Anda di halaman 1dari 28

DAFTAR ISI

Pendahuluan………………………………………………………………..……1
Landasan Teori……………………………………………………………….….4
Pelaksanaan Praktikum……………………………………………………….…13
Pengolahan dan Evaluasi Data…………………………………………………..17
Pembahasan…………………………………………………………………..….23
Kesimpulan…………………………………………………………………..…..26
Daftar Pustaka…………………………………………………………..………..27
I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Mempelajari pengetahuan dasar dan keterampilan dalam menggunakan
spektrofotometri UV.
2. Menentukan panjang gelombang maksimum kafein.
3. Menentukan kadar kafein sebai sampel.
4. Memahami prinsip kerja dan kalibrasi spektrofotometri UV.

1.2 Latar Belakang

Warna adalah salah satu kriteria untuk mengidentifikasi suatu obyek. Pada
analisis spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk
menganalisis senyawa atau molekul kimia dan mempelajar interaksinya dengan
radiasi elektromagnetik. Menurut Planck, suatu foton memiliki energi terntentu dan
dapat menyebabkan transisi tingkat energi suatu atom, maka transisi perubahan
energinya juga berbeda. Berarti setiap spectrum atom atau molekul mempunyai
frekuensi atau panjang gelombang yang karakteristik. Sehingga selama analisis,
digunakan cahaya dengan satu panjang gelombang atau pada panjang gelombang
maksimum.

Persamaan Planck: hubungan antara energi tiap foton dengan frekuensi

E=h.v
E = h . c/ λ
dimana,
E = energi tiap foton
h = tetapan Planck (6,626 x 10-34 J.s),
v = frekuensi sinar
c = kecepatan cahaya (3 x 108 m.s-1).
Interaksi radiasi dengan atom atau molekul untuk spektroskopi ultraviolet
dan daerah tampak, dinyatakan dengan pengukuran absorpsi energy radiasi oleh
atom atau molekul yang bersangkutan. Atom atau molekul yang mengabsorpsi
dapat melakukan transisi energi yang meliputi elektron, π, σ, n dan elektron d dan

1
f. Transisi yang meliputi elektron π, σ dan n terjadi pada molekul – molekul organic
dan sebagian kecil anion anorganik. Molekul tersebut mengabsorpsi radiasi
elektromagnetik pada daerah ultra violet, yaitu pada daerah panjang gelombang <
380 nm.
Kromofor merupakan gugus tak jenuh yang dapat menyerap radiasi pada
daerah ultra violet dan daerah sinar tampak, misalnya: gugus yang mempunyai
ikatan π, σ , dan yang mempunyai elektron bebas. Sedangkan auxokrom adalah,
gugus jenus yang bila terikat pada kromofor dapat menyebabkan panjang
gelombang dan intensitas serapan maksimum berubah. Ciri auxokrom adalah
heteroatom yang terikat langsung pada pada kromofor, misalnya –OCH3, -Cl, -OH
dan NH2, Spekta uv sinar tampak pada umumnya digunakan untuk mendeteksi
konjugasi. Semakin banyak konjugasi dalam suatu molekul maka akan semakin
panjang gelombang serapan maksimumnya. Contoh,

CH2 = CH – CH = CH2 CH2 = CH – CH = CH – CH = CH2

λ maks 220 nm λ maks 257 nm

Tabel 1 dibawah ini menunjukkan contoh kromofor senyawa organik yang


pada umumnya mengabsorbi radiasi ultra violet.

Kromofor Panjang gelombang maksimum (nm)

Alkana 177

Alkena 178-225

Karbonil 186-293

Karboksilat 204

Amida 214

Azo 339

Nitro 280

Nitroso 300-665

2
Nitrat 270

Keton 282-324

Benzena 204

Toluen 207

Fenol 211

Anilin 230

Absorpsi yang melibatkan elektron d dan f. Pada umumnya mengabsorpsi


daerah sinar tampak. Terjadi transisi logam golongan d dan f., yaitu golongan
unsur-unsur atau logam transisi dalam. Spectrum atau puncak absorpsi yang sempit
dipengaruhi oleh lingkungan, yaitu adanya ligan dan sejenisnya.

Benda bercahaya seperti matahari atau bohlam listrik memancarkan


sprektrum yang lebar yang terdiri dari panjang gelombang. Panjang gelombang
dikaitkan dengan cahaya tampak tersebut mampu mempengaruhi selaput mata
manusia dan karenanya menimbulkan kesan subyektif akan kesan ketampakan.
Namun banyak pula radiasi yang dipancarakan oleh benda panas yang terletak di
luar daerah mata yang peka yaitu, daerah ultra violet. Bila “cahaya putih” yang
terdiri dari sprektrum panjang gelombang melewati suatu medium seperti kaca
atausuatu arutan kimia yang tembus cahaya tertentu, maka medium yang
bersangkutan akan tampak berwarna bagi pengamat. Karena hanya gelombang
yang diteruskan yang sampai ke mata, maka panjang gelomang itulah yang
menentukan warna medium tersebut. Warna ini disebut dengan warna
komplementer.

3
II. LANDASAN TEORI
2.1. Spektrofotometri

Spektrofotometri adalah alat yang terdiri dari spektrofotometer dan


fotometer. Spektrofotometri menghasilkan sinar dan spektrum dengan panjang
gelombang dan fotometri adalah alat pengukur intensitas cahaya yang
ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometri digunakan untuk
mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan
atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990: 325).
Spektrofotometri juga merupakan suatu metode analisis yang berdasarkan
pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna
pada panjang gelombang yang spesifik dengan menggunakan monokromator
prisma atau kisi difraksi dan detector vacuum phototube atau tabung foton hampa.
Spektrofotometri digunakan untuk menentukan suatu senyawa baik secara
kuantitatif maupun kualitatif dengan mengukur transmitan ataupun absorban
dari suatu cuplikan sebagai fungsi dari konsentrasi.
Interaksi materi dengan cahaya atau radiasi elektromagnetik, radiasi
elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau dihamburkan
sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi ataupun
spektroskopi emisi. Interaksi antara materi dengan cahaya disini adalah terjadi
penyerapan cahaya, baik cahaya Uv, Vis maupun Ir oleh materi sehingga
spektrofotometri disebut juga sebagai spektroskopi absorbsi ( Eka, 2007).

Tabel 2.1 Panjang gelombang elektromagnetik (Sumber:


Aburizal.blogspot)

4
Gambar 2.2 Gelombang elektromagnetik (Sumber: Adhi Pratama)

Spektrofotometri adalah analisis kuantitatif yang paling sering


digunakan karena mempunyai sensitivitas yang baik yaitu 10-4 sampai 10-6.
Analisis jenis ini juga relatif selektif dan spesifik, ketepatannya cukup tinggi,
relatif sederhana, dan murah ( Mathias, 2005).
Beberapa isilah yang terkait dalam spektofotometri ini antara lain :
- Absorbansi adalah daya radiasi sinar yang diserap oleh larutan baik itu
larutan baku maupun blangko
- Transmitan adalah daya radiasi sinar yang diteruskan atau yang keluar dari
kuvet dan daya radiasi sinar yang masuk ke dalam kuvet.
- Kuvet adalah tempat untuk meletakkan larutan, baik larutan blangko maupun
larutan baku,
- Drive cell adalah tempat untuk meletakkan kuvet.
- Blangko berfungsi untuk mengoreksi adanya sinar yang dipantulkan oleh
kuvet dan sinar yang diserap oleh substituen lain.
Spektrofotometri merupakan bagian dari fotometri dan dapat dibedakan
dari filter fotometri sebagai berikut :
1. Daerah jangkauan spectrum
Fotometer hanya dapat digunakan untuk mengukur serapan sinar tampak
(400-750 nm). Sedangkan spektrofotometer dapat mengukur serapan di daerah
tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm).
2. Sumber sinar
Sesuai dengan daerah jangkauan spektrumnya maka spektrofotometer
menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar
tampak, UV, IR). Sedangkan sumber sinar filter fotometer hanya untuk daerah
tampak.
3. Monokromator
Filter fotometere menggunakan filter sebagai monokrmator. Tetapi pada
spektro digunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik.
4. Detektor
- Filter fotometer menggunakan detektor fotosel
- Spektrofotometer menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube.

5
Panjang gelombang pada alat spektrofotometer lazim disajikan dalam satuan nm di
mana 1 m = 10-9 nm.

2.2. Jenis-jenis Spektrofotometri

Spektrofotometri terdiri dari beberapa jenis berdasar cahaya yang


digunakan. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Spektrofotometri Vis (Visible)


Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber sinar atau energi
adalah cahaya tampak (visible). Cahaya variable termasuk spektrum
elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia. Panjang gelombang
sinar tampak adalah 380-750 nm. Sehingga semua sinar yang didapat berwarna
putih, merah, biru, hijau. Apapun itu, selama ia dapat dilihat oleh mata. Maka sinar
tersebut termasuk dalam sinar tampak (visible). Sample yang dapat dianalisa
dengan metode ini hanya sampel yang memiliki warna. Oleh karena itu, untuk
sample yang tidak memiliki warna harus terlebih dahulu dibuat berwarna dengan
menggunakan reagen spesifik yang akan menghasilkan senyawa berwarna.

2. Spektofotometri UV (ultraviolet)
Berbeda dengan spektrofotometri visible. Pada spektrofotometri UV
berdasarkan interaksi sampel dengan sinar UV. Sinar UV memiliki panjang
gelombang 190-380 nm. Sinar UV tudak dapat dideteksi dengan mata kita, sehingga
senyawa yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak
memiliki warna, bening dan transparan. Oleh karena itu, sampel tidak
berwarna tidak perlu dibuat berwarna dengan penambahan reagen tertentu. Bahkan
sample dapat langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Prinsip dasar pada
spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna, tidak ada partikel
koloid (suspensi).

3. Spektrofotometer (IR)
Dari namanya sudah bisa dimengerti bahwa spektrofotometri ini berdasar
pada penyerapan panjang gelombang inframerah. Cahaya inframerah terbagi
menjadi inframerah dekat, inframerah pertengahan dan jauh. Inframerah pada
spektrofotometri adalah inframerah jauh dan pertengahan yang mempunyai panjang
gelombang 25-1000 µm. Pada spektro IR meskipun bisa digunakan untuk
mengidentisifikasi gugus fungsi pada suatu senyawa, terutama senyawa
organik. Setiap serapan pada panjang gelombang tertentu menggambarkan
adanya suatu gugus spesifik. Spektrum elektromagnetik terdiri dari urutan
gelombang dengan sifat-sifat yang berbeda. Kawasan gelombang penting di
dalam penelitian biokimia adalah ultra lembayung (UV, 180-350 nm) dan tampak
(VIS, 350-800 nm). Cahaya di dalam kawasan ini mempunyai energi yang cukup
untuk mengeluarkan elektron valensi di dalam molekul tersebut (Harjadi, 1990).

6
4. Spektrofotometri UV-Vis
Merupakan alat dengan teknik spektrofotometer pada daerah ultra-violet
dan sinar tampak. Alat ini digunakan mengukur serapan sinar ultra violet atau sinar
tampak oleh suatu materi dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang dianalisis
sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat dalam larutan
tersebut. Dalam hal ini, hukum Lambert-Beer dapat menyatakan hubungan
antara serapan cahaya dengan konsentrasi zat dalam larutan. Dibawah ini
adalah persamaan Lamber beer:
A = - log T= ε.b.c
dimana :
A = Absorban
T = Transmitan
ε = absorvitas molar (Lcm-4 . mol-1)
c = panjang sel (cm)
b = konsentrasi zat (mol/jam)
Pada spektrofotometer UV-Vis, warna yang diserap oleh suatu senyawa atau
unsur adalah warna komplementer dari warna yang teramati. Hal tersebut dapat
diketahui dari larutan berwarna yang memiliki serapan maksimum pada warna
komplementernya. Namun apabila larutan berwarna dilewati radiasi atau
cahaya putih, maka radiasi tersebut pada panjang gelombang tertentu, akan secara
selektif sedangkan radiasi yang tidak diserap akan diteruskan.

2.3. Cara Kerja Spektrofotometri

Cara kerja spektrofotometri dimulai dengan dihasilkannya cahaya


monokromatik dari sumber sinar. Cahaya tersebut kemudian menuju ke kuvet
(tempat sampel/sel). Banyaknya cahaya yang diteruskan maupun yang diserap
oleh larutan akan dibaca oleh detektor yang kemudian menyampaikan ke layar
pembaca (Sastrohamidjojo, 1992).
Penyerapan sinar dibatasi pada sejumlah gugus fungsional atau gugus
kromofor yang mengandung elektron valensi dengan tingkat eksutasi rendah.
Tiga jenis elektron yang terlibat adalah sigma, phi, dan elektron bebas.
Kromofor-kromofor organik seperti karbonil, alkena, azo, nitrat, dan karboksil
mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak. Panjang gelombang
maksimumnya dapat berubah sesuai dengan pelarut yang digunakan.
Auksokrom adalah gugus fungsional yang mempunyai elektron bebas seperti
hidroksil, metoksi, dan amina. Terkaitnya gugus kromofor akan mengakibatkan
pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang gelombang yang lebih besar dan
disertai dengan peningkatan intensitas. Ketika cahaya melewati suatu larutan
biomolekul, terjadi dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah cahaya
ditangkap dan kemungkinan kedua adalah cahaya discattering. Bila energi dari
cahaya (foton) harus sesuai dengan perbedaan energi dasar dan energi eksitasi

7
dari molekul tersebut. Proses inilah yang menjadi dasar pengukuran absorbansi
dalam spektrofotometer (Sutopo, 2006).
2.4.Instrumen Spektrofotometri UV – VIS
1. Sumber cahaya

Gambar 2.3 Prinsip kerja spektrofotometer UV (Sumber:


catatankimia.com)
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki pancaran radiasi
yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada spektrofotometer
UV-Vis ada dua macam :
a. Lampu Tungsten (Wolfram)
Lampu ini digunakan untuk mengukur sampel pada daerah tampak.
Bentuk lampu ini mirip dengna bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang
gelombang antara 350-2200 nm. Spektrum radiasianya berupa garis
lengkung. Umumnya memiliki waktu 1000jam pemakaian.
b. Lampu Deuterium
Lampu ini dipakai pada panjang gelombang 190-380 nm. Spektrum
energy radiasinya lurus, dan digunakan untuk mengukur sampel yang
terletak pada daerah uv. Memiliki waktu 500 jam pemakaian.
2. Wadah Sampel/Kuvet

Gambar 2.3 (Sumber: catatankimia.com)

8
Kebanyakan spektrofotometri melibatkan larutan dan karenanyan
kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam berkas
cahaya spektrofotometer. Sel itu haruslah meneruskan energy cahaya dalam
daerah spektral yang diminati, jadi sel kaca melayani daerah tampak, sel
kuarsa atau kaca silica tinggi istimewa untuk daerah ultraviolet. Dalam
instrument, tabung reaksi silindris kadang-kadang diginakan sebagai wadah
sampel. Penting bahwa tabung-tabung semacam itu diletakkan secara
reprodusibel dengan membubuhkan tanda pada salah satu sisi tabunga dan
tanda itu selalu tetaparahnya tiap kali ditaruh dalam instrument. Sel-sel lebih
baik bila permukaan optisnya datar. Sel-sel harus diisi sedemikian rupa
sehingga berkas cahaya menembus larutan, dengan meniscus terletak
seluruhnya diatas berkas. Umumnya sel-sel ditahan pada posisinya dengan
desain kinematik dari pemegangnya atau dengan jepitan berpegas yang
memastikan bahwa posisi tabung dalam ruang sel (dari) instrument itu
reprodusibel.
3. Monokromator. Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya
polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan
komponen panjang gelombang tertentu. Bagian-bagian monokromator,
yaitu :
a. Prisma
Prisma akan mendispersikan radiasi elektromagnetik sebesar mungkin
supaya di dapatkan resolusi yang baik dari radiasi polikromatis.
b. Grating (kisi difraksi)
Kisi difraksi memberi keuntungan lebih bagi proses spektroskopi. Dispersi
sinar akan disebarkan merata, dengan pendispersi yang sama, hasil dispersi
akan lebih baik. Selain itu kisi difraksi dapat digunakan dalam seluruh
jangkauan spektrum.
c. Celah optis
Celah ini digunakan untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diharapkan dari sumber radiasi. Apabila celah berada pada posisi yang tepat,
maka radiasi akan dirotasikan melalui prisma, sehingga diperoleh panjang
gelombang yang diharapkan.

9
d. Filter
Berfungsi untuk menyerap warna komplementer sehingga cahaya yang
diteruskan merupakan cahaya berwarna yang sesuai dengan panjang
gelombang yang dipilih.
4. Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan. Sinar
kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam rekorder
dan ditampilkan dalam bentuk angka-angka pada reader (komputer).
Detector dapat memberikan respons terhadap radiasi pada berbagai panjang
gelombang Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah
melewati kolom. Metode umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan
yaitu penggunaan serapan ultra-violet. Banyak senyawa-senyawa organik
menyerap sinar UV dari beberapa panjang gelombang. Jika anda
menyinarkan sinar UV pada larutan yang keluar melalui kolom dan sebuah
detektor pada sisi yang berlawanan, anda akan mendapatkan pembacaan
langsung berapa besar sinar yang diserap.
Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa
tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu. Anda akan heran
mengapa pelarut yang digunakan tidak mengabsorbsi sinar UV. Pelarut
menyerapnya! Tetapi berbeda, senyawa-senyawa akan menyerap dengan
sangat kuat bagian-bagian yang berbeda dari specktrum UV. Misalnya,
metanol, menyerap pada panjang gelombang dibawah 205 nm dan air pada
gelombang dibawah 190 nm. Jika anda menggunakan campuran metanol-
air sebagai pelarut, anda sebaiknya menggunakan panjang gelombang yang
lebih besar dari 205 nm untuk mencegah pembacaan yang salah dari pelarut.
5. Visual display/recorder
Merupakan system baca yang memperagakan besarnya isyarat
listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.

2.5. Larutan standar dan Kafein

Larutan baku/ larutan standar adalah larutan yang konsentrasinya sudah


diketahui. Larutan baku biasanya berfungsi sebagai titran sehingga ditempatkan

10
buret, yang sekaligus berfungsi sebagai alat ukur volume larutan baku. Larutan
yang akan ditentukan konsentrasinya atau kadarnya, diukur volumenya dengan
menggunakan pipet volumetri dan ditempatkan di erlenmeyer (Basset, 1994).
1. Larutan baku primer. Larutan yang mengandung zat padat murni yang
konsentrasi larutannya diketahui secara tepat melalui metode gravimetri (perhitungan
massa), dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain yang belum
diketahui. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah
dilakukan penimbangan teliti dari zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume
tertentu. Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Menurut
Basset (1994). Syarat-syarat larutan baku primer :
 Zat harus mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin
pada suhu 110-120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.
(Syarat ini biasanya tak dapat dipenuhi oleh zat- zat terhidrasi karena
sukar untuk menghilangkan air-permukaan dengan lengkap tanpa
menimbulkan pernguraian parsial.)
 Zat harus tidak berubah berat dalam penimbangan di udara; kondisi
ini menunjukkan bahwa zat tak boleh higroskopik, tak pula dioksidasi
oleh udara atau dipengaruhi karbondioksida.
 Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji- uji kualitatif
dan kepekaan tertentu.
 Zat tersebut sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekuivalen
yang besar.
 Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
 Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi harus bersifat stoikiometrik dan
langsung.

2. Larutan baku sekunder adalah larutan suatu zat yang konsentrasinya tidak
dapat diketahui dengan tepat karena berasal dari zat yang tidak pernah murni.
Konsentrasi larutan ini ditentukan dengan pembakuan menggunakan larutan baku
primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh: AgNO3, KmnO4, Fe(SO4)2.
Menurut Basset (1994) Syarat-syarat larutan baku sekunder:
 Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
 Mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan
penimbangan
 Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.
Syarat larutan yang dapat digunakan untuk analisis campuran dua komponen
adalah
 Komponen-komponen dalam larutan tidak boleh saling bereaksi
 Penyerapan komponen-komponen tersebut tiak sama
 Komponen harus menyerap pada panjang gelombang tertentu

3. Kafein. Kafein dikenal sebagai trimethylxantine dengan rumus kimia


C8H10N4O2 dan termasuk jenis alkaloid. Bentuk alami kafein adalah Kristal putih,

11
prisma heksagonal. Kafein terdapat secara alami pada biji kopi, biji coklat, daun teh
serta cula nuts. Kafein adalah Kristal putih alkaloida xantina yang pahit, yang
merupakan obat stimulant psychoactive. Alkaloid adalah senyawa organic mirip
alkali yang atom hidrogen bersifat basa dalam cincin heterosiklik. Akaloid Kafein
ditemukan di dalam berbagai macam jenis, kacang-kacangan, dedaunan, dan buah da
berbagai tanaman.
Kafein juga bertindak sebagai suatu pestisida alami yang mengusir dan
membunuh serangga-serangga tertentu yang hidup di tanaman tersebut. Kafein
paling sering dikonsumsi oleh manusia dari ekstraksi biji buah kopi dan teh, seperti
juga berbagai makanan dan minuman yang berbahan dasar buah kola.
Pada manusia, kafein adalah suatu stimulan sistem saraf pusat (CNS, Central
Nervous SyStem), mempunyai pengaruh temporer untuk menghindari terhadap
kantuk dan juga memulihkan keadaan siaga. .Hidangan-hidangan yang mengandung
kafein, seperti kopi, teh, minuman tanpa alkohol, dan minuman berenergi, mendapat
ketenaran yang luas. Kafein mempunyai efek diuretik, setidaknya ketika diberikan
dalam dosis tertentu kepada subjek yang tidak mempunyai toleransi padanya.

Rumus Kimia C8H10N4O2

Massa Molar 194,19 g·mol−1

Penampilan Bubuk putih tidak berbau

Densitas 1,2 g·cm−3

Titik Lebur 227-228 °C (anhidrat) 234-235 °C


(monohidrat)

Titik Didih 178 °C (menyublim)

Kelarutan dalam Air 22 mg·mL−1 (25 °C)


180 mg·mL−1 (80 °C)
670 mg·mL−1 (100 °C)

12
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Alat dan Bahan

ALAT BAHAN
1. Spektrofotometri Shimadzu UV 1. Kafein 100 ppm
1700 dan kuvet kuarsa 2. HCL 0,1 M
2. Labu takar 50ml
3. Gelas kimia 250 ml, 100ml, 50
ml
4. Pipet volume 10ml, 25ml
5. Bola hisap
6. Tisu lensa

3.2. Cara Kerja


1. Pembuatan larutan standar dan panjang gelombang maksimum

Membuat 100ml larutan induk


kafein 100ppm dalam HCL 0,1N

Buat sederetan larutan standar kafein dengan konsentrasi 2,4,6,8,10 dan 12 ppm
dalam HCL 0,1N dari labu takar 50 ml.

Dengan menggunakan rumus V1 x N1 = V2 x N2 maka dapat ditemukan:

2ppm = 1 ml 8ppm = 4 ml

4ppm = 2 ml 10ppm = 5 ml

6ppm = 3 ml 12ppm = 6 ml

Tentukan panjang gellombang maksimum dengan cara ukur


serapannya (ambil larutan standar 6ppm) dari berbagai
panjang gelombag (380-190nm)

Ukur serapan berbagai konsentrasi


larutan standar pada panjang
gelombang yang sudah ditetapkan
13
14
15
16
IV. PENGOLAHAN DAN EVALUASI DATA

Menghitung konsentrasi dalam satuan ppm

V1 x ppm1 = V2 x ppm2

Konsentrasi 2 ppm Konsentrasi 8 ppm


V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 2 ppm2 V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 8 ppm2

V1 = 1 mL V1 = 4 mL

Konsentrasi 4 ppm Konsentrasi 10 ppm


V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 4 ppm2 V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 10 ppm2

V1 = 2 mL V1 = 5 mL

Konsentrasi 6 ppm Konsentrasi 12 ppm


V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 6 ppm2 V1 x 100 ppm1 = 50 mL x 12 ppm2

V1 = 3 mL V1 = 6 mL

Pengukuran Spektrum (Untuk penentuan panjang gelombang maksimum)


1. Larutan standar kafein 6 ppm

17
Panjang Absorbansi (A)
gelombang (nm)

272,0 0,275

205,8 0,720

2. Larutan standar kafein 10 ppm

Panjang 𝟔𝒑𝒑𝒎 + 𝟏𝟎𝒑𝒑𝒎


Absorbansi (A)
maks =
gelombang (nm) 𝟐

272,6 0,440 𝟐𝟕𝟐,𝟎 + 𝟐𝟕𝟐,𝟔


= 𝟐
204,4 1,172
= 272,3 nm

18
Pengukuran Photometric (Untuk mengukur Absorbansi dengan maks
272,3 nm )

Sampel no Absorbansi K*ABS

1. (2 ppm) 0,0876 0,0036

2. (4 ppm) 0,1843 0,0076

3. (6 ppm) 0,2667 0,0110

4. (8 ppm) 0,3741 0,0155

5. (10 ppm) 0,4397 0,0182

6. (12 ppm) 0,5276 0,0218

19
Pengukuran Quantitation

No Konsentrasi Absorbansi

1 2 ppm 0,089

2 4 ppm 0,170

3 6 ppm 0,264

4 8 ppm 0,373

5 10 ppm 0,438

6 12 ppm 0,530

20
Pembuatan Kurva Kalibrasi

Pengukuran Konsentrasi Sampel

21
No Absorbansi Konsentrasi

1 0,237060600 5,3475 ppm

Kurva Kalibrasi larutan standard dan sampel

Kurva Kalibrasi
0.6

0.5
y = 0.0445x - 0.0006
0.4 R² = 0.9981
Absorbansi

0.3

0.2

0.1

0
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi (ppm)

No Konsentrasi Absorbansi

1 2 ppm 0,089

2 4 ppm 0,170

3 5,3475 ppm 0,237060600

4 6 ppm 0,264

5 8 ppm 0,373

6 10 ppm 0,438

7 12 ppm 0,530

22
V. PEMBAHASAN
Pada praktikum spektrofotometri UV kali ini, digunakan spektrofotometri
shimadzu dengan ukuran daya serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-350 nm).
Prinsip dari spektrofotometri UV adalah jika radiasi elektromagnetik dilewatkan
pada suatu media yang homogen, maka sebagian radiasi itu ada yang diserap dan
ditransmisikan.
Pada praktikum ini digunakan larutan induk kafein yang dibuat menjadi
larutan standar berupa 2, 4, 6, 8, dan 12 ppm dalam HCl 0,1 N masing-masing
sebanyak 50 mL. dengan menggunakan pengenceran didapat volume masing-
masing dari kafein yaitu 2 ppm sebanyak 1 mL, 4 ppm sebanyak 2 mL, 6 ppm
sebanyak 3 mL, 8 ppm sebanyak 4 mL, 10 ppm sebanyak 5 mL, dan 12 ppm
sebanyak 6 mL.

Kafein adalah suatu senyawa organik yang mempunyai nama lain yaitu
kafein, tein, atau 1,3,7-trimetilxantin. Kristal kafein dalam air berupa jarum-jarum
bercahaya. Bila tidak mengandung air, kafein meleleh pada suhu 2340C – 2390C
dan menyublim pada suhu yang lebih rendah. Kafein mudah larut dalam air panas
dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol (Abraham, 2010).
Senyawa yang akan ditetapkan kadarnya secara spektrofotometri UV harus
memiliki gugus kromofor pada strukturnya agar dapat menyerap radiasi
elektromagnetik.

Pada langkah awal diperlukan pengukuran panjang gelombang maksimum


absorban, larutan kafein 6 ppm dan larutan kafein 10 ppm yang merupakan larutan
yang berada di tengah-tengah kadar konsentrasinya, diukur terlebih dahulu dengan
pengukuran spektrum (untuk penentuan panjang gelombang maksimum).
Diperoleh dua data berupa panjang gelombang dari larutan kafein 6 ppm senilai
272,0 dan 205,8 nm dengan masing-masing nilai absorbansinya 0,275 dan 0,720,
dan panjang gelombang dari larutan kafein 10 ppm senilai 272,6 nm dan 204,4 nm
dengan nilai absorbansinya 0,440 dan 1,172. Untuk memperoleh nilai panjang
gelombang maksimum diperoleh dengan cara menghitung rata-rata panjang
gelombang dari kedua larutan kafein tersebut dan diperoleh nilai panjang
maksimum sebesar 272,3. Panjang gelombang maksimum kafein dalam pelarut
asam encer menurut literatur yaitu sebesar 273 nm (Clarke, 1986). Setelah diperoleh
nilai panjang gelombang maksimum, nilai tersebut dapat digunakan untuk mencari
nilai absorbansi per konsentrasi kafein. Hal ini dikarenakan absorpsivitas hanya
tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang gelombang atau
frekuensi radiasi yang digunakan. Pengukuran absorbansi harus dilakukan pada
panjang gelombang absorban maksimum λ maks karena :

23
1. Kepekaan maksimum dapat diperoleh jika larutan dengan konsentrasi tertentu
memberikan signal yang kuat pada panjang gelombang tersebut.
2. Perbedaan absorban sangat minimal dengan berubahnya panjang gelombang
di sekitar panjang gelombang absorban maksimum sehingga kesalahan
pengukuran sangat kecil. Pelarut yang digunakan untuk spektrofotometri harus
memenuhi persyaratan tertentu agar diperoleh hasil pengukuran yang tepat.
Pertama-tama, pelarut harus dipilih yang melarutkan komponen analit, tetapi
sesuai dengan bahan kuvet.

Untuk mencari nilai absorbansi dari per konsentrasi kafein, pada alat
(spektrofotometri shimadzu), digunakan tools pengukuran photometric pada alat.
Dari alat, diperoleh nilai-nilai absorbansi per konsentrasi kafein:

Sampel no Absorbansi K*ABS

1. (2 ppm) 0,0876 0,0036

2. (4 ppm) 0,1843 0,0076

3. (6 ppm) 0,2667 0,0110

4. (8 ppm) 0,3741 0,0155

5. (10 ppm) 0,4397 0,0182

6. (12 ppm) 0,5276 0,0218

Pengukuran absorbansi dapat pula diukur dengan menggukan tools


pengukuran quantitation pada alat dengan hasil yang ditampilkan alat yaitu:

No Konsentrasi Absorbansi

1 2 ppm 0,089

2 4 ppm 0,170

3 6 ppm 0,264

4 8 ppm 0,373

24
5 10 ppm 0,438

6 12 ppm 0,530

Setelah itu, dapat dituliskan kurva kalibrasi yang akan langsung ditampilkan
oleh alat dengan menekan tombol 2 setelah pengukuran.

25
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh nilai gelombang maksimum kafein sebesar
272,3 nm sesuai dengan panjang gelombang sinar UV yaitu berkisar 190-380 nm
dan panjang gelombang maksimum kafein menurut literatur adalah sebesar 273
nm (Clarke, 1986). Terdapat perbedaan sebesar 0,7 nm antara panjang gelombang
hasil percobaan dan literatur.
Dari data yang dihasilkan melalui praktikum diperoleh kesimpulan yang
dijelaskan dalam hukum Lambert-Beer bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan
(kafein) maka semakin tinggi pula nilai absorbansinya.

26
VII. DAFTAR PUSTAKA
GLASSTON, S. 1960. Textbook of Physical Chemistry. 2nd ed. Macmillan and
Co. Ltd., London.
PECSOK, R.L.; L.D. SHILEDS; T. CAIRNS; and I.G. MCWILLIAM 1976.
Modern Methods of Chemical Analysis. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc.,
New York.
SKOOG, D.A. and D.M. WEST 1971. Principles of Instrumental Analysis. Holt,
Rinehart and Winston, Inc., New York.
Cresswell, Clifford.J. 2005. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Bandung: ITB.
Hayati, Chairini. 2014. Laporan Praktikum Analisis Spektoskopi Percobaan I.
Online: http://chairinihayati.blogspot.co.id/2014/12/laporan-praktikum
percobaan-i.html. ((Diakses pada tanggal 23-Maret-2019).
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
Nurlaeli, Novie. 2013. Laporan Praktikum UV VIS. Bandung. Online:
http://noviechemist.blogspot.co.id/2013/01/laporan-praktikum-aas.html.
(Diakses pada tanggal 23-Maret-2019).
R.A.Day, Dr Jan Dan Al-Underwood. 2002. Analitik Kimia Kuantitatif.
Jakarta:Erlangga.
Setiarso, Pirim dkk. 2016. Petunjuk Praktikum Kimia Analitik III.
Surabaya:Unesa Press.
Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik Edisi
Pertama.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sumar, Hendayana. 1994. Kimia Analisis Farmasi. Jakarta: UI Press.
Syaputri, Eka Nurwinda. 2014. Laporan Spektrofotometri UV VIS. Sulawesi
Selatan: online: http://nespharma.blogspot.co.id/2015/02/laporanspektrofo
tometri-uv-vis.html.(Diakses pada tanggal 23-Maret-2019).

27

Anda mungkin juga menyukai