Anda di halaman 1dari 23

Widfa Satriani_LMH "minoz"

wanita itu ibarat kapas.. jika salah satu ujungnya terkena air maka semuanya akan basah.. jika
salah satu ujungnya terkena api maka semuanya akan terbakar.. Jadi,,simpanlah ia dalam kotak
dan tutup rapat-rapat..maka kamu akan terus mendapatkan kelembutannya

Sabtu, 29 Juni 2013


MAKALAH PERDARAHAN POST PARTUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur
sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit
128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut
terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil
akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah
sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas
tinggi.3Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta,
dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum.
Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering
perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi.
Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain
laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.

B.

Tujuan

C.
1)
2)
3)
4)
5)

Untuk mengetahui denan pasti seperti apa itu Perdarahan Post Partum.
Rumusan Masalah
Apa itu Perdarahan Post Partum ?
Bagaimana Etiologi Perdarahan Post Partum ?
Apa saja Faktor Predisposisi Perdarahan Post Partum ?
Bagaimana Patofisiologi Perdarahan Post Partum ?
Bagaimana gambaran klinik Perdarahan Post Partum ?

D.
1)
2)
3)
4)
5)

Manfaat
Mengetahui apa itu perdarahan post partum.
Mengetahui etiologi perdarahan post partum.
Mengetahui faktor predisposisi perdarahan post partum.
Mengetahui patofisiologi perdarahan post partum.
Menetahui gambaran klinik dari perdarahan post partum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdarahan Post Partum


Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 600 ml dalam masa 24 jam
setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karaena retensio plasenta.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Early Postpartum

: Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.

b) Late Postpartum

: Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan
post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.
B. Etiologi Perdarahan Post Partum
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a.

Penyebab perdarahan paska persalinan dini :

1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio
uteri.
3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.
b.

Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau
bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub
involusi uterus.

C. Faktor predisposisi Perdarahan Post Partum

Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya
perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi
kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak
awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1) Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan
pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan
penjahitan dengan benar.
2) Atonia Uterus
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila
ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali. (Apri, 2007). Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus
diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3) Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre
eklampsia dan eklamsi.
4) Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi
dengan hati-hati dan seksama.
D. Patofisiologi Perdarahan Post Partum
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinussinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti.
Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh
darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama
penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti
robekan servix, vagina dan perinium.

E. Gambaran klinik Perdarahan Post Partum / Gejala Perdarahan Post Partum

Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga


pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab :
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah bayi lahir.
3) Syok.
4) Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.
5) Atonia uteri.
6) Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.
7) Uterus berkontraksi dan keras.
8) Plasenta lengkap.
9) Pucat.
10) Lemah.
11) Mengigil.
12) Robekan jalan lahir
13) Plasenta belum lahir setelah 30 menit

14) Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras


15) Tali pusat putus
16) Inversio uteri
17) Perdarahan lanjutan
18) Retensio plasenta
19) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
20) Perdarahan segera
21) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
22) Tertinggalnya sebagian plasenta
23) Uterus tidak teraba
24) Lumen vagina terisi massa
25) Neurogenik syok, pucat dan limbung
26) Inversio uteri
F. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum / Penanganan Perdarahan Post Partum
a.
1)
2)
3)
4)

Penatalaksanaan umum
Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan

komplikasi
5) Atasi syok jika terjadi syok
6) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri
7)
8)
9)
10)

uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).


Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

b.
a)
1.
2.
3.
4.
5.

Penatalaksanaan khusus
Atonia uteri
Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan

berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
6. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen
dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri,
pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat
akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
b) Retensio plasenta dengan separasi parsial
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi
terkontrol tali pusat.
3. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu
4.

kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.


Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan

halus.
5. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6. Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
7. Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral ).
c) Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja
2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan
infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang
3.
4.
5.
6.
7.

mungkin timbul.
Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit

sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.


8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar
perlahan-lahan.
d) Ruptur uteri
1. Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi

2.

Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar

harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan


3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi
uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e)
1.
2.
3.

Sisa plasenta
Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan,
bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi

dan kuret.
4. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
5. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
6. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
7. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
8. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
9. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
10. Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi
pada rektum, sebagai berikut :
11. Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
12. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan
benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan
klem dan jahit dengan benang no 2/0.
13. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau
kromik 2/0 ) secara jelujur.
14. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
15. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
f) Robekan serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi
spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera
3.

lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio


Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di
hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan,

jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska
tindakan
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi
darah

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak
lahir. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu, Early Postpartum yang terjadi 24
jam pertama setelah bayi lahir, dan Late Postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam pertama
setelah bayi lahir. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum adalah menghentikan perdarahan, mencegah timbulnya syok,
dan mengganti darah yang hilang.
B. Saran
Mahasiswa

dapat

memahami

dan

mengerti mengenai

konsep perdarahan

post

partum, memahami tentang Definisi, Etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan


penunjang, pemeriksaan fisik dandapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat pada ibu
perdarahan post partum.
Diposkan oleh widfa satriani di 20.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Glitter Text @ Glitterfy.com

Pengikut
Arsip Blog

About Me

2013 (3)
o Oktober (1)
o Juni (2)

PRAKTEK FISIOLOGI HEMOGLOBIN

MAKALAH PERDARAHAN POST PARTUM

widfa satriani
Lihat profil
lengkapku

2012 (2)

ingat waktu yahh,,!!!!


Get a Glitter Calendar Click Here

Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 08 Januari 2010


Perdarahan Post Partum
Definisi

Perdarahan post partum di bagi dalam dua kategori yaitu perdarahan post
partum dini dan perdarahan post partum lambat. Perdarahan pervaginam sebanyak
lebih dari atau sama dengan 500 ml selama 24 jam pertama setelah persalinan disebut
sebagai perdarahan post partum dini. Dikatakan sebagai perdarahan pervaginam yang
terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah persalinan disebut sebagai perdarahan post
partum lambat.
Pritchard telah menunjukkan bahwa rata-rata kehilangan darah pada persalinan
pervaginam dan seksio sesarea masing-masing adalah 500 ml dan 1000 ml. Kehilangan
yang lebih banyak bisa disebut perdarahan post partum tetapi perkiraan klinis jumlah
kehilangan darah tidak akurat.
Usulan definisi lain untuk perdarahan post partum adalah perubahan 10 %
hematokrit. Ini adalah pendekatan retrospektif yang mungkin berguna dalam protokol
penelitian untuk menilai faktor-faktor resiko atau membandingkan keefektifan
penanganan tetapi tidak banyak membantu klinisi yang diharapkan dengan perdarahan
eksesif . Combs pernah menganjurkan suatu definisi kebutuhan melakukan transfusi.
Definisi ini diperumit dengan besarnya variasi dalam pola praktik dan sikap terhadap
transfusi baik oleh para pasien dan dokter. Oleh karena itu, diagnosis perdarahan post
partum tetap merupakan suatu penelitian klinis subjektif yang mencakup berapapun
perdarahan yang mengancam stabilitas hemodinamik seorang ibu. Insidensi terjadinya
perdarahan postpartum sebesar 5 18 %.
II.2 Etiologi
Penyebab perdarahan postpartum ada 4 hal, yang untuk mudahnya disingkat sebagai
4Ts : Tone, Trauma, Tissue dan Thrombin. Tone merujuk pada tonus uteri ; trauma

merujuk pada trauma jalan lahir berupa laserasi vagina, serviks maupun uterus ; tissue
merujuk pada retensi sisa plasenta ; dan thrombin merujuk pada koagulopati, mencakup
hemofilia, DIC, penggunaan aspirin, ITP, TTP dan VWD. Kondisi-kondisi ini
kebanyakan teridentifikasi sebelum persalinan dimana rendahnya angka trombosit
menaikkan resiko perdarahan.
II.2.1 Tones
2.1.1. Atonia Uteri
Terjadi dalam 24 jam pascapersalinan dan bisa disebabkan oleh partus lama maupun
partus presipitatus, infeksi maupun overdistensi uterus,abrupsio plasenta maupun
plasenta previa, grandemultiparitas, anestesia umum dan atau anestesia halotan. Namun
demikian

secara

umum

dengan

mempertimbangkan

variabel-variabel

lain,

grandemultiparitas dalam penelitian lain dinyatakan tidak menaikkan kemungkinan


jeleknya hasil persalinan.
2.1.2. Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih
dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya
terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada
biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya , baik bagi ibu maupun bagi janin,
kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama; dalam hal terakhir ini morbiditas ibu
dan mortalitas janin naik. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic
uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang
lama, hal itu dinamakan inersia uteri sekunder.

II.2.2 Tissue
2.2.1. Retensio Plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Sebab-sebabnya ialah : Plasenta belum lepas dari dinding uterus, atau
plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama
sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
dikarenakan adanya kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva), plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus
desidua sampai miometrium, sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III sehingga
terjadi lingkaran kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta).
2.2.2. Retensi Sisa Plasenta
Plasenta akreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi plasenta dengan
perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pad dinding uterus, sebagai akibat
insufisiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan fibrinoid yang tidak
sempurna (lapisan Nitabuch), villi korialis akan melekat pada miometrium (plasenta
akreta), benar-benar menginvasi miometrium (plasenta inkreta) atau bahkan
mengadakan penetrasi lewat miometrium (plasenta perkreta). Perlekatan yang abnormal
yang melibatkan seluruh kotiledon (plasenta akreta totalis), beberapa kotiledon (plasenta
akreta parsialis) atau satu kotiledon (plasenta akreta fokalis).

Insidensi plasenta akreta diperkirakan bervariasi dari 1 dalam 2000 hingga 1 dalam
7000 kelahiran. Perlekatan plasenta yang abnormal yang paling sering ditemukan dalam
situasi dengan pembentukan desidua yang besar kemungkinannya sudah mengalami
cacat, misalnya implantasi pada segmen bawah uterus atau pada jaringan parut bekas
seksio sesaria ataupun bekas insisi lainnya ke dalam cavum uteri atau sesudah tindakan
kuretase atau grandemultipara.
II.2.3 Trauma
2.3.1. Robekan Serviks
Robekan pada serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah
uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri. Dalam keadaan ini serviks harus diperiksa dengan spekulum.
Apabila ada robekan serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa cunam ovum, supaya batas
antara robekan dapat dilihat dengan baik.
2.3.2. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa
terjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa.
Kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan
vaginal.

Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum
tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang
menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Dan pada
robekan tingkat tiga atau robekan total, muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus
dan kadang-kadang dinding depan rektum ikut robek.
2.3.3. Inversio Uteri
Inversio uteri postpartum jarang dijumpai, pada peristiwa ini fundus uteri yang terbalik masuk
kedalam kavum uteri dan dapat diraba melalui kanalis sevikalis yang terbuka, bahkan
dapat memasuki vagina. Dimana plasenta biasanya masih melekat pada dinding uterus.
Hampir semua kasus inversio uteri terjasi setelah persalinan dan mungkin akibat tarikan
pada talipusat sebelum plasenta lepas. Inversio uteri nonpuerpural dapat dibagi menjadi
inversio uteri akut, yang terjadi segera setelah plasenta lahir dan sebelum serviks
menutup, dan inversio uteri kronik yang terjadi setelah 4 minggu persalinan.
Sebab-sebab inversio uteri adalah tarikan pada tali pusat sebelum plasenta lepas, tekanan pada
fundus dari luar sedang uterus tidak berkontraksi, atau spontan apabila pada atonia
uteri tekanan intraabdominal meningkat dengan mendadak. Bayi lahir dengan tali pusat
pendek.
Inversio uteri sesudah kala III persalinan paling sering disertai perdarahan segera yang
mengancam jiwa pasien dan bila tanpa tindakan segera bisa mengakibatkan kematian.
Dikatakan bahwa syok yang terjadi cenderung tidak seimbang dengan jumlah darah
yang hilang.
Kelambatan dalam penanganan inversio uteri akan menyebabkan peningkatan angka mortalitas
secara nyata. Setelah diambil tindakan terhadap syok, penderita dalam pemberian

narkose mendorong fundus dengan telapak tangan dan jari-jari tangan menurut arah
sumbu memanjang, sumbu vagina sampai sumbu uterus hingga reposisi terlaksana.
Apabila plasenta belum lepas, baru setelah reposisi plasenta dilepaskan,oksitosika tidak
diberikan sebelum uterus dikembalikan pada konfigurasi normal. Segera setelah uterus
dikembalikan kepada konfigurasi normal, pengunaan preparat anestesi untuk
menghasilkan relaksasi uterus harus dihentikan dan pad saat itu pula diberikan oksitosin
untuk menimbulkan kontraksi uterus, sambil mempertahankan fundus dalam posisinya
yang normal.
Jika uterus yang inversi tidak bisa dikembalikan secara manual karena adanya cincin kontraksi
yang kuat, laparotomi harus dilakukan. Fundus didorong ke atas dari sebelah bawah dan
sekaligus ditarik dari atas. Jahitan traksi yang dipasang pada fundus yang inversi bisa
membantu. Jika cincin kontraksi tetap merintangi reposisi, secara hati-hati dilakukan
insisi pada dinding belakang lingkaran kontraksi, sehingga kemungkinan melakukan
tindakan reposisi uterus sedikit demi sedikit. Kemudian luka dibelakang uterus dijahit
dan luka laparotomi ditutup.
2.3.4 Trombin
2.3.4.1 Kelainan faktor pembekuan darah
Faktor faktor yang terdapat di dalam darah dan yang berperan dalam proses pembekuan
terdiri atas perotein yang sebagian besar dibuat di dalam hepar. Hingga sekarang dikenal
dengan 12 faktor yang ditandai dengan angka romawi dan diberi nama sebagai berikut :
Faktor I - Fibrinogen
Faktor II - Protrombin

Faktor III - Tromboplastin jaringan


Faktor IV - Ion kalsium
Faktor V - Pro akselerin (Stabil factor )
Faktor VI - ?
Faktor VII - Prokon vertin
Faktor VIII - Faktor antihemofilik A ( globulin anti hemofili A )
Faktor IX - Faktor antihemofilik B ( komponen tromboplastin plasma, Chrismas factor ).
Faktor X - Faktor Stiart power
Faktor XI - Antecedent tromboplastin plasma.
Faktor XII - Faktor Hagemen
Faktor XIII - Faktor menstabilkan fibrin.
Berbagai faktor tersebut diatas terdapat dalam bentuk non aktif. Apabila terjadi sesuatu,
misalnya darah ke luar dari pembuluh atau terjadi pembekuan intravaskuler, barulah faktor
faktor itu menjadi aktif.
Proses pembekuan diawali oleh kerusakan trombosit akibat bersentuhan dengan permukaan
yang tidak licin, dan oleh keluarnya tromboplastin jaringan (faktor III ). Selanjutnya selain Ion
kalsium, faktor pembekuan lainnya memungkinkan proses pembekuan dengan hasil terakhir
terbentuknya fibrin yang di bawah pengaruh faktor menstabilkan fibrin ( faktor XIII )menjadi
tetap padat.
Pada kehamilan kadar plasminogen meningkat, walaupun dengan demikian aktifitas
menghancurkan fibrin justru lambat. Keping keping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan dalam

konsentrasi tinggi pada pembekuan intravaskuler yang merata ( Disseminated Intavascular


Coagulation, DIC ) yang menghambat erjadinya reaksi trombin- fibrinogen. Sebaliknya pada
trombosis kosentrasi itu rendah.
II. 3. Faktor Predisposisi
Faktor faktor predisposisi yang bisa menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum 80 %
disebabkan oleh karena atonia uetri, sedangkan laserasi jalan lahir dan retensi sisa plasenta
masing masing merupakan 10 % penyebab terjadinya perdarahan postpartum. Faktor faktor
kelainan darah sangat jarang didapatkan .
Kehamilan resiko tinggi menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum adalah paritas tinggi,
Overdistensi uterus seperti kehamilan gemeli, Polihidramnion, makrosomia, partus lama,
induksi ? stimulasi, persalinan dengan tindakan, pre-eklamsi / eklamsia, amniontis, dan kala II
lama.
Penatalaksanaan dan Pencegahan Perdarahan Postpartum

III.1. Prinsip-prinsip Umum


Penatalaksanaan perdarahan postpartum tergantung dari penyebabnya, dan usaha untuk
menghentikan perdarahan sebelum keadaan menjadi lebih parah. Sumber perdarahan
harus segera dihentikan dan dikoreksi. Apabila penyebabnya adalah trauma, segera
dilakukan tindakan untuk memperbaiki, apabila penyebabnya atonia uteri maka harus
segera dilakukan tindakan untuk mendapatkan kontraksi uterus dengan tindakan
pemijatan sampai penggunaan oksitosika bahkan tindakan operatif.

Usaha-usaha awal untuk menghentikan perdarahan postpartum seharusnya mencakup


pemijatan uterus untuk memacu involusi. Terapi obat bisa mencakup oksitosin (Pitocin),
metilergonovin (Methergine), atau prostaglandin. Bila perlu, penggunaan cairan secara
bersamaan san penggantian darah mendasar sifatnya. Jika pendekatan-pendekatan nonbedah ini gagal menghentikan pendarahan, jika tersedia embolisasi arteri angiografik,
atau intervensi bedah seharusnya dikerjakan cepat-cepat sebelum jumlah kehilangan
darah menyebabkan koagulopati intravasculer menyebar (Disseminated Intravascular
Coagulopathy/DIC), yang mengakibatkan pengendalian pendarahan menjadi mustahil.
Adalah penting untuk mempertahankan volume plasma pasien dan kemampuan
mengangkut oksigen selama suatu episode perdarahan akut. Walaupun pengembangan
volume bisa dipertahankan larutan kristaloid, koloid namun darah masih merupakan
solusi terbaik untuk mengembalikan kapasitas pengangkutan oksigen pasien. Dalam
situasi darurat, darah lengkap adalah produk yang harus paling cepat tersedia. Darah
O-negatif Rh-negatif digunakan dalam situasi yang mengancam jiwa sampai darah yang
telah diuji silang bisa diperoleh. Dalam situasi dimana kehilangan darah diantisipasi
dan terus berlanjut, sel darah merah terpadatkan memberikan konsentrasi sel darah
merah tertinggi pertransfusi.
III.2. Penatalaksanaan Kala III Secara Aktif
Penatalaksanaan kala tiga persalinan secara aktif, yaitu berikan suntikan dengan
menggunakan oksitosika profilaksi, pemijatan uterus, lakukan traksi terkendali, telah
dipergunakan secara luas dengan tujuan untuk pencegahan perdarahan postpartum dan
retensi plasenta. Penelitian mengenai intervensi yang digunakan untuk penatalaksanaan
kala

tiga

persalinan

menunjukkan

adanya

keuntungan

dan

kerugian

pada

penatalaksanaan aktif maupun pasif. Uterotonika profilaksi menurunkan resiko


perdarahan postpartum sekitar 60%. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kombinasi
ergometrin dan oksitosin lebih baik dibandingkan dengan penggunaan oksitosin 5 IU
saja. Perbedaan oksitosin dan ergometrin yaitu jika oksitosin maka kontraksi yang
ditimbulkan bersifat ritmis, reaksi cepat dengan durasi cepat, sedangkan ergometrin,
kontraksi yang ditimbulkan bersifat tonus, reaksi lambat dan durasi lama.
Seperti disebutkan dimuka, pembagian perdarahan postpartum menurut waktu keluarnya
dibagi menjadi 1) awal (<24>2) lambat (>24 jam) yang biasanya disebabkan karena
gangguan involusi, retensi sisa plasenta dan infeksi. Laserasi jalan lahir dapat terjadi di
dinding vagina, serviks, perineum dan lain-lain, hal ini dapat disebabkan karena gesekan
dengan bayi, gesekan dengan tangan penolong, pembukaan belum lengkap sudah
dipimpin mengejan dan trauma oleh instrumen. Cara membedakan perdarahan
postpartum oleh karena laserasi atau atonia uteri yaitu : Perdarahan karena laserasi 1)
perdarahan terjadi begitu bayi lahir, 2) kontraksi uterus teraba, 3) darah berwarna
merah, sedangkan perdarahan karena atonia uteri yaitu : 1) perdarahan terjadi begitu
plasenta lahir, 2) kontraksi uterus tidak teraba, 3) darah berwarna merah kehitaman.
Urutan penanganan perdarahan postpartum yaitu 1) profilaksi dan infus disiapkan, 2)
setelah plasenta lengkap keluar dan belum ada kontraksi dilakukan massage uterus
sampai teraba adanya kontraksi, 3) massage dapat dilakukan bersamaan dengan
pemberian oksitosika dan dipasang infus, 4) bila tidak berhasil, dilakukan kompresi
bilanual ditahan 15 menit sampai perdarahan berhenti, 5) bila tidak berhasil dipasang
tampon yang baik dan benar (jangan sampai ada ruangan yang tidak tertutup), 6) bila
tidak berhasil, dilakukan pengikatan a. hipogastrika atau a. uterina atau histerektomi

bila tidak ingin punya anak lagi atau penekanan aorta abdominalis sambil mengganti
darah yang keluar (blood replacement)
Diposkan oleh rizki's blog di Jumat, Januari 08, 2010
Label: Referat
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Katakan semua pikiran anda
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Rizki Sulistyanto, S.Ked


Mencoba dan berusaha menggapai cita-cita...

Arsip Blog

2010 (10)
o Januari (10)

Rizki Sulistyanto, S.Ked: Fraktur Pelvis

Fraktur Pelvis

Perdarahan Post Partum

SOAL UJI COBA KOMPETENSI DOKTER UMUM 2008

Bank soal 08

Soal-soal try out uji kompetensi 2007

Penyebab Air Susu Ibu Tak Keluar

maen maen muter muter

alhamdulillah.. telah lahir Rizki's Blog 06/01/201...

Mengenai Saya

rizki's blog
seorang laki-laki, kedua dari tiga bersaudara.Lahir di Ngawi, pendidikan Taman Kanakkanak sampai Sekolah Menengah Pertama di kota tempat lahir. Sekolah Menengah Atas
di Sragen, kuliah di Surakarta. Mengambil jurusan Ilmu Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Surakarta angkatan 2004-2008. Sekarang sedang menjalani profesi


klinik di Rumah Sakit Pendidikan yang ditunjuk.Bermodal nekad menggapai cita-cita
yang semakin dekat. Alhamdulillah, tinggal selangkah lagi. Semangat boss..
Lihat profil lengkapku

Pengikut
Label

Artikel kesehatan (1)

Bank soal UKDI (3)

Referat (3)

stase liburan (1)

Anda mungkin juga menyukai