Anda di halaman 1dari 3

Puasa Dan Kesehatan Lahir Bathin

Publikasi: 28/10/2003 14:02 WIB

eramuslim - Hampir tak satu pun kewajiban ibadah dalam Islam yang luput dari hikmah
maupun manfaat lahiriah, demikian halnya dengan puasa. Ibadah puasa tanpa diragukan
lagi sangat bermanfaat ditinjau dari segala segi. Apalagi jika ditinjau dari segi kesehatan.
Banyak para ahli kesehatan yang telah mencoba untuk mengungkap rahasia dibalik puasa
ini, namun baru sedikit sekali rahasia yang dapat mereka ungkap.
Hal yang telah umum dikenal didunia kesehatan bahwa aktivitas puasa merupakan salah
satu terapi bagi kesembuhan suatu penyakit, yang teryata telah dikenal beratus-ratus
abad yang lampau. Bedanya, barangkali, orang terdahulu maupun sekarang yang tidak
atau belum beriman-Islam, melakukan puasa tersebut bukan karena dilandasi kesadaran
dan ketaatan kepada Alloh SWT tapi hanya sekadar ritual proses terapi yang harus dilalui.
Dari sinilah kenapa para pandeta Nasrani selalu berpuasa. Menurut mereka, puasa
merupakan obat mujarab dalam menyembuhkan penyakit. Bahkan, Plato maupun
Socrates pun konon tak luput dari membiasakan diri berpuasa sepuluh hari dalam setiap
bulannya. Alasanya, menurut mereka, sebagai ekspresi penyucian pikiran.
Untuk itulah paling tidak dengan hikmah dari sisi kesehatan saja, maka kesadaran dan
keimanan kita untuk melaksanakan perintah Alloh SWT untuk menjalani puasa Ramadhan
akan semakin kokoh dan kuat sehingga akan teguh menjalankan syariat-Nya. Karenanya
kekhawatiran dari sebagian kaum muslimin, yang terkadang terlontar dalam bentuk
pernyataan bahwa dengan puasa Ramadhan akan membuat tubuh lemah, tidak bergairah,
kehilangan motivasi serta pemikiran negatif lainnya akan hilang dan tidak laku sebagai
alasan pembenaran untuk tidak puasa. Karena memang itu semua tidak berdasar sama
sekali. Maha benar Allah dengan firmanNya dalam QS 2:216: ....Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. Subhaanallah! Itulah sebabnya mengapa Imam Syafii pernah mengatakan
bahwa kullu fi'lillaah bil hikmah --setiap perbuatan Allah pasti mengandung hikmah.
Untuk lebih tegasnya dapat kita baca dari beberapa penelitian medis, sebagaimana
diungkapkan oleh Muazzam dan Khaleque (Journal of Tropical Medicine 1959) dan juga
oleh Chassain dan Hubert (journal of Physiology, 1968), yang menunjukkan bahwa tidak
ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadhan.
Kadar gula darah memang menurun lebih rendah daripada biasanya pada saat-saat
menjelang magrib, tetapi tidak sampai sama sekali membahayakan kesehatan. Begitu
pula kadar asam lambung yang akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari
pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal.
Dengan demikian puasa Ramadhan kira-kira 14-17 jam (tergantung musim dan letak
geografis) dari terbit fajar hingga terbenam matahari ternyata tidak berpengaruh terhadap
kesehatan, yang justru lebih besar manfaatnya bagi kesehatan ketika kita berpuasa
sebenarnya adalah justru niat dan kemauan untuk menahan nafsu. Sebagaimana arti dari
puasa (shaum) itu sendiri, yakni menahan.
Sesungguhnya bagi setiap amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi
setiap orang ia dapatkan apa yang ia niatkan.... (HR.Bukhari-Muslim)
Hal ini menjadi sesuatu yang logis dan dapat dibuktikan dengan ilmiah, karena sebagian
besar penyakit yang diderita manusia sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia itu
sendiri. Dari penyakit infeksi sampai ke penyakit jantung, penyakit akibat stres, bahkan
beberapa jenis kanker erat kaitannya dengan perilaku tidak sehat manusia.

Ilmu kedokteran telah membuktikan bahwa mereka yang sedang marah, baik yang
dipendam maupun dinyatakan, sedang "panas hati" oleh sebab apa pun, atau sedang
dilanda rasa tidak sabar, akan meningkat kadar hormon katekholamin dalam darahnya.
Hormon katekholamin ini akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan
menaikkan tekanan darah. Semua itu, jika dibiarkan berlangsung lama, akan
membahayakan kesehatan dan mempercepat proses ketuaan.
Niat dan kemauan menahan nafsu, rasa marah, rasa tidak sabar, atau rasa panas hati
ketika sedang berpuasa, akan mencegah terjadinya peningkatan kadar hormon
katekholamin dalam darah. Efek inilah yang sebenarnya lebih besar pengaruhnya terhadap
kesehatan dalam pengertian yang positif, karena ia akan menghindarkan seseorang dari
efek buruk akibat kadar hormon kelompok katekholamin yang meningkat secara
berlebihan ketika orang marah, kesal, panas hati, dan tidak sabar.
Sabda rasulullah saw: "Bila salah seorang dari kalian berpusa maka hendaknya ia tidak
berbicara buruk dan aib, dan jangan berbicara yang tiada manfaatnya dan bila dimaki
seseorang maka berkatalah "aku berpuasa"."
(HR Bukhari)
Para dokter sepakat bahwa puasa merupakan salah satu cara membersihkan tubuh dari
lemak-lemak berpenyakit maupun dari makanan yang tidak bermanfaat di dalam tubuh.
Tubuh, selain membutuhkan konsumsi makanan, juga perlu dibersihkan dari berbagai zat
kimia yang akan merusak anggota tubuh itu sendiri. Saat berpuasa, tubuh mengalami
detoksifikasi secara alami. 'Absen' nya makanan yang biasa masuk ke dalam perut,
membuat organ-organ tubuh seperti hati dan limpa 'membersihkan diri'. Racun-racun
yang dibuang pun 10 kali lebih banyak. Karena racun yang dikeluarkan lebih banyak dari
biasanya, maka proses penuaan bisa di 'rem' untuk sementara. Itulah sebabnya bila kita
melakukan puasa dengan benar, wajah kita tampak lebih berseri.
Di luar bulan Ramadhan pun, ahli kesehatan sekaliber Ibnu Sina (980-1037 M), seorang
dokter Muslim kenamaan pada masa itu, menerapkan konsep ini dimana ia selalu
mengharuskan setiap pasien yang datang kepadanya untuk berpuasa selama tiga minggu
(tentunya diikuti dengan niat liLlahi taala, karena Alloh semata). Bagi Ibnu Sina, puasa
merupakan terapi efektif dan murah-meriah dalam menyembuhkan penyakit pasienpasiennya. Bahkan di zaman modern sekarang ini, seorang dokter spesialis penyakit kulit
dan kelamin asal Amerika, Robert Partolo, menyepakati bahwa tradisi mengosongkan
perut dan menahan hawa nafsu yang berasal dari ajaran Islam, ternyata setelah
diterapkan kepada pasien-pasienya merupakan terapi mujarab dalam memberantas
bakteri sifilis yang terkandung di dalam tubuh mereka. Dengan berpuasa, lanjutnya,
bakteri tersebut akan digantikan dengan zat-zat yang menyehatkan. Begitu pula dokter
lain, Bernard Mackpadan, yang juga pakar biologi berkebangsaan Amerika bahkan
meyakini puasa merupakan cara jitu dalam memberantas setiap penyakit yang tidak bisa
disembuhkan terapi yang lain.
Bagaimana halnya dengan ibu hamil dan menyusui, apakah diperbolehkan menjalani
ibadah puasa?. Pada masa kahamilan dan menyusui, faktor psikis merupakan hal yang
amat penting bagi kesehatan sang bayi atau janin yang sedang dikandung. Dengan
berpuasa, berarti seseorang berusaha mendekatkan dirinya kepada Allah. Dan kedekatan
seseorang kepada Allah inilah yang akan memberikan ketenangan jiwa. Selain itu salah
satu manfaat puasa jika ditinjau dari segi medis adalah dapat mencegah pertambahan
berat badan yang berlebihan selama masa kehamilan.
Bagi yang mampu menjalankan puasa, hal itu baik sekali bagi mereka. Dengan selalu
menjaga susunan gizi pada saat berbuka puasa dan sahur, maka kebutuhan bayi dan janin
akan supply makanan dapat tetap terpenuhi dan terjaga.
Pada dasarnya ibu hamil atau yang sedang menyusui bisa saja berpuasa jika mereka
sanggup. Artinya, mereka tidak merasakan lemas badan yang berlebihan. Tetapi jika tidak
demikian keadaannya, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Karena Alloh SWT pun
memberikan keringanan kepada hambanya yang merasa berat menjalani ibadah puasa.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa wanita hamil dan menyusui termasuk dalam
kelompok orang-orang yang difirmankan Allah : "... Dan wajib bagi orang-orang yang
berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi
makan seorang miskin ..." (QS. 2:184)
Sedangkan bagi mereka yang mempunyai penyakit maag, jika masih ringan, biasanya
ibadah puasa justru akan menyembuhkan karena pola makan menjadi teratur.

Pengaturan Gizi Seimbang di bulan Ramadhan


Untuk mengoptimalkan kita melalui bulan suci Ramadhan, agar bisa menjadi bulan yang
spesial yang dipenuhi amaliah yang bersifat ubudiyah dan muamalah, maka kesehatan
badan kita juga harus ditunjang dengan konsumsi makanan bergizi sesuai dengan
kebutuhan tubuh, yakni yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, serta mineral dan
vitamin yang berasal dari buah-buahan dan sayuran.
Makan sahur penting artinya bagi kesehatan tubuh. Dari sisi syariah pun makan sahur
sangat dianjurkan. Rasulullah saw bersabda: "Makanan waktu sahur semuanya bernilai
berkah, maka jangan anda tinggalkan, sekalipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para
malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur"
(HR Ahmad).
Walaupun dari hadits di atas disebutkan sahur dengan seteguk air, namun bukan berarti
kita tidak perlu memperhatikan masalah gizi dalam makanan sahur kita. Makan sahur
dengan makanan yang lengkap dan seimbang sangat diperlukan untuk menopang tubuh
melakukan aktivitas sepanjang hari. Oleh karena itu bila saat sahur kita tidak mendapat
cukup karbohidrat yang merupakan sumber energi, kita cepat merasa lemas dan tak
berenergi di siang hari.
Bersegeralah berbuka puasa, karena pada saat itu tubuh memerlukan asupan sebagai
pengganti kadar glukosa darah yang turun. Dalam hal ini rasulullah saw bersabda:
"Manusia tetap berkondisi baik selama tidak menunda-nunda berbuka puasa" (HR
Bukhari).
Akan tetapi tetap adab (etika) harus diperhatikan juga, dimana dari sisi kesehatan
dianjurkan tidak langsung makan makanan yang banyak mengandung lemak dan manismanis, seperti tape, uli, kolak, dan lain-lain. Sebab lemak dan karbohidrat tinggi tidak
bagus untuk kesehatan. Jadi, sebagai pembuka makan sebaiknya mengkonsumsi salad,
buah-buahan, atau minuman sirup. Begitu pula tidak terlalu banyak memakan makanan
yang mengandung gula. Karena berdasarkan penelitian, dinyatakan bahwa kebutuhan
ideal setiap orang terhadap gula itu sekitar 30 gram sehari, atau dua sendok makan gula.
Selain itu saat buka puasa, dianjurkan juga tidak cepat-cepat menyantap makan berat.
Karena lambung yang telah mengecil karena tidak bertugas selama belasan jam, akan
kaget ketika tiba-tiba diisi makanan dalam porsi besar, tentunya hal ini akan
mengakibatkan perut terkejut dan mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencerna makanan
tersebut. Sebaiknya setelah shalat Maghrib, barulah menyantap makanan yang berat
(nasi, lauk-pauk hewani, nabati, dan sayur-sayuran). Sebaiknya Konsumsi minum air putih
ditingkatkan sesudah shalat tarawih, dan diteruskan sesudah makan sahur. Minumlah
sebanyak 15 gelas (kurang lebih 3 liter) atau minimal 10 gelas.
Selain itu perlu juga diketahui bahwa seseorang yang berpuasa tidak perlu menambah
vitamin atau suplemen apabila dirasa makanan sudah cukup. Karena kelebihan Vitamin B
atau C akan terbuang dalam urine.
Mary Liziawati*
Disampaikan pada acara Tarhib Ramadhan Pengajian IQRO Foudation Inc. 26 Syaban
1424 H - 22 Oktober 2003
*Penulis adalah Alumni FK-UI 1997, dan sekarang tinggal sementara waktu di Sydney
Australia

Anda mungkin juga menyukai