Anda di halaman 1dari 26

Case Report Session

HIPERTIROID

Oleh :
Imadie Yaqzhan 1010312066
Yelvi Novita Roza 1110312096
Ari Rachmawati 1110312101
Gusri Erivo

0810313248

Pembimbing:
dr. H. Syaiful Azmi, SpPD-KGH, FINASIM

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR.M.DJAMIL PADANG
2016
BAB I
1

PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Tiroid adalah suatu kelenjar endokrin murni berbentuk kupu-kupu yang terdiri

dari dua lobus yang masing-masing dihubungkan oleh ismus yang tipis dibawah
kartilago krikoidea di laher. Kelenjer tiroid berfungsi menghasilkan hormon tiroid
( T3 dan T4) yang membantu mengatur temperatur tubuh, metabolisme energi dan
protein, juga membantu fungsi normal sistem kardiovaskular dan sistem saraf pusat.
Fungsi tiroid ini diatur dan dikontrol oleh glikoprotein hipofisis TSH yang diatur
pula oleh hormon dari hipotalamus yaitu TRH.
Hipertiroid merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjer tiroid yang
hiperaktif. Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik kelebihan hormon tiroid yang
beredar dalam sirkulasi. Apapun sebabnya manifestasi kiniknya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh.
Rangsangan oleh TSH atau TSH-like subtances (TSI, TSAb), autonomi instrinsik
kelenjar menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari

radioactive neck uptake naik.

Sebaliknya pada destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi
kerusakan sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah.
Dapat pula karena pasien mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru
radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini,
toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya sef-limiting disease.

Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma


multinodular toksik dan adenoma toksik. Sedangkan penyebab lain yaitu, tiroiditis,
ambilan hormon tiroid secara berlebihan, kanker pituitary dan obat-obatan seperti
amiodarone.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai kelainan
faalnya (status tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinoduldan sebagainya) dan
etiologinya (autoimun, tumor, radang). Saat ini belum ada tersedia data tentang
prevalensi hipertiroid di Indonesia. Hipertiroid lebih banyak terjadi pada wanita
dibandingkan pria, terdapat predisposisi familial terhadap penyakit ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI TIROID

Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar ke arah kranial, yang merupakan ciri
khas kelenjar tiroid. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5 4
cm, lebar 1,5 2 cm dan tebal 1 1,5 cm sedangkan berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh
berat badan dan masukan yodium, yang pada orang dewasa berkisar antara 10-20 gr.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid menempel
di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi d belakang lobus medius, sedangkan
nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea di belakang tiroid.
2.2 FISIOLOGI HIPERTIROID

PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID


Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka
setiap saat harus disekresikan hormone tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini
dapat terjadi, ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan
kelenjar hipofisisi anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Mekanisme ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
1. EFEK HORMON PERANGSANG TIROID (TSH) PADA SEKRESI TIROID
Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin,
merupakan salah satu hormone kelenjar hipofisis anterior, yaitu suatu glikoprotein
dengan berat molekul kira-kira 28.000; hormon ini meningkatkan sekresi tiroksin
dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid. Efeknya yang spesifik terhadap kelenjar
tiroid adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan
hasil akhirnya adalah terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi
darah dan berkurangnya substansi folikel itu sendiri.
b. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan
penjeratan iodida (iodide trapping) di dalam sel-sel kelenjar, kadangkala
meningkatkan rasio konsentrasi iodide intraselular terhadap konsentrasi iodide
ekstraseluler sebanyak delapan kali normal.
c. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan
(coupling) untuk membentuk hormone tiroid.
d. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid
e. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan perubahan sel kuboid
menjadi sel koluminar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam
folikel.
5

Ringkasnya, TSH meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid yang
diketahui.
Efek awal yang paling penting setelah pemberian TSH adalah timbulnya
proteolisis tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pelepasan
tiroksin dan triiodotironin ke dalam darah. Efek lain memerlukan waktu berjam-jam
bahkan berhari-hari untuk berkembang penuh.
2. PERAN
SIKLIK
ADENOSINE
MONOFOSFAT

DALAM

EFEK

PERANGSANGAN DARI TSH


Kebanyakan efek-efek di atas disebabkan oleh pengaktifan second messenger dari
sistem siklik adenosine monofosfat (cAMP) dalam sel. Peristiwa pertama dari
pengaktifan ini adalah timbulnya pengikatan TSH dengan reseptor spesifik TSH
yang terdapat di bagian basal permukaan membrane sel. Ikatan ini lalu
mengaktifkan adenilsiklase yang ada di dalam membrane, yang meningkatkan
pembentukan cAMP di dalam sel. Akhirnya, cAMP bekerja sebagai second
messenger untuk mengaktifkan protein kinase, yang menyebabkan banyak
fosforilasi di seluruh sel. Akibatnya segera timbul peningkatan sekresi hormone
tiroid dan perpanjangan waktu pertumbuhan jaringan kelenjar tiroidnya sendiri.
Metode untuk pengaturan aktivitas sel-sel tiroid ini mirip dengan fungsi cAMP pada
sebagian besar jaringan target lain dalam tubuh.
SEKRESI TSH DIATUR OLEH HORMON PELEPAS-TIROTROPIN DARI
HIPOTALAMUS
Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormone hipotalamus, hormone
pelepas-tirotropin (TRH), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminensia
mediana hipotalamus dan kemudian diangkut dari eminensia medianan ke hipofisis anterior
dalam darah porta-hipotalamus-hipofisis. TRH secara langsung mempengaruhi sel-sel
6

kelenjar hipofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. Bila sistem porta yang
dimulai dari hipotalamus ke kelenjar hipofisis anterior seluruhnya dihambat, maka
kecepatan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis anterior sangat menurun namun tidak sampai
nol.
Mekanisme molecular TRH yang menyebabkan sel-sel yang mensekresi-TSH dari
hipofisis anterior menghasilkan TSH, pertama-tama terjadi melalui pengikatan dengan TRH
di dalam membrane sel hipofisis. Ikatan ini selanjutnya mengaktifkan sistem second
messenger fosfolipase untuk menghasilkan sejumlah besar fosfolipase C, yang diikuti
dengan banyak hasil second messenger yang lain, termasuk ion kalsium dan diasil-gliserol,
yang akhirnya menyebabkan pelepasan TRH.
EFEK UMPAN BALIK DARI HORMON TIROID DALAM MENURUNKAN
SEKRESI TSH OLEH HIPOFISIS ANTERIOR
Meningkatnya hormone tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH
oleh hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira
1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek
penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah dipisahkan dari
hipotalamus. Oleh karena itu, seperti yang terlihat dalam gambar, mungkin sekali bahwa
peningkatan hormone tiroid menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama
melalui suatu efek langsung terhadap hipofisis anterior itu sendiri, walaupun dapat juga
secara sekunder karena banyak efek-efek yang lebih lemah, yang bekerja melalui
hipotalamus.
Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormone
tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hamper normal.
Bila ada efek umpan balik yang melewati hipotalamus yang membantu umpan balik
langsung pada kelenjar hipofisis sendiri, maka mungkin pengaruh keadaan ini menjadi
7

sangat lambat dan sedikitnya mungkin disebabkan oleh adanya perubahan pada kecepatan
metabolism di pusat pengatur suhu tubuh dalam hipotalamus, yang telah diketahui
mempunyai efek yang bermakna pada pengaturan sistem hormone tiroid.

Efek Metabolik Hormon Tiroid


Hormon tiroid memang satu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain :
1. Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur
suboptimal) dan kalorigenik.
2. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik.
3. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorpsi intestinal
meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis
dan degradasi insulin meningkat.
8

4. Metabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses


degradasi kolesterol dan ekskresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga pada hiperfungsi tiroid kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme
kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.
5. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon
tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit kekuningan.
6. Lain-lain: gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus
traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare;
gangguan faal hati; anemia defisiensi Fedan hipertiroidisme.
Efek Fisiologik Hormon Tiroid
Efekya membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak dan
susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase sebagian lagi karena reseptor beta adrenergik
yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang non genomik misalnya meningkatnya transpor
asam amino dan glukosa, menurunnya enzin tipe-2 5`-doiodinase di hipofisis.
1. Pertumbuhan Fetus
Sebelum minggu 11 tiroid fetus dan TSH belum bekerja. Dalam keadaan ini karena
DIII tinggi plasenta hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena di
inaktivasi di plasenta. Meski sedikit amat krusial. Tidak adanya hormon yang
cukup menyebabkan lahirya bayi kretin (mental retardasi dan cebol), meskipun
kalau ibu cukup fetus di awal hamilpun masih dapat pasase hormon ibu.
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas
Kedua peristiwa di atas dirangsang oleh T3, lewat Na+K+ATPase di semua jaringan
kecuali otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid
menurunkan kadar superoksid desmutase hingga radikan bebas anion superoksid
meningkat.
9

3. Efek kardiovaskuler
T3 menstimulasi (a) transkripsi miosin hc- dan menghambat miosin hc-,
akibatnya: kontraksi otot miokard menguat (b) transkripsi Ca2+ATPase di retikulum
sarkoplasma tonis diastolik meningkat (c) mengubah konsentrasi protein G,
reseptor adrenergik sehingga akhirnya hormon tiroid ini punya efek ionotropik
positif. Secara klinis terlihat sebagai naiknya cardiac output dan takikardi.
4. Efek simpatik
Karena bertambahnya reseptor beta-adrenergik miokard, otot skelet, lemak dan
limfosit, efek post reseptor dan menurunnya alfa-reseptor adrenergik miokard, maka
sesitivitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme dan sebaliknya
pada hipotiroidisme.
5. Efek hematopoetik
Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme

menyebabkan

eritropoiesis

meningkat juga produksi eritripoietin. Volume darah tetap namun red cell turn
over meningkat.
6. Efek gastrointestinal
Motilitas usus meningkat kadang ada diare, dan pada hipotiroidisme obstipasi dan
transit lambung melambat. Klinis dapat menyebabkan bertambah kurusnya
seseorang.
7. Efek pada skelet
Turn-over tulang meningkat resorbsi tulang lebih terpengaruh dari pembentukannya.
Hipertiroidisme

menyebabkan

osteopenia,

dalam

keadaan

berat

mampu

meningkatkan hiperkalsemia, hiperkalsiuri dan petanda hidroksiprolin/piridium


cross-link.
8. Efek neuromuskuler

10

Turn-over meningkat juga

menyebabkan miopati di samping hilangnya otot,

kreatinuria spontan dapat terjadi. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat


hiperrefleksia.
9. Efek endokrin
Sekali lagi hormon tiroid meningkatkan metabolic turn-over banyak hormon serta
bahan farmakologik. Contoh : waktu paruh kortisol adalah 100 menit pada orang
normal tetapi menurun jadi 50 menit dalam hipertiroidisme dan 150 menit pada
hipotiroidisme. Untuk ini perlu diingat bahwa hipertiroidisme dapat menutupi
masking atau memudahkan unmasking kelainan adrenal.
2.3. DEFINISI
HIPERTIROID
Hipertiroid

merupakan

overfungsional

kelenjer

tiroid.

Dengan

kata

lain

hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan
biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Sementara menurut Martin A
Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya
morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi kardiovaskuler.
Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter dan
goiter multinoduler toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi
yang sedikit. Namun penyakit Graves dan goiter noduler merupakan penyebabnya
yang paling umum. Pada penderitanya biasanya terlihat adanya pembesaran kelenjer
gondok di daerah leher. Komplikasi hipertiroid pada mereka yang berusia lanjut
dapat mengancam jiwa sehingga apalagi gejalanya berat harus segera dirawat di
rumah sakit. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroid yang paling
berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar
penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan behubungan dengan faktor
11

pencetus ; infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemi, partus, stress
emosi, penghentian obat anti tiroid dan sebagainya.
TIROTOKSIKOSIS
Tirotoksikosis diartikan sebagai kumpulan gangguan yang disebabkan karena
adanya kadar hormon tiroid yang berlebihan di jaringan dan sirkulasi.
Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara
prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan
sekresi berlebihan dari hormon tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan
oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya berasal dari kelenjar tiroid. Adapun
hipertiroidisme subklinik, secara definisi diartikan kasus dengan kadar hormon normal
tetapi TSH rendah. Tirotoksikosis adalah sindroma hipermetabolism dan hiperakivitas di
sebagian besar tubuh manusia, disebabkan karena kadar fT4 dan/atau fT3 meningkat. Dapat
disebabkan karena tidak terkendalinya produksi hormon pada morbus Graves, struma
mulinoduler toksik, kelenjar bocor hingga hormon keluar, terjadi pada tiroiditis atau radiasi
kelanjar, produksi hormon tak terkendali dari nodul otonom, carcinoma atau jaringan tiroid
ektopik. Meski jarang tiroroksikosis dapat terjadi karena resistensi hipofisis atas peristiwa
umpan balik, tumor hipofisis yang mengeluarkan TSH, bahan stimulator tiroid yang
dikeluarkan oleh mola hidatidosa, korikasrsinoma dan seminoma atau peristiwa yang sama
sekali berasal dari luar tubuh sperti terlalu banyak menggunakan hormon tiroid atau bahan
yodium. Apapun sebabnya, hasil akhir ialah perubahan yang terjadipun juga serupa.
Dengan demikian peristiwa metabolik yang akan dibahas dalam naskah ini berlaku juga
untuk peristiwa lain, tidak hanya terjadi pada penyakit Graves. Dari tirotoksikosis, hampir
90% disebabkan Morbus Graves dan Morbus Plummer. Dengan perbandingan 60 % dengan
40 %.
12

2.4. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 12 % dari semua penduduk usia dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada
wanita dibanding pada pria (5:1). Pada usia muda umumnya disebabkan oleh
penyakit Graves, sedangkan struma multinoduler toksik umumnya timbul pada usia
tua. Di daerah pantai dan kota, insidennya lebih tinggi dibandingkan dengan
didaerah pegunungan atau di pedesaan.

2.5. ETIOLOGI
Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul
tiroid toksik. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun
yang tidak diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit Graves
pada monozygotic twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah
dipastikan bahwa faktor lingkunganlah yang berperan dalam hal ini. Bukti tak
langsung menunjukkan bahwa stress, merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata
berpengaruh terhadap sistem imun.
Sederhananya penyakit Graves

merupakan

multiple

dari

autoimun,

yaitu

tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap


bagian optik ( opthalmopathy ), kulit ( deratopathy ), seta jari (acropathy). Keadaan ini
biasanya terjadi karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum.
Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara
lain :
1. Kehamilan, khususnya pada masa nifas
2. Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida
13

3. Terapi litium
4. Infeksi bakterial atau viral
5. Pengentian glukokotrikoid

Etiologi hipertiroidisme
Penyakit Graves (hipertiroidisme otoimun)
Penyakit Plummer (uninoduler dan multinoduler)
TSH atau hCG berlebihan:
a. Tumor hipofisis
b. Tumor trofoblastik (chrio-Ca. Mola hidatidosa)
c. Tumor carcinoma testis embrional
d. Tumor maligna yang lain
Jaringan ektopik penghasil hormon tiroid
a. Carcinoma tiroid metastatik
b. Struma ovarii
Hipertiroidisme faktisia (pengobatan hormon tiroid berlebihan)
Hipertiroidisme sepintas
a. Tiroiditis subakut De Quervain
b. Tiroiditis otoimun (Hashimoto, postpartum)
c. Kerusakan tiroid karena radiasi nuklir
Hipertiroidisme karena yodium berlebihan (ITT)
Hipertiroidisme pada akromegali, polyostotic fibrous dysplasia

2.6. PATOGENESIS
Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali
dari ukuran normalnya di daerah leher, disertai dengan banyak hyperplasia dan lipatanlipatan sel-sel folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel ini-sel ini lebih meningkat
beberapa kali dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan
kecepatan sekresinya beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan iodium radioaktif
menunjukkan bahwa kelenjar-kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormone tiroid dengan
kecepatan 5-15 kali lebih besar daripada normal.

14

Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH.
Akan tetapi, pada sebagian besar penderita, besarnya besarnya konsentrasi TSH dalam
plasma adalah lebih kecil dari normal, dan seringkali nol. Sebaliknya, pada sebagian besar
penderita dijumpai adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan kerja TSH
yang ada dalam darah. Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin
(immunoglobulin perangsang tiroid/TSI) yang berikatan dengan reseptor membrane yang
sama dengan reseptor membrane yang mengikat TSH. Bahan ini mempunyai efek
perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek
TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Tingginya sekresi hormone tiroid yang disebabkan
oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Pada penyakit Graves, hipertiroid merupakan akibat dari
antibodi reseptor thyroid stimulating antibody ( TSI ) yang mengsang aktivitas tiroid,
sedangkan pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu
sendiri. Pada penyakit graves, limfosit T menjadi peka terhadap antigen yang
terdapat dalam kelenjar tiroid dan merangsang limposit B untuk mensintesis antibody
terhadap antigen-antigen ini. Adanya antibodi dalam darah ini kemudian berkorelasi
dengan penyakit aktif dan kekambuhan penyakit yang diterapi obat-obat antitiroid.
2.7.

MANIFESTASI KLINIS
Melihat hormone tiroid yang berefek amat luas, maka dapat dibayangkan bahwa

gangguan yang ditimbulkan oleh abnormalitas kadar hormon ini akan tercermin dalam
gangguan hamper semua organ tubuh kita.
Keluhan umum yang paling mencolok ialah berat badan menurun, lemah badan,
palpitasi, dispnoe, cepat lapar dan haus, hiperdefekasi, amat iritabel, keringat yang
15

berlebihan, tidak tahan udara panas atau lebih suka udara dingin serta tremor. Pada
individu yang lebih muda, manifestasi yang umumnya terlihat adalah palpitasi,
gelisah, mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat yang berlebihan, tidak tahan panas,
suka dengan dingin, dan sering terjadi penurunan berat badan tapi tanpa disertai
dengan penurunan nafsu makan. Pembesaran tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada
mata dan takikardi ringan juga sering terjadi. Pada anak-anak terjadi pertumbuhan
dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-pasien diatas 60 tahun
manifestasi yang mendominasi adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan
keluhan palpitasi, dyspnue saat latihan, tremor, gelisah, dan penurunan berat badan.
Pada dermopati terjadi penebalan kulit hingga tidak dapat dicubit, kadang-kadang
mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki.
Perlu diingatkan kembali bahwa hanya kelainan tiroid, orbita, sistem limfatik, serta
kelainan kulit dan jaringan ikat (acropathy) dapat dianggap spesifik untuk penyakit graves,
sedangkan selebihnya dapat disebabkan karena tirotoksikosis atas sebab apapun

MATA
Berbagai gejala dan tanda mata disebut dalam literature yang menggambarkan
bahwa mata merupakan petunjuk penting dalam menduga dan mengevaluasi kasus Graves.
Manifestasi oftalmopati Graves dibagi 2 kelompok besar : karena tirotoksikosis maupun
overaktivitas simpatis dan akibat proses khusus di mata.
16

17

2.8. DIAGNOSIS
Diagnosis hipertiroid menggunakan indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik teliti kemudian diteruskan dengan
pemeriksaan penunjang. Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4,
TT3 dan TSH, eksresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap 1-131, sintigrafi
dan kadang dibutuhkan pula FNA (Fine Needle Aspiration Biopsy), antibodi tiroid
dan TSI.
2.9

KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroid

yang

dapat

mengancam

nyawa

adalah

krisis

tirotoksikosis (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjer tiroid, atau pada
pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon tiroid
dalam jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardi, agitasi, tremor,
hipertermi dan apabila tidak diobati dapat mengakibatkan kematian. Tekanan yang
berat pada jantung bisa menyebabkan aritmia dan syok.
2.10. PENATALAKSANAAN
1) Tirostatika (OAT- obat anti tiroid)
Obat terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5
mg,

MTZ,

propiltiourasil

metimazol

5,

50, 100 mg).

10,

30

Obat

mg)
ini

dan

derivat

menghambat

tiourasil

(PTU,

organifikasi

iodine

sehingga menurunkan kadar hormon tiroid dan menghambat reaksi autoimun.


PTU juga berefek menghambat konversi T3 menjadi T4 di perifer. Dosis
dimulai dengan 30mg CBZ, 30mg MTZ, dan 400mg PTU perhari dalam
dosis terbagi. Biasanya eutiroid tercapai dalam 4-6 minggu, kemudian dosis

18

dititrasi

sesuai

respon klinis,

lama

pengobatan

selama

1 - 1,5 tahun,

kemudian dihentikan untuk melihat apakah terjadi remisi.


2) Beta-blocker
Kebanyakan gejala umum hipertiroid seperti palpitasi, tremor dan anxietas,
dimediasi oleh peningkatan reseptor beta adrenergik. Beta blocker bekerja
menghilangkan gejala ini. Obat ini tidak membantu menurunkan peningkatan
hormon tiroid tetapi membantu mengatasi gejala saat pengobatan dengan
tirostatika. Contoh obat yang sering dipakai adalah propanolol, indikasi :
a. Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada
pasien muda dengan struma ringan, sedang dan tirotoksikosis.
b. Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif.
c. Krisis tiroid
Penyekat adrenergik pada awal terapi diberikan, sementara menunggu
pasien

menjadi

eutiroid

setelah

6-12

minggu

pemberian

anti

tiroid.

Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien


kontrol setelah 4-8

minggu. Penggunaan beta blocker ini tidak boleh

diberikan kepada pasien yang mengalami asma dan gagal jantung.


3) Pembedahan.
Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperginakan bagi pasien-pasien dengan
kelenjar yang sangat besar atau goiter multinoduler. Terapi ini juga dapat
menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit Graves jika tidak
ada toleransi pada obat-obat antitiroid. Untuk dilakukannya terapi bedah ini
juga harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjer, sisa kelenjer
yang tersisa dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi ini pasien
diberi obat antitiroid sampai eutiroid (kira-kira 6 minggu), kemudian dua
19

hari sebelum operasi diberi larutan jenuh kalium iodida sebanyak 5 tetes 2
kali sehari. Langkah ini untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan
mempermudah operasi.
4) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis
hipertiroid khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga dapat
diberikan

kepada

opthalmopathy.

pasien

Beberapa

dengan
studi

komplikasi

menyatakan

penyakit

bahwa

Graves

pengobatan

dan

dengan

radioiodine ini dapat memperburuk kondisi opthalmophaty pada sebagian


kecil pasien yang perokok.
2.9. PRGNOSIS
Prognosis untuk

pasien

dengan

hipertiroid

umumnya

baik

dengan

penatalaksanaan yang tepat. Pasien harus segera dimonitor setelah mendapatkan


pengobatan hipertiroid jenis apapun dalam tiga bulan pertama. Setelah satu tahun
pertama pasien dimonitor setiap tahun walaupun asimtomatis.

BAB 2
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas Pasien

Nama

: Ny. S

Umur

: 45 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan
20

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Lubuk Buaya

No. MR

: 843462

2. Anamnesis

Telah dirawat seorang pasien di Instalasi Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M.
Djamil Padang sejak tanggal 7 April 2016:
Keluhan utama
Dada berdebar-debar sejak sehari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Dada berdebar-debar sejak sehari SMRS.
Pasien telah dikenal menderita struma sejak 1 tahun yang lalu dan menjalani

pengobatan dengan PTU tapi putus obat sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien cepat lelah, sering berkeringat walaupun tidak sedang beraktivitas.
Sering terburu-buru dalam menjalani pekerjaan
Nafsu makan berkurang. Berat badan semakin menurun.
Mual (+) muntah (+)
Mencret sebanyak 3x/ hari
Batuk (-), demam (-)
BAK normal
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,diabetes melitus, jantung, dan ginjal.


Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien.

3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum: Sakit sedang
Keadaan gizi : lemak subkutan tipis
21

Kesadaran
: Composmentis Kooperatif,
Nadi
: 75 x/ menit
Nafas
: 24 x/ menit
Suhu
: 36.7oC
Tekanan Darah: 120/70 mmHg
Kulit
: turgor kulit baik, lembab dan halus
Rambut
: warna hitam, merata, tidak mudah dicabut
Kepala
: normocefal
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-.
Refleks cahaya +/+, eksophtalmus -/stellwag (+), jaffroy (+), von graff sign (+) mobius (+)
Telinga: sekret (-), deformitas (-)
Leher
: JVP 5-2 cmH20
pembesaran kelenjar limfe di leher (-),
pembesaran kelenjar tyroid (+) dengan ukuran 2x3 cm kiri

dan

kanan, permukaaan rata, nyeri tekan (-) konstitensi kenyal. bergerak

saat menelan, bruit (-)


Gigi dan mulut: faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
Torak
Jantung
Inspeksi
: iktus kordis tidak tampak
Palpasi
: iktus teraba di 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas jantung kanan: LSD
Batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Batas jantung atas : RIC II
Auskultasi
: Irama teratur, bising (-)

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Punggung

Alat kelamin

: simetris kiri dan kanan


: fremitus sama kiri dan kanan
: sonor
: suara nafas vesikuler, Rh-/-, wh -/:
: tidak tampak membuncit
: Bising usus (+) normal.
: nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, lien tidak teraba.
: timpani
: nyeri tekan sudut murphy (-)
nyeri ketok sudut kostovertebre (-)
: tidak ditemukan kelainan
22

Anus
: tidak ditemukan kelainan
Anggota gerak : tremor halus (+) kedua tangan
Refl.fis (+/+) Refl.pat (-/-) edema (-/-)
Indeks wayne : 30
Indeks new castle : 48
Indeks wartofsky : 60

Diagnosis Kerja:
Struma difusa toksik putus obat

Diagnosa Banding
Tumor Colli Anterior

Laboratorium rutin
Hb 12,9 g/dl
Leukosit 4300/mm3
Trombosit 141.000/mm3
Hematokrit 41%
GDS : 76 mg/dl
Ureum darah : 26
Kreatinin 0,5
Kalsium 9,6
Natrium 136
Kalium 3,7
Klorida 103
EKG
- HR : 75 x/1
- Irama: regular
- Aksi : normal

- PR interval : sukar dinilai - QRS komplek: 0,08 detik

ST elevasi (-)
ST depresi (-)
Q patologis : (-)
S V1 + RV5 < 35 mm
R/S di V1 < 1

USG TIroid
Kelenjar tiroid kanan dan kiri tampak membesar, difus, homogen, batas tegas
dengan ukuran kanan 16,5 x 17,6 x 24 mm, kiri 18,2 x 30,7 x 19,9 mm, dan tampak

gambaran hipervaskular pada kedua kelenjar tiroid.


Tidak tampak pembesaran KGB regio colli
Tes Fungsi Tiroid
23

T3 total : 6,57 nmol/L


FT4 : >100 nmol/L
TSH : < 0,05 UI/ml
Kesan : T3 dan FT4 meningkat
TSH menurun
Tatalaksana
Istirahat/ ML / 02 3L/I
IVFD D 5% 12 jam/kolf
Loading PTU 4x200 mg (PO)
Dexametason inj 4x10 mg (IU)
Propanolol tab 4x20 mg (PO)
PCT tab 3x500 mg

BAB 3
DISKUSI
Pada pasien ini, terjadi peningkatan kadar hormon tiroid yang signifikan di dalam
tubuh, akibatnya terjadi peningkatan aktivitas metabolisme di dalam tubuh sehingga pada
pasien ditemukan suka berkeringat walau dalam keadaan tidak beraktivitas, cepat lelah, dan
penurunan berat badan. Selain itu, akibat aktivitas metabolisme sel di tubuh meningkat,
terjadi umpan balik negatif ke jantung untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh,
24

akibatnya detak jantung meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen di sel tubuh.
Metabolisme tubuh yang meningkat di atas nilai normal menyebabkan tingginya energi
yang dihasilkan oleh sel tubuh. Energi yang dihasilkan berlebih menyebabkan peningkatan
suhu basal tubuh. Suhu basal tubuh yang tinggi menyebabkan ketidaknyamanan pada
pasien sehingga pasien lebih cenderung untuk merasa nyaman berada di daerah dingin.
Selain itu energi yang tinggi dalam tubuh menekan nafsu makan sehingga pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan berujung pada penurunan berat badan. Detak
jantung yang meningkat menyebabkan perasaan berdebar-debar sehingga menimbulkan
perasaan cemas dan keinginan untuk bekerja secara terburu-buru.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang. Pada leher
didapatkan pembesaran kelenjar tiroid bilateral. Hal itu menunjukkan hiperaktivitas dari
kelenjar tiroid. Pada pasien ditemukan kulit lembab dan licin karena sering berkeringat.
Pada ekstremitas atas didapatkan tremor halus.
Diagnosis hipertiroid didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti menggunakan indeks klinis Wayne dan New Castle yang kemudian diteruskan
dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fungsi tiroid.
Penatalaksanaan hipertiroid ditujukan untuk menghambat efek merugikan dari
hormone tiroid yang berlebihan dan menghentikan hipersekresinya baik menggunakan
pengobatan (OAT), pembedahan radioaktif, beta bloker dapat diberikan untuk
mengurangi aktivasi simpatis.

25

DAFTAR PUSTAKA
Chew, Shern L., and Leslie, David. 2006. Clinical Endrocrinology and Diabetes.
Churchill Livingstone Elseiver : USA (hal ; 8)
Cooper,

David

S.

2005

Antithiroid

Drugs,

http;//content.nejm.org/cgi/content/full/352/9/905 vol.352 hal.905-917


Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme,
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: Jakarta.
Ching

Jim

Yeung,

Chai.

2009.

Graves

disease.

Hyperthyroidism

http;//www.emedicine.com/med/endocrinology/thyroid.htm, last updated: Jun 4, 2009


Lee,

Stephanie.

2006.

Hyperthyroidism

http;//www.emedicine.com/med/topic

1109.htm, last updated: Juli 18, 2006


Price, Sylvia. 2006. Patofisiology. Vol 2. EGC: Jakarta
Reid, Jeri. 2005. Hyperthyroidism : Diagnosis and Theraphy. American Family
Physician, vol 72. http;//www.aafp.org/afp : 5 juli 2008.
Walter, A Martin. 2007. Effect of antithyroid drug on radioiodine treatment :
systematic

review

and

meta-analysis

of

39114.670150. BE. Hal 334-514.

26

randomized

controlled

trials.

Bmj.

Anda mungkin juga menyukai