masyarakat Lampung yang tidak mengenal alat musik tradisional ini. Orang-orang
yang memainkan alat musik ini hanya sebatas pada seniman-seniman cetik saja.
Bahkan sebelum tahun 1990, alat musik ini hanya digunakan pada saat upacara adat
atau upacara penyambutan tamu. Terbatasnya sumber dan peraturan baku dalam
memainkan alat musik ini, menyebabkan generasi muda enggan untuk belajar
memainkan alat musik tersebut. Hal tersebut kemudian mendorong para seniman
Lampung untuk membakukan aturan dalam memainkan alat musik cetik, seperti
aturan notasi dan tatanan nada yang digunakan, sehingga mudah untuk dipelajari oleh
berbagai kalangan, terutama generasi muda di provinsi Lampung.
Seiring dengan perkembangan zaman, serta kemajuan dalam teknologi dan
informasi, alat musik cetik semakin dikenal oleh masyarakat, dan memiliki fungsi
yang kian berkembang dalam kehidupan masyarakat Lampung. Periode tahun 1960
merupakan periode keemasan dari alat musik Cetik atau Gamolan Pekhing ini. Pada
periode tersebut, alat musik Cetik dianggap masih dianggap orisinil sesuai dengan
fungsinya, yaitu sebagai sarana upacara adat dan musik penyambutan tamu.
Kemudian setelah adanya pengaruh yang disebabkan oleh perkembangan teknologi
informasi seperti radio, televisi, media sosial, dan lain sebagainya menjadikan fungsi
alat musik ini semakin berkembang. Cetik bisa digunakan sebagai musik tunggal,
ansambel, musik pengiring tari maupun pengiring vokal yang terbentuk kedalam
pantun, seperti: hahiwang, bebandung, dan pepacugh. Biasanya alat musik cetik
dimainkan bersamaan dengan alat musik lain seperti serdam, rebana, dan gambus.
Penggabungan alat- alat musik lain dalam memainkan cetik disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan.
Adapun beberapa fungsi dari gamolan Lampung (cetik) akan dijabarkan secara
rinci sebagai berikut:
1. Sebagai pengiring dalam tradisi berbalas pantun.
Salah satu tradisi yang sangat identik dengan masyarakat Lampung adalah
tradisi berbalas Pantun. Berbalas pantun merupakan ciri khas dari suatu acara adat
yang terdapat dalam masyarakat Lampung, hampir semua acara adat dalam
masyarakat Lampung selalu menggunakan pantun sebagai media untuk
berkomunikasi. Tradisi berbalas pantun tersebut masih digunakan oleh masyarakat
Lampung hingga saat ini, seperti dalam upacara adat, seorang petakun atau
pengantar sambutan memulai suatu acara merwatin (acara musyawarah) dengan
sebuah pantun. Budaya berpantun juga dapat dijumpai dalam acara pernikahan.
Biasanya kedua mempelai mendapatkan petuah melalui untaian sajak dari pantun
tersebut. Bahkan mulei mekhanai (bujang gadis) juga menggunakan pantun
sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi mereka, dan sebagai sarana
pergaulan muda-mudi lampung. Adapun jenis-jenis pantun dalam masyarakat
lampung diantaranya adalah: pepaccur, sagata, paradinei, talibun, bebandung,
ringget, pisaan, dan hahiwang.
Alat musik gamolan pekhing (cetik) memiliki peran dalam tradisi berbalas
pantun dalam masyarakat Lampung. Biasanya, acara berbalas pantun diselingi
dengan musik yang dimainkan dengan instrumen cetik dan dikombinasikan
dengan instrumen lainnya. Acara berbalas pantun yang dilakukan oleh para mulei
mekhanai lampung sering menggunakan alat musik cetik sebagai musik
pengiringnya. Musik cetik ini digunakan sebagai musik pembuka dan pentup
dalam sebuah acara berbalas pantun oleh para mulei mekhanai. Selain itu, musik
cetik juga digunakan sebagai musik peralihan dari kedua belah pihak mulei dan
mekhanai ketika sedang berbalas pantun. Penggunaan alat musik cetik dalam
acara berbalas pantun menyebabkan kegiatan berbalas pantun terkesan lebih
menarik, dan menimbulkan susana keakraban di kalangan muda-mudi lampung.
Namun demikian, minat generasi muda di Lampung kian berkurang
terhadap tradisi berbalas pantun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi
antara lain penggunaan bahasa Lampung sebagai bahasa daerah sehari-hari masih
sangat kurang, para siswa di sekolah enggan untuk mempelajari bahasa maupun
sastra Lampung, sehingga perlu adanya upaya untuk melestarikan tradisi berbalas
pantun di Provinsi Lampung, salah satunya adalah melalui kegiatan pendidikan.
Adapun upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Lampung
dan masih berjalan hingga saat ini adalah dengan mengadakan acara berbalas
pantun yang ditayangkan di stasiun televisi tersebut. Acara tersebut menampilkan
kegiatan berbalas pantun yang bertemakan pergaulan muda mudi, dan sajian
musik yang dimainkan oleh suatu kelompok alat musik tradisional Lampung,
biasanya menggunakan instrumen utamanya adalah cetik, atau bisa juga diselingi
dengan penampilan musik gambus Lampung.
2. Sebagai pengiring tarian
Provinsi Lampung memiliki tari-tarian tradisional yang begitu beragam.
Beberapa tarian yang terkenal berasal dari provinsi Lampung diantaranya adalah,
tari Sigeh Pengunten, Tari Melinting, Tari Bedana, dan Tari Mulei Betanggai.
Kesenian tari dalam masyarakat Lampung mengalami perkembangan yang cukup
baik. Hal tersebut diwujudkan dengan munculnya berbagai macam tari-tarian
kreasi yang kian beragam, seperti tari bedana marawis, tari bedana lunik, tari
mulei bekipas, dan lain lain.
Salah satu fungsi musik adalah sebagai pengiring tari-tarian, sama halnya
dengan alat musik Gamolan Pekhing (cetik). Alat musik cetik digunakan sebagai
pengiring tari-tarian dalam masyarakat Lampung. Penggunaan alat musik dalam
mengiringi tari-tarian juga semakin berkembang dan variatif sesuai dengan
perkembangan tari kreasi yang ada di Provinsi Lampung.
3. Sebagai musik penyambut tamu
Dalam acara adat masyarakat Lampung penyambutan tamu kehormatan
biasanya diiringi dengan menggunakan musik khas Lampung. Saat ini, musik
penyambutan tamu dapat dijumpai dalam berbagai acara seperti acara pernikahan,
acara musyawarah adat, maupun acara kedinasan yang bersifat formal. Setelah
penyambutan tamu dengan menggunakan musik, para tamu juga biasanya
disambut dengan tari Sigeh Pengunten, yaitu tari penyambutan tamu dalam
masyarakat Lampung.
Alat musik Gamolan Pekhing (cetik) merupakan salah satu alat musik
yang digunakan dalam penyambutan tamu di berbagai acara. Dalam permainan
musiknya, alat musik cetik ini sangat ditonjolkan, sebab suara khas yang
dihasilkan dapat memberikan nuansa yang menggambarkan tentang kehidupan
masyarakat Lampung.
4. Sebagai sarana hiburan pribadi dan masyarakat
Secara umum, fungsi musik dalam kehidupan manusia adalah sebagai
sarana hiburan, baik secara pribadi maupun masyarakat secara umum, sama
halnya dengan alat musik Gamolan Pekhing (cetik). Alat musik cetik dapat
digunakan sebagai sarana hiburan pribadi, sebab alat musik ini dapat dimainkan
secara individu (sendiri). Orang yang memainkan alat musik cetik dapat
mengekspresikan perasaannya melalui nada-nada yang dihasilkan oleh alat musik
tersebut. Selain itu, sajian musik cetik yang dimainkan bersamaan dengan alat
musik lain dengan komposisi tertentu dapat digunakan sarana hiburan bagi
kesenian
lokal
kemampuan setiap anak (peserta didik), menemukan pemenuhan dirinya dalam hidup,
mentransmisikan warisan budaya, memperluas kesadaran sosial dengan tanggung
jawab yang luas dari pendidikan secara umum (Soetedja, 2007: 413). Di sisi lain,
pendidikan seni mampu memberikan wacana spritual, moral serta keterampilan
pragmatis yang sebenarnya merupakan basis dari manusia hidup dan berkehidupan
(Pamadhi, 2012: 11).
Berangkat dari hakekat pendidikan seni di atas, maka kesenian musik
tradisional seperti halnya alat musik Gamolan Pekhing (cetik) hendaknya menjadi
sebuah materi pembelajaran di sekolah-sekolah dan dilaksanakan secara optimal.
Optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti
pengembangan materi pembelajaran seni budaya, metode pembelajaran yang
digunakan,
media
pembelajaran
guna
menunjang
berlangsungnya
proses
memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik.
Pendidikan seni di sekolah hendaknya menjadi media untuk pembentukan karakter
tersebut.
Setiap
pendidikan
memiliki
tujuan
untuk
mengubah
sikap
dari
pembelajarnya ke arah yang lebih baik, sama halnya dengan pendidikan seni. Dengan
mengangkat warisan budaya yang sebagai materi pembelajaran seni, maka akan
timbul sikap menghargai warisan budaya dalam diri peserta didik. Kemudian melalui
interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dapat
digunakan sebagai media untuk pembentukan watak, perilaku, atau karakter bagi
peserta didik. Interaksi antara siswa dengan siswa juga dapat memungkinkan
terbentuknya sikap, seperti sikap saling menghargai, kerjasama, dan toleransi, yang
dapat diwujudkan melalui aktivitas berkesenian secara bekelompok.
Daftar Pustaka
Amaliyyah, Al Fisqy Kayyasah. 2012. Makalah Wawasan Budaya dan Seni Gamolan
Lampung. Prodi Seni Tari FKIP Universitas Lampung. Diakses dari
(https://artoflampungdotcom.wordpress.com/2012/06/28/gamolan/)
pada
20
Desember 2015, pukul 21.30 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2010/02/04/20111350/Alat.Musik.Cetik.Makin.Digemari.
Diakses pada 20 Desember 2015, pukul 21.00 WIB
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/gamolan-pekhing-gamelan-bambu-dari-lampungbarat. Diakses pada 20 Desember 2015, pukul 22.00 WIB
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suminto A. Sayuti
Oleh:
Afrizal Yudha Setiawan
NIM. 15724251042
DDD