom tadi akan
melakukan berputar pada porosnya sehingga terjadi penyimpangan dari sumbu Z
kearah sumbu X. Proses ini dinamakan eksitasi, berputarnya atom kembali keposisi
semula disebut dengan relaksasi. Proses eksitasi dan relaksasi ini dapat
digambarkan sbb:

Ada gambar hal 182 buku hijau

Eksitasi terjadi pada saat penyimpangan maksimum dengan sudut simpangan ( )


sama dengan 900. Hubungan antara sudut simpangan dengan waktu eksitasi dan
relaksasi dinyatakan dengan persamaan = H0 t, dimana = sudut simpangan,
= tetapan giro magnetik, H0 = kuat medan magnet dan t = waktu proses eksitasi dan
relaksasi.

Proses eksitasi dan relaksasi suatu atom dalam medan magnet secara grafik dapat
digambarkan sebagai berikut:
z
H0

H0

eksitasi
y

relaksasi
x

Hubungan besaran-besaran fisik yang dipergunakan pada pengukuran RMI


adalah: = H0/2

= 2/hI, dimana = tetapan giro magnetik , = moment


magnet, h = tetapan Plank, I = bilangan spin inti.

0 = H0
0 = 2 v, dimana 0 = kecepatan sudut, v = kecepatan.
Dari uraian di atas maka spektrofotometer RMI akan menghasilkan spektrum
yang menghubungankan antara waktu eksitasi dan relaksasi dengan intensitas.
Waktu eksitasi dan relaksasi berbanding lurus dengan frekwensi sehingga
spektrum RMI menghubungkan antara frekwensi dengan intensitas.

Sebagai contoh etanol dengan struktur CH3CH2OH mempunyai tiga kelompok


hidrogen yang mempunyai lingkungan kimia dan lingkungan magnet yang
berbeda sehingga spektrum RMI dari Etanol ada tiga kelompok yang
digambarkan sebagai berikut:

Intensitas

O-H

CH2

CH3

4. 3 Pergeseran kimia
Pergeseran kimia ditentukan dengan menggunakan standar yang biasa digunakan
adalah tetrametilsilan (TMS) dengan rumus Si(CH3)4. Tetrametilsilan merupakan
suatu zat cair dengan titik didih 27 0C dan mempunyai 12 proton dengan lingkungan
kimia dan lingkungan magnet yang sama sehingga pada spektrum resinansi magnet
inti TMS akan menghasilkan satu puncak dengan intensitas yang sangat tinggi
sehingga frekwensi atom H pada TMS dianggap sama dengan nol. Akibatnya
pergeseran kimia didefinisikan sebagai perbedaan frekwensi atom hidrogen
cuplikan dengan TMS. Secara matematis pergeseran kimia dapat dinyatakan dengan
= cuplikan - TMS Hz. Karena TMS

sama dengan nol maka = cuplikan .

Pergeseran kimia menggunakan satuan Hz sangan dipengaruhi oleh frekwensi alat


yang digunakan, sebagai contoh pergeseran kimia atom hidrogen sama dengan 6 Hz

pada alat spektrofotometer RMI 60 MHz akan mempunyai pergeseran kimia 10 Hz


pada alat spektrofotometer RMI 100 MHz. Agar supaya pergeseran kimia dari
suatu cuplikan tidak bergantung pada frekwensi alat maka pergeseran kimia
dinyatakan dengan satuan ppm yaitu : = cuplikan - TMS/alat x 106 ppm.
Pergeseran kimia atom hidrogen 3,0 ppm akan mempunyai harga yang sama pada
berbagai frekwensi alat yang digunakan. Pergeseran kimia dapat juga dinyatakan
dengan = 10 - ppm.
Penggunaan sehari-hari pergeseran kimia biasa digunakan dengan satuan ppm.

4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kimia


Pergeseran kimia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor intra molekuler dan
faktor inter molekuler.
4.4.1

Faktor intramolekuler
Faktor intramolekuler adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran
kimia yang disebabkan oleh adanya faktor ke-elektronegatifan dari gugusgugus yang terikat pada suatu senyawa dan faktor anisotropi ikatan kimia.
Faktor ke-elektronegatifan akan menyebabkan pergeseran kimia ke arah
pergeseran kimia yang lebih besar. Sebagai contoh :

N
O
F
- C - H, - C - H, - C - H, - C - H
Seperti diketahui bahwa inti atom H dikelilingi oleh elektron yang
bermuatan negatif dan bergerak melilingi inti. Gerakan elektron ini akan
menghasilkan medan magnet yang berlawanan dengan medan magnet yang

dihasilkan oleh inti atau keadaan ini dinamakan dengan shaeilding. Pada
contoh di atas atom H dipengaruhi oleh atom C, N, O, F dimana makin
kekanan ke-elektronegatifat atom-atom semakin besar atau daya untuk
menarik elektron-elektron atom H makin kekanan makin besar yang
mengakibatkan kerapatan elektron pada atom H menjadi lebih kecil maka
efek saeilding makin kecil sehingga pergeseran kimia dari sebyawa-senyawa
di atas akan mengalami pergeseram kimia ke arah medan magnet yang lebih
besar atau biasa disebut dengan kearah d-shaeilding.
Secara grafik dapat digambarkan sbb :

F
-C-H

O
-C-H

N
-C-H

C
-C-H

Gambaran efek shaeilding dapat dilihat pada diagram berikut ini :


H0

H0

inti atom
elektron

0
TMS

An-isotropi ikatan kimia merupakan efek yang diakibatkan oleh adanya elektronelektron yang terikat pada inti atom hidrogen. Elektron

akan bergerak

disekeliling ikatan C-C yang menghasilkan medan magnet yang searah dengan
medan magnet dari inti atom hidrogen. Akibat efek an-isotropi ikatan kima akan
terjadi pergeseran kimia dari atom H ke arah d-shaeilding.
Gambaran efek an-isotropi ikatan kimia dapat digambarkan sbb :

4.4.2

Efek intermolekuler
Pergeseran kimia dari suatu senyawa dipengaruhi juga oleh faktor luar dari
senyawa tersebut atau disebut dengan faktor intermolekuler. Ada dua faktor
intermolekuler yang mempengaruhi pergeseran kimia yaitu : faktor pelarut
dan faktor temperatur. Faktor pelarut sangat mempengaruhi nilai pergeseran
kimia jika pada senyawa tersebut adanya atom-atom yang bersifat keelektronegatifan tinggi sehingga dapat terjadi ikatan hidrogen. Adanya
ikatan hidrogen ini akan menyebabkan kerapatan elektron pada atom H
menjadi lebih kecil yang mengakubatkan terjadinya pergeseran kimia ke

arah d-shaeilding. Hal yang sama terjadi pada pengaruh temperatur makin
tinggi temperatur akan menyebabkan pergeseran kimia ke arah d-shaeilding.

4.5

Penyiapan cuplikan
Pembuatan spektrum RMI dapat menggunakan cuplikan yang berbentuk padatan
misalnya untuk sistem polimer tetapai harus menggunakan alat spektrofotometer
RMI dengan frekwensi yang tinggi yaitu minimum 400 MHz. Cuplikan dalam
bentuk larutan dapat dipersiapkan dengan cara melarutkan 1 - 10 mg cuplikan
dalam 0,5 ml pelarut yang tidak mengandung atom hidrogen seperti CCl4 atau CS2.
Kelemahan dari pelarut CCl4 yaitu sangat nonpolar sehingga sulit untuk melarutkan
kebanyakan senyawa organik yang bersifat sedikit polar, sedangkan CS 2 merupakan
pelarut yang baik namun mempunyai bau yang kurang sedap sehingga pelarutpelarut yang digunakan untuk pengukuran spektrum RMI adalah pelarut-pelarut
dimana atom hindrogennya diganti dengan deterium seperti CDCl 3, CD3COCD3,
D2O dan lain-lain.
Pengukuran spektrum RMI dengan menggunakan sistem larutan biasanya
digunakan standar dalam TMS dengan cara menambahkan 0,25 ml TMS dalam
larutan cuplikan.
Jika digunakan pelarut yang polar seperti D 2O maka TMS tidak dapat dipergunakan
karena tidak larut dan dapat bereaksi dengan D2O, maka zat standar yang digunakan
adalah garam natrium 2-2 dimetil-2-silapentan-5-sulfonat (DSS) dengan rumus sbb:
(CH3)3SiCH2CH2CH2 SO3Na .

Konsentrasi cuplikan yang digunakan sangat tergantung pada frekwensi alat yang
digunakan. Sebagai contoh alat spektrofotometer RMI dengan frekwensi 60 MHz
minimim harus menggunakan konsentrasi cuplikan 20 mg/ml sedangkan untuk
spektrofotometer RMI dengan frekwensi alat 400 MHz dapat menggunakan
konsentrasi cuplikan 1 mg/ml.

4.6

Penjodohan
Sifat magnet dari inti atom hidrogen dipengaruhi oleh sifat magnet dari inti atom
hidrogen tetangganya. Menurut pendekatam orde pertama satu atom H dinamakan
tetangga dengan atom H yang lain

jika melewati tiga ikatan tunggal. Contoh

CH3CH2CH2F , ketiga atom H pada CH 3 mempunyai lingkungan kimia dan


lingkungan magnet yang sama sehingga ketiga atom H pada CH 3 mempunyai sifat
kimia dan sifat magnet yang sama. CH3 mempunyai dua atom H tetangga yang
mempunyai sifat kimia dan sifat magnet yang sama. CH 2 pada atom C nomor dua
mempunyai lima tetangga yang terdiri dari dua kelompok yaitu atom H pada CH 3 dan
atom H pada CH2 yang mengikat atom F sedangkan dua atom hidrogen pada CH 2
yang mengikat atom F mempunyai tetangga dua atom H yang setara kimia maupun
magnet. Adanya tetangga akan mempengaruhi jumlah puncak yang dihasilkan pada
spektrum RMI dimana jumlah puncak akan sama dengan n + 1, dimana n = jumlah
tetangga yanag setara kimia dan setara magnet sedangkan intensitas puncak
dinyatakan dengan koefisien dari persamaan ( x + 1 n). Jika atom H mempunyai
lebih dari satu kelompok yang tidak ekivalen kimia maupun magnet maka jumlah
puncak akan sama dengan (n1 + 1), (n2 + 1), dimana n1 dan n2 adalah kelomp[ok

atom hidrogen yang setara kimia dan setara magnet, sedangkan intensitas puncak
dinyatakan dengan (x + 1)n1, (x + 1)n2 .
CH3 pada floro propana akan mempunyai tiga puncak dengan intensitas 121, CH2
pada atom C nomor dua dari I-floro propana akan mempunyai puncak 12 puncak
dengan intensitas 1331. 2662 . 1331 sedangkan dua atom H yang mengikat atom flor
akan mempunyai jumlah puncak sama dengan tiga dengan intensitas puncak 1221.
Spektrum resonansi magnet inti dari satu floro propana dapat dilihat pada gambar
berikut ini:

Dari contoh di atas dapat terlihat bahwa jumlah atom H tetangga, jumlah puncak dan
intensitas dapat digambarkan dengan menggunakan segitiga pascal yaitu :
Jumlah atom H
tetangga
1

Jumlah puncak

Intensitas puncak

1
1
1

2
3

1
1
3 1
6 4

1 5 10 10 5 1
dst-nya

Selain penjodohan orde pertama terdapat juga penjodohan jarak jauh yang biasanya
antara atom H dengan atom H tetangganya melewati lebih dari tiga ikatan tunggal
tetapai terdapat elektron-elektron seperti pada sintem aromatik (seperti pada
benzen) gambarnya dapat dilihat sbb:
H1
Ho

Hm
Hp

H1 akan mengalami penjodohan jarak jauh dengan Ho , Hm dan Hp sehingga jumlah


puncak untuk H1 = 8 puncak dengan intensitas 111, namun pada spektrofotometer
RMI dengan frekwensi 60 MHz ke-enam atom H pada benzen seolah-olah
mempunyai setara magnet dan setara kimia sehingga menghasilkan satu puncak.
Sedangkan pada alat dengan frekwensi yang tinggi bari akan kelihatan pemisahannya.
Penjodohan jarak jauh dapat diakibatkan juga oleh bentuk struktur dari senyawa,
misalkan pada struktur-struktur di bawah ini:

H1

H1

Ho

H1
H2

Hm
H2

Hp

Menurut pendekatan orde pertama atom hidrogen H1 dan H2 pada gambar a tidak
akan terjadi penjodohan karena melewati lebih dari tga ikatan tunggal, namun dengan
bentuk struktur seperti huruf W dimana H1 dan H2 masing-masing berada diujungujung huruf W maka H1 dan H2 saling bertetangga menururut penjodohan jarak jauh
akibatnya H1 akan mempunyai puncak dublet yang disebabkan oleh H2, begitu juga
H2 akan mempunyai puncak dublet yang disebabkan aleh adanya H1. Hal yang sama
terjadi pada hidrogen-hidrogen di ujung-ujung huruf W pada struktur b dan c.

4.7 Konstanta penjodohan


Perhatikan struktur senyawa di bawah ini :
Ha Hx

C-C-C-X
x
C
Atom Ha terikat pada atom C yang mengikat gugus alkil dimana gugus alkil bersifat
sebagai pendirong elektron yang mengakibatkan pergeseran kimia atom Ha pada
daerah shaeilding sedangkan atom Hx terikat pada atom C yang mengikat atom X
yang bersifat penarik elektron sehingga atom Hx akan mempunyai pergeseran kimia

di daerah d-shaeilding. Atom Ha maupun Hx hanya mempunyai satu tetangga atom H


sehingga atom Ha maupun Hx akan menghasilkan puncak dublet, jarak antara puncakpuncak pada dublet dari atom Ha maupun atom Hx dinamakan konstanta penjodohan
(J). Jax adalah konstanta penjodohan atom H dengan atom X sedang kan J xa konstanta
penjodohan antara atom X dengan atom A, nilai Jax sama dengan Jxa.
Secara diagram konstanta penjodohan dapat digambarkan sbb:

Jxa

Jax

0
X

TMS

Anda mungkin juga menyukai