Anda di halaman 1dari 11

NAMA : KEVIN MK

NIM : 4211411053

PENGUKURAN SIFAT OPTIK PADA KACA


(Uv-Vis Spectoscopy dan luminens Spectroscopy)

A. PENDAHULUAN
Seperti yang telah kita ketahui, variasi warna adalah bentuk variasi panjang
gelombang radiasi elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap atau memantulkan sinar
cahaya berbagai panjang gelombang secara berbeda-beda tergantung warnanya. Dengan
demikian pengukuran-pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan cahaya tunggal
(monochromatic) berbagai panjang gelombang (spectrophotometri).
Pada umumnya, spektrum cahaya nyata (visible light) dibagi dalam delapan
interval, berdasarkan karakteristik warnanya. Berbagai warna tersusun atas tiga warna
dasarnya, merah, kuning dan biru. Dengan demikian, untuk mengetahui karakteristik
suatu warna cukup dengan mengetahui komposisi relatif dari warna-warna dasar tersebut.
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan
cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan , diserap atau dipantulkan oleh materi
tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi
antara cahaya dan materi. Pada masa kini, definisi spektroskopi berkembang seiring
teknik-teknik baru yang dikembang untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak,
tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang
radio, elektron, foton, gelombang suara, sinar X dan lain sebagainya.
Alat untuk merekam spektrum disebut spektrometer. Prinsip pengukuran warna
dengan alat ini adalah mengukur parameter optik (reflektan (R), transmitan (T) pada tiap
panjang gelombang dengan interval panjang gelombang tertentu. Jenis-jenis spektroskop
ini diantaranya adalah Spektroskopi Uv-Vis dan Spektroskopi Luminens.
B. SPEKTROSKOP ULTRAVIOLET-VISIBLE (UV-VIS)
Untuk memahami mengaa beberapa zat berwarna dan yang lainnya tidak, serta
untuk mendefinisikan hubungan warna konjugasi, maka diperlukan pengukuran yang
akurat terhadap penyerapan cahaya pada panjang gelombang yang berbeda-beda didalam
dan disekitar daerah spektrum cahaya tampak. UV-Vis dapat diartikan sebagai
spektroskop absorpsi atau spektroskop reflektan pada daerah spektrum UV-Vis. Ini
berarti ia menggunakan cahaya dalam jangkauan dekat cahaya tampak dan Inframerah
(near-UV dan near-Infrared(NIR)). Penyerapan atau reflektan pada rentang cahaya
tampak secara langsung mempengaruhi penginderaan warna kimiawi yang terlibat. Pada
daerah spektrum elektromagnetik inimolekul mengalami transisi elektron. Teknik ini
merupakan komplemen dari spektroskop pendaran (Flourescence spectroscopy), dimana
pendaran berinteraksi dengan perubahan dari keadaan tereksitasi pada keadaan ground,
selama pengukuran absorpsi transisi dari keadaan ground sampai keadaan eksitasi.
Daerah spektrum cahay tampak terdiri dari energi foton sebesar 36 sampai 72
kkal/mol, dan daerah near-Uv lebih dari 200nm, melebar hingga rentang energi 143
kkal/mol. Radisai sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang kurang dari 200nm
sulit untuk ditangani dan jarang digunakan untuk analisis struktural.
Energi diatas cukup untuk mengeksitasikan sebuah molekul elektron ke orbital
energi yang lebih tinggi. Akibatnya, spektroskop absorpsi yang terangkut keluar pada
daerah ini sering disebut “spektroskop elektron”.
Molekul yang mengandung elektron π atau elektron yang tak berikatan (n-elektron)
dapat menyerap energi dari ultraviolet atau cahaya tampak untuk mengeksitasi elektron
ini ke orbital molekul tak berikatan yang lebih tinggi. Eksitasi elektron yang lebih mudah
(i.e. energi yang lebih rendah mereganggkan antara HOMO dan LUMO), panjang
gelombang cahaya yang lebih panjang dapat diserap.
Jika sebuah molekul diradiasikan pada cahaya mempunyai energi yang sesuai
sebuah perpindahan elektron tanpa molekulnya, sebagian energi cahayanya akan diserap
bagaikan penaikan elektron ke energi orbital yang lebih tinggi. Sebuah spektrometer
mencatat panjang gelombangnya pada pengabsorbsian yang sesuai, bersamaan dengan
derajat absorpsinya pada setiap panjang gelombang. Hasil spektrum ini dipresentasikan
sebagai sebuah grafik pengabsorsian (A) terhadap panjang gelombang, seperti yang
terlihat pada gambar dibawah.

Oleh karena isoprene tidak berwarna, ia tidak menyerap pada daerah spektrum
cahaya tampak dan daerah ini tidak ditampilkan pada grafik. Pengabsorsian biasanaya
berada pada rentang 0 (tidak mengabsorsi) sampai 2 (99% mengabsorbsi), dan dengan
tepat didefinisikan dalam konteks dengan gerakan spectrometer.
Karena pengabsorbsian dari sebuah sample akan sebanding dengan jumlah
absorbsi molekul pada cahaya spektrometer (e.g. konsentrasi molarnya pada tabung
sampel), maka perlu untuk membenarkan nilai pengabsorbsian untuk ini dan faktor
operasional yang lain jika spektrum dari senyawa yang berbeda dibandingkan dalam
sebuah cara yang bermakna. Koreksi nilai absorbsi ini disebut “absorbtivitas molar”, dan
terutama berguna ketika membandingkan spektrum dari senyawa yang berbeda dan
menentukan panjang relatif dari fungsi pengabsorbsian cahaya (kromofor). Absorbsivitas
molar (ε) didefinisikan sebagai:

𝐴
𝑀𝑜𝑙𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑝𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦, 𝜀 = 𝑐 𝑙

dimana A= Absorbsi
c = konsentrasi sampel dalam mol/liter
l = panjang cahaya yang melalui sampel dalam cm

Apabila spektrum isoprene dikanan diperoleh dari pencairan larutan hexana (c = 4


x 10-5 mol/liter) dalam 1 cm sampel cuvette, sebuah perhitungan sederhana menggunakan
persamaan diatas menunjukkan absorptivitas molar dari 20,000 pada panjang gelombang
absorpsi maksimum. Sesungguhnya seluruhskala absorpsi vertikal boleh di ganti ke skala
absorpsivitas molar sesekali informasi tentang sampel disajikan pada tabel dibawah ini.
Chromophore Example Excitation λmax, nm ε Solvent
C=C Ethene π  π* 171 15,000 hexane
C≡C 1-Hexyne π  π* 180 10,000 hexane
C=O Ethanal n  π* 290 15 hexane
π  π* 180 10,000 hexane
N=O Nitromethane n  π* 275 17 ethanol
π  π* 200 5,000 ethanol
C-X X=Br Methyl bromide n  σ* 205 200 hexane
X=I Methyl Iodide n  σ* 255 360 hexane

Dari bagan diatas dapat dijelaskan bahwa mungkin hanya moieties molekul yang
menyerap cahaya pada daerah 200 sampai 800 nm adalah fungsi π-elektron dan atom
hetero yang mempunyai valensi tak berikatan-pasangan kulit elektron. Demikian cahaya
kelompok pengabsorpsian merujuk pada kromofor. Daftar dari beberapa sampel kromofor
dan karakteristik pengabsorpsian cahaya disajikan pada tabel diatas. Oksigen tidak
berikatan elektron dalam alkohol dan eter tidak memberikan peningkatan pada absorpsi
diatas 160 nm. Akibatnya alkohol murni dan pelarit eter dapat digunakan untuk studi
spektroskopis.
Keberadaan kromofor dalam sebuah molekul didokumentasikan dengan baik oleh
UV-Visible spektroskopi, tapi kelemahan dari kebanyakan instrumen untuk menyediakan
data absorpsi untuk panjang gelombang dibawah 200 nm membuat deteksi dari kromofor
terisolasi bermasalah. Untungnya, konjugasi secara umum memindahkan absorpsi
maksimum ke panjang gelombang yang lebih rendah, seperti pada kasus isoprene,
sehingga konjugasinya menjadi bentuk struktur penting yang teridentifikasi oleh teknik
ini.
Berikut ini adalah contoh makalah pengukuran mengunakan spektroskop UV-Vis
pada kaca yang diambil dari sebuah jurnal:

PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP SIFAT OPTIK FILM GELATIN


Telah dikaji pengaruh kelembaban terhadap sifat optik film gelatin yang dibuat dengan
teknik casting melalui proses sol-gel. Film gelatin dikaji sifat optiknya terhadap
perlakuan variasi kondisi kelembaban. Respon optik yang diamati berupa transmisi dan
absorpsi optik pada spektrum cahaya tampak yang diperoleh dari spektrofotometer UV-
Vis (Ultraviolet- Visible). Hasil pengukuran transmisi dan perhitungan absorpsi optik
memperlihatkan bahwa respon optik film gelatin berada pada pita cahaya tampak yang
lebar dalam rentang 530-680 nm, dengan respon cukup nyata pada pita spektrum 580-650
nm. Perlakuan kelembaban yang berbeda memberikan perubahan karakteristik optik yang
signifikan, yaitu spektrum transmitansi dan absorpsi optik film gelatin berubah terhadap
perubahan kelembaban. Intensitas transmitansi optik film gelatin naik terhadap kenaikan
kelembaban pada selang 580-650 nm, sebaliknya spektrum absorpsi optiknya turun
terhadap kenaikan kelembaban pada selang tersebut. Kurva intensitas transmisi dan
absorpsi optik terhadap variasi kelembaban dari 37% RH hingga 99% RH pada 610 nm
memperlihatkan lineritas yang cukup baik. Dua sampel film gelatin yang diuji
memperlihatkan karakteristik yang sama.
Kelembaban merupakan ukuran kehadiran uap air di udara. Jumlah uap air
mempengaruhi proses-proses fisika, kimia dan biologi di alam. Jumlah uap air di udara
dapat mempengaruhi kenyamanan manusia begitupun proses produksi di industri dan
secara umum berpengaruh terhadap lingkungan makhluk hidup.Berbagai teknik dan
material telah dikembangkan dan digunakan sebagai sensor kelembaban. Dua tipe sensor
kelembaban yang ada di pasaran adalah sensor kapasitif dan resistif. Sensor kelembaban
resistif biasanya menggunakan bahan-bahan oksida keramik seperti TiO sedangkan
sensor kelembaban kapasitif menggunakan bahan-bahan polimer seperti PMMA. Sensor
kelembaban lainnya didasarkan atas perubahan sifat optik bahan terhadap perubahan
kelembaban, diantaranya menggunakan hidrogel yang mengalami pembengkakan ketika
menyerap uap air. Sensor kelembaban optik memiliki kelebihan karena tidak mengalami
interferensi elektromagnetik, berbeda dengan tipe resistif dan kapasitif yang sangat rentan
dengan efek interferensi elektromagnet. Gelatin adalah bahan hidrogel dari polimer alami
yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis binatang, Hidrogel gelatin mengalami
pembengkakan (swelling) ketika menyerap air, mampu menyerap air 5-10 kali bobotnya,
membentuk gel pada suhu 35-400C dan larut dalam air panas, serta dapat berubah secara
reversible dari sol ke gel.Gelatin selama ini banyak digunakan dalam industri makanan
dan farmasi. Dalam industri farmasi, bahan gelatin biasanya dimanfaatkan sebagai drug
delivery. Beberapa peneliti telah mengkaji bahan gelatin sebagai bahan sensor
kelembaban, baik tipe resistif, kapasitif maupun tipe optik. Dalam penelitian ini
dilakukan studi awal tentang respon optik film gelatin terhadap perubahan kelembaban
untuk aplikasi sensor kelembaban optik. Sebagai bahan hidrogel, gelatin mengalami
pembengkakan ketika menyerap air sehingga mengurangi kerapatannya. Uap air yang
diserap oleh gelatin akan memasuki rongga-rongga di dalam gelatin sehingga mengalami
pembengkakan(swelling). Implikasinya, indeks bias optik akan berubah yaitu berkurang
terhadap jumlah uap air yang diserap, sehingga sifat absorpsi optiknya menurun.
Pengkondisian kelembaban dilakukan dengan memberikan berbagai macam garam dan
air ke dalam wadah uji. Garam-garam yang dimasukkan ke dalam wadah uji dapat
menghasilkan nilai kelembaban yang berbeda-beda berdasarkan sifat serapan uap air
masing-masing garam tersebut, sedangkan pemberian air ke dalam wadah akan
memberikan nilai kelembaban yang paling tinggi. Dari hasil pengukuran untuk masing-
masing perlakuan dengan garam-garam dan air serta udara diperoleh nilai-nilai
kelembaban seperti pada Tabel 1.

No Bahan RH (%) Suhu (0 C)


1 Air 99 29
2 Udara 57 29
3 K2CO 3 48 29
4 MgCl2 39 29

Kelembaban tertinggi diperoleh ketika wadah uji diisi air yaitu sebesar 99%, dan
kelembaban terendah diperoleh sebesar 39% saat diisi MgCl2. Nilai kelembaban lainnya
adalah 48% dengan K2CO3 dan kelembaban 57% pada atmosfir udara (tanpa perlakuan).
Hasil pengukuran spektrum transmisi optik film gelatin pada kondisi kelembaban berbeda
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Spektrum transmitansi film gelatin terhadap variasi kelembaban, sampel (a) 114􀁭m, (b) 110􀁭m

Dalam penelitian ini digunakan dua sampel film gelatin dengan ketebalan berbeda, yaitu
114 􀁭m dan 110 􀁭m. Tampak pada kurva spektrum bahwa film gelatin memiliki
transmisi optik dalam pita cahaya tampak yang lebar yaitu dari 530 nm hingga 680 nm.
Pengaruh variasi kelembaban terlihat pada variasi intensitas transmisi pada rentang pita
spektrum 580- 650 nm, dimana intensitas transmisi meningkat terhadap kenaikan nilai
kelembaban (%RH). Kedua sampel film gelatin memperlihatkan karakteristik transmisi
optik yang mirip.
Kondisi kelembaban yang berbeda pada film gelatin tidak mengakibatkan perubahan
bentuk spektrum transmisi yang menyolok, hanya intensitas yang berubah nyata pada
rentang 580 – 650 nm seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Spektrum tersebut
memperlihatkan bahwa setiap kenaikan kelembaban mengakibatkan kenaikan intensitas
transmisi optik film gelatin. Hal ini akibat menurunnya kerapatan film gelatin sehingga
indeks bias film juga menurun terhadap meningkatnya jumlah uap air yang diserap,
akibatnya cahaya merambat lebih cepat di dalam film ketika indeks bias
lebih kecil dan transmisi optiknya meningkat.
Gambar 3. Plot intensitas transmtansi film gelatin pada 610 nm terhadap variasi kelembaban.

Variasi intensitas transmisi optik film gelatin terhadap kelembaban mengindikasikan film
gelatin dapat merespon kondisi kelembaban di sekitarnya. Indikasi ini memberikan
informasi penggunaan bahan gelatin sebagai bahan sensor kelembaban optik. Untuk
mengetahui lebih jelas respon film gelatin terhadap kelembaban, maka dibuat plot antara
nilai transmitansi terhadap variasi kelembaban pada panjang gelombang respons
maksimumnya yaitu pada 610 nm hasilnya ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 memperlihatkan kurva yang cukup linier, seperti ditunjukkan oleh nilai R2
yang di atas 0,9 untuk kedua sampel. Hasil ini menunjukkan bahwa film gelatin dapat
merespon dengan baik perubahan kelembaban di sekitarnya, yaitu adanya kenaikan
transmisi optik terhadap kenaikan kelembaban. Perubahan transmisi optik yang linier
terhadap
nilai kelembaban menandakan bahwa film gelatin memiliki respon yang baik dalam
merespon perubahan kelembaban

Gambar 4. Spektrum absorpsi film gelatin terhadap kelembaban, sampel (a) 114m, dan (b) 110m

Absorbansi optik film gelatin dihitung dari data transmitansi menggunkan hubungan
I0=IxT
dimana I0 adalah intensitas cahaya datang, I adalah intensitas cahaya yaditransmisikan
oleh film, dan T adalah transmitansi. Kurva absorbansi optik hasil perhitungan
ditunjukkan pada Gambar 4, yaitu karakteristik serapan optic film gelatin pada spektrum
cahaya tampak dalam rentang 530–680 nm. Kurva spektrum menunjukkan absorpsi optik
film gelatin turun terhadap kenaikan nilai kelembaban dalam rentang tersebut. Variasi
karakteristik absorpsi optik film gelatin terhadap perubahan kelembaban cukup signifikan.
Variasi ini diyakini akibat terjadinya pembengkakan pada film gelatin ketika menyerap
uap air sehingga kerapatan film menurun dan menyebabkan indeks bias gelatin juga
menurun, akibatnya cahaya menjalar lebih cepat sehingga absopsi optiknya
menurun.

Gambar 5. Plot absorpsi film gelatin pada 610 nm terhadap variasi kelembaban
Variasi intensitas absorpsi optik film gelatin terhadap kelembaban mengindikasikan
bahwa film gelatin dapat merespon perubahan kelembaban di sekitarnya. Indikasi ini
cukup memberikan informasi bagi pemanfaatan gelatin sebagai bahan sensor kelembaban
optik. Untuk melihat lebih jelas respon film gelatin terhadap kelembaban, maka dibuat
plot antara nilai absorbansi terhadap variasi kelembaban pada panjang gelombang dengan
respon maksimum, sampai pada 610 nm seperti ditunjukkan pada Gambar 5.
Perubahan nilai absorbansi memperlihatkan penurunan secara linier terhadap kenaikan
nilai kelembaban seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Linieritas kurva yang diperoleh
cukup baik berdasarkan nilai R2 sebagai derajat linieritas yang setara di atas 0,9. Hasil ini
menandakan bahwa film gelatin telah berfungsi baik dalam merespon perubahan
kelembaban yang diberikan melalui perubahan sifat absorpsi optik yang linier terhadap
variasi kelembaban. Sedikit perbedaan linieritas pada kedua sampel film, diakibatkan oleh
ketebalan film yang berbeda.
Perubahan absorbsi optik film gelatin diakibatkan oleh perubahan indeks bias gelatin
ketika menyerap uap air akibat kerapatan gelatin yang berubah. Ketika uap air meningkat
di dalam film gelatin maka kerapatan film menurun sehingga indeks biasnya pun
menurun, akibatnya absorpsi optiknya juga menurun. Penurunan nilai indeks bias tersebut
mengakibatkan laju cahaya di dalam film menjadi lebih besar sehingga absorpsi optiknya
turun sedangkan transmisi optiknya naik.
Dalam penelitian ini, perlakuan variasi kelembaban yang digunakan cukup lebar yaitu
dari 39%RH hingga 99%RH. Sayangnya, rentang kelembaban antara 57%RH dan
99%RH tidak dapat diperoleh sehingga pengukuran tidak dapat dilakukan dalam rentang
kelembaban tersebut. Namun demikian respon optik yang dihasilkan sudah cukup baik
pada rentang nilai kelembaban yang diukur. Di pihak lain, untuk meningkatkan respon
film gelatin terhadap kelembaban dapat dilakukan dengan memasukkan doping dari bahan
sensitif kelembaban seperti CoCl3

Anda mungkin juga menyukai