Anda di halaman 1dari 1

Ketika Akhirnya Saat Memutuskan Itu Tiba ...

Publikasi 25/07/2003 10:11 WIB


eramuslim - Ketika akhirnya saat memutuskan itu tiba Aku tahu aku kehabisan cara untuk mencaricari alasan, hal yang selalu aku lakukan saat berhadapan dengan kata: menikah. Bayangan tentang sosok
seorang pria yang akan selalu ada disampingku selama aku ada di dunia, seseorang yang akan jadi orang
yang paling tahu tentang diriku, bahkan lebih dari ibuku. Lalu aku merasa akan tertelanjangi luar dalam.
Rasa ini yang mungkin pernah membuatku ragu untuk segera menikah.
Aku memang seorang perempuan yang tak ingin merasa terikat. Aku selalu membayangkan diriku seekor
kijang yang berlari dengan bebasnya di dalam rimba raya tanpa ada siapapun dan apapun yang membuat
kaki lincahnya berhenti melompat. Kenikmatan dalam melakukan keinginan-keinginanku nampaknya
membuatku begitu segan memiliki seseorang yang aku pikir bisa membuat langkahku terseret. Sementara
rimba ini begitu luas dan aku cuma ada ditepian sebuah danau saja. Aku masih ingin melakukan apa pun
kemanapun sesuai keinginan. Menikmati hidangan Allah di alam ini. Tak peduli apa yang orang katakan,
tak peduli apa yang orang inginkan denganku. Aku merasa paling berhak dengan kehidupanku. Sosok
suami bisa menjadi hambatan bagi kemajuan seorang perempuan karena ia dituntut untuk patuh pada
suaminya. Mungkin itu gambaran yang sedikit banyak mempengaruhi pikiranku. Belum lagi ketika harus
hadir seorang anak.
Namun kini ketika tiba-tiba ada sebentuk cinta sederhana yang ditawarkan kepadaku, aku termanggu. Tak
bisa aku berkata. Tulus, apa adanya. Segala teori dan argumentasiku membisu. Tiba-tiba ada rasa aneh
yang mengelus rasaku, dan aku tahu itu kerinduan. Rasa ingin dilindungi, rasa nyamannya berteduh. Rasa
ingin disayangi, ingin menjadi orang yang istimewa untuk seseorang, ingin merasakan indahnya
berkorban, bahagianya memberi. Bagaimana rasanya dipaksa untuk memahami orang lain hingga
keterpaksaan itu bermuara pada keikhlasan. Ingin mencoba memaknai kepatuhan dari sudut pandang
Allah, merasakan apa maksud Allah menyuruh seorang istri patuh pada suaminya.
Rasa ini menjelma menjadi sujud-sujud panjang yang basah di tengah sunyinya malam. Begitu lama aku
belum lagi merasakan kemesraan berkhalwat dengan-Nya. Entah mengapa hadirnya nama seorang pria
membuatku ingin sekali lagi memeluk Allah dan berbisik; Tuhan, diakah cinta dari-Mu? Allah
benarkah ini?...
Ditawarkan sebuah cinta dari hamba-Nya, aku malah berlari mengejar kasih-Nya. Malam-malam sunyi
yang biasanya membuaiku kini aku terangi dengan rakaat-rakaat panjang diakhiri bisikan basah yang
jatuh di tanganku. Memohon ilmu-Nya yang menyamudra memilihkan yang terbaik untukku.
Menyerahkan jiwa ragaku dalam tangan-Nya. Meluaskan hati ini untuk cinta-Nya. Aku benar-benar
merasa jatuh cinta pada-Nya. Duhai apakah ini?... Hadirnya pria itu membuatku begitu dekat dengan
Allah. Inikah jawabannya, Kekasih?...
Kebersamaanku dengan Allah menuaikan keyakinan dalam diriku. Dia seperti membisikkan entah dengan
apa, tapi aku merasa yakin ini benar, bahwa inilah jalan kebaikan yang Allah bukakan untukku. Pintu ini
dan saat ini.
Maka ketika Allah telah membuka pintu-Nya untukku, seberapa hebatkah diriku menolak untuk
melangkah ke dalamnya? Mungkin aku tak tahu apa yang akan aku hadapi saat melewati teras rumahNya, tapi aku tahu Dia ada bersamaku, di dalam diriku.
Dan aku akan punya seseorang yang akan selalu menggandeng tangan dan menguatkan langkahku, menuju diri-Mu, Allah

Anda mungkin juga menyukai