Anda di halaman 1dari 10

Alat Musik Gamolan Pekhing (Cetik)

dalam Masyarakat Lampung


A. Musik Gamolan Pekhing (Cetik)
Gamolan Pekhing adalah salah satu alat musik tradisional dari Provinsi
Lampung yang diperkirakan sudah ada sejak zama Hindu. Nama lain dari alat musik
ini adalah Cetik. Gamolan Pekhing atau Cetik merupakan perwujudan dari
masyarakat yang agraris. Pertanian dan alam pegunungan menjadi ciri utama bangsa
pada masa lampau yang menjadi hajat dan kehidupan bagi kelangsungan anak cucu
mereka. Asal usul nenek moyang orang Lampung dipercaya berasal dari Sekala Brak
merupakan percampuran dari bangsa-bangsa India, China, Arab dan Eropa yang
terintegrasi ke dalam masyarakat Lampung yang kemudian menghasilkan musik
akulturasi. Margaret (seorang profesor musik dari Monash University, Australia)
menyebutkan bahwa gamolan berasal dari Liwa, daerah pegunungan di bagian barat
Lampung, A Gamolan origin from Liwa in the montainous nortwest area of
Lampung. (https://artoflampungdotcom.wordpress.com/2012/06/28/gamolan/)
Sekilas alat musik ini mirip dengan gamelan yang ada di Pulau Jawa, hanya
saja cetik atau gamolan pekhing ini tersusun dari bilah-bilah yang terbuat dari bambu
dan diikat dengan menggunakan senar. Terdapat 7 (tujuh) bilah bambu dengan
susunan nada do-re-mi-sol-la-si-do, dan dimainkan dengan cara dipukul dengan
menggunakan pemukul yang terbuat dari kayu. Karena alatnya yang terbuat dari
bambu, maka Gamolan Pekhing juga sering disebut sebagai Gamolan Bambu, namun
masyarakat Lampung lebih sering menyebut alat musik ini dengan sebutan cetik.

B. Fungsi Gamolan Pekhing (Cetik)


Seperti alat musik tradisional lainnya, alat musik Cetik atau Gamolan Pekhing
ini juga memiliki beberapa fungsi. Fungsi dari alat musik ini diantaranya adalah
sebagai sarana hiburan pribadi, sarana upacara adat, pengiring tarian dan sarana
hiburan masyarakat. Namun demikian, alat musik cetik merupakan alat musik
tradisional Lampung yang lambat dalam perkembangannya. Bahkan banyak

masyarakat Lampung yang tidak mengenal alat musik tradisional ini. Orang-orang
yang memainkan alat musik ini hanya sebatas pada seniman-seniman cetik saja.
Bahkan sebelum tahun 1990, alat musik ini hanya digunakan pada saat upacara adat
atau upacara penyambutan tamu. Terbatasnya sumber dan peraturan baku dalam
memainkan alat musik ini, menyebabkan generasi muda enggan untuk belajar
memainkan alat musik tersebut. Hal tersebut kemudian mendorong para seniman
Lampung untuk membakukan aturan dalam memainkan alat musik cetik, seperti
aturan notasi dan tatanan nada yang digunakan, sehingga mudah untuk dipelajari oleh
berbagai kalangan, terutama generasi muda di provinsi Lampung.
Seiring dengan perkembangan zaman, serta kemajuan dalam teknologi dan
informasi, alat musik cetik semakin dikenal oleh masyarakat, dan memiliki fungsi
yang kian berkembang dalam kehidupan masyarakat Lampung. Periode tahun 1960
merupakan periode keemasan dari alat musik Cetik atau Gamolan Pekhing ini. Pada
periode tersebut, alat musik Cetik dianggap masih dianggap orisinil sesuai dengan
fungsinya, yaitu sebagai sarana upacara adat dan musik penyambutan tamu.
Kemudian setelah adanya pengaruh yang disebabkan oleh perkembangan teknologi
informasi seperti radio, televisi, media sosial, dan lain sebagainya menjadikan fungsi
alat musik ini semakin berkembang. Cetik bisa digunakan sebagai musik tunggal,
ansambel, musik pengiring tari maupun pengiring vokal yang terbentuk kedalam
pantun, seperti: hahiwang, bebandung, dan pepacugh. Biasanya alat musik cetik
dimainkan bersamaan dengan alat musik lain seperti serdam, rebana, dan gambus.
Penggabungan alat- alat musik lain dalam memainkan cetik disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan.
Adapun beberapa fungsi dari gamolan Lampung (cetik) akan dijabarkan secara
rinci sebagai berikut:
1. Sebagai pengiring dalam tradisi berbalas pantun.
Salah satu tradisi yang sangat identik dengan masyarakat Lampung adalah
tradisi berbalas Pantun. Berbalas pantun merupakan ciri khas dari suatu acara adat
yang terdapat dalam masyarakat Lampung, hampir semua acara adat dalam
masyarakat Lampung selalu menggunakan pantun sebagai media untuk
berkomunikasi. Tradisi berbalas pantun tersebut masih digunakan oleh masyarakat
Lampung hingga saat ini, seperti dalam upacara adat, seorang petakun atau
pengantar sambutan memulai suatu acara merwatin (acara musyawarah) dengan
sebuah pantun. Budaya berpantun juga dapat dijumpai dalam acara pernikahan.

Biasanya kedua mempelai mendapatkan petuah melalui untaian sajak dari pantun
tersebut. Bahkan mulei mekhanai (bujang gadis) juga menggunakan pantun
sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi mereka, dan sebagai sarana
pergaulan muda-mudi lampung. Adapun jenis-jenis pantun dalam masyarakat
lampung diantaranya adalah: pepaccur, sagata, paradinei, talibun, bebandung,
ringget, pisaan, dan hahiwang.
Alat musik gamolan pekhing (cetik) memiliki peran dalam tradisi berbalas
pantun dalam masyarakat Lampung. Biasanya, acara berbalas pantun diselingi
dengan musik yang dimainkan dengan instrumen cetik dan dikombinasikan
dengan instrumen lainnya. Acara berbalas pantun yang dilakukan oleh para mulei
mekhanai lampung sering menggunakan alat musik cetik sebagai musik
pengiringnya. Musik cetik ini digunakan sebagai musik pembuka dan pentup
dalam sebuah acara berbalas pantun oleh para mulei mekhanai. Selain itu, musik
cetik juga digunakan sebagai musik peralihan dari kedua belah pihak mulei dan
mekhanai ketika sedang berbalas pantun. Penggunaan alat musik cetik dalam
acara berbalas pantun menyebabkan kegiatan berbalas pantun terkesan lebih
menarik, dan menimbulkan susana keakraban di kalangan muda-mudi lampung.
Namun demikian, minat generasi muda di Lampung kian berkurang
terhadap tradisi berbalas pantun tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi
antara lain penggunaan bahasa Lampung sebagai bahasa daerah sehari-hari masih
sangat kurang, para siswa di sekolah enggan untuk mempelajari bahasa maupun
sastra Lampung, sehingga perlu adanya upaya untuk melestarikan tradisi berbalas
pantun di Provinsi Lampung, salah satunya adalah melalui kegiatan pendidikan.
Adapun upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Lampung
dan masih berjalan hingga saat ini adalah dengan mengadakan acara berbalas
pantun yang ditayangkan di stasiun televisi tersebut. Acara tersebut menampilkan
kegiatan berbalas pantun yang bertemakan pergaulan muda mudi, dan sajian
musik yang dimainkan oleh suatu kelompok alat musik tradisional Lampung,
biasanya menggunakan instrumen utamanya adalah cetik, atau bisa juga diselingi
dengan penampilan musik gambus Lampung.
2. Sebagai pengiring tarian
Provinsi Lampung memiliki tari-tarian tradisional yang begitu beragam.
Beberapa tarian yang terkenal berasal dari provinsi Lampung diantaranya adalah,

tari Sigeh Pengunten, Tari Melinting, Tari Bedana, dan Tari Mulei Betanggai.
Kesenian tari dalam masyarakat Lampung mengalami perkembangan yang cukup
baik. Hal tersebut diwujudkan dengan munculnya berbagai macam tari-tarian
kreasi yang kian beragam, seperti tari bedana marawis, tari bedana lunik, tari
mulei bekipas, dan lain lain.
Salah satu fungsi musik adalah sebagai pengiring tari-tarian, sama halnya
dengan alat musik Gamolan Pekhing (cetik). Alat musik cetik digunakan sebagai
pengiring tari-tarian dalam masyarakat Lampung. Penggunaan alat musik dalam
mengiringi tari-tarian juga semakin berkembang dan variatif sesuai dengan
perkembangan tari kreasi yang ada di Provinsi Lampung.
3. Sebagai musik penyambut tamu
Dalam acara adat masyarakat Lampung penyambutan tamu kehormatan
biasanya diiringi dengan menggunakan musik khas Lampung. Saat ini, musik
penyambutan tamu dapat dijumpai dalam berbagai acara seperti acara pernikahan,
acara musyawarah adat, maupun acara kedinasan yang bersifat formal. Setelah
penyambutan tamu dengan menggunakan musik, para tamu juga biasanya
disambut dengan tari Sigeh Pengunten, yaitu tari penyambutan tamu dalam
masyarakat Lampung.
Alat musik Gamolan Pekhing (cetik) merupakan salah satu alat musik
yang digunakan dalam penyambutan tamu di berbagai acara. Dalam permainan
musiknya, alat musik cetik ini sangat ditonjolkan, sebab suara khas yang
dihasilkan dapat memberikan nuansa yang menggambarkan tentang kehidupan
masyarakat Lampung.
4. Sebagai sarana hiburan pribadi dan masyarakat
Secara umum, fungsi musik dalam kehidupan manusia adalah sebagai
sarana hiburan, baik secara pribadi maupun masyarakat secara umum, sama
halnya dengan alat musik Gamolan Pekhing (cetik). Alat musik cetik dapat
digunakan sebagai sarana hiburan pribadi, sebab alat musik ini dapat dimainkan
secara individu (sendiri). Orang yang memainkan alat musik cetik dapat
mengekspresikan perasaannya melalui nada-nada yang dihasilkan oleh alat musik
tersebut. Selain itu, sajian musik cetik yang dimainkan bersamaan dengan alat
musik lain dengan komposisi tertentu dapat digunakan sarana hiburan bagi

masyarakat yang menyaksikannya, misalnya dalam sebuah pertunjukan maupun


dalam acara-acara adat.
C. Tanggapan masyarakat terhadap alat musik Gamolan Pekhing (cetik)
Masyarakat Lampung pada umumnya banyak yang belum mengetahui tentang
alat musik Gamolan Lampung (cetik). Padahal alat musik tersebut merupakan salah
satu alat musik tradisional yang merupakan ciri khas dari Provisi Lampung. Adapun
beberapa faktor penyebab kurang dikenalnya alat musik cetik di kalangan masyarakat
adalah:
1. Sebagian besar masyarakat yang tinggal di Lampung adalah orang-orang
pendatang atau transmigran dari berbagai daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa
Barat, dan Bali. Para pendatang tersebut juga memiliki kesenian sendiri sesuai
dengan daerah asalnya. Kesenian yang mereka bawa juga berkembang dalam
lingkungannya masing-masing. Hal tersebut menyebabkan penduduk di Provinsi
Lampung menjadi terkotak-kotak, dengan keanekaragaman suku dan budaya.
Oleh sebab itu, kesenian asli Lampung hanya berkembang pesat di lingkungan
masyarakat Lampung pribumi saja, yaitu orang-orang yang berasal dari keturunan
kerajaan Skala Brak, yang merupakan nenek moyang dari orang-orang Lampung
(ulun Lampung) pribumi.
2. Kurangnya peran pendidikan seni budaya Lampung di sekolah sekolah. Selama ini
pendidikan seni budaya Lampung di sekolah sekolah belum dapat berjalan secara
optimal. Hal tersebut juga disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik yang ahli
di bidang seni budaya Lampung, dan terbatasnya sarana dan prasarana yang
menunjang. Sebagai contoh, sebagian besar sekolah-sekolah yang ada di Provinsi
Lampung belum memiliki alat musik tradisional, sehingga pengalaman belajar
siswa terhadap kesenian daerah lokal dirasa sangat kurang.
Namun demikian, pemerintah provinsi Lampung sedang berupaya untuk
mengembangkan

kesenian

lokal

di kalangan masyarakat Lampung secara

menyeluruh, tanpa memandang suku dan latar belakang masyarakatnya. Dengan


harapan masyarakat Lampung dapat mengenal dan nantinya dapat melestarikan
kesenian tradisional yang ada di Lampung. Adapun upaya yang telah dilakukan dan
masih berlangsung hingga saat ini adalah dengan cara mengadakan berbagai macam
acara di berbagai media elektronik, seperti radio dan televisi.

Media-media elektronik memberikan pengaruh yang sangat besar dalam


perkembangan alat musik ini. Sebagai contoh, TVRI Lampung sebagai salah satu
stasiun televisi lokal di Provinsi Lampung memiliki program acara yang bertujuan
untuk melestarikan kesenian yang ada di Provinsi Lampung, seperti pentas musik
tradisional, pentas tari tradisional dan kreasi, serta acara berbalas pantun muda mudi.
Dalam acara tersebut disajikan berbagai macam kesenian tradisional dari provinsi
Lampung, salah satunya adalah musik tradisional yang menonjolkan cetik sebagai alat
musik utamanya. Cetik dimainkan dengan berbagai macam alat musik lainnya, baik
tradisional maupun alat musik modern. Acara-acara tersebut dapat dinikmati oleh
seluruh masyarakat di Provinsi Lampung, sehingga masyarakat akan lebih mengenal
kesenian lokal yang sebelumnya belum mereka ketahui.
Selain itu, berbagai perlombaan musik tradisional Lampung juga mulai
diselenggarakan oleh pemerintah Provinsi Lampung. Perlombaan tersebut juga
merupakan upaya untuk tetap melestarikan kesenian musik tradisional Lampung.
Perlombaan di kalangan pelajar secara rutin dalam kegiatan Festival Lomba Seni
Siswa Nasional (FLS2N), yang diselenggarakan hingga tingkat Provinsi.
D. Fungsi dan Kedudukan Pendidikan Seni
Berdasarkan pemaparan dan berbagai macam permasalahan mengenai musik
Gamolan Pekhing (cetik) di Provinsi Lampung, maka pendidikan seni memiliki peran
yang sangat penting dalam upaya pelestarian alat musik tersebut di Provinsi
Lampung. Pendidikan dapat dilaksanakan secara formal, non formal, maupun
informal, sama halnya dengan pendidikan seni. Pendidikan seni yang dilaksanakan di
sekolah adalah pendidikan seni di lingkungan formal, pendidikan seni secara formal
contohnya seperti pendidikan seni di sanggar musik, dan pendidikan seni di
lingkungan masyarakat adalah contoh pendidikan seni secara informal. Artinya,
proses pendidikan seni dapat terjadi dimana saja.
Adapun pendidikan seni secara formal, sesuai dengan kurikulum pendidikan di
Indonesia saat ini, mata pelajaran seni diintegrasikan dengan konteks budaya,
sehingga menjadi pendidikan seni budaya. Materi pembelajaran seni budaya
disesuaikan dengan kebudayaan daerah setempat. Sebagai contoh dalam pembelajaran
seni musik, materi yang diajarkan adalah mengenai musik daerah setempat.
Pendidikan seni pada hakekatnya merupakan proses pembentukan manusia
melalui seni. Pendidikan seni secara umum berfungsi untuk mengembangkan

kemampuan setiap anak (peserta didik), menemukan pemenuhan dirinya dalam hidup,
mentransmisikan warisan budaya, memperluas kesadaran sosial dengan tanggung
jawab yang luas dari pendidikan secara umum (Soetedja, 2007: 413). Di sisi lain,
pendidikan seni mampu memberikan wacana spritual, moral serta keterampilan
pragmatis yang sebenarnya merupakan basis dari manusia hidup dan berkehidupan
(Pamadhi, 2012: 11).
Berangkat dari hakekat pendidikan seni di atas, maka kesenian musik
tradisional seperti halnya alat musik Gamolan Pekhing (cetik) hendaknya menjadi
sebuah materi pembelajaran di sekolah-sekolah dan dilaksanakan secara optimal.
Optimalisasi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai macam cara seperti
pengembangan materi pembelajaran seni budaya, metode pembelajaran yang
digunakan,

media

pembelajaran

guna

menunjang

berlangsungnya

proses

pembelajaran seni budaya di sekolah.


Alat musik Gamolan Pekhing (cetik) di Provinsi Lampung merupakan warisan
budaya yang seharusnya tetap dilestarikan guna mempertahankan eksistensinya. Salah
satu tujuan pendidikan seni yang telah disebutkan di atas adalah sebagai media untuk
mentransmisikan warisan budaya. Warisan budaya daerah setempat hendaknya
menjadi fokus dalam pendidikan seni di sekolah, sehingga dapat dikatakan bahwa
salah satu fungsi pendidikan seni adalah sebagai media untuk melestarikan budaya
yang dimiliki oleh suatu daerah tertentu. Dengan adanya pendidikan seni, maka
eksistensi dari suatu kebudayaan ataupun suatu kesenian akan tetap terjaga.
Pendidikan seni juga mengarah pada pengembangan keterampilan peserta
didik dalam bermain musik. Hal tersebut merupakan aspek perubahan tingkah laku
dalam ranah psikomotorik, oleh sebab itu pendidikan seni di sekolah hendaknya
mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik secara optimal, seperti
aktivitas bermain musik secara langsung. Seperti yang telah diungkapkan pada
paragraf sebelumnya, materi pendidikan seni berasal dari warisan budaya yang
dimiliki oleh suatu daerah (contoh: alat musik cetik di Provinsi Lampung). Aktivitas
bermain musik cetik dalam proses pembelajaran di kelas dapat memberikan
pengalaman langsung kepada peserta didik berupa praktik untuk mengembangkan
keterampilannya. Dengan kegiatan praktik secara langsung juga akan timbul sikap
menghargai dalam diri peserta didik terhadap budaya yang ada di daerahnya.
Fungsi lain dari pendidikan seni yang juga sangat penting adalah sebagai
media pembentukan moral suatu individu, memunculkan kesadaran sosial, serta
memberikan dorongan spritual bagi peserta didik. Dalam hal ini pendidikan seni

memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter peserta didik.
Pendidikan seni di sekolah hendaknya menjadi media untuk pembentukan karakter
tersebut.

Setiap

pendidikan

memiliki

tujuan

untuk

mengubah

sikap

dari

pembelajarnya ke arah yang lebih baik, sama halnya dengan pendidikan seni. Dengan
mengangkat warisan budaya yang sebagai materi pembelajaran seni, maka akan
timbul sikap menghargai warisan budaya dalam diri peserta didik. Kemudian melalui
interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran dapat
digunakan sebagai media untuk pembentukan watak, perilaku, atau karakter bagi
peserta didik. Interaksi antara siswa dengan siswa juga dapat memungkinkan
terbentuknya sikap, seperti sikap saling menghargai, kerjasama, dan toleransi, yang
dapat diwujudkan melalui aktivitas berkesenian secara bekelompok.

Gambar alat musik Gamolan pekhing (cetik)

Daftar Pustaka
Amaliyyah, Al Fisqy Kayyasah. 2012. Makalah Wawasan Budaya dan Seni Gamolan
Lampung. Prodi Seni Tari FKIP Universitas Lampung. Diakses dari
(https://artoflampungdotcom.wordpress.com/2012/06/28/gamolan/)
pada
20
Desember 2015, pukul 21.30 WIB

Pamadhi, Hajar. 2012. Pendidikan Seni. Yogyakarta: UNY Press


Soetedja. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI. 2007.
Pendidkan Seni dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. IMTIMA

http://nasional.kompas.com/read/2010/02/04/20111350/Alat.Musik.Cetik.Makin.Digemari.
Diakses pada 20 Desember 2015, pukul 21.00 WIB
http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/gamolan-pekhing-gamelan-bambu-dari-lampungbarat. Diakses pada 20 Desember 2015, pukul 22.00 WIB

Tugas Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah: Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Suminto A. Sayuti

Oleh:
Afrizal Yudha Setiawan
NIM. 15724251042

Program Studi Pendidikan Seni


Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
2016

DDD

Anda mungkin juga menyukai