Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

ELEMEN DASAR PROSES PEMESINAN

2.1 Pendahuluan
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik
suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses
pemesinan yang telah disinggung terdahulu harus dipilih sebagai suatu
proses atau urutan proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu
tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat harus membuang
sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut dicapai. Hal
ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram
(sebelum terpotong). Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau,
kecepatan pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan
sesuai dengan yang dikehendaki. Pekerjaan seperti ini akan ditemui dalam
setiap perencanaan proses pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima
elemen dasar proses pemesinan yaitu,
1. Kecepatan potong (cutting speed)

; v (m/min),

2. Kecepatan pemakan (feeding speed)

; vf (mm/min),

3. Kedalaman potong (depth of cut)

; a (mm),

4. Waktu pemotongan (cutting time)

; tc (min), dan

5. Kecepatan penghasilan geram (rate of metal removal) ; Z (cm3/min).


Elemen proses pemesinan tersebut (v, v f, a, tc, dan Z) dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan/atau pahat serta besaran dari mesin
perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada bermacammacam tergantung pada jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang
dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan dapat berlainan.
Pertama-tama akan ditinjau proses pemesinan yang umum dikenal yaitu
proses bubut. Dengan memahami proses bubut dapatlah hal ini dipakai
sebagai

acuan/referensi

untuk

membandingkannya

dengan

proses

pemesinan yang lain yaitu proses sekrap, proses gurdi, dan proses freis.
Untuk setiap proses yang ditinjau akan diperkenalkan dua sudut pahat yang
penting yaitu sudut potong utama (principal cutting edge angle) dan sudut
geram (rake angle). Kedua sudut tersebut berpengaruh antara lain pada
penampang

geram,

gaya

pemotongan,

serta

umur

pahat.

Dengan

12

memperhatikan kedua sudut ini pada setiap proses pemesinan yang ditinjau
dapatlah disimpulkan bahwa sesungguhnya semua proses pemesinan
adalah serupa.

2.2 Tujuan Khusus


Setelah mempelajari, diskusi dan menyelesaikan tugas-tugas dalam
pokok bahasan ini mahasiswa dapat:
a.

Membedakan elemen-elemen dasar proses pemesinan


turning, milling, shaping dan drilling

b.

Memilih variabel-variabel elemen proses pemesinan


berdasarkan material yang akan dimachining

2.3 Proses Bubut (Turning)


Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros
utama (spindel); (gambar 2.1). Dengan mengatur lengan pengatur, yang
terdapat pada kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih. Harga
putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan yang telah
distandarkan, misalnya 630, 710, 800, 900, 1000, 1120, 1250, 1400, 1600,
1800, dan 2600 rpm. Untuk mesin bubut dengan putaran motor variabel,
ataupun dengan sistem transmisi variabel, kecepatan putaran poros utama
tidak lagi bertingkat melainkan berkesinambungan (continue).

13

Gambar 2.1 Mesin bubut


Pahat dipasangkan pada dudukan pahat dan kedalaman potong (a)
diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui roda pemutar. Skala
pada pemutar menunjukkan selisih harga diameter, dengan demikian
kedalaman gerak translasi dan gerak makannya diatur dengan lengan
pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f) yang tersedia pada mesin
bubut bermacam-macam dan menurut tingkatan yang telah distandardkan,
misalnya: 0.1, 0.112, 0.125, 0.14, 0.16 , (mm/(r)).
Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan
menggunakan rumus yang dapat diturunkan dengan memperhatikan
gambar 2.2. Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut:

14

Gambar 2.2 Proses bubut

Benda Kerja :
do
dm
lt

= diameter mula ; mm,


= diameter akhir ; mm,
= panjang pemesinan; mm

= kedalaman potong ; mm,

f
n

a = (d0 dm) / 2
; mm
= gerak makan ; mm/(r),
= putaran poros utama (benda kerja) ;

Pahat ;

rpm.

Elemen dasar dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut


1. Kecepatan potong

.d .n
1000

dimana, d = diamater rata-rata yaitu

d
2. Kecepatan makan

(d o d m )
do
2

v f f .n
3. Waktu pemotongan

tc

lt
vf

4. Kecepatan penghasilan geram

15

Dimana penampang geram sebelum terpotong A = f.a ; mm 2

Z f .a.v
Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (r, principal
cutting edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor
(proyeksinya pada bidang referensi) dengan kecepatan makan v f. Besarnya
sudut tersebut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pahat
pada mesin perkakas (orientasi pemasangannya). Untuk harga a dan f yang
tetap maka sudut ini menentukan besarnya lebar pemotongan (b, width of
cut) dan tebal geram sebelum terpotong (h, undeformed chip thickness)
sebagai berikut:
Lebar pemotongan

tb

a
sin . r

Tebal geram sebelum terpotong

h f . sin . r
Dengan

demikian penampang geram sebelum terpotong dapat

ditulis sebagai berikut: A = f . a = b . h ; mm 2


2.4 Proses Freis (Milling)
Proses pemesinan freis (milling) adalah proses penyayatan benda
kerja menggunakan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar.
Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang mengitari pisau
ini bisa menghasilkan proses pemesinan lebih cepat. Permukaan yang
disayat bisa berbentuk datar, menyudut, atau melengkung. Permukaan
benda kerja bisa juga berbentuk kombinasi dari beberapa bentuk.

16

Gambar 2.3 Skematik dari gerakan-gerakan dan komponen-komponen


mesin freis
(a) Mesin freis vertikal tipe column and knee, dan
(b) Mesin freis horizontal tipe column and knee
Mesin yang digunakan untuk memegang benda kerja, memutar pisau,
dan penyayatannya disebut mesin freis (milling machine). Mesin freis
(gambar 2.3) ada yang dikendalikan secara mekanis (konvensional /manual)
dan

ada yang dengan bantuan CNC. Mesin konvensional manual posisi

spindelnya ada dua macam yaitu horizontal dan vertikal.

Klasifikasi Proses Freis


Proses freis dapat diklasifikasikan dalam dua jenis. Klasifikasi ini
berdasarkan jenis pisau, arah penyayatan, dan posisi relatif pisau terhadap
benda kerja (gambar 2.4).

17

Gambar 2.4 Dua klasifikasi proses freis :


(a) Freis periperal (slab milling) dan (b) freis muka (face milling)

1. Freis Periperal (Slab Milling)


Proses freis ini disebut juga slab milling, permukaan yang difreis
dihasilkan oleh gigi pisau yang terletak pada permukaan luar badan alat
potongnya. Sumbu dari putaran pisau biasanya pada bidang yang sejajar
dengan permukaan benda kerja yang disayat.
2. Freis Muka (Face Milling)
Pada freis muka, pisau dipasang pada spindel yang memiliki sumbu
putar tegak lurus terhadap permukaan benda kerja. Permukaan hasil proses
freis dihasilkan dari hasil penyanyatan oleh ujung dan selubung pisau.
Metode Proses Freis
Metode proses freis ditentukan berdasarkan arah relatif gerak makan
meja mesin freis terhadap putaran pisau (gambar 2.5). Metode proses freis
ada dua yaitu freis naik dan freis turun.

18

Gambar 2.5 (a) Frais naik (up milling) dan (b) Freis turun (down milling)
1. Freis Naik (Up Milling )
Freis naik biasanya disebut freis konvensional (conventional milling).
Gerak dari putaran pisau berlawanan arah terhadap gerak makan meja
mesin freis (gambar 2.5). Sebagai contoh, pada proses freis naik apabila
pisau berputar searah jarum jam, benda kerja disayat ke arah kanan.
Penampang melintang bentuk beram (chips) untuk proses freis naik adalah
seperti koma diawali dengan ketebalan minimal kemudian menebal. Proses
freis ini sesuai untuk mesin freis konvensional/manual, karena pada mesin
konvensional backlash ulir transportirnya relatif besar dan tidak dilengkapi
backlash compensation.
2. Freis Turun (Down Milling)
Proses freis turun dinamakan juga climb milling. Arah dari putaran
pisau sama dengan arah gerak makan meja mesin freis. Sebagai contoh jika
pisau berputar berlawanan arah jarum jam, benda kerja disayat ke kanan.
Penampang melintang bentuk geram (chips) untuk proses freis naik adalah
seperti koma diawali dengan ketebalan maksimal kemudian menipis.
Proses freis ini sesuai untuk mesin
freis CNC, karena pada mesin CNC
gerakan meja dipandu oleh ulir dari bola
baja,

dan

compensation.
konvensional

dilengkapi
Untuk
tidak

backlash

mesin

freis

direkomendasikan

melaksanakan proses freis turun, karena

19

meja mesin freis akan tertekan dan


ditarik oleh pisau.
Proses pemesinan dengan mesin freis merupakan proses penyayatan
benda kerja yang sangat efektif, karena pisau freis memiliki sisi potong
jamak. Apabila dibandingkan dengan pisau bubut, maka pisau freis analog
dengan beberapa buah pisau bubut (gambar 2.6). Pisau freis dapat
melakukan penyayatan berbagai bentuk bendaGambar
kerja, sesuai
dengan
2.6 Pisau
frais pisau
dengan
yang digunakan. Proses meratakan bidang, identik
membuat
alur beberapa
lebar sampai
pahat bubut
dengan membentuk alur tipis bisa dilakukan oleh pisau freis
Elemen-elemen dasar pada proses freis dapat ditentukan dengan
memperhatikan gambar 2.7. Dalam hal ini rumus yang digunakan berlaku
bagi kedua cara mengefreis, mengefreis tegak atau mengefreis datar.
Benda keria ;
W = lebar pemotongan,
lw = panjang pemotongan,
a
= kedalaman potong,
Pahat freis ;
d
z
Kr
Mesin freis ;
n
vf

= diameter luar,
= jumlah gigi (mata potong),
= sudut potong utama,
= 90 untuk pahat freis selubung,
= putaran poros utama,
= kecepatan makan,

20

Gambar 2.7 Skematik proses freis vertical dan horizontal


Elemen dasar proses freis adalah sebagai berikut

.d .n
1000 ; m/min

1. Kecepatan potong

2. Gerak makan pergigi

: fz = vf / (zn) ; mm/(gigi)

3. Waktu pemotongan

: tc = lt / vf ; min

Dimana,

t v w n

; mm,

v a (d a) ; untuk mengefreis datar,

v 0 ; untuk mengefreis datar,


n d / 2

a. Kecepatan penghasilan geram :

; untuk mengefreis tegak

v f aw
1000 ; cm3/min,

Berbeda dengan proses pemesinan yang lain, proses freis tidak


menghasilkan geram dengan tebal yang tetap melainkan berbentuk koma.
Tebal geram tersebut dipengaruhi gerak makan pergigi (f z) dan sudut posisi
( ) yang pada setiap saat berubah harganya karena perubahan posisi mata
potong (gigi pahat freis).

21

2.5 Proses Sekrap


Mesin sekrap (shaping machine) disebut pula mesin ketam atau serut.
Mesin ini digunakan untuk mengerjakan bidang-bidang yang rata, cembung,
cekung, beralur, dan lain-lain pada posisi mendatar, tegak, ataupun miring.
Mesin sekrap adalah suatu mesin perkakas dengan gerakan utama lurus
bolak-balik secara vertikal maupun horizontal

Gambar 2.8 Mesin sekrap


Proses sekrap merupakan proses yang hampir sama dengan proses
bubut, dalam hal ini gerak potongnya tidak merupakan gerak rotasi
melainkan gerak translasi yang dilakukan oleh pahat (pada mesin sekrap)
atau oleh benda kerja (pada mesin sekrap meja), lihat gambar 2.8. Benda
kerja dipasang pada meja sementara pahat (serupa dengan pahat bubut)
dipasangkan pada pemegsngnya. Kedalaman potong (a) dapat ditetapkan
(dengan cara menggeserkan pahat) melalui skala pada pemutar. Gerak
makan seperti halnya pada proses bubut dapat dipilih dan pada saat
langkah balik beraknir meja atau pahat bergeser sejauh harga yang dipilih
tersebut. Panjang langkah pemotongan (

t ) diatur sesuai dengan panjang

benda kerja (

pengakhiran (

n ). Apabila hal ini telah ditetapkan maka perbandingan

) ditambah dengan jarak pengawalan (

) dan jarak

kecepatan (Rs, quick return ratio) menjadi tertentu harganya (tergantung


dari kontruksi mesin). Dalam hal ini kecepatan mundur (tidak memotong
jadi merupakan waktu yang hilang/non produktif) harus lebih tinggi daripada

22

kecepatan maju (memotong). Kecepatan potong rata-rata dan kecepatan


makan ditentukan oleh jumlah langkah per menit (n p) yang dapat dipilih dan
diatur pada mesin perkakas yang bersangkutan. Elemen dasar pada proses
sekrap dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut, (gambar
2.9)

Gambar 2.9 Proses sekrap


Benda Kerja ;
lw
= panjang pemotong pada benda kerja; mm,
lv
= langkah pengawalan; mm,
ln
= langkah pengakhiran; mm,
lt
= panjang pemesinan,
= lw + lv + ln ; mm,
w
= lebar pemotongan benda kerja ; mm,
Pahat ;
Kr
Yo

= gerak makan; 0,
= sudut geram; 0,

Mesin Sekrap ;
f
= gerak makan; mm/langkah
a
= kedalaman potong ; mm,
np
= jumlah langkah per menit ; langkah/min,
Rs
= perbandingan kecepatan;

23

vm
kec.maju

1.
vr
kec.mundur
Elemen dasar bagi proses sekrap adalah :
1. Kecepatan potong rata-rata

n p .t .(1 Rs )
2.1000

m/min,

2. Kecepatan makan
Vf = f. np ; mm/min
3. Waktu pemotongan
tc = w / vf ; min
4. Kecepatan penghasilan geram
Z=A.v ; cm3/min
Seperti halnya pada proses membubut tebal geram sebelum terpotong
(h)dan lebar (b) ditentukan oleh f, a dan Kr

2.6 Proses Gurdi (Drilling)


Pahat gurdi mempunyai dua mata potong dan melakukan gerak
potong karena diputar poros utama mesin gurdi. Putaran tersebut dapat
dipilih dari beberapa tingkatan putaran yang tersedia pada mesin gurdi,
atau ditetapkan sekehendak bila sistem transmisi putaran mesin gurdi
merupakan sistem berkesinambungan (stepless spindle drive). Gerak makan
dapat dipilih bila mesin gurdi mempunyai sistem gerak makan dengan
tenaga motor (power feeding). Untuk jenis mesin gurdi yang kecil (mesin
gurdi bangku) gerak makan tersebut tidak dapat dipastikan karena
tergantung pada kekuatan tangan untuk menekan lengan poros utama
(gambar 2.10). Selain itu, proses gurdi dapat dilakukan pada mesin bubut
dimana benda kerja diputar oleh pencekam poros utama dan gerak makan
dilakukan oleh pahat gurdi yang dipasang pada dudukan pahat (tool-post)
atau kepala gerak (tail-stock).

24

Gambar 2.10 Proses drilling


Elemen proses gurdi adalah

1. Kecepatan potong

.d .n
1000 ; m/min,

2. Gerak makan permata potong :

fz = vf / (nz) ; z = 2; mm/(r),

3. Kedalaman potong

a = d/2 ; mm,

4. Waktu pemotongan

tc = lt / vf ; min,

Dimana

t v w n ; mm, n (d / 2) / tan k r ; min,

5. Kecepatan penghasilan geram :

vf
d 2

4
1000 ; cm3/min

2.7 Contoh Soal


Sebuah poros dari material

bahan mild steel (ST. 37) seperti gambar

berikut, rencanakan elemen proses pemesinannya.

25

Gambar 2.11 Gambar benda kerja yang akan dibuat


Perencanaan proses bubut:
a. Material benda kerja: mild steel (ST. 37), dia. 34 mm x 75 mm
b. Material pahat : HSS atau Pahat Karbida jenis P10, pahat kanan.
Dengan geometri pahat dan kondisi pemotongan dipilih dari Tabel
2.1. (Tabel yang direkomendasikan oleh produsen mesin bubut):

a = 8, y = 14, v = 34 m/menit (HSS)

a = 5, y = 0, v = 170 m/menit (Pahat karbida sisipan)

c. Mesin yang digunakan: mesin bubut dengan kapasitas diameter lebih


dari
1 inchi.
d. Pencekam benda kerja: Cekam rahang tiga.
e. Benda kerja dikerjakan Bagian I terlebih dulu, kemudian dibalik untuk
mengerjakan Bagian II
f. Pemasangan pahat: Menggunakan tempat pahat tunggal (tool post)
yang
tersedia di mesin, panjang ujung pahat dari tool post sekitar 10
sampai

dengan

15 mm, sudut masuk Xr = 93.


g. Data untuk elemen dasar:

untuk pahat HSS : v = 34 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.

untuk pahat karbida : v = 170 m/menit; f = 0,1 mm/put., a = 2 mm.

26

h. Bahan benda kerja telah disiapkan (panjang bahan sudah sesuai


dengan
gambar), kedua permukaan telah dihaluskan.
i.

Perhitungan elemen dasar

Tabel 2.1 Penetuan Jenis Pahat, Geometri Pahat, v, dan f (EMCO)

27

Gambar 2.12 Gambar rencana pencekaman, penyayatan, dan lintasan


pahat
Keterangan:
1) Benda kerja dicekam pada Bagian II, sehingga bagian yang menonjol
sekitar 50 mm.
2) Penyayatan dilakukan 2 kali dengan kedalaman potong a1 = 2 mm dan
a2 = 2 mm. Pemotongan pertama sebagai pemotongan pengasaran
(roughing) dan pemotongan kedua sebagai pemotongan finishing.
3) Panjang pemotongan total adalah panjang benda kerja yang dipotong
ditambah panjang awalan (sekitar 5 mm) dan panjang lintasan keluar
pahat (sama dengan kedalaman potong). Gerakan pahat dijelaskan
seperti Gambar 2.13.
a) Gerakan pahat dari titik 4 ke titik 1 adalah gerak maju dengan cepat
(rapid)
b) Gerakan pahat dari titik 1 ke titik 2 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
c) Gerakan pahat dari titik 2 ke titik 3 adalah gerakan penyayatan
dengan f = 0,1 mm/putaran
d) Gerakan pahat dari titik 3 ke titik 4 adalah gerakan cepat
(dikerjakan dengan memutar eretan memanjang).

28

Gambar 2.13 Gambar rencana gerakan dan lintasan pahat


Setelah rencana jalannya pahat tersebut di atas kemudian dilakukan
perhitungan elemen dasar pemesinannya. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 2.2.
a. Perhitungan Elemen Dasar Proses Bubut (untuk Pahat HSS)
v = 34 mm/menit, f = 0,1 mm/putaran, a = 4mm, a1 = 2mm, a2 =
2mm, a3 = . . . mm, d0 = 34 mm, dm1 = 30 mm, dm2 = 26 mm, lt = 42
mm
Proses
Bubut rata
a1
Bubut rata
a2

vf

fc

338,38

33,84

1,24

6,80

386,72

38,67

1,09

6,80

b. Perhitungan Elemen Dasar Proses Bubut (untuk Pahat Karbida P10)


v = 170 mm/menit, f = 0,1 mm/putaran, a = 4mm, a1 = 2mm, a2 =
2mm, a3 = . . . mm, d0 = 34 mm, dm1 = 30 mm, dm2 = 26 mm, lt = 42
mm
Tabel 2.2 Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan bagian i
Proses
Bubut rata
a1
Bubut rata
a2

vf

fc

338,38

33,84

1,24

6,80

386,72

38,67

1,09

6,80

Bagian II:
Benda kerja dibalik, sehingga bagian I menjadi bagian yang dicekam
seperti terlihat pada Gambar 2.14. Lintasan pahat sama dengan lintasan
pahat pada Gambar 2.13 hanya panjang penyayatannya berbeda, yaitu
(50 + 5 + 2) mm.

29

Gambar 2.14 Gambar rencana pencekaman, penyayatan,dan lintasan pahat


Hasil perhitungan elemen dasar pemesinan dapat dilihat pada Tabel 2.3
Perhitungan elemen dasar proses bubut (untuk pahat HSS)
v = 34 mm/menit, f = 0,1 mm/putaran, a = 2mm, a1 = . . . mm, a2
= . . . mm, a3 = 2mm,
d0 = 34 mm, dm1 = 30 mm, dm2 = . . . mm, lt = 57 mm
Proses
Bubut rata
a3

n
338,38

vf

fc

33,84

1,68

6,80

Perhitungan elemen dasar proses bubut (untuk pahat Karbida)


v = 170 mm/menit, f = 0,1 mm/putaran, a = 2mm, a1 = . . . mm, a2
= . . . mm, a3 = 2mm, d0 = 34 mm, dm1 = 30 mm, dm2 = . . . mm, lt =
57 mm
Tabel 2.3 Hasil perhitungan eleman dasar pemesinan bagian II
Proses
Bubut rata
a3

vf

fc

1.691,88

169,19

0,34

34,00

2.8 Latihan
a. Sebutkan klasifikasi elemen-elemen proses pemesinan
b. Metode proses freis ada dua yaitu freis naik dan freis turun, jelaskan
dimana perbedaan kedua proses tersebut.

30

c. Jika

ditinjau

secara

mendalam,

terdapat

perbedaan-perbedaan

elemen-elemen proses pemesinan bubut, freis, sekrap dan drilling,


temukan perbedaan-perbedaan tersebut dan jelaskan.
d. Apa yang mendasari pemilihan elemen proses pemesinan jika ditinjau
dari proses pemesinan yang dilakukan.
2.9 Rangkuman
Perhitungan aspek kecepatan pembuangan geram dipilih agar waktu
pemotongan dapat dilakukan seefektif mungkin. Untuk itu perlu dipahami
lima elemen dasar proses pemesinan yaitu, Kecepatan potong (cutting
speed), Kecepatan pemakan (feeding speed), Kedalaman potong (depth of
cut), Waktu pemotongan (cutting time), dan Kecepatan penghasilan geram
(rate of metal removal). Elemen proses pemesinan tersebut dihitung berdasarkan dimensi benda kerja dan/atau pahat serta besaran dari mesin
perkakas. Besaran mesin perkakas yang dapat diatur ada bermacammacam tergantung pada jenis mesin perkakas. Oleh sebab itu, rumus yang
dipakai untuk menghitung setiap elemen proses pemesinan berlainan.

31

Anda mungkin juga menyukai