Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

MARASMIC KWASIOKOR

Disusun
Oleh :
Cantika Dinia Zulda
Hasnal Laily Yarza
Sri Mulyani

Preseptor:
dr. Metrizal, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD ACHMAD MOCTHAR BUKITTINGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2015

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Definisi
Menurut WHO gizi buruk adalah ketidakseimbangan antara pasokan nutrisi

dan energi dengan kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan


dan fungsi spesifik. Dampak dari ketidakseimbangan nutrisi pada anak berbeda
dengan dewasa dan dapat menghambat perkembangan anak.4
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah
suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan
kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun.6
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta).
Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu
standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah

standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar
dikatakan bergizi buruk.
2.

Epidemiologi

Gizi buruk (severe malnutrition) sampai saat ini masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi dengan segera. Prevalensinya
berdasarkan inidikator berat badan menurut tinggi atau panjang badan <-3,0 Zskor atau dikategorikan sangat kurus diperkirakan sebesar 6,2 persen. 3
Masalah gizi pada anak balita di Indonesia telah mengalami perbaikan. Hal
ini dapat dilihat antara lain dari penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita
dari 5,4% tahun 2007 menjadi 4,9% pada tahun 2010. 1
Menurut

Departemen

Kesehatan

(2004),

pada

tahun

2003

terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%)
dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). WHO
(1999) mengelompokkan wilayah berdasarkan prevalensi gizi kurang ke
dalam 4 kelompok yaitu: rendah (di bawah 10%), sedang (10-19%),
tinggi (20-29%), sangat tinggi (30%).6
Gizi buruk masih merupakan masalah di Indonesia, walaupun
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk menanggulanginya. Data
Dusenas menunjukkan bahwa jumlah BALITA yang BB/U < -3 SD Zscore WHO-NCHS sejak tahun 1989 meningkatkan dari 6,3 % menjadi
7,2 % tahun 1992 dan mencapai puncaknya 11,6% pada tahun 1995.
Upaya

Pemerintah antara lain melalui pemberian makanan tambahan

dalam jaringan pengaman sosial (JPS) dan peningkatan pelayanan gizi

melalui pelatihan-pelatihan tatalaksana gizi buruk kepada tenaga


kesehatan, berhasil menurunkan angka gizi buruk menjadi 10,1% pada
tahun 1998, 8,1% pada tahun 1999, dan 6,3% tahun 2001. Namun
pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali 7% dan pada tahun 2003
menjadi 8,15%.7,8

3.

Etiologi

Penyebab dari Gizi buruk : 4


a.

Tanpa penyakit penyerta : biasanya disebabkan tidak tersedianya makanan,


kebiasaan, sosialekonomi dan lingkungan

1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat


Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Kadang kadang bencana alam, perang, maupun
kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat akan
menyebabkan

hal

ini.

Kemiskinan

sangat

identik

dengan

tidak

tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain


menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi
dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar
masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik
dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi
persentasi anak yang kekurangan gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah
usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap
status gizi bayi. MP-ASI yang baik tidak hanya cukup mengandung

energi dan protein, tetapi juga mengandung zat besi, vitamin A, asam
folat, vitamin B serta vitamin dan mineral lainnya. MP-ASI yang tepat
dan baik

dapat disiapkan sendiri di rumah. Pada keluarga dengan

tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali anaknya


harus

puas

dengan

makanan

seadanya

yang

tidak

memenuhi

kebutuhan gizi balita karena


ketidaktahuan.
3. Pola makan yang salah
Suatu studi "positive deviance" mempelajari mengapa dari sekian
banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang
gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari
studi ini diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya
gizi buruk.

Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang,

apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat


posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata
anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan perempuan berpengaruh pada
kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya sebagian anak yang gizi buruk
ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak
berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk
mencari kerja di kota bahkan menjadi TKI, kemungkinan juga dapat
menyebabkan anak menderita gizi buruk.
Kebiasaan,

mitos

ataupun

kepercayaan

adat

istiadat

masyarakat tertentu yang tidak benar dalam pemberian makan akan


sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan memberi minum bayi
hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu dini,

berpantang pada makanan tertentu ( misalnya tidak memberikan anak


anak daging, telur, santan dll) , hal ini menghilangkan kesempatan
anak untuk mendapat asupan lemak, protein maupun kalori yang
cukup

b.

Dengan penyakit penyerta

1.

Akut ( < 3 bulan) seperti infeksi, trauma, luka bakar

2.

Kronik (> 3 bulan) seperti keganasan, penyakit paru kronik

4.

Patofisiologi
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi

karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan
lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan
vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina
ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap

batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya
terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan
mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin.

Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan
degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika

terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak
yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun.
Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada
kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein
juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke
daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan
onkotik.

5.

Klassifikasi dan Manifestasi Klinis

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.
1. Marasmus
Malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan
tidak cukup atau hygien jelek. Sinonim marasmus ditetapkan pada pola
penyakit klinis yang menekankan satu atau lebih tanda defisiensi

protein dan kalori. Gambaran klinis marasmus berasal dari masukan


kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan
makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orangtua-anak
terganggu, atau karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital.
Gangguan berat setiap sistem tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi.
Pada awalnya, terjadi kegagalan menaikkan berat badan, disertai
dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus, dengan
kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar
karena lemak subkutan hilang. Lemak pada daerah pipih adalah bagian
terakhir yang hilang sehingga untuk beberapa waktu muka bayi
tampak relative normal sampai nantinya menyusut dan berkeriput.
Abdomen dapat kembung atau datar dan gambaran usus dapat
dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot dengan akibat hipotoni. Suhu
biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolism
basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi
kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya
konstipasi, tetapi dapat muncul diare dengan buang air besar sering,
tinja berisi mucus dan sedikit.
Ciri dari marasmus menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2004)
antara lain:
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus karena

hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus


kulit
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur

- Rambut kering, tipis dan mudah rontok


- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang

- Otot paha mengendor (baggy pant)


- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas, Iga gambang dan perut

cekung
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun

2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat
kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit
kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

Gambar 2. Kelainan rambut pada kwashiorkor

c. Wajah membulat dan sembab

Gambar 1. Edema pada kwashiorkor

d. Pandangan
mata anak
sayu

e. Kelainan

Gigi dan
Tulang
Pada
tulang
penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis dan hambatan
pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita.
f. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada
rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

Pada biopsi hati ditemukan

perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati
mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis,
nekrosis, dan infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat
defisiensi faktor lipotropik.
g. Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulityang

lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan


persisikankulit karena habisnya cadangan energi maupun protein. Pada

10

sebagian besarpenderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk


penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan
bercak-bercak putih atau merahmuda dengan tepi hitam ditemukan pada
bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu
terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti
pada bokong, fosa poplitea, lutut, buku kaki, paha,lipat paha, dan
sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil
merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi
hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian
yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh
hiperpigmentasi. Kurangnya nicotinamide dan tryptophan menyebabkan
gampangterjadi radang pada kulit.
gambar 3. Crazy
Pavement
Kwashiorkor

h. Kelainan

Darah
dan
Sumsum
Tulang
Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai
penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka

11

dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya


nutrien yangpenting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B
kompleks (B12, folat,B6). Kelainan dari pembentukan darah dari
hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan
infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan
pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas
seluler, dan gangguan sistem komplimen.
i. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain Di pankreas dan kebanyakan

kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, salivadan usus halus terjadi


perlemakan. Pada pankreas terjadi atrofi sel asinussehingga menurunkan
produksi enzim pankreas terutama lipase.
j. Kelainan Jantung bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi

jantung disebabkan hipokalemi dan hipomagnesemia.


k. Kelainan Gastrointestinal

Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadangkadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak
danmakanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat
padasebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu
berupainfeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa dan malabsorbsi
lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak
terjadi akibat defisiensi garam empedu, konjugasi hati, defisiensi lipase
pankreas dan atrofi vili mukosa usus halus. Pada anak dengan gizi buruk
dapat terjadi defisiensi enzim disakaridase.

12

l. Atrofi OtotMassa otot berkurang karena kurangnya protein. Protein juga

dibakar untuk dijadikan kalori demi penyelamatan hidup.


m. Kelainan Ginjal

Malnutrisi

energi

protein

dapat

mengakibatkan

terjadi

atrofi

glomerulussehingga GFR menurun.

3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus.
Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit,
sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula.5

6.

Kriteria anak gizi buruk 1

1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi


a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2) Gizi Buruk dengan Komplikasi Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas
disertai salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat

13

d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
7.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan : 4


Parameter

: Antropometri

a.

Berat badan

b.

Tinggi badan

c.

Lingkar lengan

d.

Bodi Mass Indek

Statistik

a.

Z score

b.

WHO

c.

CDC 2000

a.

BB/TB <- 3 SD atau < 70 % dari median

b.

Edema pada kedua punggung sampai seluruh tubuh ( kwasiokor BB/TB > - 3
SD atau marasmic kwasiokor BB/TB < - 3 SD)

Anamnesis :
Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan yang kurang, anak kurus, atau berat
badannya kurang. Selain itu ada keluhan anak kurang/tidak maumakan, sering
menderita sakit yang berulang atau timbulnya bengkak pada keduakaki, kadang
sampai seluruh tubuh
.Pemeriksaan Fisik

14

1. Perubahan mental sampai apatis


2. Anemia
3.Perubahan warna dan tekstur rambut, mudah dicabut / rontok
4.Gangguan sistem gastrointestinal
5.Pembesaran hati
6.Perubahan kulit (dermatosis)
7.Atrofi otot
8.Edema simetris pada kedua punggung kaki, dapat sampai seluruh tubuh
8.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan:

Pemeriksaan

laboratorium:

kadar

gula

darah,

darah

tepi

lengkap,

feseslengkap, elektrolit serum, protein serum (albumin, globulin), feritin.Pada


pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenisnormositik
normokrom karena adanya gangguan sistem eritropoesis akibathipoplasia
kronis sumsum tulang di samping karena asupan zat besi yang kurang dalam
makanan, kerusakan hati dan gangguan absorbsi. Selain itudapat ditemukan
kadar albumin serum yang menurun6

Pemeriksaan radiologi (dada, AP dan lateral) juga perlu dilakukan


untuk menemukan adanya kelainan pada paru.

Tes mantoux

EKG

9.

Komplikasi

15

Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksidikarenakan


lemahnya sistem imun. Tinggi maksimal dan kempuan potensialuntuk tumbuh
tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayatkwashiorkor. Bukti
secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yangterjadi pada awal
kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secarapermanen.
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan dari kwashiorkor adalah: 6,7
1. Defisiensi zat besi
2. Hiperpigmentasi kulit
3. Edema anasarka
4. Imunitas menurun sehingga mudah infeksi
5. Diare karena terjadi atrofi epitel usus
6. Hipoglikemia, hipomagnesemia
Refeeding syndrome adalah salah satu komplikasi metabolik dari dukungan
nutrisi

pada

pasien

malnutrisi

berat

yang

ditandai

oleh

hipofosfatemia,hipokalemia, dan hipomagnesemia. Hal ini terjadi sebagai akibat


perubahan sumber energi utama metabolisme tubuh, dari lemak pada saat
kelaparan menjadi karbonhidrat yang diberikan sebagai bagian dari dukungan
nutrisi, sehingga terjadi peningkatan kadar insulin serta perpindahan elektrolit
yang diperlukan untuk metabolisme intraseluler. Secara klinis pasien dapat
mengalami disritmia,gagal jantung, gagal napas akut, koma paralisis, nefropati,
dan disfungsi hati. Olehsebab itu dalam pemberian dukungan nutrisi pada pasien
malnutrisi berat perlu diberikan secara bertahap.
10. Tatalaksana

16

a. Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah < 3
mmol/L atau < 54 mg/dl) sehingga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau
larutan glukosa/gula pasir 10% segera setelah masuk rumah sakit (lihat bawah).
Pemberian makan yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk.
Segera

beri

F-75

pertama

atau

modifikasinya

bila

penyediaannya

memungkinkan.

Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara
oral atau melalui NGT.

Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.

Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian
F-75.
Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
Beri antibiotik.
b. Hipotermia
Hipotermia ditegakkan saat suhu yang diperiksa pada aksila <35,50C

17

Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).

Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup

dengan

selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak)
atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut
ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik,
letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak.

Beri antibiotik sesuai pedoman.

c. Dehidrasi
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
Beri

ReSoMa (Rehydration Solution for Malnutrition)l, secara oral atau

melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika melakukan rehidrasi pada
anak dengan gizi baik.
beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan
F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah
anak muntah.
Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia < 1 th: 50-100ml
setiap buang air besar, usia 1 th: 100-200 ml setiap buang air besar.
d. Gangguan keseimbangan dan elektrolit

18

Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya.
Terdapat kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar natrium serum
mungkin rendah. Edema dapat diakibatkan oleh keadaan ini. Jangan obati edema
dengan diuretikum.
Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium,
yang sudah terkandung di dalam larutan

Mineral-Mix yang ditambahkan ke

dalam F-75, F-100 atau ReSoMal


Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
e. Infeksi
Pada gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi.
Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik. Hipoglikemia
dan hipotermia merupakan tanda infeksi berat.
Jika tidak ada komplikasi atau tidak ada infeksi nyata, beri Kotrimoksazol
per oral (25 mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB setiap 12 jam (dosis: lihat lampiran 2)
selama 5 hari
Jika ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis
atau tampak sakit berat), atau jelas ada infeksi, beri:

19

Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilanjutkan


dengan Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) ATAU, jika
tidak tersedia amoksisilin, beri Ampisilin per oral (50 mg/kgBB setiap 6 jam
selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari, DITAMBAH:
Gentamisin (7.5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari

Jika anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari.

f. Defisiensi zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun
sering ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetapi tunggu
sampai anak mempunyai nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat
badannya (biasanya pada minggu kedua, mulai fase rehabilitasi), karena zat besi
dapat memperparah infeksi.
Tatalaksana:
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
Multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)

Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)

Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)


Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)

Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk)

g. Pemberian makan awal


Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:13

20

Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
Energi: 100 kkal/kgBB/hari

Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari

Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)

Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75
yang ditentukan harus dipenuhi. Makanan yang diberikan untuk memperbaiki
gizi pada masa stablilisasi tergantung pada kondisi (kondisi I hingga kondisi
V) dari anak.

Tumbuh kejar
Tanda yang menunjukkan bahwa anak telah mencapai fase ini adalah:

Kembalinya nafsu makan

Edema minimal atau hilang.

Tatalaksana
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuhkejar (F-100) (fase transisi):12

Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75
selama 2 hari berturutan.

Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian


sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal
ini terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat
pula digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi
sehingga kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.

21

Setelah transisi bertahap, beri anak:


-

pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai


kemampuan anak)

energi: 150-220 kkal/kgBB/hari

protein: 4-6 g/kgBB/hari.

Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan
anak sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung
cukup energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready
to use therapeutic food

= RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500

kkal/sachet 92 g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.


i. Stimulasi sensorik dan emosional
Lakukan:14

ungkapan kasih sayang

lingkungan yang ceria

terapi bermain terstruktur selama 1530 menit per hari

aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat

keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,


memandikan, bermain). Sediakan mainan yang sesuai dengan umur anak

j. Malnutrisi pada bayi <6 bulan

22

Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak yang lebih tua.
Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus dipertimbangkan,
sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai. Jika ternyata termasuk gizi
buruk, prinsip dasar tatalaksana gizi buruk dapat diterapkan pada kelompok umur
ini. Walaupun demikian, bayi muda ini kurang mampu mengekskresikan garam
dan urea melalui urin, terutama pada cuaca panas.12
Oleh karena itu pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah:

ASI (jika tersedia dalam jumlah cukup)

Susu formula bayi (starting formula)

Pada fase rehabilitasi, dapat digunakan F-100 yang diencerkan.


Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi :2
a. Obat
Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit, maka oleh
tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat
Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis sesuai umur
pada saat pertama kali ditemukan
b. Makanan untuk Pemulihan Gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau pabrikan
1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap saji, F100
atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama terutama dari lemak
(minyak/santan/margarin)
2. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa pemulihan
(rehabilitasi) : 1 minggu pertama pemberian F 100. Minggu berikutnya jumlah
dan frekuensi F100 dikurangi seiring dengan penambahan makanan keluarga.
Makanan untuk Pemulihan Gizi 2
a. Prinsip

23

1) Makanan untuk Pemulihan Gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya
dengan vitamin dan mineral.
2) Makanan untuk Pemulihan Gizi diberikan kepada anak gizi buruk selama masa
pemulihan.
3) Makanan untuk Pemulihan Gizi dapat berupa: F100, makanan therapeutic/gizi
siap saji dan makanan lokal. Makanan lokal dengan bentuk mulai dari makanan
bentuk cair, lumat, lembik, padat.
4) Bahan dasar utama Makanan Untuk Pemulihan Gizi dalam formula F100 dan
makanan gizi siap saji (therapeutic feeding) adalah minyak, susu, tepung, gula,
kacangkacangan dan sumber hewani. Kandungan lemak sebagai sumber energi
sebesar 30-60 % dari total kalori.
5) Makanan lokal dengan kalori 200 kkal/Kg BB per hari, yang diperoleh dari
lemak 30-60% dari total energi, protein 4-6 g/Kg BB per hari.
6) Apabila akan menggunakan makanan lokal tidak dilakukan secara tunggal
(makanan lokal saja) tetapi harus dikombinasikan dengan makanan formula.
b. Jumlah dan Frekuensi
Makanan untuk Pemulihan Gizi bukan makanan biasa tetapi merupakan makanan
khusus untuk pemulihan gizi anak yang diberikan secara bertahap:
1) Anak gizi buruk dengan tanda klinis diberikan secara bertahap:
Fase rehabilitasi awal 150 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari. Diberikan selama satu minggu dalam bentuk makanan cair
(Formula 100).
Fase rehabilitasi lanjutan 200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali
pemberian/hari (Formula 100).
2) Anak gizi buruk tanpa tanda klinis langsung diberikan fase rehabilitasi lanjutan
200-220 kkal/kg BB per hari, yang diberikan 5-7 kali pemberian/hari (Formula
100).
Rehabilitasi lanjutan diberikan selama 5 minggu dengan pemberian makanan
secara bertahap dengan mengurangi frekuensi makanan cair dan menambah
frekuensi makanan padat.
Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:2
1) Fase Stabilisasi Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASI tetap diberikan pada
anak yang masih mendapatkan ASI.

24

2) Fase Transisi Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-75
menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100) dengan asupan gizi 100150 KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3 g/kgBB/hari.
3) Fase Rehabilitasi Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100,
dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg diberikan makanan
bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg diberikan makanan anak. Asupan gizi 150220 KKal/kgBB/hari dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah) Setelah anak pulang dari PPG, anak
tetap dikontrol oleh Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan
Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi yang belum
diterima, berikan imunisasi campak sebelum pulang. Anak tetap melakukan
kontrol (rawat jalan) pada bulan I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu,
selanjutnya sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang anak
dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim sampai anak berusia 5 tahun.
Kriteria sembuh:
1) Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis
2) dan memenuhi kriteria pulang sebagai berikut:
a.

Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif b) BB/PB atau
BB/TB > -3 SD

b.

Komplikasi sudah teratasi d) Ibu telah mendapat konseling gizi

c.

Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

d.

Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

25

BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
Jenis kelamin
Umur
Tanggal masuk
Anamnesis

: An.C
: Perempuan
: 22 bulan
: 26 September 2015

Diambil dari : Alloanamnesis (Ibu Kandung : 12 Oktober 2015)


Seorang anak perempuan berumur 22 bulan di rawat di Bangsal Anak RSUD
Achmad Muchtar Bukittinggi sejak tanggal 27 September 2015. dengan
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang
Bintik-bintik merah dikulit sejak 3 bulan yang lalu, semakin lama semakin
banyak pada kedua tungkai dan tangan
Demam sejak 3 bulan yang lalu, tidak tinggi, hilang timbul, tidak disertai
kejang, menggigil tidak ada, berkeringat banyak tidak ada
Nafsu makan menurun sejak 3 bulan yang lalu, semakin memberat sejak 2
minggu yang lalu. Sebelum sakit anak biasanya makan nasi dengan tahu
dalam porsi kecil. Saat sakit anak hanya minum air gula 2 kali/hari, makan
kentang rebus 4 buah, sebesar kepalan tangan anak dalam sehari. Tidak
pernah makan daging. Anak alergi terhdap telur dan ikan
Anak mulai malas bermain dengan teman teman nya sejak 2 minggu yang
lalu
Batuk sejak 7 hari yang lalu, berdahak, tidak dipengaruhi cuaca, tidak disertai
pilek
Rongga mulut anak ada bercak berwarna keputihan sangat tebal sejak 6 hari
yang lalu

26

Muntah 1 hari yang lalu, frekunsi 2 kali, berisi cairan berwarna kuning,
jumlahnya 1 sendok makan sekali muntah.
Sesak nafas tidak ada.
Berat badan anak sebelumnya 12 kg, sekarang hanya 6 kg, anak semakin

kurus
Tidak ada orang dengan batuk batuk lama disekitar pasien
Buang air kecil berwarna kuning pekat, jumlah sedikit
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Sebelumnya anak bisa berjalan, bicara dan makan sendiri
Anak tidak pernah kontrol berat badan dan tinggi badan ke pelayanan

kesehatan
Anak sebelumnya dirawat di RS Suliki selama 3 hari kemudian dirujuk ke
RSAM untuk transfusi darah. Pasien dikirim dalam keadaan terpasang NGT
dan infus KaEn 1 B
Riwayat Penyakit Dahulu
Anak tidak pernah menderita penyakit gizi kurang dan infeksi berat seperti ini
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mendrita penyakit gizi kurang dan infeksi berat
saat ini
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Anak kedua dari 2 bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, BBL 3000 gram,
PBL 45 cm, langsung menangis, ketuban jernih.
Riwayat imunisasi tidak lengkap
Riwayat tumbuh kembang tidak sesuai umur
Hygiene dan sanitasi lingkungan kurang
Ayah bekerja sebagai supir, ibu IRT
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Kesadaran
: GCS E2V2M4
Nadi
: 89 kali/menit
Suhu
: 36,2o C
Pernafasan
: 32 kali/menit
Sianosis
: Tidak ada
Keadaan umum : Buruk
Keadaan gizi
: Gizi buruk

27

Panjang Badan : 72 cm
Berat Badan
: 6 kg
BB/U: 50,84 %
TB/U: 86,74 %
BB/TB: 66,66 %
Kesan: gizi buruk
Edema
: ada pada tungkai bawah
Anemis
: Ada
Ikhterus
: Tidak ada
Kulit
Teraba dingin, ekskoriasi di ekstremitas, turgor kulit kembali lambat, ptechiae di
punggung, perut dan kedua tungkai bawah
Kelenjar Getah Bening
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
Bulat, simetris
Lingkar kepala 46 cm (normal menurut standard Nellhaus)
Ubun-ubun cekung
Rambut
Kuning keputihan, udah rontok, seperti rambut jagung
Mata
Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, diameter 2 mm/2 mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga
Tidak ditemukan kelainan
Hidung
Nafas cuping hidung tidak ada
Tenggorokan
Tonsil dan faring
Gigi dan Mulut
Mukosa bibir dan mulut kering, oral thrush (+)
Leher
JVP sukar dinilai
Dada Paru
Inspeksi : Normochest, retraksi tidak ada
Palpasi : tidak dapat dinilai
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Bronkovasikuler, ronkhi -/- , wheezing -/Dada Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada

28

Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar teraba pinggir tajam, permukaan rata, lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Punggung
Tidak ditemukan kelainan
Alat Kelamin
Status pubertas : A1M1P1
Anus
Colok dubur tidak dilakukan
Anggota Gerak
Akral dingin, CRT > 3 detik
Edem +/+
Refleks fisiologis positif normal
Refleks patologis tidak ada
Laboratorium
Hb
: 7,1 gr/dl
Leukosit
: 10.500/mm3
Hitung jenis : 0/0/1/55/8/2
Trombosit
: 64.000/mm3
Hematokrit
: 22,5%
Eritrosit
: 2,41 x 10 6
MCV
: 93,36 fL
MCH
: 29,46 pg
MCHC
: 31,55 g/dl
GDR
: 65 mg/dl
Kimia klinis: Na: 133,8 mmol/dl
K: 2,52 mmol/dl
Cl: 98,4 mmol/dl
AGD:
pH: 7,6
pCO2: 24,6
pO2: 74,4
S02: 95,4
HCO3: 25,9
BE: 4,6
Diagnosis Kerja
Penurunan kesadaran ec imbalans elektrolit
Gizi buruk tipe marasmic kwasiorkor kondisi I
Hipokalemia
Hipokalemia

29

Anemia normositik normokrom ec susp perdarahan


Kandidiasis oral
Defisiensi vitamin A
Rencana Terapi
IVFD RL : Dextrose 10% (1 : 1) 25 tts/menit mikro
Bolus dextrose 10% 30 mL, lanjutkan 50 mL per NGT
Amoxicillin 3 x 150 mg IV (Dosis : 25-50mg/kgBB/kali 3DD ~ 150
300 mg/kali)
Gentamisin 1 x 30 mg IV (Dosis : 5-7,5 mg/kgBB/kali 1DD 30 - 45

mg/kali)
KCl 3 x 150 mg PO
Vit A 1 x 200.000 IU
Vit B complex 3 x 1 tab
Vit C 3 x 1 tab
Folic acid 1 x 1 mg
Candistatin 4 x 1 mL
Diet F 75 12 x 50 mL
Foto Rontgen Thorax AP, lateral
Rapid test HIV

Follow up
Tanggal.
Jam
27
September
2015
07.00

Perjalanan Penyakit
S/ demam ada, muntah tidak
ada, sesak tidak ada, kejang
tidak ada, BAK (+) warna dan
jumlah biasa, BAB (+) warna
dan konsistensi biasa
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 116 x/menit,
Nafas 40 x/menit, Suhu 38,3oC.
Mata : Konjungtiva pucat,
sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (-)
Cor : Irama teratur, bising tidak
ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal
Ekst : Akral hangat, CRT < 2

Instruksi
Th/
paracetamol jika T
38,5 C
diet F 75 6 x 180
ml

Amoxicillin 3 x
150 mg IV
(Dosis : 2550mg/kgBB/kali
3DD ~ 150 300
mg/kali)

Gentamisin 1 x 30
mg IV (Dosis : 57,5 mg/kgBB/kali
1DD 30 - 45
mg/kali)

Vit A 1 x 200.000
IU

Vit B complex 3 x
1 tab

30

detik
BB: 6,5
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi I

28
September
2015
07.00

S/ demam ada, muntah tidak


ada, sesak tidak ada, kejang
tidak ada, BAK (+) warna dan
jumlah biasa, BAB (+) warna
dan konsistensi biasa
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 116x/menit,
Nafas 25x/menit, Suhu 38,3oC.
Mata : Konjungtiva pucat,
sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (-)
Cor : Irama teratur, bising tidak
ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal
Ekst : Akral hangat, CRT < 2
detik
BB: 6,3
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi I

29 September S/ demam ada, muntah tidak


2015
ada, sesak tidak ada, kejang
tidak ada, BAK (+) warna dan
jumlah biasa, BAB (+) warna
dan konsistensi biasa
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 116x/menit,
Nafas 25x/menit, Suhu 38,3oC.
Mata : Konjungtiva pucat,
sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (-)

Vit C 3 x 1 tab
Folic acid 1 x 1
mg
Candistatin 4 x 1
mL

Th/
paracetamol jika T
38,5 C
diet F 75 6 x 180
ml

Amoxicillin 3 x
150 mg IV
(Dosis : 2550mg/kgBB/kali
3DD ~ 150 300
mg/kali)

Gentamisin 1 x 30
mg IV (Dosis : 57,5 mg/kgBB/kali
1DD 30 - 45
mg/kali)

Vit A 1 x 200.000
IU

Vit B complex 3 x
1 tab

Vit C 3 x 1 tab

Folic acid 1 x 1
mg

Candistatin 4 x 1
mL
Th/
paracetamol jika T
38,5 C
diet F 75 6 x 180
ml

Amoxicillin 3 x
150 mg IV
(Dosis : 2550mg/kgBB/kali
3DD ~ 150 300
mg/kali)

Gentamisin 1 x 30
mg IV (Dosis : 5-

31

Cor : Irama teratur, bising tidak


ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal
Ekst : Akral hangat, CRT < 2
detik
BB: 6,4
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi I
30 September S/ makan kurang, batuk ada,
2015
demam ada
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 128 x/menit,
Nafas 28 x/menit, Suhu 37,0oC.

1 Oktober
2015

Mata : Konjungtiva pucat,


sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (-)
Cor : Irama teratur, bising tidak
ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal
Ekst : Akral hangat, CRT < 2
detik
BB: 6,2
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi I
S/ intake masuk, batuk ada,
demam tidak ada
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 100 x/menit,
Nafas 28 x/menit, Suhu 37,2oC.
Mata : Konjungtiva pucat,
sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (-)
Cor : Irama teratur, bising tidak
ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal

7,5 mg/kgBB/kali
1DD 30 - 45
mg/kali)
Vit B complex 3 x
1 tab
Vit C 3 x 1 tab
Folic acid 1 x 1
mg
Candistatin 4 x 1
mL

P/

IVFD KaEn I B
750 cc/hari = 30
tts/menit mikro
Diet F 75 8 x 75
ml
Terapi lain lanjut

Th/
paracetamol jika T
38,5 C
diet F 75 6 x 180
ml

Amoxicillin 3 x
150 mg IV
(Dosis : 2550mg/kgBB/kali
3DD ~ 150 300
mg/kali)

Gentamisin 1 x 30
mg IV (Dosis : 57,5 mg/kgBB/kali
1DD 30 - 45

32

Ekst : Akral hangat, CRT < 2


detik
BB: 6,4
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi

2 Oktober
2015

S/ Sesak nafas, intake masuk,


batuk tidak ada, demam tidak
ada
O/ KU : Sakit berat, Kes :
lethargi, Nadi 120 x/menit,
Nafas 50 x/menit, Suhu 37,2oC.

mg/kali)
Vit B complex 3 x
1 tab
Vit C 3 x 1 tab
Folic acid 1 x 1
mg
Candistatin 4 x 1
mL

P/
O2 2 L/menit nasal
Diet F 100 6 x 100
ml

Cefotaxime 2 x
300 mg PO
Terapi lain lanjut

Mata : Konjungtiva pucat,


sklera tidak ikterik
Thorax: retraksi (+)
Cor : Irama teratur, bising tidak
ada
Pulmo : Bronkovasikuler,
ronkhi -/-, wheezing -/Abdomen : Distensi tidak ada,
bising usus positif normal
Ekst : Akral hangat, CRT < 2
detik
BB: 6,5
A/ gizi buruk tipe kwarhiorkor
kondisi

33

Anda mungkin juga menyukai