Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoartritis adalah penyakit kronis yang belum diketahui secara
pasti penyebabnya, ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi
secara bertahap. Osteoartritis terjadi akibat kondrosit (sel pembentuk
proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi) gagal dalam memelihara
keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler,
sehingga terjadi perubahan diameter dan orientasi serat kolagen yang
mengubah biomekanik dari tulang rawan, yang menjadikan tulang rawan
sendi

kehilangan

sifat

kompresibilitasnya.

Osteoartritis

umumnya

menyerang penderita berusia lanjut pada sendi-sendi penopang berat


badan, terutama sendi lutut, panggul (koksa), lumbal dan servikal. Faktor
resiko osteoartritis antara lain umur, jenis kelamin, ras, genetik,
kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi (trauma), pekerjaan.
Osteoartritis

merupakan

penyakit

sendi

yang

paling

banyak

ditemukan di dunia, termasuk Indonesia. Penyakit ini menyebabkan nyeri


dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang mengalami
simptom osteoartritis. Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita
osteoartritis. Osteoartritis menempati urutan kedua setelah penyakit
kardiovaskuler sebagai penyebab ketidakmampuan fisik (seperti berjalan
dan menaiki tangga) di dunia barat. Secara keseluruhan, sekitar 10 - 15%
orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita osteoartritis. Dampak
ekonomi, psikologi dan sosial dari osteoartritis sangat besar, tidak hanya
untuk penderita tetapi juga keluarga dan lingkungan.
Di Indonesia, osteoartritis merupakan penyakit reumatik yang paling
banyak

ditemui

dibandingkan

kasus

penyakit

reumatik

lainnya.

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penduduk yang


mengalami gangguan osteoartritis di Indonesia tercatat 8,1% dari total

penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan pemeriksaan dokter,


dan sisanya atau 71% mengkonsumsi obat bebas pereda nyeri.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI GENU
2.1 Anatomi Genu
Articulatio

genus

adalah

sendi

sinovial

jenis

engsel

yang

memungkinkan sedikit gerak rotasi sewaktu berada dalam sikap flexi.


Articulatio genus terdiri dari tiga persendian, yaitu (Keith L. Moore, 2006):

Persendian lateral dan medial; antara condylus femur dan condylus

tibia.
Persendian intermediet antara patella dan femur.

Gambar 2.1 diambil dari Clinically Oriented Anatomy Keith L Moore,


Arthur F. 2006

Capsula articularis fibrosa berada di sebelah proksimal melekat pada


femur, tepat proksimal terhadap batas-batas artikular kedua condylus dan
juga pada fossa intercondylaris di sebelah belakang. Membrana sinovial
yang luas melapisi permukaan capsula articularis fibrosa dan melekat
pada bagian tepi patela dan pada tepi kedua meniscus. Membrana

sinovial melipat balik dari bagian posterior sendi ke ligamentum cruciatum


anterius dan ligamentum cruciatum posterius (Keith L. Moore, 2006).

Gambar 2.2 diambil dari Clinically Oriented Anatomy Keith L Moore,


Arthur F. 2006
Capsula fibrosa diperkuat oleh 5 ligamentum intrinsik (Keith L.
Moore, 2006):

Ligamentum collaterale fibulare


Ligamentum collaterale tibiale
Ligamentum popliteum obliquum
Ligamentum popliteum arcuatum
Ligamentum cruciatum ( anterior-posterior)

Gambar 2.3 diambil dari Clinically Oriented Anatomy Keith L Moore,


Arthur F. 2006
Gerak utama adalah fleksi dan ekstensi, sedkit rotasi dapat
dilakukan sewaktu lutut terfleksi. Sewaktu tungkai bawah terekstensi
maksimal, lutut terkunci karena endorotasi femur pada tibia. Ini yang
membuat ekstrimitas inferior bagaikan tiang yang kokoh dan lebih sesuai
untuk menyangga beban. Untuk membuka kunci musculus popliteus
berkontraksi, dan menyebabkan eksorotasi femur sehingga lutut dapat
difleksikan (Keith L. Moore, 2006).
Arteri mendapat dari cabang pembuluh darah yang membentuk
rete articularis genus sekeliling lutut. Arteria media genus menembus
capsula fibrosa dan memasok darah pada ligamentum cruciatum,
membrana sinovial, dan batas perifer di kedua meniscus. Persarafan
mendapat cabang nervus obturatorius, nervus femoralis, nervus tibialis,
dan nervus fibularis communis(Keith L. Moore, 2006).
2.2 Sinovium dan cairan sinovial
Permukaan interior kapsul dibatasi oleh membran tipis yaitu
sinovium yang kaya akan suplai darah arteri, limfatik dan persarafan. Ini
berfungsi sebagai penutup permukaan sendi dan memproduksi cairan

sinovial

yang

merupakan

plasma

kental

yang

berikatan

dengan

hyaluronan. Cairan ini memelihara pembuluh darah kartilago tulang


rawan, berperang penting dalam mengurangi gesekan saat bergerak dan
sebagai bahan perekat untuk mempertahankan kestabilan sendi. Pada
kondisi normal, jumlah cairan sinovial adalah konstan. Jika terjadi jejas,
jumlahnya dapat meningkat, dan dapat menjadi target infeksi maupun
penyakit autoimun (Alan Graham Apley, 2010).

Gambar 2.4 diambil dari Apleys System of Orthopaedics and


Fractures 9th edition. Alan Graham Apley, 2010.
2.3. Lubrikasi sendi
Permukaan tulang rawan hialin licin karena produksi
kombinasi efisiensi tinggi dari sistem lubrikasi, yaitu (Alan Graham
Apley, 2010) :
Boundary layer lubrication
Terletak pada permukaan yang berisi glikoprotein yang

terlarut air pada ciran sinovial.


Fluid film lubrication
Merupakan mekanisme hidrodinamik.

Ketika

terjadi

pergerakan dan cairan keluar dari kartilago yang kaya akan


proteoglikan dan membentuk bantalan kecil yang tidak rata

dan akan meresap kembali ke kartilago jika pergerakan

berhenti.
Lubrikasi antara lipatan sinovial disediakan oleh molekul
hyaluronat pada ciran sinovial.

BAB III
OSTEOARTHRITIS GENU
3.1

Definisi
Osteoarthritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai

kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan


progresif, diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang
rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul
sendi (Chairuddin Rasjad, 2007).
Kelainan ini timbul akibat mekanisme abnormal pada proses
penuaan, trauma atau akibat kelainan lain yang menyebabkan
kerusakan tulang rawan sendi (Chairuddin Rasjad, 2007).
3.2

KLASIFIKASI
Dibagi menjadi 2 jenis (Chairuddin Rasjad, 2007):
a) Primer
Tidak diketahui penyebabnya, dapat mengenai satu atau

beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini di temukan pada wanita kulit


putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan
nyeri yang akut disertai rasa panas pada bagian distal interfalangeal
yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang yang disebut NODUS
HEBERDEN.
b) Sekunder
Disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada
sinovia sehingga menimbulkan osteoartritis sekunder.
Beberapa keadaan yang menimbulkan osteoartritis sekunder adalah :
Trauma / instabilitas
Terjadi akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi,
tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya hipermobilitas dan
instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan
sendi.
Faktor genetik / perkembangan
Adanya kelainan genetik dan perkembangan tubuh seperti displasia
epifisial,

displasia

asetabuler,

penyakit

Legg-calve-perthes,

dislokasi sendi panggul bawaan dan tergelincirnya epifisis (slipped


epiphysis).
Penyakit metabolik / endokrin

Disebabkan oleh penyakit metabolik / endokrin seperti penyakit


okronosis, akromegali, mukopolisakaridosis, deposisi kristal atau
setelah suatu inflamasi pada sendi, isalnya artritis reumatoid atau
artropati oleh inflamasi.
Osteonekrosis
Osteoartritis dapat berkembang akibat osteonekrosis kaput femoris
oleh

bermacam-macam

sebab,

misalnya

penyakit

Caisson,

penyakit sikle cell.


3.2.1 ETIOLOGI
Faktor predisposisi

terjadinya

osteoartritis

dipengaruhi

oleh

(Chairuddin Rasjad, 2007):


a) Umur
Ditemukan pada usia lanjut (atas 50 tahun), oleh karena pada
orang lanjut usia pembentukan kondroitin sulfat merupakan
substansi dasar tulang rawan berkurang dan dapat terjadi
fibrosis tulang rawan.
b) Jenis kelamin
Ditemukan baik pada pria maupun wanita dimana osteoartritis
primer lebih banyak ditemukan pada wanita pasca menopause
sedangkan osteoartritis sekunder lebih banyak ditemukan pada
laki-laki.
c) Ras
Sering pada orang Asia khususnya Cina, Eropa dan Amerika
daripada kulit hitam.
d) Keturunan
e) Metabolik / endokrin
Penderita obesitas, hipertensi, hiperurikemia, dan DM lebih
rentan terhadap osteoartritis.
f) Mekanik
g) Trauma
Trauma hebat terutama fraktur intra-artikuler atau dislokasi sendi
merupakan predisposisi osteoartritis.
h) Cuaca
Gejala sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau
lembab.
i) Diet
3.4

EPIDEMIOLOGI

Insidensnya meningkat seiring dengan proses penuaan dan


terutama ditemukan pada usia diatas 50 tahun, tetapi dapat pula
ditemukan pada usia muda akibat kerusakan pada tulang rawan
sendi oleh salah satu sebab (Chairuddin Rasjad, 2007).
3.5 ETIOPATOGENESIS
a) Rawan Sendi
Rawan sendi adalah jaringan ikat khusus yang menutupi
permukaan sendi yang memungkinkan gerakan antar tulang
dengan kecepatan tinggi namun rendah gesekan. Rawan sendi
terdiri atas jaringan elastik dengan komposisi sebagian besar
matriks ekstraseluler dan hanya 2% dari berat keseluruhannya
adalah kondrosit. Rawan sendi merupakan jaringan aktif, selalu
menjaga keseimbangan komposisinya baik selularitas maupun
matriks. Hal ini penting karena untuk mempertahankan fungsinya
yang elastik yang berguna untuk meredam beban atau tekanan
pada sendi. Kondrosit memegang peranan dalam menjaga
keseimbangan ini (Patrick Davey, 2006).

Kondrosit
Kondrosit dalam rawan

sendi hidup

dalam

keadaan

terisolasi, tunggal atau dalam kelompok kecil volumenya hanya 12% dari seluruh rawan sendi, kondrosit mempunyai peran cukup
besar karena bertanggung jawab terhadap terhadap sintesis dan
rumatan seluruh matriks rawan. Kondrosit dapat mensintesis
kolagen

proteoglikan

dan

berbagai

enzim

inhibitor. Fungsi

sintesisnya berubah-ubah sebagai reaksi terhadap berbagai


rangsangan biokimia, struktural dan fisik. Rawan sendi normal
adalah jaringan avaskuler sehingga kondrosit hidup dalam kondisi
hipoksia dan asidosis serta menggunakan proses glikolisis anaerob
untuk sumber energinya, sumber utama nutrisi rawan sendi berasal
dari cairan sinovial.

10

Dalam

kondisi

normal

kondrosit

jarang

dijumpai

mengadakan proliferasi, meskipun aktif melakukan metabolisme


sehingga

seluleritas

rawan

sendi

kondisi

normal

selalu

dipertahankan konstan. Pada usia lanjut pada umumnya ditemukan


seluleritas rawan sendi berkurang sehingga didapatkan kualitas
dan kuantitas rawan sendi menurun.
Matriks

ekstraseluler

mengandung

komposisi

spesifik,

seperempatnya merupakan matriks organik, jaringan kolagen


sekiter sepertiganya, yang didominasi kolagen tipe 2. Bila ditinjau
antara komposisi matriks dan sel kondrosit, maka rawan sendi ini
terbagi dalam tiga lapis. Lapisan superfisial (tangensial zone)
jumlah sel kondrosit tidak padat berbentuk pipih dan mempunyai
kapasitas sintesis matriks rendah dibanding dengan lapisam
lainnya, matriks terdiri dari serat kolagen tipis yang tersusun secara
tangensial disertai banyak proteoglikan kecil dan sedikit agrecan.
Lapisan tengah (mid zone/transititional zone), merupakan 40-60%
berat rawan sendi, bentuk kondrosit bulat dan sekitarnya dipenuhi
kolagen tebal yang tersusun secara radial, dan pada lapisan dalam
(radial zone) kondrosit tersusun prependikuler dan kolagen yang
paling tebal. Konsentrasi proteoglikan makin ke dalam makin besar.
(Harry Isbagio, 2007)
Matriks Ekstraseluler
1. Kolagen
Elemen terbanyak jaringan rawan sendi yang merupakan kolagen
tipe 2. Disintesis kondrosit dalam bentuk prokolagen yang
selanjutnya proses sintesisnya dilanjutkan di luar sel kondrosit.
Kolagen tipe 2 merupakan susunan kompleks dan gambaran yang
spesifik. Pembentukan serabut serta kekencangan dari kolagen
terorganisasi secara teratur dan berbeda-beda pada masingmasing rawan sendi. Serabut yang tipis biasanya terletak pada
daerah teritorial yang berdekatan dengan sel kondrosit serta

11

didapatkan pada lapisan superfisial. Secara gradual ketebalan dari


serabut kolagen ini semakin meningkat (Joewono Soeroso, 2007).
2. Proteoglikan
Matriks non kolagen yang terbanyak di dalam rawan sendi adalah
agrecan yang berupa molekul besar dan berinti protein yang
tersusun dari 2000 asam amino dan saling berikatan dengan
glikosaminoglikan. Sedangkan glikosaminoglikan sendiri tersusun
dari keratin sulfat dan kondroitin sulfat. Pada larutan komplek
glikosaminoglikan bermuatan negatif dan bertanggung jawab
terhadap hidrasi dan tekanan pada rawan sendi (Joewono Soeroso,
2007).
Struktur molekul agrecan relatif dipertahankan stabil, proses ini
diregulasi oleh sel secara intra maupun ekstraseluler. Di setiap
rawan sendi komposisi molekul agrecan ini tidak sama, hal ini
dipengaruhi oleh letak sendi, jenis spesies dan lapisan rawan sendi.
Proses penuaan atau degeneratif makan terjadi perubahan
komposisi,stabilitas agrecan sehingga ukuran molekul agrecan
berubah. Umumnya ukurannya lebih kecil. Menurunnya konsentrasi
link protein pada agrecan menyebabkan sifat agregasi terhadap
hyaluronan menurun. Molekul agrecan sangat sensitif terhadap
enzim proteinase. Dengan demikian dalam keadaan normal atau
patologi turnover matriks rawan sendi, maka akan terjadi pelepasan
fragmen proteoglikan ke dalam cairan sinovial (Joewono Soeroso,
2007).
3. Proteoglikan kecil (small proteoglikan)
Lebih dikenal dengan Leucine-rich repeat protein (LRP-protein)
mempunyai 4 jenis yaitu Decorin, fibromodulin, lumican, dan
byglikan, dimana semua jenis protein ini mempunyai kemampuan
mengikat kolagen. Matriks lain yang juga dapat ditemukan pada
rawan sendi yaitu COMP suatu protein dengan berat molekul besar,
ditemukan jumlahnya banyak pada rawan sendi yang sedang
tumbuh, disintesis dan disimpan oleh kondrosit pada daerah

12

teritorial, diduga protein ini berfungsi sebagai kontrol pertumbuhan


dan proliferasi sel kondrosit (Irwanashari, 2008).
b) Metabolisme rawan sendi
Organisasi

matriks

makromolekul

sangat

unik.

Mempunyai

kapasitas mentransfer tekanan yang menimpa sendi, yang mana


kemampuan ini diperankan komponen agrecan, dan kemampuan
peregangan diperankan kolagen tipe 2. Normal, rawan sendi
mempertahankan kemampuan ini dengan menjaga keseimbangan
komposisinya, dengan cara melakukan balans (turnover) antara
degradasi dan sintesis matriks, yang mana proses ini berjalan
lamban (Irwanashari, 2008).
Saat ini telah diketahui peran enzim proteolitik pada proses
degradasi matriks. Enzim ini disekresi dalam bentuk proenzim yang
dapat diaktifkan oleh enzim lainnya. Pada osteoartritis terdapat
peningkatan enzim-enzim ini yaitu antara lain streptomyolysin 1
(MMP3), gelatinase A (MMP2), gelatinase B (MMP9), kolagenase 1
(MMP1), kolagenase 2 (MMP2), kolagenase 3 (MMP13),MT1-MMP,
plasminogen aktivator dan kaptesin B. Setiap enzim mempunyai
spesifitas dalam memecah matriks, ada beberapa enzimproteolitik
yanng

dikenal

antara

lain

streomyolisine, gelatinase A,

metalloproteinase

(MMPs),

B, Kaptesin. Metalloproteinase

merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam


pemecahan matriks makromolekul (Irwanashari, 2008).

13

Gambar 3.1 diambil dari Osteartritis dalam penanganan


ortopedi. Irwanashari, 2008.
3.6 PATOGENESIS
Patogenesis
perdebatan,

osteoarthritis

dahulunya

degenerative

murni.

sampai

osteoarthritis

Pada

saat

ini

masih

menjadi

dianggap

suatu

proses

kenyataannya

proses

osteoarthritis

didapatkan adanyan peran sitokin inflamasi dan patogenesisnya


(Askandar Tjokroprawiro, 2007).
OA merupakan penyakit gangguan homeostasis metabolis rawan
sendi dengan kerusakan struktur proteoglikan yang penyebabnya
diperkirakan multifaktorial antara lain oleh karena faktor umur, stress
mekanis atau khemis, penggunaan sendi yang berlebihan, dedek
anatomic,

obesitas,

genetic,

humoral

dan

faktor

kebudayaan.

Mikrofraktur pada permukaan rawan sendi maka akan diikuti dengan


menurunnya sintesis glikosaminoglikan serta proliferasi kondrosit.
Selain berproliferasi kondrosit merespon suatu trauma rawan sendi
dengan memproduksi sitokin antara lain interleukin 1 (IL-1) , interleukin
1b (IL-1b), IL-6, TNF dan dan interferon (IFN) dan dan growth
factor, serta enzim-enzim proteolosis. Sitokin merangsang degadrasi

14

komponen matriks rawan sendi. IL-1, TNF , kedua sitokin ini


merupakan activator yang sangat kuat pada proses degradasi, IL-1,
IL-1 dan TNF dikenal sebagai stimulator yang poten sintesis NO.
Peranan NO pada rawan sendi osteoarthritis adalah menghambat
sintesa

matriks

rawan

sendi

serta

merangsang

apoptosis

kondrosit(Askandar Tjokroprawiro, 2007).


Kondrosit penderita OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih
banyak di banding individu norma dan kondrosit sendiri dapat
memproduksi IL-1 secara local Faktor pertumbuhan (IG) dan sitokin
tampaknya

mempunyai

pengaruh

yang

berlawanan

selama

perkembangan OA (Askandar Tjokroprawiro, 2007).


Akibat dilepaskannya berbagai enzim proteolitik maka akan terjadi
degradasi

rawan

sendi,

berlebihan

dan

melewati

mekanisme

kontrolnya, sehingga sel kondrosit gagal mempertahankan komposisi


normalnya.

Proses

hilangnya

kontrol

mekanisme

proteolitik

ini

tampaknya dicetuskan oleh beberapa faktor antara lain ketuaan,


kelainan genetik, perubahan biomekanik, atau trauma (Askandar
Tjokroprawiro, 2007).
Jadi proses utama untuk dikatakan sebagai OA adalah kegagalan
sintesis matriks yang merupakan hasil proses yang sangat kompleks
dan faktor anaboliti serta katabolic. Proses katabolisme yang terutama
diperantarai oleh berbagai mediator seperti sitokin terutama interleukin1 (IL-1), tumor necrosis factor alpha (TNF-) dan enzim perusak a.l
metalloproteinase (MMPs) berjalan lebih cepat sehingga sintesis
matriks lawan sendi tidak mampu mengimbangi kecepatan kerusakan
yang diakibatkan faktor katabolic tadi. Salah satu faktor antagonis
katabolisme rawan sendi adalah inhibitor of metalloproteinase tissue
inhibitor f metalloproteinase (TIMP) serta berbagai sitokin lainnya
seperti IL-6 (Askandar Tjokroprawiro, 2007).

15

Akibatnya terjadi perubahan turnover matriks inilah yang mendasari


kerusakan rawan sendi pada osteoarthritis. Proses ini dimulai pada
lapisan atas rawan sendi baru kemudian diikuti lapisan yang lebih
dalam dan proses biasanya terjadi bertahun-tahun, menurut penelitian
berangsur sekitar 3-4 tahun . Gambaran makroskopik tampak rawan
sendi yang hipertropik, stadium yang lanjut rawan sendi kehilangan
serabut kolagen (Askandar Tjokroprawiro, 2007).

Gambar 3.2 diambil dari Anterior Ankle Arthrodesis. Australia: World


Journal of Orthopedic. Slater, Gordon L. StephaniC Sayres, Martin J
OMalley, 2014.

Gambar 3.3 diambil dari Anterior Ankle Arthrodesis. Australia: World


Journal of Orthopedic. Slater, Gordon L. StephaniC Sayres, Martin J
OMalley, 2014.

16

3.7 MANIFESTASI KLINIK


Osteoarthritis biasanya mengenai satu atau beberapa sendi.
Gejala-gejala klinis yang ditemukan berhubungan dengan fase
inflamasi sinovial, penggunaan sendi serta inflamasi dan degenerasi
yang terjadi di sekitar sendi (Chairuddin Rasjad, 2007):
1.

Nyeri
Nyeri terutama pada sendi-sendi yang menanggung beban tubuh
seperti pada sendi panggul dan lutut. Nyeri ini terutama terjadi bila
sendi digerakkan dan pada waktu berjalan.
Nyeri yang terjadi berhubungan dengan :
o
o
o
o

Inflamasi yang luas


Kontraktur kapsul sendi
Peningkatan tekanan intra-artikuler akibat kongesti vaskuler
Nyeri berkurang setelah dilakukan aspirasi yang mengurangi tekanan
intra-artikuler

2.

Kekakuan
Kekakuan terutama terjadi oleh karena adanya lapisan yang
terbentuk dari bahan elastic akibat pergeseran sendi atau oleh adanya
cairan yang viskosa. Keluhan yang dikemukakan berupa kesukaran
untuk bergerak setelah duduk. Kekakuan pada sendi besar atau pada
jari

tangan

menyebabkan

gangguan

pada

aktivitas

sehari-hari

penderita.
3.

Pembengkakan
Pembengkakan terutama ditemukan pada lutut dan siku.
Pembengkakan dapat disebabkan oleh cairan dalam sendi pada
stadium akut atau oleh karena pembengkakan pada tulangyang disebut
osteofit. Juga dapat terjadi oleh karena adanya pembengkakan dan
penebalan pada sinovia berupa kista.

4.

Gangguan pergerakan
Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan oleh adanya
fibrosis pada kapsul, osteofit atau iregularitas permukaan sendi. Pada
pergerakan sendi dapat ditemukan atau didengar adanya krepitasi.

5.

Deformitas

17

Deformitas sendi yang ditemukan akibat kontraktur kapsul serta


instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang dan tulang rawan.

Gambar 3.4 diambil dari Clinically Oriented Anatomy Keith L Moore,


Arthur F. 2006
3.8 Penegakan Diagnosa
Kriteria diagnosis osteoarthritis lutut (Askandar Tjokroprawiro,
2007):
1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik : nyeri lutut dan 3
dari berikut ini:

Umur >50 tahun


Kaku sendi < 30 menit
Krepitus pada Gerakan Aktif
Pembesaran Sendi
Nyeri tulang
Tidak hangat pada perabaan

2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologis : nyeri


lutut dan 1 diantara berikut ini ;

Umur >50 tahun


Kaku sendi < 30 menit
Krepitus pada Gerakan Aktif dan Osteofit

3. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium :


Nyeri lutut dan 5 diantara berikut ini :

18

Umur >50 tahun


Kaku sendi < 30 menit
Krepitus pada Gerakan Aktif
Pembesaran sendi
Nyeri tulang
Tidak hangat pada perabaan
Led < 40 mm/jam
Rheumatoid Faktor < 1:40
Analisis Caiaran Sendi menunjukkan OA

Gambar 3.5 diambil dari Apleys System of Orthopaedics and


Fractures 9th edition. Alan Graham Apley, 2010.
3.9 GAMBARAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologik mungkin normal pada awal masa sakit,
tetapi ketika penyakit berkembang dapat memperlihatkan penyempitan
rongga sendi, sklerosis tulang subkondral, kista subkondral, dan
osreofit. Erosi yang terjadi berbeda dengan erosi pada artritis reumatoid
atau psoriatik karena kelainan-kelainan tersebut terjadi pada bagian
subkondral sepanjang bagian tengah permukaan sendi (Chairuddin
Rasjad, 2007).
a) Foto Polos
o Densitas tulang normal atau meninggi
o Penyempitan ruang sendi yang asimetris karena hilangnya
tulang rawan sendi
19

o Sklerosis tulang subkondral


o Kista tulang pada permukaan sendi terutama subkondral
b) Osteofit pada tepi Radionuklida Scanning
Dilakukan dengan menggunakan 99m TeHDP dan terlihat
peningkatan aktivitas tulang pada bagian subkondral dari sendi yang
terkena osteoarthritis. Dapat pula ditemukan penambahan vaskularisasi
dan pembentukan tulang baru, juga terlihat daerah perselubungan
sendi vertebra apofisial(Chairuddin Rasjad, 2007).
3.10
Klasifikasi Radiologis
Klasifikasi radiologis menurut Kellgren Lawrence (Osteoartitis
Lutut) :

3.11

Diagnosa Banding

Dalam mendiagnosa osteoarthritis diperlukan juga pengetahuan


mengenai penyakit-penyakit lain yang memiliki kemiripan gejala, antara
lain (Soeparman, 2005)
1. Reumatoid arthritis
Penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya sinovitis erosive
simetris yang sering mengenai persendian dan melibatkan organ
lain
2. Gout

20

Penyakit dimana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh


secara berlebihan. Ditandai dengan serangan berulang dari artritis
yang akut, kadang disertai pembentukan kristal natrium urat besar
(thopus), deformitas sendi secara kronis.
3. Septik Arthritis
Penyakit sendi akibat infeksi bakteri antara lain Salmonella,
Stafilokokus, Streptokokus yang bermanifestasi klinis berupa: nyeri
lokal, demam, peradangan pada sendi, dan aspirasi sendi
didapatkan pus.
3.12

Management

Management osteoartritis bergantung dari sendi yang terkena,


derajat penyakit, keparahan gejala, usia dan kebutuhan fungsi sendi (A.
Graham Apley, 2010). Tujuan utama dari management osteoartritis
adalah mengontrol nyeri, mempertahankan dan memperbaiki batas
pergerakan dan stabilisasi sendi yang terkena serta membatasi
kerusakan fungsi sendi (Mahajan, 2005).
a. Terapi awal
Terapi fisik
Terapi utama pada kasus awal adalah terapi fisik, yang secara
langsung bertujuan untuk mempertahankan mobilitas sendi dan
kekuatan otot. Program latihan fisiknya meliputi: aerobik,
pemanasan, pemijatan. Namun, tetap dihindari aktifitas yang

berlebihan (A. Graham Apley, 2010).


Pengurangan beban
Menjaga sendi dari beban yang berlebihan dapat menurunkan
rata-rata kartilago yang hilang. Ini juga efektif mengurangi nyeri.
Pada orang dengan obesitas dapat menggunakan sepatu
shock-absorbing shoes, menghindari aktifitas memanjat dan

menggunakan tongkat saat berjalan (A. Graham Apley, 2010).


Obat-obat analgesik
Pereda nyeri sangat penting, tapi tidak semua penderita
membutuhkannya.

Acetamoniphen

direkomendasikan

untuk

terapi awal pada osteoartritis dengan dosis maksimal 4


gram/hari.

Opioid

dan

paracetamol
21

dikombinasikan

untuk

menimbulkan

efek

analgesik

yang

lebih

kuat

daripada

penggunaan parasetamol saja (Mahajan, 2005). Tapi, jika nyeri


tidak mereda dapat diberikan NSAID (A. Graham Apley, 2010).
Injeksi intra artikular dengan kortikosteroid diyakini lebih efektif
pada pasien dengan infalamasi dan nyeri yang berat. Biasanya
diberikan tidak lebih dari 4x per tahun untuk menghindari efek
kerusakan pada sendi yang di injeksi. Suspensi triamcolone
hexacotined merupakan long acting corticosteroid yang sering
digunakan untuk injeksi intra artikular (Mahajan, 2005).
b. Terapi intermediet
Debridement sendi menggunakan arthroscopy

atau teropong

sendi adalah tindakan bedah dengan sayatan minimal kemudian


dapat menunjukkan gambaran di dalam sendi. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan arthoscopy antara lain debridemant atau
membersihkan permukaan sendi dari tulang rawan yang telah
rusak

(Wahyu,

2007)

atau

operasi

terbuka.

Jika

pada

pemeriksaan radiologi ditemukan adanya malalignment sendi


dan dysplasia caput femoris dan acetabular dapat di koreksi
dengan

osteotomy

untuk

mencegah

atau

memperlambat

progresifitas kerusakan sendi (A. Graham Apley, 2010).

22

Gambar 3.4 diambil dari Apleys System of Orthopedic and


Fractures 9nd edition
c. Terapi akhir
Pada sendi yang mengalami destruksi dengan nyeri yang
memberat,

instabilitas,

dan

deformitas

membutuhkan

rekonstruksi dengan pembedahan (A. Graham Apley, 2010):


Realignment osteotomy
Operasi ini dilakukan jika kondisi sendi stabil, mobile dan
gambaran radiologis menunjukkan sebagian besar celah sendi
masih nampak. Indikasi idelanya dilakukan pada penderita
berusia di bawah 50 tahun dengan lutut varusdari osteoartritis
yang terbatas pada kompartemen medial osteotomi valgus tibia
yang tinggi akan meredistribusikan beban ke sisi lateral

sendi(Sam Wiesel, 2007).


Penggantian sendi
Merupakan terpi pilihan pada osteoartritis pada masa ini dengan
gejala yang tak tertahankan, kehilangan fungsi yang jelas, dan
aktifitas sehari-hari yang sangat terhambat. Pada penderita
osteoarthrtitis sendi lutut atau pinggul dengan usia menengah
atau tua, penggantian sendi menjanjikan perbaikan selama 15
tahun atau lebih. Keberhasilan tindakan ini bergantung dari

23

teknik skill, model implant, instrument yang tepat, perawatan

post operasi (Sam Wiesel, 2007).


Arthrodesis
Merupakan pilihan terapi jika didapatkan penyempitan celah
sendi pada pemeriksaan radiologis. Terapi ini sebagian besar
dilakukan pada sendi-sendi kecil seperti sendi karpal atau tarsal
dan sendi metatrasophalangeal (Sam Wiesel, 2007).

3.13

Prognosis

Gerakan penderita menjadi terbatas, namun pengobatan umunya


dapat meningkatkan fungsi (Inawati, 2008).

RESPONSI ILMU BEDAH RSU HAJI SURABAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
Pembimbing : dr. Triarto Budi Susanto, Sp. OT
Oleh

: Andella Pradifta, S.Ked.

(NIM. 2007.04.0.0003)

Megi Munindra, S.Ked.

(NIM. 2007.04.0.0093)

Julian Hartawan Wijaya, S.Ked.

(NIM. 2009.04.0.0093)

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. D.

Umur

: 48 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Pekerjaan

: Pensiunan Sales

Pendidikan

: SLTA

Alamat

: Kebon Sari III

No. RM

24

Tanggal pemeriksaan: 16 November 2015


II. ANAMNESA
1.

Keluhan Utama : Nyeri pada lutut sebelah kanan saat berjalan 1


bulan.

2.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang ke RS. HAJI Surabaya pada tanggal 16
November 2015 untuk pertama kalinya memeriksakan keluhannya.
Pasien mengeluh nyeri lutut kanan 1 bulan yang lalu dan semakin
memberat hingga saat ini. Rasa nyeri muncul ketika pasien bangkit
berdiri setelah duduk, dan berjalan. Nyeri dapat berkurang dengan
beristirahat dan pengobatan. nyeri tersebut muncul sejak 1 tahun
yang lalu. Nyeri muncul saat berjalan dan sedikit berkurang dengan
istirahat. Tidak diberikan obat. Pasien menceritakan suka tantangan
jalan jauh jarak 5-10 kg pada waktyu mudanya. Pasien mengikuti
tantangan dan pada waktu muda pasien suka naik turun tangga dari
lantai satu ke lantai lima di tempat kerjanya pasien bekerja sebagai
sales di salah satu pusat perbelanjaan. Pada tahun 2015 bulan
februari pasien merasakan gejala seperti nyeri pinggang sampai
sampai ptidak bisa berjalan., sakit dirasakan semakin bertambah
adari duduk ke berdiri juga harus pelan pelan.Keluhan semakin hari
semakin memberat , dan jalan saja jongkok. Untuk berjalan pasien
menggunakan kaki kirinya untuk menopang. Pada tanggal 16
November

2014

pasien

memeriksakan

dirinya

kepada

dan

disarankan untuk foto lututnya dan disuruh kembali pada tanggal 20


November 2015.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


Kolesterol (+)

4.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


(-)

5.

Obat-obatan yang pernah diberikan :


(-)

25

III. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 20 November 2015 di Poli Orthopedi
Primary survey :

A : Bebas
B : Spontan, RR: 18x/mnt
C : T: 130/90 mmHg, N: 72 x/mnt
D : 4-5-6

Secondary survey :
Keadaan umum

Kesadaran GCS : 456


Derajat sakit
: Tampak sakit sedang

Vital sign

: - Tensi

: 130/90 mmHg

- Nadi

: 72 x/menit, irreguler

- RR

: 18 x/menit, reguler

- Taxilla

: 36,5oC

Status Generalis
Kepala/ wajah : Anemi/Ikterik/Cyanosis/Dsypneu: -/-/-/ Thorax
:
Gerakan nafas simetris, retraksi (-)
Pulmo : Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Cor : S1/S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen
: I : flat simetris
P : soepel, H/L tidak terdapat pembesaran
-

nyeri tekan

P : R: sonor
s s
s s
s s
A : BU (+) normal

Genitalia : P
+

+
-

+
-

Ekstremitas : akral hangat


oedem
26

Status Lokalis Genu Dextra

Look : deformitas (-) Edema(-), Hiperemi (-), kekakuan (-)

Feel

Move : (-)

AVN

: Nyeri tekan (-), sendi menyempit (-) shorthening (-)

: dalam batas normal

Status Lokalis Genu Sinistra

Look : deformitas (-) Edema(-), Hiperemi (-), kekauan (-)

Feel

Move : (-)

AVN

: Nyeri tekan (-), sendi menyempit (-)

: dalam batas normal

Status Neurologis

Motorik

5
5

Sensorik:

+
+

27

Foto Genu Dextra AP Lateral

Hasil foto 2o November 2015


Tampak Lipping
Celah sendi menyempit
Tidak ada proses keradangan/ keganasan
Kesan: osteoarthritis
IV. ASSESMENT
1. Diagnosis Kerja

: athralgia

2. Diagnosis Banding : Gout arthritis


Rheumatoid arthritis
3. Diagnosis Definitif

a. Primer

: Osteoarthritis genu Dextra Unilateral

b. Sekunder

: (-)

28

c. Komplikasi

V. PLANNING
1. Tatalaksana Diagnostik

: Foto Genu AP/lateral (sudah

dikerjakan)
2. Tatalaksana Terapi

3. Tatalaksana Operatif

4. Tatalaksana Rehabilitasi

:-

BAB IV
KESIMPULAN
Osteoartritis adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai
kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan perlunakan
progresif, diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang
rawan sendi yang disebut osteofit, diikuti dengan fibrosis pada kapsul
sendi. Berdasarkan klasifikasinya dibagi menjadi primer dan sekunder.
Dimana primer tidak diketahui penyebabnya, sedangkan sekunder
disebabkan oleh Trauma / instabilitas, faktor genetik / perkembangan,
penyakit metabolik / endokrin, dan Osteonekrosis.
Faktor predisposisi terjadinya osteoartritis dipengaruhi oleh umur,
jenis kelamin, ras, keturunan, metabolik / endokrin, mekanik, trauma,
29

cuaca, dan diet. Osteoartritis terjadi pada usia diatas 50 tahun. Penderita
biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi penyangga tubuh.
Diagnostik dan tata laksana yang tepat dalam menangani osteoarthritis
diperlukan

untuk

mengurangi

gejala

nyeri

pada

penderita

dan

memperbaiki kualitas hidup penderita.

DAFTAR PUSAKA
Apley, A. Graham and Louis Solomon. 2010. Apleys System of
Orthopaedics

and

Fractures

9 th edition.

UK:

Butterword

Medical

Publications.
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine Translation. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Inawati. 2008. Osteoarthritis. Departemen Patologi Anatomi. Surabaya:
Universitas Wijaya Kusuma.
30

Isbagio, Harry. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta,


Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jakarta.
Irwanashari. 2008. Osteartritis dalam penanganan ortopedi. Diakses 19
April 2010. http://irwanashari.com/2008/01/osteoarthritis.html -)
Mahajan, A. S Verma. V Tandon. 2005. Osteoarthtitis. India: Post
Graduate Department of Medicine.
Maharani Eka Pratiwi. 2007. Faktor Faktor resiko Osteoartritis Lutut.
Program studi magister epidemiologi program pascasarjana Universitas
Diponegoro. Semarang.
Moore, Keith L., Arthur F., 2006. Clinically Oriented Anatomy, 5 th Edition.
Philadelphia : Lippincott Wiliams & Wilkins.
Slater, Gordon L. StephaniC Sayres, Martin J OMalley. 2014. Anterior
Ankle Arthrodesis. Australia: World Journal of Orthopedic.
Soeparman. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai penerbit FK UI.
Soeroso, Joewono. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: FK
UNAIR Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.
Yarsif Watampone.
Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Pres.
Wahyu. 2007. Penatalaksanaan Bedah Pada Osteoarthritis. Jakarta:
Bagian Ilmu Bedah RS Bina Husada.

31

Wiesel, Sam. 2007. Essential of Orthopedic Surgery. USA: Saunder


Company.

32

Anda mungkin juga menyukai