Anda di halaman 1dari 21

HUBUNGAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PERAN PETUGAS

KESEHATAN TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN RABIES DI KECAMATAN


BANJARANGKAN, KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2016

KADEK IVAN MAHATMA


1320025086

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rabies atau anjing gila merupakan penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat (otak)
yang disebabkan oleh viris rabies. Penyakit ini merupakan kelompok penyakit zoonosa
(zoonosis) yaitu penyakit infeksi yang ditularkan oleh hewan ke manusia melalui pajanan atau
gigitan hewan penular rabies yaitu anjing, kera, musang, kucing.
Sebagian besar sumber penularan rabies ke manusia di Indonesia disebabkan oleh gigitan
anjing yang terinfeksi rbies (98%) dan lainnya oleh kera dan kucing. Sekitar 150 negara di dunia
telah terjangkit rabies dan sekitar 55.000 orang meninggal karena rabies setiap tahun. Lebih dari
15 juta orang yang terpajan/digigit hewan penular rabies di dunia, yang terindikasi mendapatkan
pengobatan profilaksis Vaksin Anti Rabies (VAR) untuk mencegah timbulnya rabies.
Rabies merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, termasuk Indonesia dimana
24 provinsi endemis rabies dari 34 provinsi dan 10 provinsi bebas rabies. Jumlah kasus rabies
pada manusia rata-rata per tahun dibeberapa Negara Asia antara lain India 20.000 kasus, China
2.500 kasus, Filipina 20.000 kasus, Vietnam 9.000 kasus dan Indonesia 168 kasus. Situasi Rabies
di Indonesia tahun 2010 dilaporkan 78.288 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR),
dengan kematian Rabies sebanyak 206 orang (0,03%) dan telah dilakukan pemberian VAR
(Vaksin Anti Rabies) 62.920 orang (80,36%). Sampai September 2011 dilaporkan sebanyak
kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) sebanyak 52.503 , dengan kematian Rabies
sebanyak 104 orang (0,19%) dan telah dilakukan pemberian VAR (Vaksin Anti Rabies) 46.051
(87,71%).
Di Indonesia, rabies merupakan penyakit endemis di 24 propinsi di Indonesia, dengan
kasus LYSSA (rabies pada manusia) tertinggi adalah Provinsi Bali, Sumatera Utara, Maluku,
NTT. Indikator yang digunakan dalam memantau upaya pengendalian rabies di Indonesia, yaitu
kasus gigitan hewan penular/ tersangka rabies (HPR), kasus yang divaksinasi dibandingkan
dengan vaksin anti rabies (VAR) yang tersedia, dan kasus kematian yang diakibatkan virus rabies
/ lyssavirus (LYSSA). Pada tahun 2010 provinsi dengan kasus gigitan HPR, VAR dan LYSSA
terbanyak adalah Bali yaitu 60.434 kasus gigitan HPR, 52.775 kasus VAR, dan 82 kasus LYSSA.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan RI kasus gigitan HPR pada tahun 2012 sebanyak
84.750, diantaranya mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR) sebanyak 74.331. Sampai Bulan
Juli 2013 sebanyak 18.548 kasus gigitan diantaranya 16.162 kasus mendapatkan VAR.

Kasus kematian manusia di Bali akibat terserang rabies dilaporkan sebanyak 107 orang.
Bali dilaporkan tertular rabies sejak Desember 2008. Pemerintah Bali telah melakukan
langkahlangkah dalam menanggulangi penyebaran penyakit rabies. Beberapa program yang telah
dilakukan dengan melakukan vaksinasi, dan vaksin yang digunakan telah diuji efektivitasnya.
Pengendalian populasi anjing dilakukan dengan eliminasi anjing secara selektif juga telah
dilakukan, namun demikian rabies tetap menyebar ke seluruh daerah di Bali.
Keberhasilan pengendalian penyakit rabies sangat ditentukan oleh cakupan vaksinasi
memadai mencapai di atas 70% dan pengendalian populasi anjing. Pencapaian akan hal itu harus
didukung program sosialisasi tentang penyakit rabies yang intensif, pengawasan lalu lintas
hewan penular rabies (HPR), dan pemahaman tentang bioekologi anjing. pemberantasan rabies
tidak hanya tergantung pada masalah anjing, tetapi juga menyangkut masalah manusia. Pada
dasarnya keberhasilan pengendalian dan pemberantasan rabies bergantung kepada tingkat
kesadaran masyarakat pemilik anjing. Perlu ada perubahan perilaku masyarakat pemilik anjing.
Perlu terdapat perubahan perilaku masyarakat dalam memelihara anjing. Perilaku yang dimaksud
antara lain mengandangkan atau mengikat anjing yang dimiliki, merawat dan menjaga
kesehatannya, serta memberi pakan secara rutin.
Seluruh kabupaten di Bali dinyatakan terdapat penyebaran penyakit rabies, salah satunya
di Kabupaten Klungkung. Berdasarkan data Program Pencegahan Rabies Puskesmas
Banjarangkan II, terdapat 454 kasus gigitan pada tahun 2011 dan 459 kasus gigitan baru tahun
2014. Sedangkan dari bulan Januari hingga Agustus 2015 telah terdapat 183 kasus gigitan baru
dengan satu mortalitas dari, Dusun Takmung Kangin, Desa Takmung pada bulan Juni 2015 di
wilayah kerja Puskesmas Banjarangkan II. Pasien tersebut terdapat riwayat gigitan anjing bulan
Mei, namun tidak terdapat riwayat pengobatan untuk luka gigitannya. Timbul gejala hidrofobia
sebelum perawatan di RSUD Klungkung dan pasien meninggal tanggal 28 Juni 2015.
Salah satu strategi yang dilakukan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan rabies
adalah meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat agar terjadi peningkatan Peran Serta
Masyarakat (PSM), serta melakukan identifikasi pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat
terhadap rabies. Perilaku masyarakat diharapkan proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah terjadinya risiko penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan masyarakat.

Kesiapsiagaan dari petugas kesehatan juga tidak kalah pentingnya dalam menanggulangi
Rabies yakni dengan memberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) jika seseorang digigit oleh anjing
yang diketahui mati sebelum 2 (dua) minggu, tapi jika tidak mati setelah 2 (dua) minggu maka
tidak diperlukan pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) dan diobati hanya luka yang digigit
dengan tekhnik perawatan luka sesuai dengan prosedur. Selain itu petugas kesehatan juga perlu
melakukan kerja sama dengan pihak terkait guna kesiapsiagaan dalam menangani dan
mengeliminasi anjing liar yang harus ditingkatkan, dengan tujuan agar tidak saling
terkontaminasi anjing yang sehat dengan anjing yang mengidap Rabies. Disamping itu juga
kegiatan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang memiliki hewan anjing
peliharaan agar selalu mengikat dengan rantai anjing dan menganjurkan agar anjing tersebut
divaksinasi 1 sampai 2 kali dalam setahun.
1.2 Rumusan Masalah
Upaya pencagahan dalam mengurangi kejadian rabies adalah dengan meningkatkan
Peran Serta Masyarakat. Untuk dapat meningkatkan Peran Serta Masyarakat diperlukan juga
peran dari petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies. Oleh karena itu, dapat dirumuskan
bagaimanakah hubungan partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan dalam upaya
pencegahan rabies untuk menurunkan kejadian rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat tentang upaya pencegahan rabies di Kecamatan
Banjarangkan ?
2. bagaimanakah peran petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies di Kecamatan
Banjarangkan ?
3. Apakah partisipasi masyarakat berhubungan dengan peran petugas kesehatan dalam
upaya pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan ?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan dalam
upaya pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui partisipasi masyarakat tentang upaya pencegahan rabies di Kecamatan
Banjarangkan
2. Untuk mengetahui peran petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies di
Kecamatan Banjarangkan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan meningkatkan partisipasi masyarakat dan peran petugas
kesehatan dalam upaya pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung, serta data yang diperoleh dapat dijadikan masukkan awal untuk penelitian
selanjutnya yang lebih mendalam
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung
Dapat memberikan informasi mengenai hubungan partisipasi masyarakat dan peran
petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan,
Kabupaten Klungkung.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang hubungan partisipasi masyarakat
dan peran petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies di Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
3. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian mengenai
hubungan partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan dalam upaya pencegahan
rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian di bidang epidemiologi penyakit menular yang


menganalisis hubungan partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan dalam upaya
pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rabies
2.1.1 Definisi Rabies
Rabies adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang
disebabkan oleh virus rabies dan ditularkan melalui gigitan Hewan Penular
Rabies (HPR) terutama anjing. Virus ini terlacak dalam otak anjing yang
terinfeksi dengan bantuan antibody monoclonal.
Menurut Akoso, rabies merupakan penyakit akut yang bersifat zoonosis
yang menyebar melalui susunan saraf pusat yang sangat membahayakan bagi
hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh virus rabies. Agen
penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada otak atau yang
dikenal dengan nama enchepalitis, hal ini karena agen ini memiliki daya infeksi
yang kuat untuk menyerang jaringan saraf (Akoso, 2007).

2.1.2

Cara Penularan Rabies


Penyakit ini disebarkan oleh Hewan Penular Rabies (HPR) dan ajning
merupakan pembawa utama yang dapat melangsungkan siklus infeksi penyakit
rabies. Adanya kontak antara air liur dengan membrane mukosa atau melalui
luka dapat menyebabkan penularan rabies. Hal tersebut sama halnya dengan
gigitan atau cakaran yang juga dapat menularkan infeksi. Sebagian besar
sumber penularan rabies ke manusia di Indonesia, disebabkan oleh gigitan yang

2.1.3

terinfeksi rabies (98%) dan lainnya oleh kucing dan kera (Infodatin, 2014).
Gejala Rabies
Awalnya hewan penular rabies seperti anjing, kera dan kucing yang
menderita rabies akan menjadi ganas dan biasanya cenderung menyerang atau
menggigit manusia, penderita akan menunjukkan gejala klinis dan biasanya
diakhiri dengan kematian. Gejala rabies pada manusia biasanya diawali dengan
demam, nyeri kepala, takut air, hipersaliva, sulit menelan, peka terhadap

2.1.4

rangsang angin dan suara kemudian diakhiri dengan kematian (Indriaty, 2015).
Pencegahan Rabies
Pencegahan rabies terhadap manusia sangat penting untuk dilakukan agar
derajat manusia meningkat. Penceghan penularan kasus rabies ke manusia dapat
dilakukan dengan mencegah terjadinya gigitan anjing. Manusia yang digigit
anjing di daerah endemis rabies harus diwaspadai terhadap kemungkinan
terjadinya penularan penyakit rabies. Luka bekas gigitan harus segera dibasuh
dengan air sabun, lalu dibilas dengan air dan luka diberi alcohol 70%. Kontrol
penyebaran penyakit rabies dapat dilakukan dengan pengobatan hewan yang
peka atau pemberian vaksinasi, pemusnahan hewan-hewan tak bertuan atau liar
dengan cara melakukan penembakan, peracunan atau penangkapan hewan dan
pembatasan daerah rabies (Indriaty, 2015).

2.2 Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Rabies


2.2.1

Pengertian Partisipasi
Partisipasi merupakan proses aktif dan inisiatif yang muncul dari
masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi
oleh tiga factor pendukungnya, yaitu adanya kemauan, adanya kemampuan dan
adanya kesempatan

Partisipasi melibatkan mental dan emosi lebih banyak daripada fisik


sesorang. Partisipasi yang didorong oleh mental dan emosi disebut partisipasi
otonom, sedangkan partisipasi didorong dengan paksaan disebut mobilisasi.
Partisipasi mendorong seseorang atau kelompok untuk menyumbang atau
mendukung kegiatan bersama, berdasarkan kesukarelaan sihingga tumbuh rasa
tanggung jawab bersama terhadap kepentingan kelompok atau organisasi.
2.2.2

Pengertian Partisipasi Masyarakat


Partisipasi masyarakat merupakan hak dan kewajiban seorang warga
Negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok.
Sehingga mereka diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan
dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya.
Sumbangan inisiatif dan kreatifitas dapat disampaikan dalam rapat
kelompok masyarakat atau pertemuan-pertemuan, baik yang bersifat formal
maupun informal. Dalam rapat kelompok atau pertemuan itu, akan saling
member informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Jadi dalam partisipasi
terdapat komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dan antara sesame
anggota masyarakat (Rizqina, 2010).

2.2.3

Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi


Dalam upaya mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat ada
beberapa faktor yang bisa membantu atau mendorong upaya tersebut. Faktorfaktor tersebut sebagian dapat dijumpai di masyarakat dan sebagian di provider
sendiri.
1. Faktor-faktor di masyarakat
Konsep partisipasi masyarakat sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Dari
sejak dahulu, telah dikenal adanya semangat gotong royong dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan di masyarakat. Semangat ini mendorong
timbulnya partisipasi masyarakat.
2. Faktor-faktor pendorong di pihak provider
Faktor pendorong terpenting yang ada dipihak provider ialah adanya kesadaran
di lingkungan provider, bahwa perilaku merupakan faktor penting dan besar
pengaruhnya terhadap derajat kesehatan. Kesadaran ini melandasi pemikiran
pentingnya partisipasi masyarakat. Selain itu, keterbatasan sumber daya di pihak

provider untuk mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat (Harahap,


2.2.4

2011)
Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pencegahan Rabies
Kurangnya kesadaran masyarakat kepada anjing peliharaannya untuk
dilakukan vaksinasi anti rabies dapat menjadi salah satu penyebab kenapa
sampai sekarang virus rabies masih saja dijumpai di Indonesia. Beberapa daerah
di Indonesia sampai sekarang masih belum bebas dari terjangkitnya penyakit
rabies, bahkan di Bali rabies dianggap sebagai kejadian luar biasa karena untuk
pertama kalinya Bali terjangkit wabah rabies (Sinar Tani, 2011). Cakupan
vaksinasi setidaknya 70% populasi anjing harus mendapatkan kekebalan untuk
menghilangkan atau mencegah wabah rabies. Cakupan vaksinasi 70% telah
dibuktikan berhasil mencegah terjadinya wabah pada 96,5% kasus (Naipospos,
2010).
Rabies bukanlah masalah anjing semata, tetapi masalah manusia. Pada
dasarnya keberhasilan pengendalian dan pemberantasan rabies bergantung
kepada tingkat kesadaran masyarakat. Perlu ada perubahan perilaku yang
membuat masyarakat dapat menerima dan mematuhi berbagai kewajiban sesuai
aturan yang berlaku seperti mengandangkan dan mengikat anjingnya, memberi
makan secara baik, merawat dan menjaga kesehatannya serta memvaksin
anjingnya secara rutin. Masyarakat yang disiplin, beretika dan patuh akan
membuat petugas pengendali rabies lebih mudah mengatasi keadaan
(Naipospos, 2010).
Pencegahan Rabies dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pemeliharaan hewan piaraan dilaksanakan penuh rasa tanggung
jawab dan memperhatikan kejesahteraan hewan, jangan diliarkan
atau diumbar keluar pekarangan rumah tanpa pengawasan dan

kendali ikatan
Birikan vaksinasi anti rabies pada hewan peliharaan secara berkala di

Pusat Kesehatan Hewan, Dinas Kesehatan atau Dinas Peternakan


Segera melapor ke puskesmas/rumah sakit terdekat apabila digigit
oleh hewan tersangka rabes untuk mendapatkan vaksin anti rabies
sesuai indikasi

Apabila melihat binatang dengan gejala rabies, segera laporkan


kepada Pusat Kesehatan Hewan, dinas peternakan atau yang
membawahi bidang peternakan (Infodatin, 2014)

2.3

Peran Petugas Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Rabies


2.3.1 Pengertian Peran Petugas Kesehatan
Peran adalah suatu yang diharapkan dari seseorang dalam situasi social
tertentu agar memenuhi harapan. Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan
yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
2.3.2

(Simbolon, 2009)
Peran Petugas Kesehatan dalam Pencegahan Rabies
Beberapa peran petugas kesehatan dalam upaya pencegahan rabies :
Penyuluhan
Penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya penyakit rabies,
pencegahan penyakit rabies dan penanggulangannya dapat diberikan
kepada masyarakat secara kelompok ataupun individu yang biasanya
bersifat mempengaruhi masyarakat agar mau melaksanakan apa yang

disampaikan dan diharapkan oleh petugas yang memberi penyuluhan.


Ceramah
Kegiatan ceramah ini biasanya dilaksanakan secara kelompok misalnya
di perwiritan/pengajian atau di lembaga-lembaga masyarakat seperti

karang taruna.
Tanya jawab
Kegiatan ini bisa juga dilakukan pada saat penyuluhan, konseling, dan
ceramah. Tetapi dapat juga dilaksanakan oleh petugas kesehatan bila
petugas kesehatan tersebut secara khusus melakukan acara tanya jawab
dengan satu topik atau judul tanpa harus terlebih dahulu melakukan

penyuluhan, konseling, dan ceramah.


Pelayanan Vaksinasi
Pengendalian dan vaksinasi pada anjing merupakan strategi yang paling
efektif dan ekonomis untuk mencegah kejadian rabies pada manusia, dan
untuk mendapatkan hasil yang baik, kebijakan vaksinasi harus
dikombinasikan dengan edukasi ke masyarakat tentang pencegahan

gigitan hewan anjing dan rabies dan kemudahan akses untuk pengobatan

kepada orang yang digigit.


Pemberantasan Hewan Liar
Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk
tanpa izin ke daerah bebas rabies. Mengurangi jumlah populasi anjing
liar atan anjing tak betuan dengan jalan pembunuhan dan pencegahan
perkembangbiakan (Hiswani, 2003)

BAB III
KERANGKAN KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Umur
Pendidikan
Informasi

Pengetahuan

Pengetahuan

Pengalaman

Penyakit

Petugas

Pendidikan

Rabies

Kesehatan

Informasi

Lingkungan

Partisipasi

Peran

Sosial Budaya

Masyarakat

Petugas
Kesehatan

Pengalaman

Lingkungan
Sosial Budaya
Umur

Perilaku

Perilaku

Masyarakat

Petugas

Pada Upaya
Pencegahan

Keterangan :Rabies

Upaya
Pencegahan
Rabies

= variabel diteliti

Kesehatan
Pada
Pencegahan
Rabies

= variabel tidak diteliti


Sumber : modifikasi dari Noatmodjo dan Teori Health Belief Model Rosenstock
Gambar 3.1

Kerangka Konsep Hubungan Partisipasi Masyarakat dan Peran Petugas Kesehatan


Terhadap Upaya Pencegahan Rabies Di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung Tahun 2016

Kerangka konsep penelitian diatas dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut :
partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh pengetahuan dan perilaku masyarakat sendiri.
Pengetahuan masyarakat dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungn
dan social budaya. Sedangkan perilaku masyarakat yang mempengaruhi partisipasi yaitu
melakukan vaksin pada anjing dua kali/tahun, mengikat anjing di rumah dengan tali < 2 meter,
mengikat dengan tali < 2 meter dan memberangus anjing bila dibawa keluar rumah dan
membawa anggota keluarga ke pelayana kesehatan terdekat bila tergigit anjing. Selanjutnya,
partisipasi akan berpengaruh pada upaya pencegahan rabies. Selain itu, Upaya pencegahan rabies
juga dipengaruhi oleh peran petugas kesehatan. Factor yang mempengaruhi peran petugas
kesehatan adalah pengetahuan dan perilaku petugas kesehatan sendiri. Pengetahuan petugas
kesehatan dipengaruhi oleh umur, pendidikan, pengalaman, informasi, lingkungn dan social

budaya. Sedangkan perilaku petugas kesehatan yang mempengaruhi peran petugas kesehatan
yaitu melakukan penyuluhan, ceramah, tanya jawab, pemberantasan hewan liar dan pelayanan
vaksinasi. Namun dalam kesempatan kali ini, penulis hanya akan meneliti mengenai hubungan
partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan terdahap upaya pencegahan rabies di
Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung Tahun 2016.
3.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
a. Terdapat hubungan antara partisipasi masyarakat dengan upaya pencegahan rabies di
Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung Tahun 2016.
b. Terdapat hubungan antara peran petugas kesehatan dengan upaya pencegahan rabies di
Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung Tahun 2016.
3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1 Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini meliputi :
a.
Variabel bebas yaitu partisipasi masyarakat dan peran petugas kesehatan
b.
Variabel tergantung yaitu upaya pencegahan rabies

3.3.2

Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara

operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.


Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
No
.
1

Variabel

Definisi

Skala

Alat Ukur

Upaya
pencegahan
rabies

Tindakan yang dilakukan untuk


menurunkan kasus kejadian rabies atau
penyebaran rabies

Nominal

Kuisioner

Partisipasi
masyarakat

Ordinal

Kuisioner

Peran petugas
kesehatan

proses aktif dan inisiatif yang muncul


dari masyarakat serta akan terwujud
sebagai suatu kegiatan nyata, antara
lain :
1. Pengetahuan tentang Rabies
2. melakukan vaksin pada anjing
dua kali/tahun
3. mengikat anjing di rumah
dengan tali < 2 meter
4. memberangus
anjing
bila
dibawa keluar rumah
5. membawa anggota keluarga ke
pelayana kesehatan terdekat
bila tergigit anjing
Kegiatan petugas kesehatan kepada
masyakat antara lain :
1. Penyuluhan
2. Ceramah
3. Tanya jawab

Ordinal

Kuisioner

Hasil Ukur
1. Tidak melakukan Upaya
Pencegahan
2. Melakukan
upaya
pencegahan
1. Baik, skor 61-100%
2. Sedang, skor 30-60%
3. Kurang, skor <30%

1. Baik, skor 61-100%


2. Sedang, skor 30-60%
3. Kurang, skor <30%

4. Pemberantasan hewan liar


5. Pelayanan vaksinasi

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional
analitik untuk mengetahui hubungan antara partisipasi masyarakat dan peran petugas
kesehatan terhadap upaya pencegahan rabies di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung Tahun 2016.
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian
4.2.1 Populasi
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah
1. Semua kepala keluarga di Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, wilayah kerja
Puskesmas Banjarangkan II.
2. Semua petugas kesehatan yang bersangkutan di Puskesmas Banjarangkan II
4.2.2 Sampel
Besar sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
(z2)PQ
n=
d2

Keterangan :
n
z2
P
Q
d

: jumlah sampel
: deviat baku normal untuk a (1,96)
: proporsi keadaan yang akan dicari (0,50)
: 1-P (0,50)
: ketepatan relatif yang diinginkan (0,10)

Dari perhitungan dengan rumus diatas, diperoleh sampel minimal yang akan diteliti
berjumlah 96,04 sampel. Akan tetapi, karena populasi penelitian <10.000, maka dilakukan
koreksi menggunakan rumus:
n
NK =
1+n
N
Keterangan :

NK
n
N

: koreksi sampel
: jumlah sampel
: jumlah populasi

Setelah melakukan koreksi sampel maka didapatkan sampel minimal berjumlah 90 sampel.
Sehingga 90 sampel tersebut akan dijadikan responden dalam penelitian ini. Sedangkan untuk
petugas kesehatan hanya berjumlah 10 sampel.
a. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala Keluarga desa Takmung yang bersedia sebagai sampel penelitian
2. Petugas Kesehatan yang bersangkutan yang bersedia sebagai sampel penelitian
b. Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Kepala keluarga yang telah meninggal.
2. Petugas kesehatan yang baru bekerja selama 1 bulan di Puskesmas Banjarangkan II.
4.2.3 Cara Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random
sampling. Terlebih dahulu menyusun kepala keluarga dan petugas kesehatan yang kemudian
dibuatkan nomer urut dan diundi. Nomer yang keluar saat pengambilan akan menentukan kepala
keluarga dan petugas kesehatan yang akan menjadi sampel penelitian.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Takmung yang merupakan wilayah kerja Puskesmas
Banjarangkan II, Kecamatan Banjarangkan. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan
April sampai Juni 2016.
4.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat penelitian berupa kuisioner.
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner diajukan oleh peneliti terhadap responden,
kemuadian jawabannya ditulis oleh peneliti.
4.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1 Pengolahan Data


Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan melalui beberapa tahapan,
sebagai berikut :
a. Editing
Langkah-langkah dalam editing adalah meneliti kelengkapan, kejelasan dan konsistensi data.
Penyuntingan data dilakukan sebelum proses pemasukan data, sebaiknya dilakukan di
lapangan agar data yang salah atau meragukan masih dapat ditelusuri kembali kepada
responden.
b. Coding
Setelah data diedit dilakukan coling, yaitu : pengklasifikasian jawaban dan pemberi kode
pada masing-masing jawaban sehingga memudahkan pengolahan data selanjutnya.
c. Processing/entry
Data yang sudah terstruktur, dilakukan entry atau memasukkan data dengan menggunakan
program pada computer untuk mempermudah analisi yang akan dilakukan.
d. Cleaning
Cleaning yaitu menghilangkan data-data yang tidak perlu karena tidak sempat terjaring pada
waktu editing

4.5.2 Analisis Data


Data yang terkumpul selanjutnya dilakukan analisis baik secara univariat dan
bivariat. Analisis univariat dilakukan terhadap semua variabel penelitian yaitu partisipasi
masyarakat, peran petugas kesehatan, upaya pencegahan rabies dan karakteristik
responden seperti umur, pendidikan, pengalaman petugas kesehatan dan paparan
informasi rabies. Analisi univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi data dan
proporsinya. Analisis bivariat dalam penelitian ini adalah melakukan analisis hubungan
antara variabel bebas dengan variabel terikat guna mengetahui kekuatan hubungan satu
persatu. Diawali dengan membuat tabel 2x2 dengan menempatkan variabel terikat
(outcome) pada bagian column dan variabel bebas (causa) pada row. Tabel 2x2
ditampilkan dalam row percentage. Kemudian dinilai kuat hubungannya menggunakan
beda proporsi. Untuk melihat hubungan variabel bebas dan variabel tergantung bermakna
atau tidak dilakukan uji statistic menggunakan uji chi square bila memenuhi syarat

dengan tingkat kemaknaan () 0,5 pada confident interval (CI) 95%. Bila tidak
memenuhi syarat uji, digunakan uji alternatifnya yaitu uji fisher exact.
a. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi responden diukur dengan menghitung jumlah dan persentase responden yang
menjawab benar dari masing-masing pertanyaan yang diajukan. Adapun skor untuk jawaban
yaitu :
Benar = 1
Salah atau tidak tahu = 0
Kemudian dilakukan penghitungan skor total = (jumlah nilai skor/jumlah nilai skor
maksimal) X 100%. Selanjutnya, nilai tersebut diubah menjadi nilai persentase dengan
rentangan 0-100%. Persentase < 30% diasumsikan sebagai tingkat partisipasi kurang dan
persentase 30-60% diasumsikan sebagai tingkat partisipasi sedang. Sedangkan persentase 61100% diasumsikan sebagai tingkat partisipasi baik.
b. Peran Petugas Kesehatan
Peran petugas kesehatan diukur dengan menghitung jumlah dan persentase responden
yang menjawab benar dari masing-masing pertanyaan yang diajukan. Adapun skor untuk
jawaban yaitu :
Benar = 1
Salah atau tidak tahu = 0
Kemudian dilakukan penghitungan skor total = (jumlah nilai skor/jumlah nilai skor
maksimal) X 100%. Selanjutnya, nilai tersebut diubah menjadi nilai persentase dengan
rentangan 0-100%. Persentase < 30% diasumsikan sebagai tingkat peran petugas kesehatan
kurang dan persentase 30-60% diasumsikan sebagai tingkat partisipasi peran petugas
kesehatan. Sedangkan persentase 61-100% diasumsikan sebagai tingkat peran petugas
kesehatan.
c. Upaya Pencegahan Rabies
Tingakat upaya responden terhadap pencegahan rabies dianlisa dengan menghitung
jumlah responden yang menjawab ya dan tidak terhadap masing-masing pertanyaan. Tingkat
upaya pencegahan rabies diklasifikasikan menjadi melakukan upaya pencegahan dan tidak
melakukan upaya pencegahan. Adapun skor untuk jawaban yaitu :
Ya
=1

Tidak

=0

Daftar Pustaka
Akoso, B.T. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Rabies Penyakit Menular pada Hewan dan
Manusia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Dinkes Prov. Bali. 2010. Laporan Tahun Program P2 Rabies, Bali.
Hiswani. 2003. Pencegahan Dan Pemberantasan Rabies. Universitas Sumatera Utara.
Harahap, S.A. 2011. Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Partisipasi Ibu Balita Dalam
Kegiatan Posyandu Kelurahan Tampan Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki
Pekanbaru. Universitas Sumatera Utara.
Indriaty, I. 2015. Gambaran Rabies Di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun
2006-2014. Badan Litbang Kesehatan.
Mohan, K. 2015. Sikap Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Pencegahan Penyakit Rabies Di
Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Bali Tahun 2015. Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Naipospos, T.S.P. 2010. Rabies, Zoonosis dan Anjing Jalanan. Universitas Sumatera Utara.
Nugroho, D.K. 2013. Outbreak, Surveillance and Investigation Report. Department of Disease
Control, Ministry of Public Health.

Puskesmas Banjarangkan II. 2011-2015. Laporan Program P2 Rabies. Banjarangkan


Pusat Data dan Informasi Kementerian RI. 2014. Situasi dan Analisis Rabies. Jakarta Selatan.
Rizqina, F. 2010. Partisipasi Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Manajamen Berbasis
Sekolah di Kecamatan Kalideres Kotamadya Jakarta Barat. Universitas Indonesia.
Sinar Tani. (2011). Pengendalian Penyakit Rabies.
http://www.sinartani.com/proteksi/pengendalian-penyakit-rabies.htm. Tanggal Akses 4
April 2011.
Tarigan, et al. 2012. Cakupan Vaksinasi Anti Rabies pada Anjing dan Profil Pemilik Anjing Di
Daerah Kecamatan Baturiti, Tabanan. Universitas Udayana.
Simbolon, S.A. 2009. Peran Petugas Kesehatan Dalam Mempromosikan Kb Kondom Di
Wilayah Kerja Puskesmas Helvetia Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2009. Universitas
Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai