Anda di halaman 1dari 4

Pengembangan SDM Perkebunan dan Pabrik

Pengolahan Sawit Berbasis Kompetensi


Kelapa sawit merupakan sebagai penghasil minyak kelapa sawit crude palm oil (CPO)dan inti kelapa
sawit (Kernel) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan sebagai sumber penghasil
devisa negara Non migas bagi Indonesia. Namum para Investor dalam melaksanakan pembangunan
perkebunan sawit dan pabrik pengolahan sawit (PMKS) harus tetap berpedoman kepada peraturan
mengenai pembangunan Perkebunan di Indonesia yang secara khusus diatur melalui Undang
Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Salah satu pertimbangan yang mendasari lahirnya
UU No.18/2004 tersebut adalah bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
merupakan potensi yang sangat besar dalam pembangunan perekonomian nasional termasuk
didalamnya pembangunan perkebunan dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara berkeadilan. Guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara berkeadilan,
maka perkebunan perlu dijamin keberlanjutannya serta ditingkatkan fungsi dan peranannya.
Pembangunan perkebunan kelapa sawit kedepan menghadapi tantangan yang tidak ringan
yaitu tuntutan stakeholders untuk membangun sistem industri minyak sawit berkelanjutan
(Sustainable Palm Oil) serta isu-isu terkait tentang global warming, konservasi dan perlindungan
keanekaragaman hayati serta alih fungsi lahan, tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social
Responsibility) dan isu-isu lainnya. tuntutan dan isu-isu tersebut yang akhirnya menuntut semua
perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk meraih efisiensi melalui intensifikasi dengan
meningkatkan produktifitas namun tetap tidak menyimpang dan harus memperhatikan aspek-aspek
berkelanjutan.
Untuk mencapai efisiensi yang diharapkan maka semua perusahaan perkebunan kelapa sawit harus
penyediaan SDM yang handal baik dalam skill maupun manajerial artinya perusahaan harus
didukung oleh individu-individu yang memiliki kompetensi kerja Sesuai PERMENAKERTRANS Nomor
: PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI), dinyatakan bahwa SKKNI adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan dan/atau sikap kerja yang relevan dengan pelaksanaan tugas dan syarat
jabatan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Di samping
SKKNI, dalam PP No.31Tahun 2006 Tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional, juga dikenal adanya
Standar Khusus dan Standar Internasional. Standar Khusus adalah standar kompetensi yang
ditetapkan oleh suatu institusi tertentu dan hanya berlaku di lingkungan institusi yang bersangkutan
dan atau institusi lain yang memiliki keterkaitan langsung dengan institusi yang bersangkutan.
Penyedian dan pengembangan SDM pada akhirnya akan menjadi faktor kunci dalam pembangunan
perkebunan kelapa sawit berkelanjutan. Namun demikian penyediaan dan pengembangan SDM tidak
dapat diusahakan secara instan. SDM perkebunan yang dikenal sebagai Planters bukanlah sarjana
pertanian biasa. Oleh karena dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit khususnya maupun
perkebunan pada umumnya diperlukan desain (design) dan rencana-rencana penyedian dan
pengembangan SDM yang sesuai dengan karakteristik dan budaya perkebunan.
Kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan,
ketrampilan, keahlian, serta sikap kerja tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Kompetensi
kerja merliputi 5 (lima) kemampuan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.

Kemampuan
Kemampuan
Kemampuan
Kemampuan

melaksakan setiap tugas jabatan/pekerjaan.


mengelola semua tugas jabatan/pekerjaan.
menghadapi keadaan yang bersifat mendadak/darurat.
menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja.

5. Kemampuan menghadapi perubahan dan perkembangan dunia kerja.


Kompetensi
memang
erat
kaitannya
dengan
kewenangan.
Karena kompeten maka seseorang diberi kewenangan. sebaliknya jika seseorang yang tidak
kompeten diberikan kewenangan maka hasilnya akan tidak maksimal bahkan bisa menimbulkan
kegagalan.
Kompetensi juga erat kaitanya dengan produktivitas. Tenaga kerja yang kompeten dan profesional
pasti dapat bekerja secara produktif. Produktivitas ini yang akan menjamin pertumbuhan peningkatan
daya saing dan kesejahteraan.
Kompetensi dan profesionalisme tidak selalu paralel dengan tingkat pendidikan Walaupun pendidikan
dengan relatif rendah, apabila yang bersangkutan kompeten dan profesional, akan menghasilkan
produktifitas yang tinggi. Sebaliknya walaupun pendidikannya relatif tinggi, kalau yang bersangkutan
tidak kompeten dan tidak profesional, tidak akan menghasilkan produktifitas dan bahkan dapat kontra
produktif. Oleh karena itu, paradigma bangsa yang harus dikembangkan adalah Pengembangan
SDM Berbasis Kompetensi.
Prisip-prinsip Dasar Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi :
Pengembangan SDM berbasis kompetensi bertumpu pada tiga pilar utama yakni :
1. Adanya standar kompetensi kerja,
2. Adanya pendidikan dan pelatihan yang berbasis pada standar kompetensi kerja
3. Adanya sistem sertifikasi yang independen dan terpercaya menjamin mutu
kompetensi sesuai dengan standar kompetensi.
Standar kompetensi kerja di susun dan dikembangkan diberbagai bidang pekerjaan/profesi oleh para
pemangku kepentingan, terutama dikalangan dunia usaha dan asosiasi profesi. Standar kompetensi
tersebut, disusun secara nasional dan diusahakan setara serta dibandingkan dengan standar negaranegara lainnya. Oleh karena itu, untuk bidang profesi yang secara Internasional sudah ada standar
kompetensinya, tinggal dilakukan adopsi atau adaptasi saja. Standar kompetensi, baik yang bersifat
nasional (SKKNI) maupun yang bersifat international (SI), perlu mendapat kesepakatan bersama dari
pemangku kepentingan dan regulator. Hal ini penting agar standar tersebut dapat diterima oleh
semua pihak yang berkepentingan. Standar kompetensi yang telah disusun dan dikembangkan
secara nasional, tidak optimal manfaatnya bila tidak digunakan untuk acuan dalam pengembangan
pendidikan dan pelatihan profesi. Oleh karena itu, standar kompetensi tersebut perlu dijabarkan dan
standar pendidikan dan pelatihan.
Dikaitkan dengan pembinaan, peningkatan dan pengembangan profesionalitas SDM Perkebunan di
Indonesia khususnya dalam sub bidang asisten kebun kelapa sawit maka maka Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Republik Indonesia memandang perlu untuk mengeluarkan keputusan Menteri
sebagai acuan standar kompetensi yaitu Keputusan Menteri Nomor : Kep.124/Men/V/2011.
Asosiasi profesi SDM Perkebunan, Lembaga Sertifikasi Profesi, dan Lembaga Diklat Profesi
bersama-sama dengan pengguna (Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pelaku Utama dan Pelaku
Usaha) melakukan kesepakatan untuk mengacu, pada SKKNI dalam keputusan Menteri tersebut
sebagai standar kompetensi yang dipergunakan, untuk menyelenggarakan program pendidikan dan
pelatihan, dan meningkatkan kompetensi SDM Perkebunan khususnya sub bidang asisten kebun
sawit sesuai dengan kebutuhan program pembangunan pertanian

Penggunaan SKKNI

SKKNI Asisten Kebun antara lain digunakan sebagai acuan untuk :


1. Menyusun uraian pekerjaan Asisten Kebun;
2. Melakukan sertifikasi profesi Asisten Kebun;
3. Menyusun dan mengembangkan program Diklat Profesi bagi Asisten Kebun.
Dengan tersusunnya SKKNI Asisten Kebun, maka:
1. Asisten Kebun diharapkan mampu untuk melaksanakan pengelolan afdeling
secara profesional
2. Pasar kerja dan dunia usaha/industri serta pengguna tenaga kerja terbantu dalam
memperoleh Asisten Kebun yang profesional
3. Lembaga Diklat Profesi (LDP) mampu mengembangkan program diklat profesi
Asisten Kebun;Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dapat melaksanakan sertifikasi
profesi Asisten Kebun, serta verifikasi LDP dan Tempat Uji kompetensi (TUK).

Pengelompokan Unit Kompetensi


Pengelompokan unit kompetensi dalam standar kompetensi suatu bidang keahlian/pekerjaan dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: Kelompok Kompetensi Umum/dasar, Inti dan Khusus/Spesialisasi.
Untuk SKKNI Asisten Kebun Kelapa Sawit tidak diperlukan kompetensi khusus.
Kompetensi Asisten Kebun merupakan satu kesatuan antara pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai
asisten kebun. Berdasarkan definisi tersebut, pengelompokan unit-unit kompetensi dibagi ke dalam 2
kelompok yaitu :
Kelompok
Kompetensi
Umum/Dasar; Kelompok
Kompetensi

Umum/Dasar mencakup unit-unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan pada


jabatan Asisten Kebun. Unit kompetensi kelompok umum/dasar meliputi: (1)
Mengaktualisasikan nilai-nilai budaya planters, (2) Mengorganisasikan pekerjaan,
(3) Melakukan komunikasi efektif, dan (4) Membina masyarakat di lingkungan
kebun
Kelompok Kompetensi Inti; Kelompok Kompetensi Inti mencakup unitunit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan untuk mengerjakan tugas-tugas
inti, dan merupakan unit-unit yang wajib (compulsory) untuk bidang Asisten
Kebun. Unit kompetensi inti antara lain: (1) Mempersiapkan lahan, (2)
Mempersiapkan bahan tanam, (3) Melakukan penanaman, (4) Melakukan
peremajaan tanaman, (5) Melaksanakan pemeliharaan Tanaman Belum
Menghasilkan (TBM), (6) Melaksanakan pemeliharaan Tanaman Menghasilkan
(TM), (7) Mengelola panen, (8) Mengelola fungsi lingkungan kebun, (9) Mengelola
anggaran, dan (10) Membuat laporan.

Peran Penting Lembaga Pendidikan dan Pelatihan

Lembaga pendidikan dan pelatihan merupakan lembaga yang sangat


penting peranannya dalam membentuk dan menghasilkan SDM perkebunan khususnya asisten
kebun sawit. Mengingat peranan penting tersebut Lembaga pendidikan dan pelatihan yang ingin
melaksanakan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, perlu segera melakukan konsolidasi
agar dapat menghasilkan kelulusan yang kompeten, sesuai dengan standar komptensi yang telah
ditetapkan. Jika lembaga pendidikan dan pelatihan tidak melakukan hal tersebut, maka lembaga
pendidikan dan pelatihan tersebut hanya akan menghasilkan lulusan berijazah, tetapi tidak atau
sedikit menghasilkan lulusan bersertifikasi kompetensi. Hal ini dapat terjadi karena sertifikasi
kompetensi dalam konsepsi pengembangan SDM Berbasis Kompetensi dilakukan oleh lembaga
independen. Artinya lembaga pendidikan dan pelatihan sebagai produsen kompetensi, dipisahkan
dengan lembaga sertifikasi kompetensi sebagai penjamin mutu kompetensi. Hal ini penting untuk
menghidarkan terjadinya konflik kepentingan dalam suatu lembaga.
Lembaga pendidikan dan pelatihan dapat menerbitkan ijzah atau sertifikat diklat bagi lulusannya,
tetapi untuk menjamin bahwa mereka telah memenuhi standar kompentensi yang ditetapkan, mereka
harus lulus uji kompetensi/asesmen kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi
kompetensi yang independen. Untuk itulah pemerintah membentuk Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP). Apabila instruktur Pengembangan SDM Berbasis Kompetensi seperti diatas telah terbentuk
dan aplikasinya telah berjalan, maka perlu dikembangkan harmonisasinya dengan negara-negara
lain, baik secara bilateral maupun secara multilateral dengan tujuan agar Indonesia tidak tertinggal
dari negara lain untuk lebih meningkatkan profesionalitas sumberdaya manusianya dalam rangka
meningkatkan daya saing di pasar global.

Anda mungkin juga menyukai