Anda di halaman 1dari 157

ISSN: 2085-2517

Jurnal Otomasi, Kontrol &


Instrumentasi
Journal of Automation, Control and
Instrumentation
Volume 8, No.2, Tahun 2016

Diterbitkan oleh/Published by:


Masyarakat Otomasi, Kontrol dan Instrumentasi
Society of Automation, Control and Instrumentation

ISSN: 2085-2517

Jurnal Otomasi, Kontrol &


Instrumentasi
Journal of Automation, Control and
Instrumentation
Volume 8, No.2, Tahun 2016

Masyarakat Otomasi, Kontrol dan Instrumentasi


Alamat : Litbang (ex.PAU) Lt.8 Jl. Ganesa 10 Bandung 40132, Indonesia
Tel. +62-22-2514452 Tel / Fax. +62-22-2534285.
Email : jurnal_oki@instrument.itb.ac

Tim Editor / Board of Editors

Ketua/Chairman
Deddy Kurniadi
(Institut Teknologi Bandung, Indonesia)
Anggota/Member
Endra Joelianto
(Institut Teknologi Bandung, Indonesia)
Estiyanti Ekawati
(Institut Teknologi Bandung, Indonesia)
Suprijadi
(Institut Teknologi Bandung, Indonesia)

Mitra Bestari / Advisory Board


Abdullah Nur Aziz, Dr.
(Universitas Jenderal Soedirman)
Ade Haryanto
(Direktorat Metrologi)
Adhitya Sumardi Sunarya, M.Si
(Politeknik Manufaktur Negeri Bandung)
Agus Muhammad Hatta, Ph.D
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
Ahmad Qurthobi, ST., MT.
(Universitas Telkom)
Ajat Sudrajat, Ir., MT
(Universitas Nasional)
Anton Irawan, ST., MT,. Dr.-Ing
(Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Awang Noor Indra Wardana, Dr.-Ing
(Universitas Gadjah Mada)
Emir Mauludi Husni, Ir., M.Sc., Ph.D
(Institut Teknologi Bandung)
Endarko, Ph.D
(Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
Fitria Hidayanti, S.Si., M.Si.
(Universitas Nasional)
Khairurrijal, Dr. Eng., Prof
(Institut Teknologi Bandung)
Mitra Djamal, Dr. Ing., Prof
(Institut Teknologi Bandung)
Ni Njoman Manik Susantini, ST, MT
(Institut Teknologi dan Sains Bandung)
Nuryanti, ST, M.Sc
(Politeknik Manufaktur Negeri Bandung)
Ruminto Subekti, SST, MT
(Politeknik Manufaktur Negeri Bandung)
Siti Nurmaini, Ir., MT., Dr., Prof
(Universitas Sriwijaya)
Suprijanto, Dr
(Institut Teknologi Bandung)
Sutanto Hadisupadmo, Dr.
(Institut Teknologi Bandung)
Tua Agustinus Tamba, Ph.D
(Pusat Teknologi Instrumentasi dan Otomasi-ITB)

ii

Kata Pengantar
Minat, pemahaman dan apresiasi masyarakat dan industri Indonesia pada bidang otomasi,
kontrol dan instrumentasi makin meningkat dalam dua puluh tahun terakhir. Hal ini
ditunjukkan antara lain dengan bertambahnya permintaan akan ahli kontrol, instrumentasi
dan otomasi di berbagai bidang kerja, juga bertambahnya berbagai seminar ilmiah yang
secara khusus membahas perkembangan ilmu dan teknologi instrumentasi, baik di
lembaga penelitian maupun perguruan tinggi.
Salah satu seminar ilmiah tersebut adalah Seminar Instrumentasi Kontrol dan Otomasi,
Seminar yang diselenggarakan dua tahun sekali oleh Pusat Teknologi Instrumentasi dan
Otomasi, Institut teknologi Bandung ini melibatkan peserta dari berbagai Perguruan Tinggi
dan Instansi Pemerintah. Seminar ini mengangkat tema meningkatkan kompetensi dan
kemandirian bangsa dalam bidang instrumentasi dengan topik-topik Akuisisi Data dan
Instrumentasi Analisis, Instrumentasi Pendidikan, Instrumentasi untuk Industri dan
Kesehatan, Sensor dan Teknologinya, Pengolahan Sinyal dan Citra, Telemetri dan
Instrumentasi Berbasis Web, Telekomunikasi, Sistem Otomasi dan Kontrol. Keberagaman
tema ini menunjukkan betapa luasnya aplikasi instrumentasi dalam kehidupan manusia.
Makalah-makalah tersebut direview oleh Mitra Bestari independen dari berbagai
Universitas. Besar harapan pengelola jurnal, pelibatan para Mitra Bestari ini akan
memperkuat kerjasama publikasi akademik di Indonesia, memicu produktivitas publikasi
ilmiah dan berujung pada peningkatan peringkat mutu publikasi ilmiah di Indonesia.
Selamat membaca.

iii

Preface
The publics and industries acknowledgement for instrumentation, control and automation
as a one essential competence have been growing for the last twenty years. These have
been shown by increasing demands for control, instrument and automation engineers in
various workplaces, as well as the increasing numbers of scientific seminars embracing the
development of instrumentation science and technology organized by various research
institutions and universities in Indonesia.
One such events is the biannual Instrumentation, Control and Automation National
Conference. This seminar is organized by the Centre of Instrumentation and Technology
Otomation, Institut Teknologi Bandung. This seminar has been attended by researchers
from various universities and research institutions, aiming to improve the nations
competence and independence in instrumentation field. The topic of interests include, but
not limited to, Data Acquisition and Instrumentation Analyses, Instrumentation for
Education and Industries, Sensor and Technology, Signal and Image Processing, Web-based
Telemetry and Instrumentation, Telecommunication, Automation and Control Systems.
These wide variety shows how instrumentation has became the essential part of human
life.
These papers have been independently peer reviewed by fellow researchers from various
universities. This involvement, we hope, will strengthen the research collaboration; will
improve the productivity of scientific publication and finally increasing the citation rating of
Indonesias scientific publications.
Happy reading.

iv

Daftar Isi / Table of Contents

Tim Editor / Board of Editors

Mitra Bestari / Advisory Board

ii

Kata Pengantar

iii

Preface

iiv

Daftar Isi / Table of Contents

Desain Kerjasama Mobile Manipulator Robot


Rafiuddin Syam, Jumaddil Hair

127

Gestur Berbasis Estimasi Sudut Gulung untuk Pengendalian Manipulator


Muhammad Fuad

141

Integrasi Rancangan Sistem Observasi Kapal Permukaan Otomatis dengan Google


Earth
Mahesa G. A. Satria, Indra Jaya, Yopi Novita
153
Komparasi Metode Deteksi Friksi Statis Katup Berbasis Pencocokan Grafis
Daniel Kristanto, Awang N.I. Wardana, Widya Rosita

167

Komparasi Pemodelan dan Identifikasi Sistem pada Dinamika Temperatur Gas Buang
Ruang Bakar pada Circulated Fluidized Bed Boiler
Muhammad N. Anis, Awang N. I. Wardana, Ester Wijayanti
181
Modifikasi Penggerak Proses Dressing untuk Mengatasi Trouble Roundness Valve NG
pada Mesin Seat Grinder Ntvs-2894
Muhammad Hidayat, Suhartinah, Sri Lestari
197
Pengembangan Monitoring System dan Electronic Load Controller pada Pembangkit
Listrik Tenaga Arus Sungai (PLTAS)
Dominikus Sulistiono, Alfeus Sunarso, Agato, IG. Gunawan Widodo, Halasan
Sihombing
215
Pengontrolan Penjejak Dinding dengan Batasan Orientasi pada Kursi Roda Robotik
Stephen Andronicus, Amrizal Nainggolan, Antony Anggriawan Siswoyo, Augie
Widyotriatmo
227

Pengembangan Instrumen Berbasis Konduktivitas untuk Mendeteksi Cemaran Pangan


dalam Produk Pertanian
Ani Mulyasuryani, Akhmad Zainuri
241
Rancang Bangun Pencitraan Multispektral Cahaya Tampak untuk Deteksi Kesegaran
Ikan Gurami (Osphronemus Goramy)
Reza Arraffi Birahmatika, Aulia M. T. Nasution
247
Rancang Bangun Troller dengan Menggunakan Sistem Remote Kontrol RF YS-1020
Randy Rahmat Saleh , Anwar Mujadin, Viktor Vekky Ronald Repi
261

vi

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Desain Kerjasama Mobile Manipulator Robot


1,2Rafiuddin
1Jurusan
2Program

Syam*), 1Jumaddil Hair

Mesin Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Studi Teknik Mekanisasi Pengolahan Politeknik Palu

rafiuddinsyam@gmail.com*) and joemadil.hair@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membuat dua mobile robot yang mampu bekerjasama
mengangkut objek serta membuat sistem kontrol kedua robot agar dapat berjalan dengan benar dan
bekerjasama dengan baik melakukan proses pengangkutan objek. Tahap perancangan pada
penelitian ini dimulai dengan pemilihan komponen mekanik dan elektronika, serta pembuatan
program pada mikrokontroller minimum system ATMega16 dan Arduino Uno, menganalisa
kinematika gerak mobile robot dan pengujian dengan membuat area kerja berupa lintasan line
follower dan menghitung errornya. Dari proses perancangan, diperoleh dimensi mobile robot dengan
ukuran 235mm x 187mm x 165mm. Dimensi rangka penyangga 86mm x 60mm x
154mm.Perhitungan kinematika mobile robot, diperoleh kecepatan sudut (t) = 0,31 rad/s,
kecepatan linear 0,17m/s dan posisi robot pada 0,315(t)+0. Beban maksimum yang bisa diangkat
oleh mobile robot adalah 34 newton.
Kata Kunci: mobile robot, line follower, mikrokontroller

Pendahuluan

Kerjasama antar dua atau lebih robot merupakan salah satu cabang ilmu robotika yang
terus dikembangkan. Hal ini terinspirasi dari fenomena perilaku makhluk hidup yang
melakukan kerja kolektif di alam. Semut dan lebah yang bekerja mengangkut makanan,
gerak maneuver sekelompok ikan dilaut, serta kawanan burung yang terbang membentuk
formasi merupakan beberapa contoh dari sekian banyak yang terjadi di alam raya. Pola
gerak, lintasan, pengaturan posisi, pembagian peran, ketelitian kerja hingga proses
harmoni yang terjadi oleh organisme mengilhami para ilmuwan untuk mendesain hal
serupa dalam bentuk robot[1]. Studi kritis tentang robot kerjasama telah dilakukan oleh
Uny Cao, Alex Fukunaga dan Andrew Kahng yang menekankan pada berbagai hal secara
teoritis yang dapat menjadi masalah dalam rancang bangun tentang robot kerjasama[2].
Dalam perkembangannya Tamio Arai, Enroco Pagello dan Lynne Parker membagi
pembahasan mengenai robot kerjasama ini dalam beberapa kategori untuk memudahkan
rancang bangun agar lebih fokus dan terarah.
Salah satu kategori rancang bangun robot kerjasama adalah transportasi objek. Yaitu
proses memindahkan objek tertentu menggunakan dua robot atau lebih. Sujan dan
Meggiolaro melakukan rancang bangun tentang mobile robot kerjasama memindahkan dan
menyisipkan objek pada proses perakitan komponen menggunakan sistem kontrol
gabuangan PID dan model prediksi umpan maju[3]. Rancang bangun yang lain dilakukan
oleh Hou Su menggunakan kontrol algoritma dinamis untuk mobile robot kerjasama
mengangkut beban[1].
Mobile Robot merupakan salah satu jenis robot yang banyak diminati untuk diteliti dan
dikembangkan. Pengunaan analisa kinematik dan dinamik akan menghasilkan kontrol
gerakan robot yang baik. Analisa kinematik yaitu dalam hal persamaan matematis dan
kontrol dasar dari konfigurasi robot untuk menjaga kestabilan robot. Sedangkan anlisa

127

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

dinamik berupa pemodelan matematik sistem robot untuk meningkatkan kekokohan robot
dalam gangguan maupun kondisi lingkungan yang dihadapi oleh robot[4]
Dalam rancang bangun ini dibuat dua mobile robot beroda yang bekerjasama berbasis line
follower (pengikut garis) yang menyelesaikan tugas mengangkut beban dengan pengendali
berupa mikrokontroller ATMega 16.
Adapun tujuan rancang bangun ini adalah untuk Merancang dan membuat dua mobile
robot yang mampu bekerjasama, erencanakan sistem kontrol agar kedua robot dapat
berjalan dengan benar dan bekerjasama dengan baik serta Menentukan stabilitas kedua
robot yang bekerjasama dalam pergerakannya.

2
2.1

Tinjauan Pustaka
Konsep Kerjasama dalam Robotika

Penelitian tentang robot kerjasama (Cooperative Robotics) pertama kali muncul dalam
konsep pemikiran rekayasa robotika modern pada akhir tahun 1980an dengan
menitikberatkan pada beberapa manipulator dan mobile robot menunjukkan perilaku
bekerjasama antar robot[5]. Penelitan tentang robot kerjasama mengalami perkembangan
dikeranakan sistem multi robot dapat menyelesaikan tugas-tugas tertentu yang tidak dapat
dilakukan oleh robot tunggal, karena pada akhirnya seberapapun kemampuan sebuah
robot tentunya memiliki kemampuan yang terbatas[3].
Uny Cao dan kawan-kawan mendefinisikan perilaku kerjasama pada multi robot sebagai
berikut: "Sistem multi robot akan menunjukkan perilaku kerjasama apabila saat diberikan
tugas tertentu oleh programmer, terjadi peningkatan utilitas (kegunaan) sistem tersebut
yang terjadi karena penggunaan mekanisme mendasar yaitu mekanisme kerjasama"[2]
Tamio Arai dkk memberikan pembagian tentang sistem kerjasama multi robot dalam tujuh
topik riset, yaitu: model inspirasi biologis, sistem komunikasi, sistem arsitektur, mekanisme
lokalisasi, manipulasi/transportasi objek, koordinasi pergerakan dan rekonfigurasi robot[5].
Hou Su menampilkan topik riset ini seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 1 bidang penelitian robot kerjasama

Proses rancang bangun yang bekerja sama mengangkat dan memindahkan beban
termasuk dalam topik sistem komunikasi, manipulasi/transportasi objek dan koordinasi
pergerakan.

128

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Komunikasi adalah sentral dari sistem robot majemuk karena menentukan bagaimana
robot dapat berinteraksi dengan robot lain. Biasanya di bedakan menjadi komunikasi
implisit dan eksplisit, dimana implisit merupakan komunikasi terjadi sebagai akibat efek
samping dari aksi yang lain sementara komunikasi ekplisit adalah aksi yasng khusus
dirancang untukmenyampaikan informasi ke robot yang lain dalam satu team[5]. Bentuk
interaksi komunikasi dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. Melalui lingkungan, penggunaan
lingkungan sendiri sebagai media komunikasi; 2. Melalui sensor penggunaan sensor untuk
observasi dan persepsi aksi dari kelompok; 3. Melalui penggunaan sinyal komunikasi untuk
pertukaran pesan antara agen[6].
Manipulasi/transportasi objek bertujuan untuk memungkinkan beberapa robot
bekerjasama membawa, mendorong atau mengangkat benda-benda yang menjadi
tugasnya. Banyak penelitian yang menangani topik ini dimana lebih sedikit lagi yang telah
diperlihatkan melalui sistem robotik. Wilayah penelitian ini memiliki sejumlah aplikasi
praktis yang membuatnya menarik untuk dipelajari[5].

2.2

Mobile Robot

Mobile robot adalah konstruksi robot yang ciri khasnya adalah mempunyai aktuator berupa
roda untuk menggerakkan keseluruhan badan robot tersebut sehingga robot tersebut
dapat melakukan perpindahan posisi dari satu titik ke titik yang lain seperti pada gambar 2
di bawah ini

Gambar 2 mobile robot line follower

Kinematika mobile robot


Pada model mobile robot dengan dua roda independent, setiap roda memiliki motor yang
mengendalikannya. Perhitungan kinematika seperti pada gambar menggunakan sistem
koordinat Cartesian. XA dan YA merupakan bidang acuan global sementara x dan y adalah
menyatakan posisi mobile robot pada bidang acuan XA dan YA. menyatakan enyatakan
posisi mobile robot terhadap koordinat acuan XA dan YA.

129

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 3 kinematika gerak mobile pada sistem koordinat kartesian

Kecepatan robot ditentukan oleh kecepatan Linear (V) dan kecepatan sudut (), dimana L
adalah jarak antara dua roda, r merupakan jari-jari kedua roda, R adalah jarak antara titk
tengah kedua roda dengan titik pusat perputaran C.
Kecepatan linear dari setiap roda, masing masing roda kiri Vl dan kanan Vr ditentukan
oleh hubungan antara kecepatan sudut dan jari-jari roda sebagai berikut:
Vr(t) = r(t) . rr
Vl(t) = l(t) . rl

(1)
(2)

karena roda kiri dan kanan sama besar maka jari-jarinya sama besar r.
r(t) =

(3)

l(t) =

(4)

Ketika robot melakukan gerak memutar (berotasi) sesaat dengan panjang jarijari R diukur
dari pusat rotasi C dan titik tengah kedua roda maka kecepatan rotasi disetiap titik robot
tersebut selalu sama (robot adalah sistem mekanis yang rigid), sehingga Persamaan (5)
dan/atau (6) berlaku untuk menghitung kecepatan rotasi dari robot tersebut:
(t) =

(5)

(t) =

(6)

berdasarkan persamaaan (5) dan (6) kecepatan rotasi robot tersebut dapat dihitung
dengan berdasarkan informasi dari kedua kecepatan linear roda robot tersebut.
(t) =

(7)

Sedangkan jari-jari lintasan dapat dicari dengan mensubstitusikan persamaan (6) kedalam
persamaan (5), dan memecahkannya untuk R:
R=

130

(8)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

terlihat pada persamaan (8), jari-jari lintasan lingkaran sesaat berbanding terbalik dengan
selisih kedua kecepatan roda robot. Semakin kecil selisih kedua kecepatan roda maka jarijari lingkaran sesaat R yang dibentuk oleh lintasan robot tersebut semakin panjang
demikian pula sebaliknya. Jika kecepatan linear roda kanan Vr sama dengan kecepatan
linear roda kiri Vl, maka jari-jari R menjadi tak terhingga (). Atau secara praktis robot akan
bergerak membentuk lintasan garis lurus. Untuk gerakan robot berputar (berotasi) pada
pusat sumbunya (R = 0) maka berdasarkan persamaan (8) kecepatan kedua roda tersebut
harus berlawanan (Vr = -Vl).
Berdasarkan persamaan (7) dan (8), maka kecepatan linear robot dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan V(t) = (t) . R yang disubtitusi menjadi
V(t) =

(9)

agar lebih sederhana, persamaan (2.7) dan (2.9) dapat dikumpulkan dalam persamaan
matriks vektor sebagai berikut:
[

(10)

Persamaan (10) di atas pada dasarnya memperlihatkan relasi antara kecepatan linier
rodaroda robot terhadap kecepatan linier dan kecepatan sudut robot. Dengan
mengetahui kecepatan linier dan kecepatan sudut robot setiap saat, maka kecepatan pada
setiap sumbu kartesian dapat dicari dengan cara memproyeksikan vektor kecepatan robot
kepada sumbusumbu tersebut.

Gambar 4 mobile robot line follower

Komponen vital pada line follower adalah sensor garis yang mendeteksi adanya garis pada
permukaan lintasan robot. Informasi ini diteruskan ke microcontroller untuk diolah untuk
menghasilkan gerak pada roda yang menyesuaikan posisi robot terhadap garis[7].
Yang dibaca oleh sensor adalah perbedaan warna antara background dan garis (jalur).
Dari hasil perbedaan warna pada keseluruhan sensornya tersebut dirubah menjadi suatu
nilai-nilai yang merepresentasikan rangkaian logika biner oleh microcontroller. Rangkaian
logika biner inilah nantinya yang akan digunakan sebagai parameter dalam menentukan
pergerakan dari robot[8].

131

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 5 logika sensor line follower

Metodologi Penelitian

Proses ini dilakukan dengan merancang, membuat sampai dengan merakit komponen
menjadi sebuah mobile robot yang lengkap.
Tahapan ini dibagi menjadi 3 (tiga) proses: Perencanaan, yaitu pemilihan desain mobile
robot yang akan digunakan; penyusunan dan pembuatan alat, meliputi pembuatan sistem
mekanik, sistem elektronik, dan pembuatan program; uji coba, yaitu proses untuk
mengevaluasi hasil pekerjaan apakah sesuai dengan yang dingingkan atau belum.

3.1

Perencanaan

Hal-hal yang dilakukan pada tahapan ini adalah: penentuan rancangan desain berdasarkan
dimensi panjang, lebar dan tinggi seperti pada gambar 6; .

Gambar 6 desain tiga dimensi mobile robot yang digunakan

3.2

Penyusunan dan pembuatan alat

Sistem mekanik, dibuat dengan menggunakan bahan lembar akrilik sebagai base, yang
dipasangi 2 (dua) motor gearbox,serta roda bantu roll ball dibagian belakang.Untuk
mekanisme angkat menggunakan batang aluminium sebagai rangka, motor gearbox dan
fork (garpu angkat) dari bahan akrilik.
Sistem elektronik, menggunakan komponen elektronik sesuai dengan yang dibuthkan.
Komponen elektronik yang digunakan meliputi microcontroller Arduino dan ATMega16,
motor driver dan radio control.

132

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pembuatan program, program dibuat berdasarkan mekanisme dari keseluruhan gerak dan
kerjasama mobile robot menggunakan software arduino dan minimum system ATMega16.

3.3

Eksperimen

Proses ujicoba dimulai dengan mengaktifkan mobile robot master dengan menekan push
button pada robot. Selanjutnya robot master akan membaca lintasan garis pada area kerja.
Robot master akan membaca lintasan garis sepanjang 90cm dengan kombinasi data
pengaturan PWM roda kiri dan kanan. Proses ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh
nilai PWM yang menyebabkan robot bergerak konsisten pada lintasannya. Pengaturan
PWM kedua roda dilakukan sampai dengan robot master persis berada di depan beban
yang akan diangkat. Selanjutnya microcontroller mengaktifkan transmitter pada robot
master dan reciever robot slave untuk menggerakkan robot slave sampai di depan beban.
Tahap selanjutnya, kedua robot, bekerjasama mengangkat beban, kemudian keduan robot
bergerak menuju target tempat diturunkannya beban.

4
4.1

Hasil dan Pembahasan


Mendesain mobile robot kerjasama

Desain ini menjadi patokan perancangan robot dalam menyusun komponen sistem
mekanik dan sistem elektronik pada mobile robot. Pada gambar 6 memperlihatkan desain
mekanik mobile robot dalam gambar tiga dimensi. Model robot mobile ini terbagi atas dua
bagian yaitu bagian base dan pengangkat. Base merupakan utama yang berfungsi sebagai
dudukan dari komponen pengangkat maupun komponen mekanik lainnya yang pada
gambar menunjukkan bagian yang berwarna putih. Dibagian kiri dan kanan depan terdapat
roda yang berwarna abu-abu yang digerakkan oleh motor gearbox yang ditunjukkan dengan
warna kuning. Pada rancangan mobile robot ini, dilengkapi dengan tiga motor gearbox, dua
untuk menggerakkan roda, satu untuk mekanisme angkat dari garpu/lengan angkat.
Dibagian belakang terdapat roda bantu berupa roll ball. Batang penyangga berwarna abuabu sebagai tempat peletakkan poros katrol / pulley dan tempat naik turunya lengan
angkat. Tali pengangkat berwarna putih menghubungkan lengan angkat dengan motor
gearbox melalui katrol.Penyusunan sistem elektronik mobile robot menggunakan
komponen elektronik yang meliputi minimum system ATMega16, arduino uno, radio
control, DC motor gearbox dan driver motor.

Gambar 7 komponen elektronik pada mobile robot

133

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

4.2

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Sistem kontrol mobile robot kerjasama

Tujuan pengontrolan pada mobile robot line follower adalah berupa setpoint dalam bentuk
suatu keadaan dimana mobile robot diharuskan untuk tetap berada di tengah-tengah garis.
Implementasi sistem kontrolnya dilakukan dengan pembuatan program pada
mikrokontroller.
Tahap pembuatan program dilakukan untuk mengendalikan semua gerak mobile robot
sesuai dengan yang diinginkan. Software yang digunakan meliputi Code Vision AVR pada
minimum system ATMega16 untuk pergerakan mobile, dan Arduino 1.5.6 untuk koneksi
radio kontrol antara mobile robot master dan mobile robot slave. Gambar dibawah
menunjukkan tampilan software Code Vision AVR yang memuat program untuk mobile
robot kerjasama. Program tersebut selanjutnya di upload ke microcontroller melalui kabel
USB. Selanjutnya dilakukan uji coba dengan menjalankan mobile robot pada area kerjanya.
Apabila pada proses uji ini coba belum sesuai, maka dilakukan pengecekan ulang pada
program sehingga berjalan dengan benar.

Gambar 8 tampilan software code vision AVR

Pengambilan data dilakukan dengan ukuran garis pada lapangan dengan lintasan awal
90cm dan lintasan pertemuan dengan panjang total 134cm. Lebar garis track adalah
3cm. Gambar dibawah menunjukkan lintasan yang dilalui oleh mobile robot master dan
mobile robot slave.

Gambar 9 lintasan mobile robot

134

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pada bahasa pemrogramaan, digunakan 10 case. Case 1 sampai 9 untuk gerak lurus
sepanjang lintasan dan case 10 untuk gerak belok kiri dan kanan. Untuk mengetahui
hubungan antara case/data dengan kerja sensor dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1 sensor aktif pada setiap case
No

SB
1

SB
2

SB
3

SB
4

SB
5

SB
6

SB
7

SB
8

Case

1.

10

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

Sensor yang digunakan pada robot sebanyak delapan sensor yang pada pemrograman
ditulis dengan kode SB1, SB2, SB3, SB4, SB5, SB6, SB7 dan SB8. Tanda check ()
menunjukkan sensor yang aktif pada tiap case. Case 10 memperlihatkan jumlah sensor
aktif terbanyak yaitu sebanyak 6 (enam) sensor, hal ini dikarenakan case 10 adalah
menyatakan proses mobile robot saat melakukan gerak belok ke kiri maupun ke kanan.
Robot master dijalankan dengan menset nilai PWM pada roda kiri dana kanan pada
microcontroller ATMega16. Pengambilan data menggunakan 9 case (kondisi) nilai pwm
kedua roda untuk gerak lurus, dan 1 case, yaitu case 10 untuk gerak belok kiri maupun
kanan. Pengambilan data dilakukan beberapa kali sehingga diperoleh nilai PWM yang
menunjukkan robot bergerak sesuai lintasan. Tabel 2 menunjukkan pengambilan data
untuk robot master yang bergerak sesuai lintasan. Data nilai PWM ini digunakan juga pada
robot slave pada lintasan lurus.
Tabel 2 nilai PWM roda kanan dan kiri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Nilai PWM
roda kiri
90
100
140
150
170
100
90
60
50

135

Nilai PWM
roda kanan
50
60
90
100
170
150
140
100
90

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Proses kerjasama mengangkat, memindahkan dan menurunkan objek pada robot master
dan slave dilakukan dengaj uji coba sebanyak enam kali dengan memvariasikan delay time
antara kedua robot. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3 nilai delay time robot master dan slave
No

Mengangkat

Menurunkan

Delay_
master

Delay_
slave

Delay_
master

Delay_
slave

1.

110 ms

110 ms

120 ms

120 ms

2.

120 ms

120 ms

170 ms

170 ms

3.

350 ms

350 ms

230 ms

230 ms

4.

450 ms

450 ms

220 ms

220 ms

5.

320 ms

320 ms

340 ms

340 ms

6.

240 ms

240 ms

230 ms

230 ms

Dari enam kali uji coba, uji coba ke enam yang dijadikan referensi, karena nilai pada uji
coba enam yang menunjukkan proses kerjasama antara robot master dna slave yang
paling baik dan tepat.

4.3

Penentuan stabilitas mobile robot

Stabilitas mobile robot ditentukan dengan menghitung dan nilai error mobile robot
sepanjang lintasan, analisa kinematika dan perhitungan beban angkat kedua robot.

Perhitungan error mobile robot pada lintasan


Perhitungan error mobile dilakukan pada kedua robot, yaitu mobile robot master dan robot
slave.

Gambar 10 Track lintasan mobile robot master dan slave

Pada lintasan yang dibuat seperti gambar di atas dilakukan percobaan error dengan sensor
line tracking untuk mobile robot master. Robot master mulai jalan pada lintasan start,
bergerak lurus berlawanan arah sumbu x sejauh 40 cm kemudian berbelok ke kanan
sebesar 90 lalu bergerak lurus searah sumbu y sejauh 50 cm kemudian berbelok ke kiri

136

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

sebesar 90 dan bergarak berlawanan arah sumbu x sejauh 40 cm. Hal serupa dilakukan
oleh robot slave dari arah yang berlawanan.
Gambar dibawah memperlihatkan grafik error mobile master. Garis biru menyatakan nilai
error x yaitu nilai penyimpangan sensor yang menjauhi lintasan searah sumbu x,
sedangkan garis merah menyatakan nilai error y yaitu nilai penyimpangan sensor yang
menjauhi lintasan searah sumbu y.

Gambar 11 grafik error vs jarak mobile master

Gambar 12 grafik error vs jarak mobile slave

Gambar 11 dan 12 diatas memperlihatkan grafik nilai error yang terjadi pada jarak 0-130
cm. Error terbesar terjadi pada jarak 40 cm dan 90 cm. Kondisi ini disebabkan karena
pada jarak tersebut mobile robot melakukan transformasi (perubahan posisi) berbelok arah
membentuk sudut 90 yang mengakibatkan sensor menjauh dari track dan menimbulkan
nilai error yang besar. Nilai error terbesar adalah 8. Hasil perhitungan error dapat dilihat
sebagai berikut

137

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Perhitungan kinematika mobile robot


Perhitungan kinematika berdasarkan asumsikan bahwa mobile robot bergerak dalam
kawasan sumbu XY saja, dikarenakan mobile robot hanya bergerak dalam kawasan 2
dimensi (2D) dengan kontur medan kerja rata sehingga tidak memasukkan unsur sumbu Z.
1 rad/s 0.159155 rotation per second 9.5493 rpm. r = 50 rpm = 5,2rad/s; l = 70
rpm = 7,33rad/s; r
= 28 mm = 0,028 m diperoleh kecepatan masin-masing roda,
roda kanan Vr(t) = 0,14 m/s, roda kiri Vl(t) = 0,20 m/s. Dengan nilai jarak antara dua roda L
= 0,19m diperoleh kecepatan rotasi robot (t) = 0,31 rad/s.
Kecepatan linear robot diperoleh berdasarkan persamaan (9) V(t) = 0,17 m/s. Posisi robot
ditentukan dengan integrasi dari kecepatan sudut
(t)=(t)dt yang disubstitusi ke persamaan menjadi (t)=

+ 0 = 0,315(t) + 0.

Perhitungan beban maksimum objek yang diangkat


Perhitungan beban dilakukan berdasarkan data sheet motor DC yang digunakan
mengangkat objek, yang memiliki tegangan V = 6 volt dan kuat arus I = 0,36 ampere.
Diperoleh daya P = 2,16 watt. Selanutnya nilai daya dimasukkan di perhitungan torsi = d
. P / (2..n)= 3 . 2,16/(2 . 3,14 . 200) = 0,0051Nm. Nilai torsi digunakan untuk
menghitung gaya tali pengungkit F = / R = (0,051)/(0,0015) = 34 newton. Resultan gaya
sesuai F = 0 sehingga gaya F = beban W. Beban maksimum yang dapat diangkat oleh
kedua mobile robot sebesar 34 newton.

Kesimpulan

Berdasarkan kajian teori, perancangan serta pengujian alat, dapat disimpulkan sebagai
berikut
Dimesi mobile robot baik robot master maupun slave panjang 235mm, lebar 187mm,
tinggi 165mm. Rangka penyangga panjang 86mm, lebar 60mm dan tinggi 154mm.
Diameter roda 55mm.
Perhitungan kinematika mobile robot, diperoleh kecepatan sudut (t) = 0,31 rad/s,
kecepatan linear 0,17m/s dan posisi robot pada 0,315(t)+ 0. Beban maksimum yang bisa
diangkat oleh mobile robot adalah 34 newton.

Nomenklatur

Daftar nomenklatur

sudut arah hadap robot

etotal

Nilai error total pada sensor terhadap


lintasan

Gaya

Jarak antara dua roda pada mobile


robot

Daya

L
P

138

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

Jarak tengah roda & pusat rotasi

Jari-jari roda

torsi

Vl

kecepatan linear roda kiri

Vr

kecepatan linear roda kanan

kecepatan sudut

ISSN : 2085-2517

Daftar Pustaka

[1] SuHao, Cooperative Contol of Payload Transport by Mobile Manipulator Collectives,


New Yorks.n.2008.
[2] U.Y Cao, A. Fukunaga, A Kahng, Cooperative Mobile Robotics: Antecedents and
Directions, BostonKluwerAcademicPublishers1997.
[3] T. Arai, E. Pagello, L. Parker, Editorial: Advances in Multi-Robot Systems, IEEE
Transactions On Robotics And Automation Vol.18, No.5pp.655-661, 2002.
[4] A. Korodi, M. Corman, Wheeled Mobile Robot Model and Cooperative Formation
Control, WSEAS Transactions on Systems, November 2012Vol. XIpp.618-627.
[5] R. Syam, Konsep dan Cara Membuat Mobile Robot,MakassarMembumi Publishing,
2012.
[6] Yuliza Komunikasi Antar Robot Menggunakan RF Xbee dan Arduino Microcontroller,
IncomTech, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer2013Vol. IVpp.53-68.
[7] R. Syam, Fuzzy Logic Control for Pneumatic Excavator Model, International Journal of
Applied Engineering Research (IJAER)Vol. Xpp.21647-21657, 2015.
[8] A. Pratama, N. Suweden, A. Swamardika, Sistem Kontrol Pergerakan Pada Robot Line
Follower Berbasis Hybrid PID-Fuzzy Logic, Prosiding Conference on Smart-Green
Technology Systems 2013ISBN: 978-602-7776-72-2).

139

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gestur Berbasis Estimasi Sudut Gulung untuk Pengendalian


Manipulator
Muhammad Fuad
Fakultas Teknik, Universitas Trunojoyo Madura
fuad@trunojoyo.ac.id, ibrahim.fuad@gmail.com

Abstrak
Salah satu tantangan dalam pengendalian robot manipulator dengan menggunakan gestur tubuh
secara intuitif terletak pada kesulitan penentuan sudut gulung dari end-effector. Penelitian ini
mengusulkan suatu metoda untuk melakukan estimasi sudut gulung dengan menafsirkan perubahan
tata letak dari fitur-fitur citra yang terbaca dari aliran data video. Sebuah kamera web yang dipasang
pada lengan pengguna menangkap perubahan dari lingkungan dan mengubah informasi ini menjadi
perintah untuk mengendalikan sudut gulung. SCORBOT -ER 9 Pro digunakan dalam percobaan
dengan menerapkan kemampuan untuk mengendalikan sumbu kelima dari manipulator ini.
Kata Kunci: gestur tubuh, sudut gulung, SCORBOT -ER 9 Pro, kamera web

Pendahuluan

Pengendalian robot manipulator dapat dilakukan dengan beberapa cara. Menggunakan


fasilitas teach pendant, atau memanfaatkan antar muka pemrograman secara off-line
berbasis PC yang dilengkapi kontroler robot [1] merupakan teknik yang lazim dipakai dalam
pengendalian robot jenis ini. Proses mengajarkan lintasan yang harus dilalui robot dengan
cara pemrograman cukup mudah dilakukan namun membutuhkan waktu yang tidak
singkat. Di samping itu, cara ini juga memerlukan adanya pelatihan kepada operator yang
akan memandu proses ini agar dapat melaksanakan proses ini dengan benar. Hal ini
menegaskan bahwa pengendalian manipulator dengan pemrograman tidak dapat
dilakukan sebarang orang yang tidak memiliki cukup pengetahuan mengenai robot.
Dengan kata lain, pemrograman robot manipulator bukan merupakan cara pengendalian
yang intuitif.
Berlandaskan fakta ini, lahirlah riset dalam bidang interaksi antara manusia dan robot
(Human-Robot interaction, HRI) untuk mengeksplorasi suatu pendekatan dalam
pengendalian robot yang dilakukan secara alami dengan menggunakan bahasa tubuh atau
gestur. Diharapkan dari riset HRI berbasis gestur tubuh, dapat dicapai suatu teknik
pengendalian yang intuitif sehingga dapat dengan mudah digunakan oleh pengguna yang
bahkan tidak atau kurang memiliki pengetahuan tentang robot. Beberapa perangkat yang
digunakan dalam riset gestur untuk HRI diulas dalam [2].
Perangkat yang digunakan di antaranya berupa sarung tangan bersensor (wired gloves),
pakaian khusus yang dilengkapi dengan sensor Electro Myo Graphy (EMG), hingga
menggunakan sistem komputasi visual yang memanfaatkan kamera. Perangkat yang
disebutkan terakhir memiliki keunggulan dari segi harga yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan perangkat yang lain.
Pengenalan gestur secara visual memanfaatkan kamera PTZ dengan mengkombinasikan
beberapa teknik di antaranya deteksi warna, pencocokan bentuk, dan Dynamic Time
Warping (DTW) dikerjakan dalam [3] untuk mengendalikan gerakan memungut bola dari
robot mobil ActivMedia PIONEER -2DX. Gerakan robot berotasi dalam sumbu Y sebesar
sudut yaw dikendalikan berdasarkan interpretasi sudut yang terbentuk dari terangkatnya

141

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

lengan operator. Terdapat beberapa tipe kamera yang dapat digunakan dalam riset ini. Di
antaranya terdapat jenis kamera yang menyediakan kemampuan untuk mengestimasi
jarak obyek yang berada di dalam jangkauan tertentu dalam lingkup sudut tangkapan
kamera. Kinect, sebuah sensor untuk mesin permainan yang pada empat tahun terakhir ini
dimanfaatkan dalam riset terkait HRI berbasis gestur.
Terdapat beberapa capaian yang mendayagunakan Kinect dalam Implementasi gestur
untuk pengendalian manipulator berdasarkan teknik inverse kinematics, seperti dibahas
pada bagian riset pendahulu dalam [4]. Posisi dari end-effector suatu robot manipulator
ditentukan berdasarkan gestur satu tangan. Sedangkan orientasi diperoleh dari tangan
yang lain dengan perangkat bantuan smartphone terintegrasi sensor accelerometer, atau
dengan menginterpretasikan gestur dari tangan tersebut. Dengan demikian, pada
umumnya untuk mengendalikan sebuah lengan robot menggunakan gestur secara visual,
dibutuhkan dua tangan dan satu atau dua sensor. Riset [4] mengimplementasikan teknik
forward kinematics dan gestur berbasis ciitra skeleton pada robot manipulator SCORBOT ER 9Pro dengan kemampuan 5 derajat kebebasan (Degree Of Freedom, DOF) sehingga
dapat mengendalikan 4 dari 5 sendi. Sendi base merepresentasikan sudut putar pada
sumbu Y (yaw). Sedangkan sendi shoulder, elbow, dan wrist, kombinasi ketiganya
menyatakan sudut angguk pada sumbu X (pitch).
Sendi kelima yang belum dapat dikendalikan dengan gestur berbasis citra skeleton ini,
membutuhkan kemampuan estimasi terhadap sudut gulung dari pergerakan lengan bawah
dari operator. Kemampuan ini digunakan untuk melakukan kontrol terhadap gerak rotasi
dari end-effector di sumbu Z sebesar sudut gulung (roll angle).
Riset [5] meneliti teknik untuk estimasi sudut gulung dengan menerapkan statistical
learning pada histogram orientasi gradien dari video yang diletakkan pada kendaraan
bermotor roda dua. Arah hadap robot mobil dalam [6] dipersepsikan sebagai sudut putar di
sumbu Y (yaw) berdasarkan kemunculan vanishing point dalam bidang horizontal. Orientasi
robot mobil sebagai hasil gerak rotasi terhadap sumbu Y dalam [7] didekati dengan
pelacakan pasangan fitur visual dengan RANSAC. Sudut gulung robot mobil diperoleh dari
ekstraksi local direction detector yang dihitung menggunakan teknik statistik dan
dinyatakan dalam arah gravitasi dan horizon diteliti dalam [8]. Penelitian mengenai
estimasi sudut gulung dengan menerapkan algoritma citra gradien pada garis horizon yang
terbaca kamera diteliti dalam [9] untuk meningkatkan kemampuan pengendalian suatu
Automatic Aerial Vehicle (AAV).
Riset ini memiliki kontribusi untuk merepresentasikan pengendalian pada sendi kelima dari
SCORBOT -ER 9 Pro 5 DOF menggunakan gestur tangan secara visual dengan melakukan
interpretasi terhadap perubahan yang terjadi pada posisi fitur-fitur citra. Aliran data video
dari kamera web digunakan sebagai masukan pada proses estimasi sudut gulung
sedemikian hingga dapat dihasilkan luaran berupa kemampuan pengendalian gerakan
menggulung (roll) dari end-effector.

Metode Penelitian

SCORBOT -ER 9 Pro terdiri dari lima sendi, yaitu Base, Shoulder, Elbow, Pitch, dan Roll
seperti ditampilkan pada Gambar 1.

142

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 1. Sendi dalam SCORBOT -ER 9 Pro [1].

Masing-masing sendi memiliki spesifikasi jangkauan rotasi sebagaimana ditunjukkan pada


Tabel 1. Gerak Yaw berputar di sumbu Y dikerjakan dengan memutar sendi Base dengan
jangkauan 270. Kombinasi gerakan dari sendi Shoulder, Elbow, dan Wrist Pitch
menghasilkan gerak Pitch berputar di sumbu X. Masing-masing dari ketiga sendi ini
berturut-turut memiliki jangkauan 145, 210, dan 196. Sendi Wrist Roll mampu
melakukan gerak Roll sehingga dapat berotasi pada sumbu Z lebih dari pada dua kali
putaran penuh sehingga mencapai nilai 737. Pada riset sebelumnya [4] telah dilakukan
pemetaan antara robot manipulator pada jenis yang sama dengan sendi yang bersesuaian
dari sebuah lengan. Proses pemetaan berhasil mengendalikan empat sendi dan masih
kesulitan dalam mengendalikan sendi kelima.
Riset ini mengusulkan suatu pendekatan untuk untuk merotasi sendi kelima dari robot
manipulator ini terhadap sumbu Z dengan gestur gerakan menggulung dari lengan bawah.
Gambar 2 mengilustrasikan sebuah tangan kanan dengan sumbu Y mengarah tegak lurus
ke atas, sumbu X tegak lurus terhadap sumbu Y dalam arah horisontal, sedangkan sumbu
Z tegak lurus terhadap dua sumbu yang lain dalam arah keluar dari telapak tangan.
Gerakan tangan memutar searah jarum jam terhadap sumbu Z dinyatakan sebagai gerak
negatif, sedangkan gerakan tangan memutar berlawanan arah jarum jam terhadap sumbu
Z merepresentasikan gerak positif.
Table 1. Spesifikasi Jangkauan dari Sendi [1].
Sendi

Nama
Sendi

Rotasi

Jangkauan
Rotasi

Base

Yaw

270

Shoulder

Elbow

Wrist Pitch

Wrist Roll

145
Pitch

210
196

Roll

143

737

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 2. Arah Gerak Gestur Tangan untuk Mengendalikan Sendi Wrist Roll.

Arah gerakan tangan positif atau negatif sebagai gestur untuk menerbitkan perintah sudut
gulung untuk memutar Wrist Roll didasarkan pada karakteristik dari plant. Nilai negatif dari
sudut gulung akan merotasi sendi kelima searah jarum jam. Sebaliknya, nilai positif akan
menyebabkan sendi berputar berlawanan arah jarum jam. Gestur gerakan pada riset ini
dipersepsikan sebagai perintah sudut gulung dengan memanfaatkan sebuah kamera.
Lengan pengguna dilengkapi dengan sebuah kamera web sedemikian hingga jika
pengguna menggerakkan tangan maka kamera menangkap citra dan mempersepsikannya
sebagai suatu perintah sudut gulung.
Formula untuk menghitung besaran sudut gulung didasarkan pada transformasi dari fitur
visual pada bidang citra. Deteksi fitur menggunakan algoritma Harris atau SURF
dimanfaatkan untuk mendapatkan fitur-fitur visual. Fitur visual dari dua buah citra
dibandingkan untuk memperoleh sudut gulung. Fitur visual pada citra awal dibandingkan
dengan fitur visual pada citra berikutnya. Kedua pasang fitur visual dipasangkan dengan
algoritma cross correlation atau dengan K-Nearest Neighbor (KNN). Terdapat banyak
pasangan fitur visual yang jumlahnya diperkecil dengan menggunakan RANSAC. Pasangan
titik dalam jumlah lebih kecil ini yang dihitung transformasinya menggunakan hukum
cosinus dalam Trigonometri. Urutan langkah dalam proses estimasi sudut gulung yang
terdiri dari deteksi fitur visual, penentuan pasangan fitur visual yang bersesuaian,
eleminasi data outlier dari pasangan fitur, dan perhitungan besaran dan arah sudut gulung
disajikan pada diagram blok dalam Gambar 3.

144

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 3. Diagram Blok Proses Persepsi Gestur untuk Estimasi Sudut Gulung.

Urutan proses deteksi fitur visual, pemasangan fitur visual yang bersesuaian, dan eleminasi
outlier menghasilkan pasangan titik fitur dalam jumlah terbatas yang diperoleh dari
sepasang citra. Citra awal merepresentasikan gestur dalam posisi bersiap. Citra berikutnya
mewakili kondisi saat gestur sudut gulung telah diperagakan.
Jika diketahui titik fitur visual pada citra awal, titik fitur visual pada citra berikutnya, dan
titik pusat origin dari sumbu koordinat Cartesius di tengah layar maka dapat dihitung sudut
gulung terhadap sumbu Z. Sudut gulung ini diapit dengan dua buah garis dan berada di
hadapan sebuah garis lain. Dua buah garis yang mengapit sudut ini yaitu garis yang
menghubungkan titik origin dan titik fitur visual di citra awal; dan garis yang
menghubungkan titik origin dan titik fitur visual di citra berikutnya. Garis yang berada di
hadapan sudut gulung ini merupakan garis yang menghubungkan titik fitur visual di citra
awal dan titik fitur visual di citra berikutnya. Dengan bermodalkan tiga garis ini, sudut
gulung dapat dihitung dengan memanfaatkan hukum Cosinus.
Gambar 4 menampilkan ilustrasi penerapan Trigonometri dalam perhitungan sudut gulung.
Titik A merupakan simbol titik fitur visual pada citra awal. Titik B menyatakan titik fitur
visual pada citra berikutnya. Titik pusat origin koordinat Cartesius dilambangkan dengan O.
Panjang ruas garis OA, OB, dan AB dapat dihitung berdasarkan pasangan titik fitur visual A
dan B relatif terhadap O. Panjang ruas garis ini dihitung menggunakan Persamaan (1) yang
dikenal dengan formula Euclidean Distance.
Setelah panjang setiap ruas garis dalam segitiga OAB diketahui, besaran sudut gulung
dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Cosinus seperti ditampilkan pada
Persamaan (2).

145

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 4. Perhitungan Sudut Gulung dengan Penerapan Trigonometri.

OA2 = (xO - xA)2 + (yO - yA)2

(1)

OB2 = (xO - xB)2 + (yO - yB)2


AB2 = (xA - xB)2 + (yA - yB)2
= arcos[ (OA2+OB2 - AB2) / 2*OA*OB ]

(2)

Hasil dan Pembahasan

Disediakan 25 citra dalam format jpg untuk menguji algoritma estimasi sudut gulung
dengan menerapkan Persamaan (1) seperti ditampilkan pada Gambar 6. Citra dalam posisi
netral diwakili dengan file 0.jpg yang menyatakan sumbu vertikal kamera berada pada
posisi tegak lurus terhadap bidang datar. Selanjutnya, berturut-turut citra dimodifikasi
dengan melakukan rotasi terhadap sumbu Z di titik pusat citra sejauh 15 searah jarum
jam dan berlawanan arah jarum jam.
Tahap pertama dari proses estimasi sudut gulung diawali dengan melakukan akuisisi data.
Dua buah citra disusun berdampingan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7. Citra
Awal merepresentasikan citra yang dibaca dari kamera pada suatu saat tertentu. Citra
Berikutnya menggambarkan citra yang tertangkap kamera setelah gestur diperagakan.
Dalam contoh ini, citra Berikutnya merupakan hasil rotasi 30 dari citra Awal. Deteksi fitur
visual diterapkan pada kedua citra sehingga diperoleh sejumlah fitur yang dinyatakan
dengan titik-titik merah seperti diperlihatkan pada Gambar 8.

146

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 6. Citra dalam Proses Uji Algoritma Estimasi Sudut Gulung.

Gambar 7. Citra Awal (kiri) dan Citra Berikutnya (kanan) disusun berdampingan.

Gambar 8. Deteksi Fitur Visual pada Citra dengan Harris.

Algoritma Cross-Correlation diterapkan pada dua citra untuk memasangkan fitur-fitur visual
yang bersesuaian. Pasangan fitur berupa titik-titik merah dihubungkan dengan garis-garis
berwarna biru sebagaimana diilustrasikan pada Gambar 9. Dalam contoh ini, terdapat 17
pasang fitur.
Untuk memperkecil jumlah data dan menghilangkan data yang salah, diterapkan algoritma
RANSAC. Data yang salah atau outlier dihilangkan dari kumpulan data sedemikian hingga
tersisa 5 pasang fitur seperti ditunjukkan pada Gambar 10.
Koordinat dari masing-masing titik fitur visual ditampilkan beserta sumbu koordinat
Cartesius seperti ditampilkan pada Gambar 11. Sumbu koordinat digambarkan berupa
garis berwarna hijau.
Seluruh titik fitur visual yang bersesuaian dari dua citra dikumpulkan dan digambarkan ke
dalam suatu bidang dua dimensi yang dilengkapi dengan sumbu koordinat Cartesius
seperti diilustrasikan pada Gambar 12.

147

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 9. Pemasangan Fitur Visual yang Bersesuaian pada Dua Citra dengan Cross-Correlation.

Gambar 10. Penghilangan Outlier dengan RANSAC.

Gambar 11. Menampilkan Sumbu Cartesius dan Koordinat dari Setiap Pasang Titik Fitur Visual.

Gambar 12. Perhitungan Sudut Gulung Menggunakan Hukum Cosinus.

Setiap pasang fitur yang saling terhubung dengan titik pusat origin menghasilkan sebuah
segitiga. Setiap segitiga dapat dihitung panjang sisi-sisinya berdasarkan koordinat titik-titik
penyusunnya dengan menggunakan Persamaan (1). Setelah setiap sisi dari segitiga
diketahui panjangnya, sudut gulung dapat dihitung dengan menerapkan Persamaan (2).
Estimasi sudut gulung dinyatakan sebagai rata-rata dari jumlahan setiap sudut gulung yang
ada di dalam setiap segitiga. Estimasi sudut gulung menghasilkan nilai 30.36 untuk
pasangan citra yang menerapkan Harris dalam deteksi fiturnya dan Cross-Correlation
dalam tahap pemasangan titik fitur yang bersesuaian.
Berbeda dengan hasil yang ditunjukkan algoritma Harris, deteksi fitur visual yang
mengimplementasikan algoritma SURF menghasilkan lebih banyak titik fitur seperti
ditunjukkan pada Gambar 13. Jumlah pasangan fitur yang diperoleh dengan penerapan
algoritma K-NN jauh melebihi dari luaran Cross-Correlation sebagaimana ditampilkan pada
Gambar 14. Eleminasi outlier dilengkapi dengan visualisasi koordinat menyisakan 12
pasangan fitur seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Dari pasangan fitur yang sudah bersih
dari outlier, dapat disusun 12 segitiga seperti diperlihatkan pada Gambar 16. Rata-rata

148

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

dari jumlahan sudut gulung dari setiap segitiga, dengan menggunakan SURF untuk deteksi
fitur dan K-NN untuk pemasangan fitur, menghasilkan estimasi sudut gulung sebesar
30.05.
Pengujian terhadap algoritma estimasi sudut gulung dilakukan terhadap 25 data citra
seperti ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 13. Implementasi SURF untuk Deteksi Fitur.

Gambar 14. Penerapan K-NN untuk Pemasangan Fitur.

Gambar 15. Eleminasi outlier dan visualisasi koordinat.

Gambar 16. Estimasi Sudut Gulung.

Citra tanpa rotasi atau 0 diatur sebagai citra awal. Sedangkan 24 citra yang lain
diposisikan sebagai citra berikutnya. Hasil estimasi sudut gulung dari dua pendekatan ini
ditampilkan dalam Tabel 2.

149

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Table 2. Perbandingan Hasil Estimasi Sudut Gulung antara Harris dan Cross-Correlation dengan
SURF dan k-NN.
Estimasi Sudut Gulung
(dalam )
Citra
Awal

Citra
Beriku
t nya

Harris,
CrossCorrelation

SURF,
K-NN

Error

Error

38.41

23.4
1

34.39

19.39

15
0

30

30.36

0.36

30.05

0.05

45

46.81

1.81

45.17

0.17

60

58.62

1.38

59.37

0.63

75

75.18

0.18

74.97

0.03

90

90.49

0.49

89.42

0.58

104.1
0

0.9

104.6
1

0.39

105

119.2
7

0.73

120.7
9

0.79

120

133.2
8

1.72

135.3
4

0.34

135

148.8
0

1.2

150.0
9

0.09

150

152.7
1

12.2
9

144.9
5

20.05

165

171.6
0

8.4

168.6
0

11.4

180

46.94

31.9
4

38.77

23.77

0
0
0
0
0
0
0
-15
0

-30

29.76

0.24

30.10

0.1

-45

47.64

2.64

43.79

1.21

-60

59.30

0.7

60.26

0.26

-75

74.26

0.74

75.01

0.01

-90

89.67

0.33

90.39

0.39

85.04

19.9
6

105.2
4

0.24

121.2
7

1.27

120.1
9

0.19

-120

134.3
8

0.62

134.7
0

0.3

-135

0
-105
0
0

150

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

152.6
5

2.65

150.1
8

0.18

-150

160.1
5

4.85

159.7
5

5.25

-165

171.6
0

8.4

168.5
0

11.5

-180

0
0
Rata-rata Error

5.30

4.05

Secara umum, rata-rata error dari kombinasi SURF dan K-NN lebih kecil 1.25 dari pada
kombinasi Harris dan Cross-Correlation. Kedua pendekatan ini memiliki keterbatasan
dalam jangkauan sudut yang bisa diestimasi. Sudut yang lebih kecil dari pada 30 atau
sudut yang lebih besar dari pada 150 tidak dapat diestimasi dengan baik. Hal ini dapat
dijelaskan berdasarkan sifat suatu segitiga dengan total jumlah sudut 180, Persamaan (2)
tidak dapat menghasilkan nilai sudut gulung yang benar ketika suatu rotasi mendekati 0
atau mendekati 180. Implementasi dari Persamaan (1) dan Persamaan (2) dalam estimasi
sudut gulung ini hanya dapat menghasilkan besaran sudut namun tidak dapat menyajikan
arah putaran. Sehingga pada saat aplikasi diujicobakan pada robot manipulator SCORBOT ER 9Pro, sendi Wrist Roll hanya dapat bergerak berlawanan arah jarum jam sebagai
manifestasi dari perintah gerakan berupa sudut gulung yang bernilai positif. Gambar 17
menampilkan sendi Wrist Roll yang bergerak berdasarkan gestur gerakan tangan yang
menggulung sebesar 30.

Gambar 17. Wrist Roll Berotasi 30 Mengikuti Gestur.

Kesimpulan

Suatu pendekatan untuk mengendalikan gerakan sendi Wrist Roll dari SCORBOT -ER 9 Pro
secara alamiah dan intuitif diusulkan dalam riset ini dengan menggunakan gestur berupa
gerakan tangan menggulung. Estimasi sudut gulung diimplementasikan dengan melakukan
persepsi terhadap perubahan tata letak dari fitur-fitur visual pada citra yang terbaca dari
aliran data video. Cara kerja dari gestur ini dengan memanfaatkan gerakan lengan
pengguna yang dilengkapi sebuah kamera web. Sistem menangkap perubahan dari
lingkungan sebagai akibat gerakan tangan. Perubahan visual diubah sebagai informasi
rotasi dari titik fitur dengan menggunakan algoritma estimasi sudut gulung. Besaran sudut
ini dikirim ke server yang terhubung dengan robot SCORBOT -ER 9 Pro sebagai perintah
untuk mengendalikan gerakan menggulung dari end-effector. Algoritma estimasi sudut
gulung ini mampu bekerja pada jangkauan sudut antara 30 hingga 150. Riset
selanjutnya diarahkan untuk meneliti estimasi pada jangkauan sudut yang lebih luas dan
dilengkapi dengan kemampuan untuk mendeteksi arah gerakan gestur.

151

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih diucapkan kepada Lab. Sistem Otomasi & Robotika, Lab. Robotics and
Intelligent Systems, Lab. Multimedia Computing atas fasilitas aktuator, sensor serta lokasi
percobaan sehingga riset ini dapat dilaksanakan.

Daftar Pustaka

[1] Scorbot ER 9Pro User Manual, Intelitek Inc., 2008


[2] M. Fuad, Pengembangan Deteksi Gestur Tangan Berbasis Citra Depth Menggunakan
Pencocokan Fitur, Seminar Nasional Ilmu Komputer (SEMINASIK). Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta, Indonesia. pp. 114149, 18 Oktober 2014.
[3] K. Qian, C. Hu, Visually Gesture Recognition for an Interactive Robot Grasping
Application, in International Journal of Multimedia & Ubiquitous Engineering, vol. 8, no.
3, May 2013, pp. 189196.
[4] M. Fuad, Skeleton Based Gesture to Control Manipulator, International Conference
on Advanced Mechatronics, Intelligent Manufacture, and Industrial Automation
(ICAMIMIA). Insitut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya, Indonesia. 16 Oktober
2015.
[5] M. Schlipsing, J. Schepanek, and J. Salmen, Video-Based Roll Angle Estimation for
Two-Wheeled Vehicles in Proceedings of the IEEE Intelligent Vehicles Symposium,
2011, pp. 876881.
[6] M. Fuad, Estimasi Arah Hadap Robot Menggunakan Kamera RGB-D untuk Navigasi
dalam Koridor, Seminar Nasional Sistem & Teknologi Informasi (SNASTI), 2012, pp.
ICCS 1 - 6.
[7] M. Fuad, Visual Odometry Menggunakan Sensor Kinect, Seminar Nasional Teknologi
Informasi dan Multimedia (SNASTIA), 2013, pp. B 23 - 31.
[8] X. Liu, Z. Chao, and C. Zhou, K. Ai, M. Tan, A Universal Vision-Based Roll Angle
Estimation Method for Mobile Robots in the IEEE 9th Conference on Industrial
Electronics and Applications (ICIEA), 2014, pp. 468472.
[9] F. Gavilan, M.R. Arahal, C. Ierardi, Image Debluring in Roll Angle Estimation for Vision
Enhanced AAV Control, International Federation of Automatic Control Conference,
2015, pp. 31 - 36.

152

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Integrasi Rancangan Sistem Observasi Kapal Permukaan


Otomatis dengan Google Earth
1Mahesa
1Program
2Departemen
3Departemen

G. A. Satria*), 2Indra Jaya**) & 3Yopi Novita***)

Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Program Sarjana IPB

Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK IPB Kampus IPB Dramaga Bogor

Pemanfaatan Sumberdaya Perairan FPIK IPB Kampus IPB Dramaga Bogor

mahess.loza@gmail.com*), indrajaya123@gmail.com**), yop_novita@yahoo.com***)

Abstrak
Wahana permukaan tak berawak (unmanned surface vehicle (USV)) atau wahana permukaan
otomatis (autonomous surface vehicle (ASV)) merupakan sebuah wahana (vehicle) berbentuk kapal di
permukaan (surface) air yang dapat bergerak tanpa awak di dalamnya secara otomatis. USV dapat
digunakan di perairan yang tidak dapat dilalui kapal dengan awak. Perkembangan USV di dunia
sudah pesat, namun belum diimbangi dengan baik perkembangannya di Indonesia. Penelitian ini
bertujuan membuat USV yang bersifat autonomous, yaitu bergerak secara otomatis berdasarkan
waypoint. Tahapan penelitian meliputi perancangan USV, uji coba sistem observasi kapal permukaan
otomatis. Uji coba dilakukan dengan mengukur durasi oleng wahana di atas air dan mengukur
akurasi GPS, kemudian menjalankan wahana pada lintasan lurus, zigzag, parallel, dan berbentuk S.
Waktu oleng wahana sebesar 3 detik, akurasi GPS CEP 50% sebesar 1,9 meter dan 2DRMS 95%
sebesar 4,7 meter. Selisi jarak terbesar waypoint dengan lintasan aktual pada lintasan lurus sumbu x
sebesar 2,05 m dan sumbu y sebesar 1,27 m, lintasan zigzag sumbu x sebesar 2,63 m dan sumbu y
sebesar 3,73 m, lintasan parallel sumbu x sebesar 4,82 m dan sumbu y sebesar 3,98 m, lintasan S
sumbu x sebesar 3,85 m dan sumbu y sebesar 4,49 m.
Kata Kunci: 2drms; cep; earth; gps; kapal; usv; waypoint

Pendahuluan

Unmanned surface vehicle (USV) adalah suatu wahana tanpa awak yang dioperasikan di
permukaan (surface) untuk keperluan tertentu. USV juga dikenal dengan sebutan
autonomous surface vehicle (ASV) atau wahana permukaan otomatis karena menggunakan
global positioning system (GPS) dalam penentuan arah tujuan pergerakan wahana tersebut
[1].
USV dapat digunakan di perairan yang tidak dapat dilalui oleh kapal dengan awak,
termasuk lingkungan dengan tingkat ancaman yang tinggi atau area yang telah
terkontaminasi nuklir, biologi, atau bahan kimia [2]. Selain itu, USV juga dapat digunakan
untuk survei perairan dangkal, militer untuk mengantar senjata, pengumpulan data
lingkungan, dan berkoordinasi dengan wahana otomatis bawah air (AUV). Jika
dibandingkan dengan AUV dalam system otomasi, tingkat akurasi USV jauh lebih baik dari
AUV karena ketersediaan global positioning system (GPS) [3].
Perkembangan USV di dunia sudah pesat. Saat ini survei batimetri dan oseanografi dapat
dilakukan dengan menggunakan USV, seperti Delfim, Sesamo, IRIS, SCOUT, dan ROAZ,
yang dapat digunakan pada perairan tawar maupun laut [4]. USV memiliki manfaat yang
cukup besar dalam observasi perairan. Namun perkembangan ini belum diikuti dengan
baik di Indonesia, sehingga perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut pada teknologi
USV.

153

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menghasilkan suatu rancang bangun
unmanned surface vehicle (USV) yang bersifat autonomous secara sederhana dan mudah
digunakan, serta mendapatkan informasi mengenai kinerja unmanned surface vehicle
(USV) yang telah dibuat.

2
2.1

Diskusi
Perancangan USV

Perancangan Mekanik
Mekanik yang dibuat berupa kapal yang dirancang dengan koncep katamaran. Tipe kapal
ini memiliki dua buah lambung utama (hulls) yang simetris pada sisi kanan dan kiri.
Konstruksi lambung yang demikian memungkinkan kapal bergerak (maneuver) lebih
seimbang dengan ukuran kapal yang relative besar serta memiliki daya angkut yang lebih
besar. Pembuatan kapal mengikuti tahapan pada Gambar 1.
Daftar barang muatan diperlukan untuk mengestimasi panjang, lebar dan tinggi kapal yang
akan dibuat. Kapal jenis katamaran dipilih karena tujuan pembuatan kapal ini lebih
mengedepankan faktor daya muat dan stabilitas kapal dibandingkan kemampuan
maneuver kapal. Sistem propulsi diletakkan pada bagian belakang hull untuk
menggerakkan wahana di atas permukaan air. Motor yang digunakan pada sistem propulsi
adalah motor brushless.
Mempersiapkan daftar barang muatan
Menghitung dimensi / ukuran wahana
Memilih jenis dan bentuk lambung kapal
Memperkirakan bobot wahana dengan dan tanpa muatan
Membuat desain rancangan wahana
Pemilihan material pembuatan wahana
Pembuatan wahana

Gambar 3 diagram alir pembuatan kapal [5]

Pembuatan wahana kapal mengikuti desain pada Gambar 2.

154

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 4 desain kapal permukaan otomatis

Hasil rancang bangun unmanned surface vehicle (USV) dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembuatan hull kapal menggunakan bahan pipa PVC berukuran 3 inchi sehingga mudah
untuk dibuat. Lambung kapal dibuat berbentuk bundar untuk meminimalisir resistansi
ketika kapal melaju di atas permukaan air. Bagian rangka atas yang dibuat dengan bahan
alumunium memiliki bobot yang ringan namun kokoh, sehingga tidak membuat bobot
wahana menjadi berat. USV ini memiliki panjang total 77 cm, lebar total 52,5 cm dan tinggi
total 50 cm sudah termasuk antenna. Kapal dengan muatan elektronik memiliki bobot 4
kg, sedangkan bobot tanpa muatan elektronik sebesar 2,7 kg. Wahana mampu
mengangkut beban sebesar 4 kg selain perangkat elektronik di dalamnya.
Wahana menggunakan propeller berbahan alumunium dengan dua buah daun propeller,
diameter propeller 72 mm dan diameter hub propeller 6,73 mm. Propeller sangat
berpengaruh terhadap kecepatan suatu kapal, karena fungsinya adalah mengubah daya
putar dari motor menjadi daya dorong [6].

Gambar 5 hasil rancang bangun kapal permukaan otomatis

Desain propeller yang buruk menjadi penyebab borosnya bahan bakar, dalam hal ini
baterai. Jumlah daun propeller mempengaruhi efisiensi propeller, semakin sedikit jumlah
daun propeller maka semakin tinggi nilai efisiensi propeller. Beban yang ditanggung oleng

155

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

masing-masing daun propeller akan semakin tinggi jika jumlah daun propeller semakin
sedikit.

Perancangan Sistem Elektronik


Sistem elektronik USV terdiri atas beberapa bagian, yaitu Arduino Mega 2560 sebagai
pusat pengendali, GPS sebagai penentu posisi koordinat, HMC5883L, ADXL345, Electronic
Speed Control (ESC) sebagai driver pada motor brushless, motor brushless, motor servo
untuk mengendalikan arah gerak wahana, micro SD, dan KYL-1020U untuk mengirimkan
data ke ground segment. Hubungan fungsional antara semua bagian elektronik dapat
dilihat pada Gambar 4.
Batt Li-Po 3S 3000mAh

UBEC 3A 5V

TX

HMC5883L
Motor Servo
ADXL345

Arduino Mega 2560


KYL-1020U

GPS U-blox Neo 6M

RX

Batt Li-Po 2S 5000mAh

ESC 30A

Motor Brushless

Batt Li-Po 2S 5000mAh

ESC 30A

Motor Brushless

Tegangan
Data (wired)

Laptop

KYL-1020U

Data (wireless)

Gambar 6 hubungan fungsional elektronik kapal permukaan otomatis

Arduino Mega 2560 (Gambar 5) merupakan sebuah modul dengan rangkaian minimum
mikrokontroler ATmega2560. Mikrokontroler ini sudah memiliki bootloader di dalamnya,
sehingga dapat deprogram ulang dengan menggunakan Arduino IDE melalui jalur
komunikasi Universal Asynchronous Receiver / Transmitter (UART). Dalam rangkaian
minimum ini terdapat kristal eksternal sebesar 16 MHz yang merupakan nilai maksimum
Kristal yang dibutuhkan ATmega2560, sehingga memungkinkan proses instruksi perintah
berjalan lebih cepat [7].

Gambar 7 modul arduino mega 2560

Konfigurasi pin Arduino dengan beberapa perangkat ditunjukan Tabel 1.

156

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Table 2 konfigurasi arduino dengan perangkat lain

Perangkat

Pin

Keterangan

HMC5883L

SDA
SDA
SCL
SCL
ADXL345
SDA
SDA
SCL
SCL
GPS U-blox Neo 6M
RX1
RX Data
KYL-1020U
RX3
RX Data
Micro SD Card
D50
MISO
Module Catalex
D51
MOSI
D52
SCK
D53
CS
ESC
D7
PWM signal
Motor Servo
D6
PWM signal
Receiver Remote
D23
Input Channel 3
Control
D25
Input Channel 1
D27
Input Channel 2
Modul HMC5883L digunakan sebagai sensor magnetometer yang menghasilkan nilai
kompas atau arah dalam bentuk derajat dengan antarmuka I2C (Two Wire).
ADXL345 merupakan sensor akselerometer yang digunakan untuk menentukan nilai roll
dan pitch pada kapal. ADXL345 menggunakan antarmuka I2C.
GPS digunakan untuk menentukan posisi koordinat dari wahana pada suatu lokasi. GPS ublox Neo 6M memiliki akurasi GPS 2,5 meter, kecepatan 0,1 m/s, dan arah 0,5 derajat
pada CEP 50% [8]. Komunikasi antara mikrokontroler dan GPS menggunakan jalur UART
dengan BaudRate 9600. Format data yang dikirimkan dari GPS ke mikrokontroler
menggunakan format data NMEA 0183. Contoh data NMEA 0183 yang didapatkan dapat
dilihat pada Gambar 6.

Gambar 8 data nmea 0183 gps

Modul micro SD card Catalex digunakan untuk membaca dan menulis data pada kartu
micro SD. Antarmuka yang digunakan pada modul ini adalah Serial Peripheral Interface
(SPI).
Modul KYL-1020U merupakan modul radio yang bersifat transceiver, yaitu dapat berlaku
sebagai transmitter dan receiver, dengan antarmuka UART dengan BaudRate 9600.
Komunikasi antar KYL-1020U secara wireless menggunakan gelombang radio pada
frekuensi 433 MHz.

157

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Perancangan Perangkat Lunak


Perangkat lunak merupakan sebuah instruksi tetap yang tersimpan dalam flash memory
program. Mikrokontroler tidak dapat bekerja tanpa adanya perangkat lunak yang tertanam
di dalamnya [9]. Perangkat lunak pada system mikrokontroler disebut juga dengan
firmware. Perancangan firmware dilakukan dengan menggunakan Arduino IDE versi 1.6.3.
Firmware yang telah dibuat kemudian diunduh ke mikrokontroler Arduino Mega 2560.
Perangkat lunak yang dibuat memiliki empat fungsi utama yaitu, menentukan arah tujuan
wahana berdasarkan waypoint, menerima data kompas, roll, posisi koordinat berdasarkan
GPS, melakukan penyimpanan data, serta mengirimkan data ke ground segment. Data
yang diterima oleh ground segment ditampilkan dalam user interface. Alur perangkat lunak
kapal permukaan otomatis dapat dilihat pada Gambar 7.
Mikrokontroler melakukan inisialisasi sensor akselerometer (ADXL345), sensor
magnetometer (HMC5883L) dan micro SD card pada saat awal dihidupkan. Jika micro SD
card rusak atau belum dimasukkan maka mikrokontroler melakukan proses inisialisasi
hingga micro SD card terdeteksi. Jika micro SD card serta sensor berfungsi dengan benar
maka mikrokontroler membaca file WAYPOINT.TXT yang berisi titik-titik waypoint yang akan
dituju sehingga akan diketahui jumlah waypoint.
Mulai
Inisialisasi:
1. Micro SD Card
2. ADXL345
3. HMC5883L
Tidak
Ada Micro SD Card ?
Ada
Baca file WAYPOINT.TXT
Inisialisasi servo
Baca data GPS, Kompas, Roll
Tidak
GPS Valid?
ya
Motor BLDC berputar
Menyimpan data posisi
Hitung jarak kapal dengan waypoint
Hitung kurs ke waypoint
Mengirim data ke ground segment
Servo mengarahkan kapal ke waypoint
Tidak
Jarak <= 4
Ya
Lanjut ke waypoint berikutnya
Ada

Waypoint masih ada?


Tidak
Kembali ke lokasi asal
Selesai

Gambar 9 diagram alir perangkat lunak kapal permukaan otomatis

158

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

sin2

2 + cos(

ISSN : 2085-2517

1 ) . cos( 2 ) .sin

2 )

a, 1-a )
(1)
sin

. cos

, cos

. sin

- sin

. cos

. cos

(2)

Setelah mikrokontroler membaca banyaknya waypoint, kemudian servo digerakkan ke


kanan dan ke kiri masing-masing selama dua detik kemudian kembali ke posisi normal
untuk memastikan kapal dapat bermanuver dengan baik. Ketika semua komponen telah
berfungsi dengan baik, mikrokontroler mengambil data posisi dalam bentuk koordinat
dengan menggunakan modul GPS U-blox Neo 6M, arah orientasi kapal dengan sensor
magnetometer dan nilai roll kapal dengan menggunakan sensor akselerometer.
Posisi yang didapatkan melalui GPS harus merupakan data yang valid agar penentuan arah
tujuan kapal menjadi akurat. Ketika data GPS yang didapatkan tidak valid maka
mikrokontroler terus mengambil data hingga data GPS valid. Ketika data GPS sudah valid,
maka kapal kemudian dijalankan untuk mengikuti waypoint yang ada. Perhitungan jarak
kapal dengan waypoint menggunakan persamaan (1) dan arah tujuan kapal menuju
waypoint menggunakan persamaan (2).

2.2

Antarmuka Pengguna dengan Google Earth

Tampilan user interface dapat dilihat pada Gambar 8. User interface terdiri dari Google
Earth dan juga Python. Data yang ditampilkan menggunakan Python terdiri dari data roll,

Gambar 10 tampilan antarmuka pengguna

159

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

pitch, yaw / kompas, arah target, arah saat ini, selisih arah, jarak ke target, serta waypoint
saat ini dan jumlah maksimal waypoint. Data yang ditampilkan menggunakan Google Earth
adalah data posisi saat ini dari wahana dan lintasan yang akan dilalui oleh wahana.
Pemilihan Google Earth untuk menampilkan posisi wahana dikarenakan penggunaan yang
cukup mudah dan tampilan yang user friendly atau mudah digunakan. Google Earth juga
tersedia dengan peta tak berbayar sehingga mudah untuk mengakses lokasi yang
digunakan. Lokasi wahana ditunjukkan dengan tool placemark. Posisi placemark
berpindah sesuai posisi wahana sebenarnya (real time) dengan memperbaharui file *.kml
yang berisi posisi koordinat placemark. Rute waypoint yang ditampilkan dengan
menggunakan tool path pada Google Earth.
Dalam penggunaannya, pengguna hanya perlu membuka file *.kml dengan menggunakan
Google Earth kemudian menjalankan script python yang telah dibuat. Agar dapat
berkomunikasi antara Arduino dengan perangkat komputer, port pada script python harus
disesuaikan dengan port yang terbaca pada perangkat komputer.

2.3

Perancangan dan Uji Coba Sistem Observasi Kapal Permukaan Otomatis

Uji Stabilitas
Uji stabilitas dilakukan dengan melihat nilai rolling duration. Nilai tersebut didapat dengan
menghitung lama waktu yang dibutuhkan oleh kapal pada saat dimiringkan secara
maksimal hingga kembali ke posisi tegak.

20
10
0
3000

-20

2000

-10

1000

Roll Degree

30

dT (ms)

Gambar 11 grafik rolling duration

Gambar 9 menunjukkan kapal membutuhkan waktu 3077 ms atau sekitar 3 detik untuk
kembali pada keadaan tegak setelah dimiringkan secara maksimal. Wahana mengalami 6
kali oleng. Pada oleng pertama, sudut saat dimiringkan sebesar 13,4 ke kiri dan kapal
mendapat dorongan untuk kembali ke posisi semula sehingga mencapai kemiringan 24
ke kanan. Pada oleng kedua, kapal miring ke kiri sebesar 4,7 lalu ke kanan hingga 3,1.
Rata-rata waktu yang dibutuhkan kapal untuk kembali ke posisi 0 pada tiap olengnya
adalah 114,3 ms dengan reduksi oleng dari oleng pertama ke oleng kedua sebesar 86,8%.
Persen reduksi oleng yang besar tersebut dikarenakan kapal yang digunakan berjenis
katamaran. Kapal berjenis mono hull memiliki nilai persen reduksi oleng yang lebih kecil
dibandingkan kapal berjenis katamaran, yaitu sebesar 30 35 % [10]. Nilai reduksi oleng
yang besar akan mengakibatkan kapal akan lebih cepat kembali ke posisi semula setelah
mengalami oleng.

160

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Uji Akurasi GPS


Uji akurasi GPS dilakukan dengan meletakkan GPS pada satu lokasi dalam waktu 60 menit
untuk merekam posisi koordinat yang didapatkan. Peletakkan GPS harus di tempat yang
terbuka dan tidak ternaungi agar GPS mendapatkan data posisi yang akurat. Untuk
menghitung nilai akurasi GPS, nilai posisi yang digunakan dalam bentuk Easting dan
Northing. Nilai posisi yang didapatkan dari GPS dalam bentuk Latitude dan Longitude
kemudian diubah kedalam bentuk Easting dan Northing.

Delta Y

Posisi
CEP

-20

-15

-10

-5

Delta X

10
8
6
4
2
0
-2 0
-4
-6
-8

10

Gambar 12 uji akurasi gps selama 60 menit

Gambar 10 memberikan data akurasi GPS menggunakan CEP bernilai 1,9377 m dan
2DRMS bernilai 4,7570 m. Perhitungan nilai akurasi GPS menggunakan CEP (Circular Error
Probable) 50% dan 2DRMS (Twice the Distance Root Mean Square) 95% dengan
persamaan (3) dan (4).
x+

2+

y)

(3)

(4)

CEP 50% berarti radius 50% dari jarak akurasi GPS, sedangkan 2DRMS 95% berarti radius
95% dari jarak akurasi GPS. GPS memiliki tingkat akurasi yang semakin tinggi jika nilai
akurasinya semakin mendekati nol. Nilai akurasi GPS yang didapatkan pada CEP 50% lebih
kecil dibandingkan dengan nilai akurasi GPS pada CEP 50% berdasarkan datasheet, yaitu
1,9377 meter dibandingkan 2,5 meter. Hal tersebut menunjukan bahwa GPS yang
digunakan masih memiliki tingkat akurasi yang tinggi

Uji Coba Sistem Observasi Kapal Permukaan Otomatis


Uji coba dilakukan untuk melihat kemampuan wahana dalam mengikuti lintasan yang telah
dibuat, seperti lintasan lurus, zigzag, parallel, dan berbentuk huruf S dengan bentuk
wahana yang ada. Wahana dikatakan mampu mengikuti lintasan yang ada jika nilai selisih
jarak wahana dengan waypoint tidak lebih besar dari nilai 2DRMS 95% GPS, yaitu sebesar
4,757 meter. Selisih jarak dihitung pada tiap titik waypoint terhadap posisi wahana yang
sebenarnya pada sumbu X dan/atau sumbu Y.
Pada lintasan lurus terdapat 11 titik waypoint yang dimulai dari titik -6,5526 LS dan
106,7473 BT menuju -6,5532 LS dan 106,7481 BT. Jarak antar waypoint rata-rata

161

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

sebesar 11,4 meter, dengan panjang lintasan sebesar 114,7 meter. Nilai error terhadap
sumbu x terbesar terdapat pada waypoint ke-7 yaitu sebesar 2,1 meter. Nilai error
terhadap sumbu y terbesar terdapat pada waypoint ke-7 yaitu sebesar 1,2 meter. Nilai
tersebut masih berada dibawah nilai 2DRMS 95% GPS sehingga dapat dikatakan bahwa
wahana masih tepat mengikuti lintasan lurus. Hasil uji lapang pada lintasan lurus dapat
dilihat pada Gambar 11.
-6,5524

Lintang

-6,5526
-6,5528
-6,553
-6,5532
-6,5534

Bujur
Waypoint

USV

Gambar 13 perbandingan waypoint dengan posisi aktual kapal pada lintasan parallel

Pada lintasan zigzag terdapat 9 titik waypoint yang dimulai dari titik -6,5527 LS dan
106,7473 BT menuju -6,5531 LS dan 106,7479 BT. Jarak antar waypoint rata-rata
sebesar 11,3 meter, dengan panjang lintasan sebesar 83,9 meter. Nilai error terhadap
sumbu x terbesar terdapat pada waypoint ke-4 yaitu sebesar 2,6 meter. Nilai error
terhadap sumbu y terbesar terdapat pada waypoint ke-1 yaitu sebesar 3,7 meter. Nilai
tersebut masih berada dibawah nilai 2DRMS 95% GPS sehingga dapat dikatakan wahana
tepat dalam mengikuti lintasan zigzag. Hasil uji lapang pada lintasan zigzag dapat dilihat
pada Gambar 12.
-6,5526

Lintang

-6,5527
-6,5528
-6,5529
-6,553
-6,5531
-6,5532

Bujur
Waypoint

USV

Gambar 14 perbandingan waypoint dengan posisi aktual kapal pada lintasan parallel

Pada lintasan parallel terdapat 16 titik waypoint yang dimulai dari titik -6,5527 LS dan
106,7474 BT menuju -6,5532 LS dan 106,7477 BT. Hasil uji lapang pada lintasan parallel
dapat dilihat pada Gambar 13. Jarak antar waypoint rata-rata sebesar 7,8 meter, dengan
panjang lintasan sebesar 141,9 meter. Nilai error terhadap sumbu x terbesar terdapat

162

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

pada waypoint ke-5 yaitu sebesar 4,8 meter. Nilai error terhadap sumbu y terbesar
terdapat pada waypoint ke-15 yaitu sebesar 3,9 meter.
-6,5526
-6,5527

Lintang

-6,5528
-6,5529
-6,553
-6,5531
-6,5532

-6,5533

Bujur
Waypoint

USV

Gambar 15 perbandingan waypoint dengan posisi aktual kapal pada lintasan parallel

Nilai error pada sumbu y masih berada dibawah nilai 2DRMS 95% GPS, sedangkan nilai
error pada sumbu x lebih besar dari nilai 2DRMS 95% GPS. Hal ini disebabkan posisi
lintasan yang diagonal terhadap sumbu x dan sumbu y, sehingga jarak menjadi lebih jauh
pada sumbu x dan sumbu y. Pada waypoint ke-5, jarak terdekat terhadap posisi GPS aktual
sebesar 2,4 meter. Nilai tersebut masih masuk kedalam toleransi wahana dalam
penghitungan jarak sehingga wahana melanjutkan perjalanan meskipun jarak pada sumbu
x tersebut lebih besar dari nilai 2DRMS 95% GPS. Selain itu, kapal dengan jenis katamaran
memiliki kekurangan dalam maneuver dan semua jenis kapal tidak dapat melakukan
maneuver secara patah. Sehingga pada lintasan parallel gerak maneuver kapal akan lebih
memutar dan menghasilkan jarak error antara titik waypoint dan posisi wahana yang lebih
besar.
Pada lintasan berbentuk huruf S terdapat 16 titik waypoint yang dimulai dari titik -6,5526
LS dan 106,7474 BT menuju -6,5533 LS dan 106,7478 BT. Jarak antar waypoint rata-rata
sebesar 8,9 meter, dengan panjang lintasan sebesar 134,8 meter. Nilai error terhadap
sumbu x terbesar terdapat pada waypoint ke-9 yaitu sebesar 3,8 meter. Nilai error
terhadap sumbu y terbesar terdapat pada waypoint ke-7 yaitu sebesar 4,4 meter. Nilai
tersebut masih berada dibawah nilai 2DRMS 95% GPS sehingga dapat dikatakan bahwa
wahana masih mengikuti lintasan dengan tepat. Hasil uji lapang pada lintasan S dapat
dilihat pada Gambar 14.

163

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

-6,5526
-6,5527

Lintang

-6,5528
-6,5529
-6,553
-6,5531
-6,5532
-6,5533
-6,5534

Bujur
Waypoint

USV

Gambar 16 perbandingan waypoint dengan posisi aktual kapal pada lintasan S

Pada uji lapang dapat dilihat bahwa USV merespon titik waypoint yang telah dibuat dan
dapat mengikuti bentuk lintasan yang telah dibuat, yaitu lintasan lurus, lintasan zigzag,
lintasan parallel, dan lintasan berbentuk huruf S. Nilai error yang ada dikarenakan adanya
toleransi yang diberikan pada algoritma wahana. Hal ini menunjukkan bahwa USV bersifat
autonomous yang dapat berjalan secara otomatis. Selain itu USV juga dapat dikendalikan
menggunakan remote sebagai transmitter dengan jarak hingga 200 meter. Pemilihan
mode manual dan otomatis dilakukan menggunakan remote kendali. Ketika remote
kendali dihidupkan, maka wahana secara otomatis menjadi manual dan dapat
dikendalikan. Namun ketika remote kendali dimatikan, maka wahana secara otomatis
berjalan mengikuti waypoint. Nilai rataan error posisi wahana terhadap lintasan pada
sumbu x dan sumbu y sebesar 1,5 meter.

Kesimpulan

Rancang bangun wahana permukaan tak berawak (unmanned surface vehicle (USV)) telah
berhasil dilakukan. USV berjalan secara otomatis dengan mengikuti waypoint yang telah
ditentukan. USV yang dibuat cukup sederhana dengan bahan dasar pembuatannya
menggunakan pipa PVC dan alumunium yang mudah didapatkan dan mudah dalam
perancangannya. Waypoint yang ingin dituju dimasukkan kedalam micro SD pada wahana.
Nilai error terbesar pada sumbu x yaitu 4,8 meter dan pada sumbu y 4,4 meter. Nilai
akurasi GPS dengan CEP 50% sebesar 1,9 meter dan 2DRMS 95% sebesar 4,7 meter.
Wahana mampu mengikuti lintasan dengan baik pada lintasan lurus, zigzag dan lintasan S
dan cukup baik pada lintasan parallel dengan rataan error pada sumbu x dan sumbu y
sebesar 1,5 meter. Pada lintasan parallel wahana kurang mampu melakukan maneuver
pada lintasan yang berbelok patah. Wahana cukup stabil dengan waktu yang dibutuhkan
untuk kembali pada keadaan semula sekitar 3 detik setelah diolengkan.

Nomenklatur
=

Latitude

164

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Longitude

standar deviasi easting

standar deviasi northing

2DRMS

Twice the Distance Root


Mean Square

CEP

Circular Error Probable

Jari-jari Bumi

x
y

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Daftar Pustaka

[1] J. E. Manley, Unmanned Surface Vehicle, 15 Years of Development, OCEAN 2008.


Quebec City: IEEE, 2008, pp.1-4.
[2] Rujian Y, Shuo P, Han-bing S, Yong-jie P, Development and Mission of Unmanned
Surface Vehicle, Journal of Marine Science Applied, vol. 9, pp.451-457, 2010.
[3] W. Naeem, T Xu, R. Sutton, A. Tiano, The design of navigation, guidance, and control
system for an unmanned surface vehicle for environmental monitoring, Engineering
for the Maritime Environment, vol. 222, pp.67-79, 2007.
[4] H. Ferreira, C. Almeida, A. Martins, J. Almeida, N. Dias, A. Dias, E. Silva, Autonomous
Bathymetry for Risk Assessment with ROAZ Robotic Surface Vehicle, OCEAN 2009.
Bremen: IEEE, 2009, pp.1-9.
[5] J. Fyson, Design of Small Fishing Vessels. Rome: FAO of the United Nation, 1985.
[6] S. H. Ismail, Perancangan program pemilihan propeller jenis wageningen B series
berbasis efisiensi. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November, 2010.
[7] Atmel, 8-bit atmel microcontroller with 16/32/64KB in-system programmable flash,
2014.
[8] U-blox, NEO-6 u-blox 6 GPS modules data sheet, 2011.
[9] M. Idris, Rancang bangun dan uji kinerja water temperature data logger, Bogor:
Institut Pertanian Bogor, 2014.
[10] A. D. Ramadhan, Keragaan oleng kapal round bottom (skala model) dengan luas free
surface muatan cair yang berbeda, Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2012.

165

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Komparasi Metode Deteksi Friksi Statis Katup Berbasis


Pencocokan Grafis
Daniel Kristanto*), Awang N.I. Wardana & Widya Rosita
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
daniel.kristanto@mail.ugm.ac.id*)

Abstrak
Akhir-akhir ini, performansi yang buruk pada sistem kontrol menjadi isu yang penting dalam industri.
Performansi yang buruk pada sistem kontrol akan memberikan dampak negatif pada proses produksi
sebuah industri, seperti menurunnya kuantitas ataupun kualitas hasil industri. Masalah utama dari
sistem kontrol adalah ketidaklinieran yang disebabkan oleh adanya friksi statis pada katup.
Penelitian mengenai friksi statis sudah banyak dilakukan. Metode-metode yang pernah
diperkenalkan menggunakan beberapa teknik yang berbeda-beda, seperti pencocokan grafis,
pengolahan sinyal, dan perhitungan statistik. Dalam makalah ini dibandingkan dua metode yang
menggunakan teknik pencocokan grafis, yaitu pencocokan kurva yang dirumuskan oleh He dan
pencocokan elips yang dirumuskan oleh Choudhury. Perbandingan dilakukan dengan 2 jenis input,
yaitu data simulasi dan implementasi pada data industri. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa metode pencocokan elips lebih baik dalam mendeteksi friksi statis dibandingkan dengan
pencocokan kurva menggunakan data simulasi, tetapi kedua metode memberikan hasil yang hampir
sama pada implementasi data industri. Kelebihan lain dari metode pencocokan elips adalah dapat
mengkuantifikasi besarnya friksi statis yang terjadi.
Kata Kunci: Sistem kontrol, friksi statis, pencocokan grafis, pencocokan kurva, pencocokan elips.

Pendahuluan

Sistem kontrol merupakan bagian yang harus diperhatikan di bidang industri. Performansi
yang buruk pada sistem kontrol akan memberikan dampak negatif pada proses produksi
sebuah industri, seperti menurunnya kuantitas ataupun kualitas hasil industri [1].
Beberapa masalah yang dapat terjadi pada sebuah sistem kontrol adalah tuning yang tidak
tepat, gangguan eksternal, dan ketidaklinieran [2]. Ketidaklinieran menjadi masalah yang
utama dan harus diperhatikan dalam sistem kontrol. Munculnya ketidaklinieran bisa
disebabkan oleh proses yang tidak linier dan adanya friksi statis, saturasi, ataupun
histeresis pada katup. Hingga saat ini, friksi statis pada katup menjadi penyebab utama
ketidaklinieran pada suatu sistem kontrol [2].
Metode untuk mendeteksi adanya friksi statis pada katup sudah banyak dirumuskan.
Metode-metode ini menggunakan teknik yang berbeda-beda seperti pencocokan grafis,
pengolahan sinyal, dan perhitungan statistik. Horch menggunakan teknik pengolahan
sinyal berupa korelasi silang dari data variabel proses (PV) untuk mendeteksi friksi statis
pada proses self regulating [3]. Untuk proses integrating, Horch merumuskan metode
berbasis perhitungan statistik dengan menghitung distribusi Gaussian dan camel untuk
mendeteksi friksi statis [3]. Teknik lain yang digunakan untuk mendeteksi friksi statis
adalah pencocokan grafis. He merumuskan bagaimana mendeteksi friksi statis dengan
mencocokkan kurva pada data dan kurva estimasi yang dibuat berdasarkan pemodelan
friksi statis [4]. Metode yang hampir sama dirumuskan oleh Scali dan Rossi dengan
menambahkan kurva baru yaitu relay, untuk dicocokkan dengan kurva data [3]. Lee dkk.
membuat sebuah kurva estimasi menggunakan pemodelan Hamerstein untuk
memodelkan ketidaklinieran pada friksi statis yang kemudian dicocokkan dengan data

167

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

untuk mendeteksi adanya friksi statis [3]. Teknik pencocokan grafis juga digunakan oleh
Coudhury, Shah, Thornhill, dan Shook untuk merumuskan metode pencocokan elips dalam
mendeteksi friksi statis [6,7].
Pada makalah ini, dibandingkan dua metode dengan teknik pencocokan grafis, yaitu
pencocokan kurva oleh He [4] dan pencocokan elips oleh Choudhury [7]. Makalah ini
disajikan sebagai berikut: Bab 2 memberikan penjelasan mengenai metodologi penelitian
yang digunakan. Metodologi penelitian ini terdiri dari penjelasan friksi statis dan metode
deteksi friksi statis yang digunakan. Bab 3 memberikan hasil dari deteksi friksi statis
menggunakan input data simulasi dan data industri. Data industri diambil dari salah satu
pabrik petrokimia. Pada Bab 4 terdapat kesimpulan dari penelitian yang sudah dilakukan.

2
2.1

Diskusi
Friksi statis

Friksi statis atau gesekan statis merupakan salah satu masalah pada katup yang
menyebabkan ketidaklinieran [1]. Friksi statis dapat direpresentasikan oleh 2 parameter,
yaitu S (deadband ditambah stickband) dan J (slip jump). Friksi statis dan kedua parameter
ini dapat dilihat pada Gbr. 1.

Gambar 1. Grafik hubungan input-output katup kontrol karena friksi statis [3]

Dari Gambar 1, titik A merupakan titik di mana katup akan mulai bergerak. Jika nilai input
dari katup tidak melebihi nilai gesekan statis (fs), output yang merupakan posisi katup
tidak akan berubah. Tetapi jika nilai input melebihi nilai fs dan fd (S), seperti A` hingga D,
posisi katup akan beruba ke posisi B dan langsung melompat (J) ke posisi C. Setelah itu,
katup akan bergerak dari C ke D dan hanya akan dipengaruhi oleh gesekan kinetis saja.
Karena kecepatan yang terlalu kecil, mendekati nol, kemungkinan katup akan mengalami
lengket (stick) lagi. Pada kondisi ini nilai deadband adalah nol, dan hanya stickband yang
berpengaruh di sini. Katup akan terus bergerak jika nilai input lebih dari nilai stickband.
Pada saat sampai di titik G, input katup berubah arah. Dalam kondisi ini, friksi statis juga
akan memberikan nilai S yang harus dilampaui oleh input agar katup bergerak berubah
arah.

168

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Dalam memudahkan analisis, pemodelan friksi statis telah banyak dirumuskan. Salah
satunya adalah pemodelan mekanis dengan hukum Newton kedua. Namun karena
pemodelan ini membutuhkan beberapa parameter yang sulit didapatkan, pemodelan
berdasarkan skema friksi statis dikembangkan. Pemodelan friksi statis yang dipakai pada
penelitian yang diacu oleh penelitian ini adalah pemodelan friksi statis menurut He dan
Coudhury.
Pemodelan friksi statis He [4] merumuskan bentuk kurva keluaran pengendali (OP) dari
katup yang mengalami friksi statis akan membentuk kurva kotak. Dengan adanya
integrator yang ada pada sebuah loop kontrol, maka kurva ini akan menjadi berbentuk
segitiga sebagai hasil dari integral kotak. Namun jika katup tidak mengalami friksi statis,
kurva akan berbentuk sinusoidal [4]. Berbeda dengan pemodelan He, pemodelan friksi
statis Choudhury [9] menggunakan data OP dan PV. Menurut pemodelan Choudhury, kurva
OP-PV sebuah katup yang mengalami friksi statis akan membentuk kurva elips.

2.2

Program Deteksi Friksi statis

Untuk mendeteksi keberadaan friksi statis, awalnya data harus terdeteksi tidak linier.
Dalam penelitian yang diacu oleh makalah ini, deteksi ketidaklinieran menggunakan
bicoherence yang juga dirumuskan oleh Choudhury [6]. Gambar 2 menunjukkan
bagaimana diagram alir dari deteksi friksi statis yang terdiri dari 2 bagian yaitu bicoherence
dan deteksi friksi statis.

169

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 2. Diagram alir deteksi friksi statis [5]

1. Bicoherence: Sebelum mendeteksi keberaan stiction, terlebih dahulu data harus


terdeteksi tidak Gaussian dan tidak linier. Parameter IKG (Indeks Ketidak-Gaussian)
dan IKL (Indeks Ketidaklinieran digunakan untuk menentukannya. Jika IKG dan IKL
lebih dari batas yang ditentukan, maka data terdeteksi tidak Gaussian dan tidak linier
[8]. Dalam penelitian yang diacu oleh makalah ini, digunakan batas 0,004 untuk IKG
dan 0,04 untuk IKL sesuai dengan jumlah data yang dipakai, 1024 [8]. Untuk

170

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

mendapatkan nilai IKG dan IKL, digunakan bicoherence yang merupakan normalisasi
dari bispectrum. Bispectrum sendiri merupakan representasi frekuensi dari parameter
statistik cumulant orde ketiga. Cumulant orde ketiga ini merepresentasikan
kecondongan kurva yang akan merepresentasikan nilai IKG dan IKL. Nilai IKG dan IKL
dapat dihitung dengan persamaan 1 dan persamaan 3 [8].
IKG
dengan

(1)

adalah bicoherence estimasi yang memenuhi persamaan 2.

IKL

(2)

(3)

dengan
adalah nilai maksimal bicoherence estimasi,

adalah rerata
bicoherence estimasi, dan
adalah standar deviasi bicoherence estimasi.

2. Deteksi Friksi statis: Dalam deteksi friksi statis ini, digunakan 2 metode, yaitu
pencocokan kurva dan pencocokan elips. Deteksi friksi statis yang pertama adalah
menggunakan metode pencocokan kurva yang dirumuskan oleh He [4]. Pada metode
ini, dibuat 2 kurva estimasi untuk dicocokkan dengan data, yaitu kurva sinusoidal dan
kurva segitiga. Kedua kurva ini dibuat setiap setengah periode dari data. Kurva
sinusoidal, a, dibuat sesuai persamaan 4 dan 5.
(4)
,

(5)

dengan ti adalah titik temu nol dengan urutan i, dan ti+1 adalah titik temu nol pada
urutan i+1. Titik ti dan i+1 merupakan batas setengah periode data.
Berbeda dengan kurva sinusoidal estimasi, kurva segitiga estimasi tidak dibuat
menggunakan persamaan, melainkan interpolasi linier tiga titik, yaitu awal setengah
periode data, titik puncak, dan akhir setengah periode data.
Setelah didapatkan kurva estimasi sinuoidal dan segitiga, kedua kurva ini dicocokkan
dengan data dan dihitung nilai MSE (Mean Squared Error). Nilai friksi statis index (SI) dapat
dihitung berdasarkan nilai MSE menurut persamaan 6.
(6)
Nilai SI di atas 0,6 menandakan data lebih cocok dengan kurva segitiga dan berarti terjadi
friksi statis, jika kurang dari 0,4 menandakan tidak ada friksi statis karena data lebih cocok
dengan kurva sinusoidal. Nilai SI di antara 0,4 - 0,6 memberikan kesimpulan tidak
diketahui atau metode ini tidak dapat memberikan hasil yang tepat.
Metode deteksi friksi statis yang kedua adalah pencocokan elips. Pencocokan elips
berawal dari persamaan 7 yang merupakan persamaan dasar kerucut [8].
(7)

171

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pada kasus sebenarnya, persamaan kerucut saja belum bisa secara tepat memberikan
pencocokan elips. Rotasi pada elips diperlukan untuk menghasilkan hasil yang lebih
tepat.Dengan Q adalah matriks rotasi, persamaan 7 menjadi persamaan 8 [8].

(8)

Dengan persamaan 8 ini, didapatkan sebuah elips estimasi untuk melakukan pencocokan
dengan kurva OP-PV. Jika kurva OP-PV membentuk elips, maka ada friksi statis yang
muncul. Friksi statis ini dapat diukur besarnya dengan persamaan 9 [8].
(9)

m dan n merupakan lebar dari elips.

2.3

Hasil dan pembahasan

Untuk membandingkan ketepatan hasil deteksi kedua metode deteksi friksi statis, kedua
metode ini akan digunakan untuk menganalisa data simulasi yang sudah diketahui
hasilnya dan juga data nyata berupa data industri. Data simulasi ini terdiri dari 2 bagian
yaitu data tidak friksi statis dan data friksi statis.
Data tidak friksi statis yang digunakan adalah data sinusoidal dan saturasi. Data sinusoidal
diketahui tidak friksi statis karena data ini adalah data linier. Sedangkan data saturasi
diketahui tidak friksi statis karena saturasi adalah penyebab ketidaklinieran katup selain
friksi statis. Hasil dari simulasi tidak friksi statis dari kedua metode ada pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil deteksi stiction dengan data tidak friksi statis
Pencocokan Kurva

Pencocokan
Elips

Input
SI

FS

SI

FS

Sinusoidal

0,267

Tidak

Tidak

Saturasi

0,894

Ya

Tidak

Data selanjutnya yang digunakan adalah data friksi statis. Data friksi statis yang akan
dipakai adalah data cut PV dan data simulasi friksi statis yang dirumuskan oleh Choudhury.
Data cut PV dibuat dengan membuat kurva sinusoidal untuk OP dan PV dengan perbedaan
fasa. Data simulasi friksi statis oleh Choudhury [9], memberikan data berupa 4 jenis friksi
statis, yaitu pure deadband, undershoot, no offet, dan overshoot. Tabel 2 menunjukkan
hasil dari kedua metode dengan input kelima data di atas.
Tabel 2. Hasil deteksi stiction dengan data friksi statis

Input

Pencocokan Kurva
SI

FS

Pencocokan Elips
SI

FS

Cut PV

0,123

Tidak

2,419

Ya

Pure
deadband

0,520

TD

14,469

Ya

172

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Undershoot

0,550

TD

12,120

Ya

No offset

0,650

Ya

9,531

Ya

Overshoot

0,740

Ya

10,672

Ya

TD = Tidak diketahui, FS = Fraksi Statis


Dari kedua tabel tersebut, secara keseluruhan metode pencocokan elips memberikan hasil
yang tepat untuk semua input, sedangkan metode pencocokan kurva hanya memberikan 3
hasil yang tepat, 2 hasil tidak tepat, dan 2 tidak diketahui, Gambar 3 dan Gambar 4
menunjukkan hasil pencocokan kurva terhadap data sinusoidal.
Metode pencocokan elips tidak hanya memberikan hasil yang tepat untuk input berupa
data simulasi friksi statis, tetapi juga bisa mengukur besarnya friksi statis. Seperti
pemaparan sebelumnya, besar friksi statis didapatkan dengan mengukur lebar elips
sepanjang sumbu OP. Gambar 5 sampai Gambar 8 menunjukkan bagaimana elips yang
terbentuk menggunakan metode pencocokan elips dengan input 4 jenis data simulasi friksi
statis.

Gambar 3. Hasil metode pencocokan kurva dengan input data sinusoidal

173

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 4. Hasil metode pencocokan elips dengan input data sinusoidal

Gambar 5. Hasil metode pencocokan elips dengan input friksi statis (pure deadband)

Gambar 6. Hasil metode pencocokan elips dengan input friksi statis (undershoot)

174

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 7. Hasil metode pencocokan elips dengan input friksi statis no offset)

Gambar 8. Hasil metode pencocokan elips dengan input friksi statis (overshoot)

Selanjutnya adalah implementasi pada data industri pada Tabel 3. Data industri yang
diapakai adalah data dari salah satu pabrik petrokimia.
Tabel 3. Hasil deteksi stiction dengan data industri

175

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

176

ISSN : 2085-2517

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Keterangan:
PK

= Pencocokan kurva

PE

= Pencocokan elips

SI

= Friksi statis index pada pencocokan kurva

S (%)

= Besar friksi statis pada pencocokan elips

= Hasil yang menunjukkan friksi statis

NS

= Hasil yang menunjukkan tidak friksi statis

= Hasil tidak diketahui

Tabel 3 menunjukkan hasil implementasi kedua metode deteksi friksi statis pada data
industri. Sebelum masuk pada tahapan deteksi friksi statis, data ini terlebih dahulu
diseleksi dari jangkauan OP. Jika jangkauan OP lebih dari 25% maka tidak dilanjutkan
dengan deteksi friksi statis, karena menurut Choudhury [8], nilai OP lebih dari 25%
menunjukkan ketidaklinieran pada katup karena karakteristik bawaannya. Jika span OP
kurang dari 25%, deteksi friksi statis akan dilakukan.
Hasil pada Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan pada deteksi friksi statis
menggunakan metode pencocokan kurva dan pencocokan elips. Pada pencocokan kurva,
terdapat 2 hasil tidak diketahui dari 14 katup yang dianalisis, namun dengan pencocokan
elips, kedua katup ini terdeteksi sticion. Perbedaan juga muncul pada katup PV3 di mana
pada pencocokan elips terdeteksi tidak friksi statis, namun pada pencocokan kurva
terdeteksi friksi statis. Meskipun demikian, pada sebagian besar katup yang dianalisis,
kedua metode ini memberikan hasil yang sama yaitu 11 dari total 14 katup. Tabel 4
menunjukkan kesimpulan hasil dari implementasi data industri.
Tabel 4. Kesimpulan hasil deteksi stiction dengan data industri
Kesimpulan

Pencocokan Kurva

Pencocokan Elips

Friksi statis

12

13

Tidak terjadi
friksi statis

Tidak diketahui

Seperti dipaparkan di awal, kelebihan lain yang dimiliki metode pencocokan elips adalah
dapat menghitung besar dari friksi statis. Besar friksi statis ini diukur dengan menghitung
lebar elips estimasi searah sumbu OP. Gambar 9 menunjukkan bagaiamana mengukur
besar friksi statis menggunakan metode pencocokan elips pada katup FV4.

177

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 9. Hasil metode pencocokan elips pada katup FV4

Kesimpulan

Dari komparasi yang dilakukan pada deteksi friksi statis menggunakan metode
pencocokan kurva dan pencocokan grafis yang sama-sama menggunakan teknik
pencocokan grafis, didapatkan karakteristik dari masing-masing metode. Komparasi ini
dilakukan dengan beberapa data simulasi dan implementasi pada data industri.
Dari hasil simulasi, menunjukkan metode pencocokan kurva kurang dapat memberikan
hasil yang tepat. Beberapa data yang seharusnya terbaca friksi statis terdeteksi tidak friksi
statis. Demikian juga sebaliknya. Selain itu, terdapat beberapa data friksi statis yang
masuk dalam kategori tidak diketahui pada metode ini. Hasil sebaliknya diberikan oleh
metode pencocokan elips. Metode ini memberikan hasil yang tepat pada semua data
simulasi. Dengan demikian, pada data simulasi disimpulkan bahwa pencocokan elips lebih
baik daripada pencocokan kurva.
Meskipun memberikan perbedaan yang cukup signifikan pada data simulasi, kedua
metode deteksi friksi statis ini memberikan hasil yang hampir sama pada implementasi
data industri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua metode ini dapat diaplikasikan pada
industri untuk mendeteksi friksi statis tentunya dengan batasan-batasan tertentu.

Daftar Pustaka

[1] Zakharov, Alexey, Elena Zattoni, Lei Xie, Octavio Pozo Garcia, and Sirkka-Liisa JmsJounela. "An autonomous valve stiction detection system based on data
characterization." Control Engineering Practice 21, no. 11 (2013): 1507-1518.
[2] Rossi, M., & Scali, C, A comparison of techniques for automatic detection of stiction:
simulation and application to industrial data, Journal of Process Control, 15(5), 505514, 2005.
[3] Jelali, M., & Huang, B. (Eds.), Detection and diagnosis of friksi statis in control loops:
state of the art and advanced methods. London: Springer Science & Business Media,
2009.

178

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

[4] He, Q. P., Wang, J., Pottmann, M., & Qin, S. J, A curve fitting method for detecting valve
stiction in oscillating control loops, Industrial & engineering chemistry research,
2007, 46(13), 4549-4560.
[5] K. Daniel, Implemetasi Deteksi Friksi statis pada Katup Kontrol Berbasis Metode
Pencocokan Grafis, Skripsi, Universitas Gadjah Mada, 2015.
[6] Choudhury, M. S., Shah, S. L., & Thornhill, N. F, Diagnosis of poor control-loop
performance using higher-order statistics, Automatica, 2004, 40(10), 1719-1728.
[7] Choudhury, M. S., Shah, S. L., Thornhill, N. F., & Shook, D. S, Automatic detection and
quantification of stiction in control valves, Control Engineering Practice, 2006, 14(12),
1395-1412.
[8] Shoukat-Choudhury, S. M. A. A., Shah, S. L., & Thornhill, N. F, Diagnosis of Process
Nonlinearities and Valve Stiction, London: Springer Science & Business Media, 2008.
[9] Choudhury, MAA Shoukat, Nina F. Thornhill, and Sirish L. Shah. "Modelling valve
stiction." Control engneering practice 13, no. 5 (2005): 641-658.

179

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Komparasi Pemodelan dan Identifikasi Sistem pada Dinamika


Temperatur Gas Buang Ruang Bakar pada Circulated Fluidized
Bed Boiler
Muhammad N. Anis*), Awang N. I. Wardana & Ester Wijayanti
Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
*)muhammad.naufal.a@mail.ugm.ac.id

Abstrak
Seringkali fokus pembangkitan listrik di PLTU adalah pada kondisi uap (T & P), jumlah produksi uap
(ton/h) dan beban daya (100%) namun efisiensi pembakaran jarang diperhatikan sehingga
menyebabkan kerusakan mesin. Indikator efisiensi pembakaran batu bara adalah dinamika
temperatur gas buang ruang bakar. Untuk mendapatkan sistem instrumentasi-kendali yang handal
dan efisien dibutuhkan pemahaman mendalam terhadap sistem. Langkah untuk meningkatkan
pemahaman dapat dengan cara membentuk dan memahami model matematis sistem.
Penelitian ini bertujuan mendapatkan model matematis dari fenomena dinamika temperatur gas
buang ruang bakar. Pemodelan dilakukan dengan membandingkan metode matematis dan
identifikasi sistem. Pemodelan matematis dilakukan dengan menggunakan neraca massa dan
neraca energi, sedangkan identifikasi sistem dilakukan dengan menggunakan struktur model
multiple-input-single-output ARMAX sebagai pendekatan sistem linier. Setelah model didapatkan,
model divalidasi dengan data lapangan pada kondisi operasi. Hasil validasi model berupa prediksi
dinamika temperatur gas buang ruang bakar dari masing-masing metode dibandingkan kualitasnya
(fit & MSE). Dengan menganalisis hasil didapatkan bahwa model hasil pemodelan matematis
menghasilkan nilai kesesuaian kurva sebesar 86,4218% dan nilai galat kuadrat rerata sebesar
0,1632 oC dan model hasil identifikasi sistem menghasilkan nilai kesesuaian kurva sebesar
86,8596% dan nilai galat kuadrat rerata sebesar 0,1529 oC.
Kata Kunci: ketel, circulated fluidized bed, ruang bakar, gas buang, pemodelan, identifikasi sistem

Pendahuluan

Untuk menjaga dan meningkatkan perekonomian serta perindustrian nasional dalam hal
energi terutama energi listrik dalam menghadapi pasar bebas ASEAN diperlukan plant
pembangkit listrik yang dapat bekerja optimal dan efisien, khususnya adalah pembangkit
listrik tenaga uap dengan bahan bakar batu bara. Permasalahannya adalah seringkali
fokus pembangkitan listrik pada thermal power plant adalah pada kondisi uap (T & P),
jumlah produksi uap (ton/h) dan beban daya misalnya untuk beban 100% namun efisiensi
pembakaran tidak diperhatikan sehingga menyebabkan kerusakan pada mesin itu sendiri.
Salah satu indikator dari efisiensi pembakaran batu bara adalah dinamika temperatur gas
buang ruang bakar. Untuk mendapatkan sistem instrumentasi dan kendali yang tepat dan
handal, serta efisien dalam mengendalikan temperatur gas buang dibutuhkan pemahaman
lebih mendalam terhadap sistem. Langkah untuk meningkatkan pemahaman terhadap
sistem tersebut dapat dengan cara membentuk dan memahami model matematis dari
sistem, sehingga penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu model matematis dari
suatu fenomena pembakaran batu bara dan pemanasan uap di dalam ruang bakar ketel
uap tipe circulated fluidized bed.
Makalah ini merupakan lanjutan dari penelitian mengenai pemodelan matematis dan
identifikasi sistem dinamika temperatur gas buang ruang bakar pada CFB boiler [1].
Sebuah penelitian oleh Kari myohanen pada akhir tahun 2011 yang memodelkan reaksi
pembakaran dan sulfurisasi di dalam CFB boiler skala besar secara matematis [2] dapat

181

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

memformulasikan fenomena pembakaran secara tepat dan detail. Penelitian lainya


dilakukan oleh Qinhui, Zhongyang, Xuantian, Mengxiang, Mingjiang dan Kefa cen pada
tahun 1999 [3]. Dalam penelitian ini penulis membandingkan dengan metode lain yakni
metode empiris (identifikasi sistem). Identifikasi sistem telah banyak dipaparkan pada
berbagai penelitian, salah satunya adalah identifikasi sistem tekanan uap dari fire-tube
boiler oleh Rodriguez, Rivas, Motiano dan Gonzales [4].
Dari penelitian-penelitian tersebut penulis dapat membandingkan dan mempelajari lebih
lanjut metode-metode yang digunakan dalam membuat model matematis untuk dapat
diterapkan ke dalam sistem ruang bakar di CFB boiler PLTU Tarahan. Metode dalam
penelitian ini merupakan adaptasi dari berbagai penelitian dan pengkombinasian antara 2
metode yaitu pemodelan matematis dan pemodelan empiris.

Diskusi

Ketel atau boiler adalah salah satu peralatan utama suatu pembangkit listrik tenaga uap
yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap yang memanfaatkan energi panas yang
diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar seperti batu bara, high speed diesel (HSD),
gas, MFO, dll. Tipe ketel dalam penelitian ini adalah circulated fluidized bed boiler generasi
pertama dengan kapasitas pembangkitan 2x100 MW.

2.1

Pemodelan Matematis

Untuk mempermudah analisis maka sistem furnace ditinjau dalam 4 control volume seperti
pada Gambar 1, yakni:
A.

Lower furnace (lower & middle furnace)

B. Upper furnace (upper furnace, waterwall tube, evaporator and superheater)


C. Cyclone system (cyclone inlet duct, cylinder, cone, sealpot and outlet duct)
D. Loop seal (sealpot)
Gas Buang & Fly ash
cfg + fash3

wout
steamout

h2 perpindahan panas
ke water wall
evaporator
super heater

Air & Uap keluar


win
steamin
Air & Uap masuk

ffg2 + fash2 +
sreci2

heat loss
ke lingkungan
h3

B
fash1
sup

HSD

sreci3

sdwn
ffg1

heat loss
ke lingkungan
h4

hsd
bedmatout
sreci4
faout

Udara Sek. sa
Batu Bara

Sorbent

sorb

h1
heat loss
ke lingkungan

Udara Primer
pa

Bottom Ash
bash

182

Inert Bed Material


bedmat

Udara Fluidisasi
fain

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 1 ruang bakar dibagi menjadi 4 bagian

Untuk mempermudah pembuatan model, analisis dilakukan dengan membagi menjadi 2


fenomena yaitu fenomena pembakaran batu bara dan fenomena pemanasan air dan uap.
1) Ruang Bakar Bagian A (Lower Furnace)
Fenomena yang terjadi dibagian bawah ruang bakar seperti pada Gambar 2 adalah sebagai
berikut:
1. Reaksi pembakaran bahan bakar (incomplete fuel combustion).
2. Reaksi pembakaran padatan yang tersirkulasi (incomplete & complete coal
combustion).
3. Reaksi sulfurisasi.
4. Inert bed material sebagai katalis (lower the energy of activation).
5. Transfer panas ke water wall dan heat loss ke lingkungan.
Keluar:
sup, fash1,
ffg1, sdwn
Losses Qout

heatloss ke
lingkungan

Masuk:
Batu Bara,HSD,
Udara,Limestone
c, hsd, sa,
pahot, pacold,
sorb

Masuk:
Partikel Padat
Tersirkulasi & Gas
bedmatout
sreci4
faout
Udara
Primer
pa

Bottom
Ash
bash

Gambar 2 volume atur ruang bakar bagian A

Dengan menggunakan persamaan neraca energi (volume atur) maka persamaan neraca
energi untuk volume atur bagian bawah ruang bakar dapat dituliskan seperti Persamaan
(1).

183

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

(1)

2) Ruang Bakar Bagian B (Upper Furnace)


Fenomena yang terjadi di ruang bakar bagian atas seperti pada Gambar 3 adalah sebagai
berikut:

1.
2.
3.
4.

Reaksi pembakaran bahan bakar (incomplete coal combustion).


Reaksi sulfurisasi.
Inert bed material sebagai katalis (lower the energy of activation).
Transfer panas ke water wall, evaporator, super heater dan heat loss ke
lingkungan.
wout
steamout
Keluar

Losses

ffg2,
fash2,
sreci2

Qout

win
steamin

Heat
Exchanger

20%
Udara
sa

heatloss ke
lingkungan

Batu Bara Belum Terbakar


sup, fash1,
ffg1, sdwn

Gambar 3 volume atur ruang bakar bagian B

184

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Dengan menggunakan persamaan neraca energi (volume atur) maka persamaan untuk
volume atur bagian atas ruang bakar dapat dituliskan seperti pada Persamaan (2).

(2)

3) Ruang Bakar Bagian C (Cyclone System)


Fenomena yang terjadi di ruang bakar bagian pemisahan seperti pada Gambar 4 adalah
sebagai berikut:

1. Fenomena pemisahan material berdasarkan berat jenis.


6. Fenomena kehilangan panas (heat loss to surrounding).
Masuk:
Gas Buang, Flyash,
& Partikel Padat Tersirkulasi
ffg2, fash2, sreci2

Keluar:
Gas Buang
& Flyash
cfg , fash3
heatloss ke
lingkungan
Qout

Keluar:
Partikel Padat Tersirkulasi
sreci3

Gambar 4 volume atur ruang bakar bagian C

Dengan menggunakan persamaan neraca energi (volume atur) maka persamaan untuk
volume atur bagian pemisahan dapat dituliskan seperti pada Persamaan (3).

(3)

4) Ruang Bakar Bagian D (Sealpot/ Loop Seal)


Fenomena yang terjadi di ruang bakar bagian penginjeksi material balik seperti pada
Gambar 5 adalah sebagai berikut:

185

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

1. Pencampuran padatan (padatan tersirkulasi & bed material) dan gas (fluidized air
& compressor air) heat transfer.
7. Fenomena kehilangan panas (heat loss to surrounding).
Keluar:
Udara Fluidisasi
Bed Material
Partikel Padat Tersirkulasi
sreci4, faout,
bedmatout

Masuk:
Partikel Padat Tersirkulasi
sreci3
heatloss ke
lingkungan
Qout

Masuk:
Bed Material
bedmat

Masuk:
Udara Fluidisasi
fain

Gambar 5 volume atur ruang bakar bagian D

Dengan menggunakan persamaan neraca energi (volume atur) maka persamaan untuk
volume atur penginjeksi material balik dapat dituliskan seperti pada Persamaan (4).

(4)

Keempat persamaan di atas dapat saling mensubtitusi sehingga persamaan neraca energi
fenomena pembakaran batu bara adalah seperti Persamaan (5).

186

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

(5)

5) Pembuatan Model Fenomena Pemanasan Air dan Uap (Kehilangan Panas Akibat
Perpindahan Panas)
Fenomena pemanasan uap yang terjadi dianggap sebagai fenomena kehilangan panas
akibat terjadinya perpindahan panas dari gas buang hasil pembakaran batu bara ke air dan
uap yang terdapat dalam water wall tube, evaporator dan super heater panel seperti
digambarkan oleh Gambar 6.

187

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

(6) Uap Masuk


Dari Steam Drum
shin
Drum
evaout

(6) Uap Keluar


Ke Backpass
shout

Superheater

Keluar Dari Water Wall


Tube Ke Steam Drum
wwtout

Evaporator

(2) Dari Steam


Drum
evain

ISSN : 2085-2517

Gas buang ruang bakar,


fly ash & unburnt solid
ffg2,
fash2,
sreci2

(4) Dari Steam


Drum Downcomer
Ke Water Wall Tube

wwtin

Udara Primer
paple

Gambar 6 aliran fluida di dalam ruang bakar

Perpindahan panas difokuskan lebih detail menjadi 3 volume atur yakni water wall tube,
evaporator dan super heater panel. Persamaan transfer panas dituliskan seperti
Persamaan (6).

(6)

6) Pembuatan Model Keseluruhan


Hasil pemodelan berdasarkan 2 fenomena di atas dapat digabungkan. Dengan asumsi
reaksi pembakaran di ruang bakar bagian A & B dianggap terjadi satu kali, terjadi
pembakaran lebih dahulu dan bahan bakar dianggap langsung terbakar sehingga
perpindahan kalor (heat transfer) terjadi setelah pembakaran. Selain itu perubahan energi
internal di bagian C & D sangat kecil dan bisa diabaikan karena kehilangan panas (heat
loss) dianggap sangat kecil dan terakumulasi pada kehilangan panas total, sehingga untuk
ruang bakar bagian C temperatur gas buang masuk sama dengan temperatur gas buang

188

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

keluar. Setelah dilakukan linierisasi maka didapatkan persamaan keseluruhan ruang bakar
seperti dituliskan pada Persamaan (7).
(
(

)
)

(
(

)
(

(
)

)
(

(7)
)

di mana:
(8)
Data Input-Output proses di ruang bakar ini ditunjukkan dalam Tabel 1.
Tabel 4 Data input- output ruang bakar
Input-output

Parameter

Nilai

Satuan

LHV

4503,448

kCal/kg

Cpfuel

0,33

kCal/kgoC

Tfuel

27

oC

90

Udara primer
ke plenum

Cppaple

0,2610

kCal/kgoC

Tpaple

237

oC

Udara
sekunder

Cpsa

0,2608

kCal/kgoC

Tsa

232

oC

Cpwwt

1,5733

kCal/kgoC

Twwtin

320

oC

Twwtout

350

oC

Cpeva

1,5733

kCal/kgoC

Tevain

320

oC

Tevaout

350

oC

Cpsh

0,4882

kCal/kgoC

Batu bara

Air dinding
pipa

Air panel
ekonomiser
Uap panel

189

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)
super heater

Pembakaran

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Tshin

357,6206

oC

Tshout

426,3538

oC

mcomb

1055,600

kg

Cpcomb

0,3143

kCal/kgoC

mcfg

119,9644

kg/s

Cpcfg

0,3143

kCal/kgoC

mfash

0,7517

kg/s

Cpfash

0,25

kCal/kgoC

mbash

0,3806

kg/s

Cpbash

0,25

kCal/kgoC

Untuk mendapatkan fungsi alih dari dinamika temperatur gas buang, maka perlu dituliskan
dalam domain Laplace dan dengan memasukkan nilai-nilai dari setiap parameter pada
Persamaan (7) yang ada dalam Tabel 1 maka didapatkan persamaan yang menyatakan
dinamika temperatur gas buang ruang bakar secara keseluruhan. Namun dikarenakan
pada kondisi nyata di lapangan ada beberapa data yang tidak diukur sehingga untuk
melakukan validasi diharuskan mengeliminasi beberapa variabel masukan, hal ini
dilakukan dengan pertimbangan bahwa variabel tersebut tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap sistem yakni dapat terlihat pada parameter fungsi alih masing-masing
variabel dan data desain yang menyatakan laju aliran massa variabel tersebut sangat kecil
jika dibandingkan dengan variabel lainya. Variabel yang dapat diabaikan adalah laju aliran
massa sorbent (
), laju aliran massa bed material (
), laju aliran massa hot
primary air (
), laju aliran massa cold primary air (
), laju aliran massa fluidized
air (
), laju aliran massa blower air (
), laju aliran massa compressor air (
).
Dikarenakan laju aliran massa air dan uap yang melintasi water wall tube, evaporator panel
dan super heater panel memiliki besar yang sama (sesuai data operasi) maka parameter
fungsi alih dari ketiga heat loss tersebut dapat dijumlahkan, sehingga didapatkan
persamaan fungsi alih dari dinamika temperatur gas buang ruang bakar seperti pada
Persamaan (9).
(
(

)
(9)

Dengan menggunakan perumusan untuk mengubah domain s ke domain z, maka


didapatkan fungsi alih dinamika temperatur gas buang seperti pada Persamaan (10).
(

7) Validasi Model Matematis (Fenomena Fisik)

190

(10)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Estimasi dan validasi model dalam penelitian ini menggunakan data lapangan yaitu data
operasi laju aliran batu bara, udara dan air-uap serta temperatur gas buang ruang bakar.
Validasi model matematis akan membandingkan hasil prediksi model dengan data
lapangan yang keduanya menyatakan temperatur flue gas. Setelah divalidasi, didapatkan
model yang sudah teruji validitasnya dengan nilai mean square error (MSE) dan nilai
kesesuaian kurva (fit) dengan perumusan seperti pada Persamaan (11) dan (12) di mana
merupakan data nyata dan adalah data hasil prediksi model.

(11)

(12)

Validasi pertama kali dilakukan terhadap model dari pemodelan matematis pada
Persamaan (10). Validasi pertama kali menggunakan data operasi 1 menghasilkan nilai
kesesuaian kurva sebesar 79,6143% dan nilai galat kuadrat rerata sebesar 0,1763
sebagaimana kurva temperatur hasil prediksi (kurva merah) dan kurva temperatur dari
data (kurva biru) ditampilkan dalam Gambar 7, sedangkan validasi kedua menggunakan
data operasi 2 menghasilkan nilai kesesuaian kurva sebesar 86,4218% dan nilai galat
kuadrat rerata sebesar 0,1632 sebagaimana kurva temperatur hasil prediksi (kurva merah)
dan kurva temperatur dari data (kurva biru) pada Gambar 8.

Gambar 7 grafik perbandingan hasil prediksi model dengan data nyata (data operasi 1)

Gambar 8 grafik perbandingan hasil prediksi model dengan data nyata (data operasi 2)

2.2

Identifikasi Sistem

Tujuan identifikasi sistem ini adalah untuk mendapatkan parameter model yang telah
divalidasi guna menjadi pembanding model hasil pemodelan matematis ataupun untuk

191

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

menambah argumentasi dalam memahami model matematis dari dinamika temperature


gas buang ruang bakar.
Estimasi parameter fungsi alih sistem menggunkan metode recursive least square (RLS)
dengan fungsi multiple-input-single-output ARMAX (na,nb1,nb2,nb3,nb4,nc,nk). Orde untuk
estimasi parameter ini menggunakan orde 1. Estimasi dalam identifikasi sistem ini
menggunakan data estimasi (data operasi 1) menghasilkan parameter-parameter dalam
struktur model ARMAX, sehingga model matematis hasil identifikasi sistem merupakan
rekonstruksi dari parameter-parameter yang telah diestimasi yang dituliskan seperti pada
Persamaan (13).

*(

*(

)
*(

*(

+
)

*(

(13)

+
)

Selanjutnya model tersebut divalidasi-awal dengan menggunakan data operasi 1 yang


menghasilkan nilai kesesuaian kurva sebesar 81,1508% dan nilai galat kuadrat rerata
sebesar 0,1507, tampilan grafik antara kurva temperatur hasil prediksi model (kurva
merah) dengan data nyata (kurva biru) digambarkan pada Gambar 9.

Gambar 9 grafik perbandingan hasil prediksi model identifikasi sistem dengan data nyata (data
operasi 1)

Setelah itu, model tersebut divalidasi dengan menggunakan data operasi 2 yang
menghasilkan nilai kesesuaian kurva sebesar 86,8596% dan nilai galat kuadrat rerata
sebesar 0,1528, tampilan grafik antara kurva temperatur hasil prediksi model (kurva
merah) dengan data nyata (kurva biru) digambarkan pada Gambar 10.

192

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 10 grafik perbandingan hasil prediksi model identifikasi sistem dengan data nyata (data
operasi 2)

2.3

Pembahasan

Dari hasil pengolahan data dan validasi yang telah dilakukan apabila dibandingkan dan
dirangkum akan tertulis seperti pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan perbandingan antara
parameter fungsi alih hasil pemodelan matematis dengan hasil identifikasi sistem terdapat
perbedaan. Begitu juga dengan hasil dari validasi model yang menunjukkan nilai
kesesuaian kurva tidak dapat mencapai lebih dari 90% dan nilai galat kuadrat rerata tidak
bisa lebih kecil dari 1x10-2. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya fenomena yang
tidak termodelkan baik dalam pemodelan matematis ataupun dalam identifikasi sistem.
Selain itu, kuantitas dan kualitas dari data yang digunakan juga berpengaruh pada estimasi
parameter dalam identifikasi sistem ataupun validasi.
Tabel 5 Rangkuman nilai galat kuadrat rerata dan nilai kesesuaian kurva

Kriteria

Pemodelan
Matematis

Identifikasi
Sistem Linier

[1 -0,988615]

[1 -0,964266]

B1

[1,217306]

[0,1564629]

B2

[0,01854]

[0,0140191]

B3

[0,01813]

[0,0114470]

B4

[-0,03834]

[-0,0457412]

[1 0,087503]

Validasi dengan Data 1


MSE(oC)

0,1763650

0,1507799

fit(%)

79,614251

81,150828

Validasi dengan Data 2


MSE(oC)

0,1632470

0,1528889

fit(%)

86,421826

86,859658

Perbedaan tersebut terlihat cukup signifikan pada fungsi alih perubahan temperatur gas
buang terhadap laju aliran batu bara, hal ini dikarenakan dalam identifikasi sistem
penentuan parameter hanya berdasarkan estimasi dari data sedangkan dalam pemodelan
matematis dimodelkan adanya entalpi masuk dan reaksi pembakaran batu bara
(pembangkitan kalor) sehingga adanya perbedaan tersebut dapat dikarenakan dalam

193

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

identifikasi sistem hanya mengestimasi parameter untuk entalpi masukan batu bara dan
tidak untuk pembangkitan kalornya. Hal ini membuktikan bahwa dalam identifikasi sistem
tidak dapat menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi dalam proses pembakaran batu
bara.
Dalam identifikasi sistem, tidak dimungkinkan untuk membangun sebuah model yang
akurat hanya dari sekumpulan data yang terbatas [5]. Model apapun yang diestimasi dari
data yang terkontaminasi dengan error tidak akan pernah bisa akurat. Tidak dimungkinkan
juga untuk menghasilkan model yang presisi dari data yang terbatas. Sebuah rekaman
data merupakan salah satu dari sekian banyak kemungkinan rekaman data untuk
fenomena proses yang sama (eksperimen). Walaupun fenomena proses tersebut diulang
(dengan membuat seluruh faktor variabel kendali pada nilai yang tetap) akan terdapat
unsur ketidak pastian yang akan menghasilkan perbedaan pembacaan di mana hal ini
dapat disebabkan salah satunya adalah berasal dari gangguan-gangguan secara acak
(noise) dalam pengukuran. Sehingga kualitas dari model hasil rekonstruksi parameter yang
diestimasi tersebut sangat bergantung pada kualitas data yang digunakan.
Tujuan umum dari identifikasi sistem adalah bukan untuk membentuk suatu model yang
benar, tetapi lebih kepada pembentukan model yang dapat berfungsi dengan baik dan
berguna, sehingga pembentukan model disesuaikan dengan tujuan diperlukannya model di
mana dalam penelitian ini hanya digunakan sebagai pembanding dan untuk menambah
argumentasi dalam memahami fenomena proses.
Nilai rerata temperatur gas buang yang didapat dari data operasi dan prediksi dijelaskan
dalam Tabel 3 yang menunjukkan bahwa hasil prediksi temperatur oleh model matematis
sudah dapat memberikan nilai temperatur yang hampir sama dengan data lapangan.
Tabel 6 Nilai rerata temperatur gas buang (oC)
Prediksi
Data

Operasi

Pemod.
Matematis

Iden. Sist.
Linier

882,253

882,2437

882,2447

881,696

881,6813

881,6823

Dalam penelitian ini, pembuatan model matematis bertujuan untuk memahami sistem
dinamika temperatur gas buang ruang bakar secara mendalam sehingga diperlukan model
matematis yang bisa merepresentasikan fenomena tersebut. Oleh karena itu, model
matematis yang dipilih adalah model hasil penurunan matematis dan identifikasi sistem
linier dengan pertimbangan bahwa model matematis hasil dari pemodelan matematis dan
identifikasi sistem linier menghasilkan nilai galat kuadrat rerata dan nilai kesesuaian kurva
yang sudah cukup baik dan dianggap dapat mewakili dinamika temperatur gas buang
ruang bakar. Model matematis yang didapatkan menjelaskan bahwa dinamika temperatur
gas buang ruang bakar pada kondisi operasi tunak sesuai dengan batasan ataupun asumsi
yang telah ditentukan dipengaruhi oleh masukan utama (faktor utama) berupa laju aliran
massa batu bara dan laju aliran massa udara, laju aliran air dan uap yang dipanaskan
merupakan gangguan terhadap sistem.

194

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Kesimpulan

Penelitian mengenai pemodelan dinamika temperatur gas buang ruang bakar ini
menghasilkan model matematis dinamika temperatur gas buang ruang bakar tipe CFB
boiler dengan pemodelan matematis yang telah berhasil dibuat dan divalidasi dengan nilai
kesesuaian kurva sebesar 86,4218% dan nilai galat kuadrat rerata sebesar 0,1632 oC.
Selain itu model matematis dinamika temperatur gas buang ruang bakar tipe CFB boiler
dengan identifikasi sistem yang telah berhasil dibuat dan divalidasi dengan nilai
kesesuaian kurva sebesar 86,8596% dan nilai galat kuadrat rerata sebesar 0,1529 oC.

Nomenklatur
Lambang
A

Luas Permukaan

cp

Kalor spesifik

Laju perubahan energi

Heat loss in control volume (A, B,


C and D)

Laju perubahan entalpi

Laju aliran massa

Tekanan

Laju perpindahan panas

Temperatur

Volume

Laju kerja

Coal fraction

Efficiency of combustion

Kuantitas

Daftar Pustaka

[1] Muhammad N. A. Pemodelan Matematis dan Identifikasi Sistem Dinamika Temperatur


Gas Buang Ruang Bakar pada CFB Boiler. Skripsi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. 2015.
[2] Kari Myohanen. Modelling of Combustion and Sorbent Reactions in Three-Dimensional
Flow Environment of a CFB Boiler. Disertasi, Lappeenranta University of Technology,
Lappeenranta, 2011.
[3] Qinhui W., Zhongyang L., Xuantian L., Mengxiang F., Mingjiang N., Kefa C. A
Mathematical Model for A CFB Boiler. Energy, 24:633-653, 1999.
[4] J.R. Rodriguez V., R. Rivas P., J. Sotomayor M., J.R. Peran G.. System Identification of
Steam Pressure in A Fire-Tube Boiler. Computer and Chemical Engineering, 32:28392848, 2008.
[5] Lennart Ljung. System Identification- Theory for The User. Prentice Hall Inc, Sweden,
1999.

195

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Modifikasi Penggerak Proses Dressing untuk Mengatasi Trouble


Roundness Valve NG pada Mesin Seat Grinder Ntvs-2894
1Muhammad

Hidayat, 2Suhartinah, 3Sri Lestari

1,3Program

Studi Teknik Produksi & Proses Manufaktur, Konsentrasi mekatronika Politeknik


Manufaktur Astra Jl. Gaya Motor Raya No.8, Sunter II, Jakarta 14330, Jakarta

2Mahasiswa

S-1 Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro Universitas Mercu Buana

Email : mhidayat.prof@gmail.com1 , zahrasaina@gmail.com2, lestari_9094@yahoo.com

Abstrak
PT XYZ merupakan perusahaan manufaktur yang memproduksi engine valve. Dalam rangka
menghasilkan produk valve yang berkualitas, PT XYZ melakukan perbaikan mesin produksi secara
terus menerus dan berkelanjutan. Salah satunya dilakukan pada mesin Seat Grinder NTVS-2894.
Mesin ini merupakan mesin tipe lama dengan pencapaian produksi rata-rata 77% dari total target
yang ditentukan setiap bulannya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya trouble yang terjadi pada mesin
sehingga downtime mesin pun sangat tinggi. Jenis trouble yang sering menyebabkan downtime yaitu
masalah kualitas produk dengan roundness valve NG.. Roundness valve erat kaitannya dengan
kualitas grinding wheel (GW) mesin. Dengan demikian proses dressing GW sangat menentukan
kualitas valve hasil proses dari mesin seat grinder. Permasalahan yang ada yaitu slide dresser
memiliki kecepatan yang tidak stabil dalam melakukan proses dressing. Kecepatan slide ini berubah
tergantung kondisi panas mesin saat memproses valve. Untuk menanggulangi hal tersebut maka
dilakukan modifikasi bagian penggerak unit dresser. Modifikasi yang dilakukan adalah penggunaan
motor stepper untuk pergerakan dresser slide sebagai pengganti sistem air hydro yang digunakan
sebelumnya dengan kontrolnya menggunakan PLC Omron C200HG. Dengan modifikasi ini dapat
menurunkan downtime mesin akibat roundness valve NG sebesar 100% dan meningkatkan
kemampuan produksi menjadi 111.7% dari total target pada bulan pertama.
Kata Kunci: Roundness, downtime, dresser, modifikasi.

Pendahuluan

Engine valve merupakan komponen penting dalam Internal Combustion Engine (ICE) yang
berupa katup untuk mengatur pemasukan udara dan bahan bakar ke dalam ruang
bakar serta mengatur pengeluaran gas sisa hasil pembakaran keluar dari ruang bakar.
Proses produksi valve akan sangat berpengaruh terhadap kualitas produk engine valve
yang dihasilkan. Proses produksi engine valve di PT XYZ sendiri melalui beberapa
tahapan meliputi forging, stellite welding, heat treatment dan machining. Machining
Process adalah proses akhir yang dilakukan untuk membentuk valve sehingga memiliki
dimensi yang sesuai dengan technical drawing dari customer. Proses machining ini
secara umum menggunakan dua metode yaitu proses turning dan grinding.Salah satu
mesin yang menggunakan metode grinding adalah mesin seat grinder. Mesin ini
menggunakan batu gerinda sebagai media proses kerjanya. Mesin seat grinder
menggerinda bagian seat valve untuk mendapatkan dimensi yang sesuai dengan
keinginan customer.
Mesin seat grinder merupakan salah satu mesin finishing dari proses machining
sebagai pembuatan engine valve yang memiliki rata-rata downtime akibat masalah
kualitas ini mencapai 596 menit/bulan. Salah satunya terdapat pada mesin seat
grinder NTVS-2894 merupakan salah satu mesin tipe lama dengan kemampuan
produksi rata-rata 77% dari total target yang telah ditentukan setiap bulannya. Hal ini
disebabkan oleh banyaknya trouble yang terjadi pada mesin sehingga downtime mesin

197

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

pun sangat tinggi. Berdasarkan data trouble, jenis trouble yang sering menyebabkan
downtime adalah masalah kualitas produk dengan roundness valve NG.
Roundness valve erat kaitannya dengan kualitas grinding wheel (GW) mesin. Dengan
demikian proses dressing GW pun sangat menentukan kualitas valve hasil proses mesin
seat grinder ini. Permasalahan yang ada yaitu slide dresser memiliki kecepatan yang
tidak stabil dalam melakukan proses dressing. Kecepatan slide ini berubah-ubah
tergantung kondisi panas mesin saat memproses valve. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka dilakukan analisa, pengamatan dan perancangan improvement untuk
menanggulangi masalah tersebut. Dari analisa dan pengamatan tersebut maka
dirancanglah modifikasi pada bagian unit dresser. Modifikasi yang dilakukan adalah
penggunaan motor stepper untuk pergerakan dresser slide sebagai pengganti penggerak
yang sebelumnya menggunakan sistem air hydro

2
2.1

Diskusi
Mesin Seat Grinder

Mesin seat grinder adalah mesin yang berada di proses line machining. Mesin seat grinder
merupakan salah satu mesin critical yang digunakan sebagai pembuatan engine valve.
Mesin ini menggunakan batu gerinda sebagai media proses kerjanya. Gambar 1
menunjukan gambar mesin seat grinder dan Gambar 2 posisi pemakanan part oleh batu
gerinda. Mesin seat grinder menggerinda bagian seat valve untuk mendapatkan dimensi
yang sesuai dengan keinginan customer yang merupakan keinginan untuk selalu focus
terhadap customer.

Gambar 1 mesin seat grinder

Dimensi yang harus dikontrol dan disesuaikan dengan permintaan customer yaitu:
1. Dimensi seat ke tip end (seat to tip end length/STTL) toleransi 0.05 mm
2. Sudut seat (seat angle) toleransi 15
3. Seat run out toleransi maksimal 0.03 mm
4. Seat roundness toleransi maksimal 0.003 mm
5. Seat roughness 3.2 s
Dimensi dan toleransi dalam mesin seat grinder dalam micron sehingga dibutuhkan
kepresisian yang sangat tinggi. Apabila dari salah satu dimensi tersebut melebihi dan atau
kurang dari standard toleransi yang ada maka parts tersebut akan di-reject-kan

198

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 2. posisi pemakanan parts oleh batu gerinda

Batu gerinda merupakan tool utama dalam mesin seat grinder. Gerinda yang dipakai di
mesin ini memiliki spesifikasi Noritake 510 x 16 x 203,2 CX100R 8V 102. Batu
gerinda ini memiliki grade keras. Gambar 3 menunjukan batu gerinda yang dipakai pada
mesin seat grinder.

Gambar 3 batu gerinda mesin seat grinder

2.2

Permasalahan Mesin Seat Grinder

Mesin Seat Grinder NTVS-2894 merupakan salah satu mesin seat grinder tipe lama yang
ada di PT FNI. Berdasarkan data produksi, pencapaian produksi mesin Seat Grinder NTVS2894 sebelumnya ditunjukkan gambar berikut

Gambar 4 grafik pencapaian produksi seat grinder NTVS-2894

Dari data yang telah ditampilkan diatas, terlihat bahwa mesin Seat Grinder NTVS-2894
tidak mampu melakukan produksi sesuai total target yang telah ditentukan. Bahkan untuk
laju pencapaian produksi per bulannya mengalami penurunan terhitung dari periode
Januari sampai Mei tahun 2014. Hal ini tentu sangat mempengaruhi hasil output pada
proses mesin dan ketepatan pengiriman ke proses selanjutnya pun akan terhambat.
Rata-rata pencapaian produksi dari mesin ini hanya sebesar 77% dari total target
seperti yang disajikan oleh tabel berikut :
Tabel 1 pencapaian produksi seat grinder NTVS-2894

199

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Adanya penurunan produktivitas mesin Seat Grinder NTVS-2894 disebabkan oleh tingginya
trouble yang terjadi pada mesin. Saat terjadi trouble, maka diperlukan waktu untuk
memperbaiki mesin sampai dapat berfungsi kembali seperti sebelumnya. Dapat
dipastikan mesin harus berhenti produksi untuk sementara waktu sampai perbaikan
selesai (downtime). Berikut adalah grafik downtime mesin Seat Grinder NTVS-2894 dari
beberapa periode terakhir

Gambar 5 grafik downtime periode I

Gambar 6 grafik downtime periode II

Gambar 7 grafik downtime periode III

200

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Dari ketiga grafik sebelumnya menunjukkan bahwa pareto downtime mesin Seat Grinder
NTVS- 2894 adalah pada masalah roundness valve NG. Roundness merupakan
kebulatan seat valve hasil penggerindaan mesin Seat Grinder terhadap sumbu valve.
Rata-rata downtime mesin akibat masalah kualitas roundness pada periode terakhir
mencapai 596 menit/bulan.

2.3

Analisa Sebab Akibat

Berikut ditunjukkan analisa sebab-akibat dari permasalahan roundness valve NG pada


mesin melalui metode fishbond diagram

Gambar 8 fishbond diagram


Tabel 1 rencana penanggulangan

Masalah roundness valve NG erat kaitannya terhadap kualitas pendressingan dari


dresser terhadap GW mesin. Berdasarkan rencana penanggulangan diatas maka untuk
mengatasi masalah yang ada, dilakukan dengan alternatif memodifikasi bagian aktuator
dresser slide dengan menggunakan motor stepper. Keuntungan apabila menggunakan
motor stepper ini dapat menyelesaikan pula masalah pada faktor man dan methode.
Yaitu pembuatan interface nilai kecepatan dresser dapat ditampilkan pada HMI mesin
yang tersedia.

2.4

Gambaran Unit Dresser Sebelum Modifikasi

Terdapat dua axis pergerakan pada proses dressing mesin Seat Grinder NTVS-2894,
yaitu bagian dresser feed dan dresser slide. Pada gambar berikut ini menunjukkan

201

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

instalasi unit dresser sebelum dilakukan modifikasi. Semula digunakan motor stepper
untuk penggerak dresser feed dan digunakan cylinder hidrolik sebagai penggerak dresser
slide. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 9 instalasi unit dresser sebelum modifikasi

Pada dresser feed menggunakan motor stepper sebagai penggeraknya. Dresser feed
berfungsi untuk menggerakan pin dresser maju ketika melakukan pemakanan terhadap
GW saat proses dressing. Pemakanan yang dilakukan adalah sebanyak 0.02 mm per sekali
pemakanan dan dalam sekali proses dressing terjadi dua kali pemakanan yaitu roughing
dan finishing. Sehingga penggunaan motor untuk dresser feed diperlukan kepresisian yang
tinggi. Berikut ini adalah spesifikasi motor yang digunakan untuk dresser feed sebelum
modifikasi
Motor yang digunakan adalah motor stepper Vexta PK566AW.
Torsi motor
Angle
Inertia

0.83 N.m

0.1o/step
280 x 10-7 kg.m2

Sistem transmisi yang digunakan yaitu menggunakan screw dengan spesifikasi diameter
12 mm dan stroke 130 mm.
Pada bagian penggerak dresser slide semula menggunakan sistem air hydro untuk
penggeraknya. Pada dasarnya sistem ini memiliki rangkaian sistem menyerupai sistem
pneumatik namun terdapat komponen air hydro converter yang berfungsi sebagai
pengkonversi angin menjadi oli sehingga jenis cylinder yang digunakan sebagai aktuator
adalah cylinder hidrolik. Gambar berikut menunjukkan circuit diagram dari dresser slide.

202

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 10 air hydro circuit diagram dari dresser slide

Dresser slide berfungsi untuk menggerakkan pin dresser melintang sesuai lebar GW
saat proses dressing berlangsung. Untuk spesifikasi cylinder hydrolik yang digunakan
adalah sebagai berikut :

Gambar 11 cylinder hydraulic

Jenis cylinder yang dipakai adalah cylinder double acting.


Stroke 40 mm
Diameter (D1)

50 mm

Diameter rod (D2)


Tekanan

18 mm

0.5 Mpa

Kecepatan pergerakan cylinder dikontrol oleh flow control yang masing masing memiliki
besar kecepatan berbeda yaitu saat advance (rough) dan ketika retract (finish).

2.5

Perancangan

Desain unit dresser


Dengan adanya pengubahan aktuator pada bagian dresser slide yang semula
menggunakan cylinder hydraulic menjadi motor stepper, maka merubah konstruksi unit
yang ada sebelumnya. Berikut ini adalah rancangan desain unit dresser untuk modifikasi
pada bagian slide :

203

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 12 desain unit dresser

Pada rancangan desain unit yang dibuat, pihak maintenance department menyarankan
untuk mengunakan ballscrew sebagai pengubah gerakan rotasi motor menjadi gerak
translasi. Ballscrew yang digunakan adalah BNK1202-3. Ballscrew ini digerakkan oleh
motor sebagai aktuatornya. Selain menentukan spesifikasi motor stepper untuk penggerak
dresser slide, dengan adanya perubahan desain diperlukan pula perubahan spesifikasi
motor untuk penggerak dresser feed. Untuk memudahkan dalam perhitungan dan simulasi,
penulis menggunakan software Creo Parametric 2.0.
Pada dresser slide memiliki gerakan melintang ke kanan-kiri dalam mengikis GW mesin
saat proses dressing berlangsung. Sehingga total beban yang diterima oleh motor
stepper untuk dresser slide selain dari beban konstruksi unit dipengaruhi pula oleh gaya
tangensial GW. GW mesin digerakkan oleh motor tiga phasa yang terhubung langsung
dengan GW sehingga rpm motor sama dengan rpm GW.

Gambar 13 ilustrasi gaya dresser slide

Beban yang harus dipindahkan oleh dresser slide dari hasil analisis mass properties
pada Creo Parametric 2.0 diperoleh :
m = 15.104 kg, sehingga beban konstruksi 74.095 N. Besar gaya tangensial GW
didapatkan sebesar 44.44 N. Total beban dresser slide didapatkan 118.539 N. Sebagai
pertimbangan desain, PT XYZ menggunakan safety factor 2 sehingga beban untuk
dresser slide sebesar:
SF= Ft/F

(1)

Ft= 2 x 118.539 N

(2)

= 237.079 N

204

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Diperoleh beban sebesar 237.079 N, dengan demikian diperlukan torsi motor sebagai
berikut :
T= Ft x diameter pitch

(3)

= 237.079 x . 11.5
= 1363.204 N.mm
Besar torsi yang dibutuhkan motor stepper untuk dresser slide dengan pemakaian
ballscrew yang mempunyai preload torque (Tp) 4 N.mm adalah :
Tm = T + Tp

(4)

= 1363.204 + 4
= 1367.204 N.mm
Jadi besar torsi untuk motor dresser slide adalah 1367.204 N.mm atau setara dengan
1.4 N.m. Aktual motor yang dipakai adalah Motor stepper Vexta PK564AW-T7.2 dengan
torsi 2.5 N.m.
Pada gerakan pemakanan dresser feed, dresser feed harus memindahkan massa partpart yang berada diatas aktuator dresser feed

Gambar 14 ilustrasi gaya dresser feed

Beban hasil analisis mass properties dari Creo Parametric 2.0, diperoleh massa total
yang harus dipindahkan oleh dresser feed, yaitu sebesar
M = 22.413 kg, sehingga beban total 109.935N.
Dengan safety factor 2 diperoleh beban pada dresser feed sebesar 219.871 N. Dengan
beban sebesar 219.871 N, diperlukan torsi motor sebagai berikut :
T= Ft x diameter pitch

(5)

= 219.871 x . 11.5
= 1264.26 N.mm
Pada spesifikasi ballscrew yang dipakai memiliki preload torque sebesar 4 N.mm
sehingga besar torsi yang dibutuhkan, menjadi :
Tm= T + Tp
= 1264.26 + 4

205

(6)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

= 1268.26 N.mm
Jadi besar torsi untuk motor dresser feed adalah 1268.26 N.mm atau setara dengan
1.27 N.m. Aktual motor yang dipakai adalah motor servo Mitsubishi HC-KFS43
dengan torsi 1.3 N.m.

Flowchart Dressing
Adanya penggantian ke motor servo yang digunakan pada dresser feed merubah
flowchart proses dressing, namun secara siklus keseluruhan masih sama seperti
sebelumnya. Berikut ini adalah urutan proses dressing dari mesin Seat Grinder NTVS2894 :

Gambar 3. 1 Flowchart proses dressing

Perancangan elektrik

Gambar 15 Konsep rangkaian unit dresser

206

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Adanya perubahan aktuator mengakibatkan perubahan pula pada komponen elektrik


yang digunakan. Berikut daftar komponen yang ditambahkan dan disesuaikan dalam
modifikasi :
Tabel 3 daftar komponen modifikasi
No.

Komponen

Fungsi

Sensor
proximity

Sebagai indikator posisi


dresser

Modul NC112

Controller motor

Driver stepper Menerjemahkan perintah


dari/ke motor stepper

4 Motor stepper

2.6

Aktuator dresser slide

Driver servo

Menerjemahkan perintah
dari/ke motor servo

Motor servo

Aktuator dresser feed

Pembuatan Mekanik

Sesuai konsep desain yang digambarkan pada bagian perancangan, pembuatan mekanik
base unit dresser dibuat oleh vendor perusahaan (subcon). Berikut ini adalah gambar
realisasi desain unit dresser setelah di assembly pada mesin Seat Grinder NTVS-2894.

Gambar 16 realisasi mekanik unit dresser

2.7

Penambahan Program
Tabel 4 pengalamatan I/O modifikasi sistem dressing
Bagian Alamat Kompon
en
Input

160,11 Sensor

207

Keterangan
Dress Slide Left End

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

160,13 Sensor Dress Slide Right End


160,14 Sensor Dress Feed FWD End
160,15 Sensor Dress Feed BWD End
131,06 MR-J2S- Dress Feed Positioning
40A
Completion
131,07 MR-J2S40A

Dress Feed Servo


Alarm

Output 130,07

Relay

Dress Feed FWD End

130,08

Relay

Dress Feed BWD End

4,02

Relay

Emergency Stop

4,03

MR-J2S- Dress Feed Servo ON


40A

4,04

NC112 Dress Slide Right End

4,05

NC112

Dress Slide Left End

Penambahan program untuk servo ON pada motor dresser feed akan aktif ketika
lubrikasi pada mesin telah berjalan, berikut ini adalah program laddernya

Gambar 17 preparation program

Berikut ini adalah program untuk dresser slide baik secara auto [1] maupun manual [2]
program :

208

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 18 program dresser slide

Sedangkan pada gambar dibawah adalah program untuk menjalankan motor dresser slide
secara CW atau CCW.

Gambar 19 program motor dresser slide

2.8

Pengujian

Terdapat beberapa bagian pengujian terhadap sistem dressing hasil modifikasi. Terdiri
atas pengujian perangkat input ke PLC, pengujian perangkat output PLC serta pengujian
sistem kerja dari proses dressing. Hal ini bertujuan untuk memastikan fungsi kerja
sistem setelah modifikasi dapat berjalan seperti sistem kerja mesin yang
diharapkan.Pengujian I/O dilakukan menggunakan monitor mode pada software CX
programmer pada PLC. Berikut ini adalah hasilnya :
Tabel 5 pengujian komponen input
No. Ala Perangkat
mat yang Diuji

Fungsi

Parameter

Status

OK

1 140 Emergency
.00
Stop

Menghentikan Kontak 140.00


mesin dalam
pada
kondisi darurat monitor mode
aktif

2 140 GW ON/OFF Mengaktifkan/ Kontak 140.01


.01
menghenti kan
pada
grinding wheel monitor mode
aktif

3 140
.02

Cooling
Water
ON/OFF

Mengaktifkan/ Kontak 140.02


menghenti kan
pada
aliran cooling
monitor mode
water
aktif

4 140
.14

One Cycle
Dress

Mengaktifkan Kontak 140.14


satu kali siklus
pada
dressing
monitor mode
aktif

209

NG

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

5 140 Auto/Manua Memilih mode Kontak 140.07


.07
l
pengoperasian
pada
proses dressing monitor mode
aktif

6 140 Dress Feed Menggerakkan Kontak 140.06


.06
Forward
dresser feed
pada
maju
monitor mode
aktif

7 140 Dress Feed Menggerakkan Kontak 140.05


.05 Back ward
dresser feed
pada
mundur
monitor mode
aktif

9 140 Dress Feed


.04 Speed High

Kecepatan
dresser feed

Kontak 140.04
pada

tinggi

monitor mode
aktif

11 140 Chuck Close


Menutup
Kontak 140.15
.15
cylinder chuck
pada

monitor mode
aktif
12 140 Dress Feed .10
0.01

Dresser feed
mundur

Kontak 140.10
pada

0.01 mm

monitor mode
aktif

13 140 Dress Feed Dresser feed Kontak 140.11


.11
+0.01
maju 0.01 mm
pada

monitor mode
aktif
14 140 Dress Slide Dresser slide Kontak 140.12
.12
Left
bergerak kekiri
pada

monitor mode
aktif
15 140 Dress Slide
.13
Right

16 160 Dress slide


,11
Left End

17 160 Dress slide


,13 Right End

18 160 Dress Feed


,14 FWD End

Dresser slide
bergerak
kekanan

Kontak 140.13
pada

Membatasi
gerakan

Kontak 160.11
pada

dresser slide
kekiri

monitor mode
aktif

Membatasi
gerakan

Kontak 160.13
pada

dresser slide
kekanan

monitor mode
aktif

Membatasi
gerakan

Kontak 160.14
pada

dresser feed
maju

monitor mode
aktif

210

monitor mode
aktif

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

19 160 Dress Feed


,15 BWD End

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Membatasi
gerakan

Kontak 160.15
pada

dresser feed
mundur

monitor mode
aktif

Tabel 6 pengujian komponen output

Tabel 7 pengujian sistem kerja proses dressing


No
.

Check Poin

Status
OK
NG

Kondisi Normal
1

Saat mesin dinyalakan maka PLC Aktif

Ketika tombol emergency stop ditekan,


towerlamp warna merah pada mesin
menyala dan mesin tidak dapat
dioperasikan
3 Ketika tombol
emergency stop release
maka towerlamp warna hijau menyala dan
mesin siap digunakan
4
Ketika mesin Seat Grinder sedang
melakukan proses maka dresser counter
akan menghitung jumlah valve yang
dihasilkan
5 Ketika proses dressing
berlangsung maka
akan muncul tampilan HMI yang
menandakan proses dressing sedang
berjalan
No
Check
Poin
.

OK NG

Mode Manual
1

Ketika selector switch pada posisi


manual, mode operasi manual dressing
siap bekerja
2
Ketika push button Grinding Wheel
ON/OFF ditekan, maka GW akan berputar

3 Ketika push button Cooling Water ON/OFF


ditekan, maka coolant akan mengalir

211

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

4 Ketika selector switch Chuck pada posisi


open , valve akan terlepas dari chuck

Ketika push button dress feed forward


ditekan, maka dresser feed akan bergerak
maju
6
Ketika push button dress feed +0.01
ditekan, maka dresser feed maju 0.01
mm
7
Ketika selector switch dress traverse
pada posisi right , maka dresser slide
bergerak kekanan
8
Ketika selector switch dress traverse
pada posisi left , maka dresser slide
bergerak kekiri
9 Ketika push button dress feed back ward
ditekan, maka dresser feed akan bergerak
mundur
10
Ketika push button dress feed -0.01
ditekan, maka dresser feed mundur 0.01
mm
Mode Otomatis

Ketika selector switch pada posisi auto,


mode operasi auto dressing siap bekerja

Ketika dresser counter telah mencapai


nilai preset yang ditentukan, dresser feed
akan bergerak maju sejauh nilai yang
pada
HMI
(0.02maju
mm)sejauh
Ketikadiatur
dresser
feed
sudah
0.02 mm, dresser slide akan bergerak
kekanan
Ketika sensor dress slide right end aktif,
dresser feed akan maju lagi sejauh 0.02
mm
Ketika dresser feed telah maju sejauh
0.02 mm, dresser slide akan bergerak
kekiri sampai home position
Setelah sensor dress traverse origin aktif,
posisi dresser feed restart dan posisi
akhir dijadikan posisi awal untuk proses
selanjutnya
Ketika posisi dresser
feed restart, counter
dresser juga akan restart

Proses dressing ini akan berlangsung


berulang terus menerus ketika proses
mesin Seat Grinder beroperasi
Kondisi Abnormal

3
4
5
6
7
8

Jika lubrikasi belum aktif, maka motor

servo tidak akan aktif begitu pula proses


dressing
2 Ketika
dresser
feed
tidak mencapai
posisi
tidak akan
bisa
beroperasi
serta muncul
yang telahtampilan
diatur pada
HMI,
pada
HMImaka akan
muncul peringatan motor abnormal pada
HMI
3 Ketika tombol emergency
stop ditekan,

maka akan muncul tampilan peringatan


pada HMI

212

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

2.9

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Evaluasi Hasil

Downtime Mesin
Penyebab adanya modifikasi penggerak dresser slide menjadi sistem motor adalah data
trouble pada hasil produksi mesin Seat Grinder NTVS- 2894, yaitu menghasilkan valve
roundness NG. Masalah roundness NG merupakan trouble yang menyumbang waktu
downtime tertinggi jika dibandingkan dengan masalah kualitas valve lainnya. Semula
dalam periode Januari 2013-Mei 2014 rata-rata downtime yang disebabkan dari
roundness valve NG sebanyak 596 menit/bulan. Setelah dilakukan modifikasi, data
trouble yang ada didalam database Maintenance Department mencatat bahwa selama
bulan Mei 2015 tidak pernah terjadi trouble mengenai roundness valve NG. Sehingga
dapat dikatakan bahwa downtime pada mesin Seat Grinder NTVS-2894 berkurang
sebanyak 100%. Berikut ini menunjukkan nilai perbandingan jumlah downtime mesin
sebelum dan sesudah modifikasi

Gambar 20 grafik downtime seat grinder NTVS-2894

Pencapaian Produksi
Salah satu manfaat yang diharapkan setelah modifikasi dilakukan adalah untuk
mengoptimalkan kinerja mesin Seat Grinder NTVS- 2894. Dari data produksi sebelum
modifikasi tercatat bahwa pencapaian produksi dari mesin Seat Grinder NTVS-2894 ratarata hanya sebesar 77% per bulan dari total target pada setiap bulannya. Setelah
adanya modifikasi, kemampuan produksi mesin ini mencapai 111.7%, sehingga
pencapaian produksi mesin ini 11.7% lebih banyak dari total target pada bulan pertama
yaitu pada bulan Mei 2015.

213

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 21 Pencapaian produksi seat grinder NTVS- 2894

Keseluruhan jumlah produksi valve pada mesin Seat Grinder NTVS-2894 selama bulan Mei
2015 adalah 160.724 pcs dengan target produksi bulan tersebut 143.838 pcs.

Kesimpulan

Dalam mengganti penggerak dresser slide yang semula menggunakan sistem air hydro
menjadi sistem motor stepper, dapat dilakukan dengan merubah konstruksi unit dresser.
Perubahan konstruksi ini menyebabkan perubahan juga pada spesifikasi motor untuk
dresser feed. Untuk dresser slide dibutuhkan motor stepper dengan besar torsi
berdasarkan hitungan sebesar 1.4 N.m, namun pada aktualnya dipakai motor stepper
Vexta PK564AW-T7.2 dengan torsi 2.5 N.m. Sedangkan perubahan spesifikasi motor
untuk dresser feed berdasarkan hitungan diperlukan motor dengan torsi sebesar 1.27
N.m, namun pada aktualnya dipakai motor servo Mitsubishi HC- KFS43 dengan torsi 1.3
N.m. Perubahan penggerak ke motor menyebabkan perubahan beberapa komponen
elektrik seperti penambahan sensor proximity, position controller Omron NC112, dan driver
motor. Adanya modifikasi dapat mengurangi downtime mesin akibat roundness valve
sebesar 100% dan meningkatkan kemampuan produksi menjadi 111.7% dari total
target pada bulan pertama.

Nomenklatur

=Beban ijin

Ft

=Beban Ultimate

=Mass

SF

=Safety Factor

=Torque

Tp

=preload Torque

Daftar Pustaka

[1] Bolton, W, Sistem Instrumentasi dan Sistem Kontrol, Jakarta: Erlangga, 2009.
[2] Foster, Bob, Terpadu Fisika SMU Jilid 3A, Jakarta : Erlangga, 1997.
[3] Irawan, Agustinus Purna, Diktat Elemen Mesin, Jakarta : Universitas Tarumanegara,
2009.
[4] Kanginan, Marthen, Seribu Pena Fisika SMU Jilid 1, Jakarta : Erlangga, 1999.
[5] Silva, Clarence W, Mechatronics a Foundation Course, New York : CRC Press, 2010.
[6] Stefano., Joseph J., Di Ph.D, Stubberud, Allen R. Ph.D, Williams, Ivan J. Ph.D, Alih
bahasa oleh Ir. Herman Wododo Soemitro, Sistem Pengendalian dan Umpan Balik
Jakarta: Erlangga, 1996.
[7] Sukandar, Aan, Pepen Yuspendi, Uli Karo Karo, Analisi Berat Beban dan
Perhitungan Gaya pada Proses Mesin Gerinda Datar. Bandung : Universitas
Pendidikan Indonesia, 2013.

214

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pengembangan Monitoring System dan Electronic Load


Controller pada Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai (PLTAS)
1,Dominikus

Sulistiono*), 2Alfeus Sunarso,2Agato, 2IG. Gunawan Widodo, 1Halasan


Sihombing
1Teknik

Elektro Politeknik Negeri Pontianak

2Teknik

Mesin Politeknik Negeri Pontianak

E-mail : domi_polnep@yahoo.com*)

Abstrak
Paper ini menggambarkan tentang pengembangan electronic load controller (ELC) yang dilengkapi
dengan sistem pemantau parameter kelistrikan untuk generator sinkron pada pembangkit listrik
tenaga arus sungai (PLTAS). Di sini generator sinkron dapat menghasilkan frekuensi dan tegangan
yang konstan jika beban listrik dan debit air terjaga konstan. Pada kondisi daya yang dibangkitkan
lebih besar dari beban konsumen, ELC menjaga frekuensi dan tegangan konstan dengan
menambahkan beban penyeimbang. ELC yang dikembangkan ini terdiri dari zero crossing detector,
microcontroller atmega32, beban penyeimbang (ballast load) dan rangkaian pemicu TRIAC. Sistem
pemantau melengkapi ELC sebagai alat bantu dalam melihat karakteristik parameter pembangkit
dan pola konsumsi beban, serta mempermudah dalam troubleshooting. Sistem pemantau ini terdiri
dari sensor arus non invasive SCT 013 005, real time clock (RTC), rangkaian pengkondisi sinyal,
sensor tegangan, lcd display, module sd card dan microcontroller atmega32. Saat ini sistem sudah
dioperasikan selama lima bulan di PLTAS Nanga Manjang Kabupaten Sekadau Provinsi Kalimantan
Barat. Dari data dalam tiga hari yang tercatat pada sd card menunjukkan, bila arus pada beban
pengguna rendah, maka arus pada beban penyeimbang meningkat, sehingga tegangan yang
dihasilkan konstan dan frekuensi tidak melebihi dari 50,5 Hz.
Kata Kunci: Generator sinkron , Electronic Load Controller, Sistem monitoring, Ballast load.

Pendahuluan

Di Indonesia berdasarkan data dari Dirjen EBTKE (2013), potensi sumber energi minimikrohidro berpotensi sebesar 769,7 MW yang terpasang sebesar 512 MW. Untuk wilayah
Kalimantan Barat sendiri berdasarkan data dari Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia
(MKI) bahwa potensi kelistrikan teoritis untuk pembangkit listrik tenaga air sebesar
359,585 MW yang tersebar di tujuh kabupaten. Sementara potensi untuk pembangkit
listrik dengan head rendah (head 4 meter) berdasarkan survei dari Tim PENPRINAS
MP3EI POLNEP banyak terdapat pada daerah pedalaman terisolir yang belum terjangkau
jaringan listrik dari PT.PLN. Potensi pembangkit dengan memanfaatkan head rendah ini
cocok jika dimanfaatkan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai (PLTAS)
berpenggerak kincir air [1][2].
Permasalahan utama pada pembangkit listrik tenaga air termasuk juga pada pembangkit
listrik tenaga arus sungai (PLTAS) adalah fluktuasi frekuensi dan tegangan pada generator
karena variasi beban konsumen. Mengendalikan tegangan dan frekuensi pada stator dapat
dilakukan dengan menjaga keseimbangan daya aktif, seperti menjaga daya generator
dengan menyamakan daya yang dihasilkan sistem penggerak air dengan beban. Fluktuasi
frekuensi dan tegangan yang terjadi merupakan efek yang dapat menyebabkan kerugian
berupa kerusakan pada peralatan kelistrikan. Untuk itu, maka Electronic Load Controller
(ELC) digunakan untuk menyelesaikan permasalahan fluktuasi frekuensi tersebut [2][3].
Agar diperoleh frekuensi generator konstan dilakukan pengaturan ballast load dengan

215

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

beberapa teknik seperti phase angle regulation, binary load [4][6]. Pengaturan seperti
tersebut biasa dilakukan pada ballast load sumber AC. Pada metode lain pengaturan
dilakukan dengan merubah sumber AC menjadi DC, sehingga beban yang digunakan beban
DC dengan dioda tak terkontrol mau pun terkontrol dengan hasil pengaturan yang cukup
baik dengan respon yang cepat[7][8]. Pengaturan frekuensi juga dapat dilakukan dengan
melakukan pengaturan governor kecepatan turbin, namun memiliki kelemahan yaitu
lambat dibandingkan dengan menggunakan ballast load [5]. Pada penelitian yang
dilakukan ini ELC dibangun dengan dilengkapi monitoring system sebagai alat dukung
dalam operasi dan perawatan pembangkit. Untuk keperluan mengamati pola penggunaan
beban konsumen dengan mencatat data arus dan tegangan pada sd card setiap 10 detik
pembacaan.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan akan teknologi lokal, sehingga
masyarakat lokal lebih mudah jika melakukan perawatan bahkan jika akan membangun
sendiri pembangkit listrik tenaga air. Hal ini juga selaras dengan tantangan yang sedang
kita hadapi ke depan yaitu tantangan dalam menghadapi Pasar Bebas ASEAN.
2

Metode

Penelitian ini melakukan Pengembangan Monitoring System dan Electronic Load Controller
pada Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai (PLTAS). Metode untuk mewujudkan itu
terdapat tiga tahapan yang dilakukan yaitu : perancangan, implementasi dan uji unjuk
kerja. Masing-masing tahapan memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Perancangan berfungsi untuk mencari disain rangkaian yang baik dan memilih
komponen-komponen sesuai dengan rating yang dibutuhkan serta tersedia di pasar.
2. Implementasi berfungsi untuk mewujudkan prototipe sesuai disain yang sudah dibuat.
Dimulai dengan disain PCB menggunakan software eaglepcb kemudian memindahkan
print out disain PCB ke plastik transparan yang selanjutnya diseterika pada papan
PCB. Papan PCB yang sudah menempel gambar disain selanjutnya dilakukan etsa
(etching). PCB yang telah di etsa kemudian pada setiap kaki komponennya dibor
sesuai dengan ukuran kaki komponen. Selanjutnya dilakukan pengecekan jalur PCB
untuk menyakinkan jalur sesuai dengan rencana dan aman terhadap hubungsingkat
antar jalur. Setelah PCB dalam kondisi benar komponen di solder pada papan PCB.
Program akhir kemudian ditanamkan pada minimum system ELC dan monitoring
system untuk kemudian diuji.
3. Uji Unjuk Kerja dilakukan untuk melihat fungsi per bagian blok monitoring system dan
ELC, serta fungsi secara keseluruhan. Pengujian fungsi blok ELC dilakukan mulai dari
input proses dan output. pengujian input untuk mengetahui kerja rangkaian ZCD.
Pengujian proses untuk mengetahui fungsi pembacaan frekuensi dan proses aktifasi
TRIAC terhadap perubahan frekuensi. Pengujian blok Monitoring system dilakukan
dengan melakukan kalibrasi sensor arus dengan cara : melewatkan arus pada alat
ukur referensi dan sensor arus yang dihubungkan secara paralel dengan beban
terkontrol. Beban diberikan meningkat secara bertahap dengan besar beban setiap
tahap 100 watt. Setiap perubahan beban dicatat, data ini kemudian diregresi pada
software komputer, formula dari hasil regrasi ini dijadikan formula dalam
menginterpretasi nilai arus yang diukur oleh sensor. Setelah setiap blok berfungsi
dengan baik kemudian dirakit pada panel kontrol untuk kemudian dilakukan pengujian
lapangan yaitu pada sistem Pembangkit Listrik Tenaga Arus Sungai.

216

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)
3

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Perancangan

Skema dari pengembangan sistem pemantau parameter kelistrikan dan ELC terlihat seperti
gambar 1. Sistem yang dikembangkan ini digunakan pada pembangkit dengan daya target
2 KW. Generator yang digunakan jenis generator sinkron 3 phase yang digerakkan oleh
kincir air PLTAS.

Gambar 1. Diagram Pengawatan Monitoring System dan ELC.

Sistem ELC menggunakan generator sinkron tiga phase hubungan Y yang digerakkan oleh
kincir PLTAS. Dengan daya input konstan, daya output dari generator sinkron juga dijaga
konstan walaupun beban konsumen bervariasi. Jika daya output berkurang pada
konsumen, kekurangan daya di konsumen akan ditambahkan oleh ELC pada ballast load,
sehingga daya input sama dengan daya output. Generator sinkron terhubung pada dua
buah beban secara paralel supaya daya total konstan, seperti pada rumus berikut :
PG = PC + PB

(1)

Dimana, PG = Daya yang dibangkitkan generator (yang selalu dijaga konstan), P C = beban
konsumen, dan PB = ballast load. Ballast load merupakan beban resistive, bisa berupa

217

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

lampu pijar atau heater. Bahkan dapat dimanfaatkan untuk charging baterai, pemanas air,
memasak, dan lainnya.

Gambar 2. Rancangan ELC dengan Monitoring system.

Seperti ditunjukkan gambar 2, ELC yang dirancang terdiri dari trafo penurun tegangan pada
setiap phase, penyearah gelombang penuh, mikrokontroler, saklar elektronik (TRIAC) dan
ballast load pada setiap phase. Proses pengendalian dilakukan oleh mikrokontroler seperti
pada gambar 3, yaitu dengan membaca sinyal ZCD, kemudian menghitung periode
setengah gelombang yang berbanding terbalik dengan frekuensi listrik. Perlu diperhatikan
bahwa bahwa pada frekuensi standar 50 Hz, periode setengah gelombang adalah 10.000
mikrodetik. Jika periode setengah gelombang yang terjadi kurang dari 10.000 mikrodetik,
berarti daya kincir lebih besar dari beban konsumen, sehingga frekuensi melebihi 50 Hz
dan tegangan phase melebihi 220V/380V. Untuk menjaga frekuensi dan tegangan
konstan pada kondisi normal, maka mikrokontroler akan mengaktifkan TRIAC yang
terhubung pada ballast load pada periode tertentu sehingga frekuensi dan tegangan yang
berlebihan turun. Jika frekuensi dan tegangan turun di bawah nilai standar, maka TRIAC
dinonaktifkan dan ballast load terputus dari jalur daya. Selang waktu TRIAC pada kondisi
aktif ditentukan berdasarkan selisih antara periode setengah gelombang standar (10.000

218

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

mikrodetik) dengan periode setengah gelombang sesaat. Semakin besar selisih periode,
semakin besar selang waktu TRIAC dalam keadaan aktif. Perlu diperhatikan bahwa
pengendalian TRIAC dilakukan setiap periode setengah gelombang untuk masing-masing
phase.

Gambar 3. Diagram Alir ELC.

Pada blok monitoring system sensor arus dan tegangan adalah input untuk membaca arus
dan tegangan pada setiap phase. Data yang terukur itu ditampilkan pada layar lcd yang
kemudian disimpan dalam sebuah sd card. Periode yang digunakan agar mikrokontroler
menampilkan data pada layar LCD yaitu setiap satu detik, sedangkan periode penyimpanan
data ke dalam sd card adalah setiap 10 detik. Diagram alir dari proses monitoring system
ini seperti terlihat pada gambar 4.

219

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 4. Diagram Alir Monitoring System.

Implementasi

Untuk mengimplementasikan rancangan ELC, rangkaian elektronik dibuat pada dua buah
PCB, yaitu PCB untuk rangkaian input/output seperti gambar 5 dan PCB untuk
mikrokontroler seperti gambar 6. Pada rancangan monitoring system juga dibuat pada dua
buah PCB, yaitu PCB untuk mikrokontroler (LCD display, modul sd card, RTC) dan PCB
pengkondisi sinyal sensor.

220

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 5. PCB Input dan Output ELC.

Rangkaian input/output terdiri dari optoisolator input yang berfungsi sebagai ZCD dan
optoisolator output yang berfungsi sebagai pemicu TRIAC. Dengan menggunakan
optoisolator ini, mikrokontroler terpisah dari saluran daya yang bertegangan tinggi,
sehingga kerusakan mikrokontroler akibat tegangan tinggi dapat terhindari.

Gambar 6. Minimum System ELC.

Pada rangkaian mikrokontroler seperti gambar 6, terdapat lampu indikator frekuensi yang
fungsinya memberikan indikasi frekuensi yang terukur pada saat ELC beroperasi. Jika LED
merah menyala mengindikasikan frekuensi lebih besar dari 50,5 Hz, dan jika LED kuning
menyala mengindikasikan frekuensi di bawah 49,5 Hz, sedangkan jika frekuensi normal
pada 49,5 50,5 Hz LED hijau menyala.

221

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 7. Pengujian ELC.

Setelah ELC, rangkaian proteksi dan monitoring system selesai dirakit, dilakukan
pengecekan untuk memastikan bahwa rangkaian telah sesuai dengan rancangan dan
kemudian dilakukan uji unjuk kerja seperti ditunjukkan pada gambar 7. Pengujian ELC
dilakukan dengan menghubungkan sisi input sistem dengan jaringan tiga phase serta
menghubungkan sisi output sistem dengan beban. Kemudian pada mikrokontroler
ditanamkan program khusus yang membaca periode setengah gelombang input untuk
mengaktifkan TRIAC. Dengan program ini dipastikan bahwa input dan output dapat bekerja
dengan baik, ditandai dengan beban lampu yang menyala dengan kondisi berkedip.
Pengujian monitoring system dilakukan untuk memastikan setiap sinyal dari sensor dapat
terbaca, tampil pada layar LCD dan dapat tersimpan ke dalam sd card. Selain itu,
pembacaan sensor arus dan tegangan dikalibrasi dengan membandingkan pembacaan
sensor dengan tang ampere dan voltmeter.
Setelah pengujian berkerja sesuai rencana, pengujian dilanjutkan dengan uji unjuk kerja
pada sistem pembangkit listrik tenaga arus sungai. Pada pengujian unjuk kerja ELC
dibebani dengan beban terkontrol, yaitu dengan menggunakan lampu pijar pada beban
konsumen. Beban diberikan meningkat secara bertahap. Setelah pengujian untuk kerja
berjalan dengan baik, barulah beban konsumen sesungguhnya dihubungkan.

222

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 8. Pengujian Sistem.

Gambar 9. Pengujian pada PLTAS.

Uji Unjuk Kerja

Berdasarkan pengujian yang dilakukan diperoleh data di antaranya yaitu : data kalibrasi
sensor arus, data unjuk kerja ELC dan data keseimbangan arus beban. Data unjuk kerja ini
merupakan data hasil pengukuran yang tersimpan di dalam sd card monitoring system.

223

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 9. Grafik Kalibrasi Sensor Arus.

Data hasil kalibrasi sensor arus yang telah dilakukan ditunjukkan pada gambar 9, terlihat
grafik yang dihasilkan tidak linier, sehingga diperlukan rumusan hasil regresi sebagai
rumusan dalam perhitungan arus pada mikrokontroler.

Gambar 10. Grafik Unjuk Kerja ELC.

Data tahapan pengujian unjuk kerja ELC tampak seperti pada gambar 10, pengujian
dilakukan dengan dua kondisi, yaitu saat PLTAS beroperasi tanpa ELC dan saat PLTAS
beroperasi dengan ELC. Saat PLTAS beroperasi tanpa ELC (1) terlihat jika beban
konsumen tidak aktif frekuensi naik tinggi di atas normal. Namun disaat beban konsumen
aktif (2) hingga 2000 miliampere atau sebesar 400 watt, frekuensi mulai terlihat turun
sesaat kemudian naik berfluktuasi di atas normal. Dari kondisi ini terlihat bahwa
pembangkit tanpa terpasang ELC maka frekuensinya tidak akan terkendali. Pada periode
berikutnya saat PLTAS beroperasi dengan ELC aktif (3) dan beban konsumen tetap,
frekuensi mulai turun dan berfluktuasi pada kisaran 50 Hz, hal ini terjadi karena
mikrokontroler mengaktifkan TRIAC sehingga daya dibuang pada ballast load sebesar
kekurangan daya yang dibutuhkan. Pada saat ELC aktif arus ballast load meningkat
berfluktuatif di atas 1500 miliampere. Grafik menunjukkan saat ELC aktif, frekuensi
generator pada PLTAS tidakmelebihi 50,5 Hz, walau pun beban konsumen berubah-ubah
(3,4,5). Namun pada grafik juga terlihat bahwa frekuensi bisa turun di bawah 49,5 Hz.

224

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 10. Grafik Arus Beban.

Berdasarkan data pada sd card terlihat keseimbangan phase pada beban konsumen dan
ballast load seperti terlihat pada gambar 10. Data ini sangat berguna bagi operator dalam
melakukan operasi dan perawatan. Salah satunya sebagai rujukan dalam pengaturan
keseimbangan antar phasa pada beban konsumen.
6

Kesimpulan

Dari hasil pengujian dan uji unjuk kerja dapat disimpulkan bahwa pengembangan
monitoring System dan Electronic Load Controller (ELC) dapat berfungsi dan bekerja
dengan baik sesuai dengan rencana. Pada saat ELC aktif, walau pun beban konsumen
berubah-ubah frekuensi konstan tidak lebih dari 50,5 Hz. Namun penurunan frekuensi di
bawah 49,5 Hz bisa terjadi dan tidak dapat di kontrol oleh ELC. Ini terjadi kemungkinan
disebabkan pada saat beban bertambah cukup besar pada saluran kincir terjadi turbulensi
dan kincir lambat meningkatkan putarannya. Sedangkan fungsi monitoring system juga
sesuai dengan rencana, ini ditunjukkan bahwa monitoring system dapat membaca arus
setiap phase, dapat menampilkan pada layar LCD, dan dapat menyimpan data di dalam sd
card. Namun khusus pada saat tegangan pembangkit di bawah 200V proses penyimpanan
data pada sd card error. Direncanakan untuk perbaikan pada modul penyimpanan akan
dilengkapi dengan penstabil tegangan.
7

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan dana dari DIKTI, PEMDA Sekadau dan
PEMDA Bengkayang melalui skema penelitian PENPRINAS MP3EI.
8

Daftar Pustaka

[1] Gerald Muller. Performance Characteristics of Water Wheels, Journal of Hydrolic


Research. Vol. 42, No.5(2004), pp. 451-460.
[2] James Senior, Patrick Wiemann, Gerald Muller.The Rotary Hydraulic Pressure Machine
for Very Low Head Hydropower Sites. Civil Engineering, University of Southampton, UK.
[3] W.L.chen, and Y.Y.Hsu, Experimental Evaluation of an Isolated Induction Generator
with Voltage and Frequency Control, in IEEE 2006 International Symposium on Power
Electronic, Electrical Drives, Automation and Motion, 2006, pp. 497-502.

225

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

[4] D.Henderson. An Advanced Electronic Load Governor for Control of Micro Hydroelectric
Generation,IEEE Trans. Energy Convers., vol.13, no.3, pp. 300-304, sep.1998.
[5] Lucas. G. Scherer and Robinson. F de Camargo. Frequency and Voltage Control of
Micro Hydro Power Stations Base On Hydrolic Turbines Linier Model Applied On
Induction Generators, IEEE
[6] Nam Win Aung, Aung Ze Ya. Microcontroller Based Electrical Parameter Monitoring
System of Electronic Load Controller Used in Micro Hydro Power Plant. Journal of
Electrical and Electronic Engineering. Vol.3, No. 5, 2015, pp. 97-109.doi:
10.11648/j.jeee.20150305.11.
[7] B,Singh, S.S. Murthy and S. Gupta. Analysis and Implementation of an electronic load
controller for a self-excited induction generator, IEE Proc.-Gener. Transm. Distrib, Vol.
151, No.1, January 2004.
[8] Bhim Singh, Gaurav. K. Kasal, Sanjay Gairola.Power Quality Improvement in
Conventional Electronic Load Controller for an Isolated Power Generation. IEEE Trans.
On Energy Conv. Vol. 23, No. 3, September 2008.

226

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pengontrolan Penjejak Dinding dengan Batasan Orientasi pada


Kursi Roda Robotik
1Stephen

1Program

2Kelompok

Andronicus, 1Amrizal Nainggolan, 1Antony Anggriawan Siswoyo & 2Augie


Widyotriatmo*)

Studi Instrumentasi & Kontrol, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Bandung,


Indonesia

Keahlian Instrumentasi & Kontrol, Fakultas Teknologi Industri, ITB, Bandung,


Indonesia
(cooresponding author) augie@tf.itb.ac.id*)

Abstrak
Pada makalah ilmiah ini disajikan desain sistem kontrol penjejak dinding pada kursi roda robotik
dengan keterbatasan pada pembacaan sensor. Rangkaian sensor ultrasonik digunakan untuk
menentukan jarak dan sudut orientasi dari kursi roda robotik terhadap dinding yang menjadi acuan.
Algoritma kontrol diturunkan menggunakan fungsi Lyapunov Barrier untuk menjamin kestabilan
asimtotik dari sistem dengan batasan sudut pembacaan sensor ultrasonik. Hasil simulasi dari sistem
kontrol memperlihatkan kursi roda robotik dapat bergerak dengan jarak yang diinginkan dari dinding
dengan mempertahankan sudut orientasi tidak melebihi batasan pembacaan sensor ultrasonik.
Kata Kunci: Kursi roda robotik, kontrol penjejak dinding, sensor ultrasonik, fungsi Lyapunov Barrier

Pendahuluan

Perkembangan teknologi robot saat ini sudah berkembang dengan sangat pesat. Sebagai
contoh dalam sebuah industri manufaktur, baik kualitas maupun kuantitas produksi dapat
ditingkatkan sehingga meningkatkan keuntungan yang dapat diperoleh. Berbagai jenis
aplikasi seperti penanganan material, pemadam kebakaran, robot pelayanan, serta robot
untuk pertahanan kini sudah tergolong umum bagi negara-negara maju yang saling
bersaing dalam mengembangkan teknologi-teknologi robot dengan teknik baru ataupun
mengembangkan teknologi robot yang sudah ada dengan penambahan fitur-fitur tertentu
untuk menyelesaikan permasalahan yang spesifik.
Pada dasarnya teknologi robot dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu, robot manipulator dan
robot mobil. Untuk aplikasi robot mobil beroda, terdapat tiga jenis permasalahan utama
dalam sistem kontrol yaitu stabilisasi, generasi lintasan, dan pelacakan lintasan [1]. Secara
khusus dalam makalah ini, ketiga permasalahan ini akan diteliti dalam perancangan
sistem kontrol penjejak dinding dari kursi roda robotik untuk pengguna berkebutuhan
khusus.
Sistem kontrol penjejak dinding telah banyak diteliti dalam berbagai literatur, seperti
kontrol penjejak jalur menggunakan metode pembangkitan dan penjejakan kurvatur [2],
kontrol penjejak lintasan menggunakan back-stepping dengan penentu lokasi GPS [3],
kontrol penjejak dinding untuk robot menggunakan sistem kontrol cerdas dengan particle
swarm optimization [4] dan pengontrolan adaptif dan robust dari robot mobil
memanfaatkan hasil pemetaan dari kamera dan pemindai laser [5]. Namun berdasarkan
hasil studi literatur oleh penulis, kerap kali keterbatasan dari komponen pada sistem
seperti sensor tidak didefinisikan dengan spesifik dalam perancangan sistem kontrol robot
mobil, sehingga aplikasi kontrol tidak tegar.

227

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Pada perancangan sistem kontrol penjejak dinding sebelumnya [6,7] , batasan orientasi
dari sensor jarak ultrasonik untuk mengestimasi posisi sebagai parameter kontrol belum
didefinisikan secara spesifik. Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode
perancangan sistem kontrol berbasis fungsi Lyapunov Barrier. Penggunaan fungsi
Lyapunov barrier telah banyak diaplikasikan pada berbagai kasus, salah satunya dalam
perancangan sistem kontrol kendaraan otonom dengan keterbatasan nonholonomic dan
luas bidang pandang sensor [8]. Pemberian fungsi Barrier dapat mengatasi masalah sistem
nonlinier yang memiliki batasan tertentu dengan cara mengoptimasi penentuan parameter
kontrol yang akan digunakan untuk mengontrol sistem agar tetap berada dalam batasan
yang ditentukan [9]. Sehingga dalam penelitian ini dirancang fungsi Lyapunov Barrier
dengan batasan orientasi kursi roda dari sensor jarak ultrasonik dalam perancangan
kontrol penjejak dinding acuan.
Pada penelitian ini, model kinematika dari kursi roda robotik dijabarkan sebagai fungsi dari
kecepatan linear kursi roda dan sudut orientasi kursi roda terhadap dinding acuan.
Selanjutnya sistem kontrol penjejak dinding dirancang sehingga kursi roda bergerak
dengan jarak dan orientasi yang diinginkan terhadap dinding acuan. Dalam penelitian ini
disajikan dua pendekatan kontrol yang berbeda yaitu kontrol penjejak dinding dengan
batasan orientasi menggunakan fungsi Lyapunov Barrier, dan kontrol penjejak dinding
dengan fungsi Lyapunov kuadratik sebagai pembanding dari hasil perancangan sistem
kontrol. Baik pembuktian kestabilan asimtotik dan hasil simulasi dari kedua rancangan
sistem kontrol dijabarkan untuk memverifikasi hasil penelitian berpotensi untuk
diimplementasikan pada sistem kursi roda robotik.
Kontribusi yang disajikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Pertama, penurunan
model dari kursi roda robotik untuk melakukan penjejakan dinding yang diturunkan dengan
batasan dari sensor jarak ultrasonik. Kedua, penurunan fungsi Barrier sebagai dasar
perancangan sistem kontrol penjejak dinding. Ketiga, perancangan dengan dilengkapi
pembuktian kestabilan asismtotik dari pemberian sinyal kontrol pada sistem untuk
membuktikan bahwa hasil rancangan sistem kontrol dapat mengatasi masalah penjejakan
dinding dengan batasan sensor ultrasonik.
Penulisan makalah ini terdiri dari lima buah sub-topik. Sub-topik pertama yaitu
pendahuluan, menjelaskan secara ringkas latar belakang, tujuan, serta kontribusi yang
disajikan pada makalah. Sub-topik kedua yaitu konfigurasi sistem, menjabarkan komponen
dari kursi roda robotik serta penggunaan sensor jarak ultrasonik untuk menentukan jarak
dan sudut orientasi dari kursi roda terhadap dinding acuan. Sub-topik ketiga yaitu
perumusan masalah, meliputi penurunan transformasi kecepatan roda penggerak,
pemodelan kinematika kursi roda, pembuktian fungsi barrier, dan perancangan sistem
kontrol penjejak dinding. Sub-topik keempat yaitu hasil simulasi untuk membandingkan
kontrol penjejak dinding secara umum dengan kontrol penjajak dinding dengan batasan
orientasi menggunakan program Matlab. Terakhir subtopik kelima yaitu kesimpulan dari
hasil penelitian ini.

Konfigurasi Sistem

Dalam penelitian ini digunakan kursi roda elektrik dengan dua roda penggerak pada bagian
belakang dan dua roda caster pada bagian depan. Masing-masing roda belakang
terhubung dengan sebuah motor DC yang memperoleh suplai arus dan tegangan dari driver
motor. Driver motor memperoleh masukan tegangan dengan Pulse Width Modulation
(PWM) dari mikrokontroler untuk menentukan kecepatan putaran pada masing-masing

228

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

roda belakang. Untuk menghitung jumlah rotasi pada masing-masing roda belakang
digunakan rotary encoder yang juga terhubung dengan mikrokontroler.
Selanjutnya pada setiap sisi kanan dan kiri dari kursi roda terpasang dua buah sensor jarak
ultrasonik pada bagian depan dan belakang dengan jarak Lu seperti diilustrasikan Gambar
1. Ketika kursi roda bergerak pada posisi disebelah sebuah dinding, kedua sensor jarak
ultrasonik dapat memperoleh jarak dari bagian depan kursi roda dengan dinding a dan
jarak dari bagian belakang kursi roda dengan dinding b .

Gambar 2 Estimasi jarak dan sudut orientasi kursi roda

Dengan memanfaatkan informasi jarak yang telah diperoleh masing-masing sensor


ultrasonik maka variabel-variabel pengukuran posisi kursi roda terhadap dinding h dan
orientasi sudut dari kursi roda terhadap dinding dapat diperoleh melalui persamaan
berikut:

ab
h
cos
2

(1)

a b

L
u

(2)

tan 1
3
3.1

Perumusan Masalah
Transformasi Kecepatan Roda

Gambar 2 merupakan skematik dari sistem kursi roda yang dikembangkan dalam
penelitian ini.

229

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 2 Skema sistem kursi roda robotik

Kecepatan linier v dan kecepatan sudut dari kursi roda dengan lebar tertentu 2 L
dapat dinyatakan sebagai fungsi dari kecepatan linier roda belakang kanan vr dan roda
belakang kiri v l .

v r vl
2

(3)

v r vl
2L

(4)

Kecepatan linier kedua roda belakang dengan jari-jari R merupakan fungsi dari kecepatan
sudut roda belakang kanan r dan roda belakang kiri l

vr r R

(5)

vl l R

(6)

Persamaan (3) dan (4) dapat disubtitusikan ke-dalam persamaan (5) dan (6) menjadi:

r l R
2

r l R
2L

(7)

(8)

Kemudian persamaan (7) dan (8) dapat saling disubtitusikan untuk memperoleh
kecepatan sudut kedua roda belakang sebagai fungsi dari kecepatan linier dan kecepatan
sudut dari kursi roda.

230

v L
R

(9)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

v L

(10)

Dengan demikian desain kontrol kecepatan linear dan kecepatan sudut dapat digunakan
untuk menentukan kecepatan roda belakang kanan dan kiri dari kursi roda.

3.2

Pemodelan Kinematika

Mengacu skema sistem Gambar 2, kinematika dari pergerakan kursi roda yang dirancang
dapat dinyatakan sebagai fungsi dari kecepatan linier dan orientasi sudut berikut:

3.3

x v x v cos

(11)

h y v y v sin

(12)

(13)

Fungsi Lyapunov Barier

Untuk menjamin kondisi dari variabel keadaan tidak pernah melanggar batasan variabel
keadaan, didefinisikan fungsi Lyapunov Barrier.

Berikut dirancang fungsi Barrier setiap keadaan

untuk seluruh variabel keadaan

xi .

i ( xi (t )) : ( xi , xi ) R ; i 1,..., n p nq (14)
Fungsi Barrier ini kemudian digunakan dalam kandidat fungsi Lyapunov Barrier Vi [9,10]:
2

xi
1

Vi ( xi (t )) ln 2
2
2 xi xi (t )

(15)

Dengan nilai xi berada dalam rentang ( xi , xi ) , maka Vi yang didefinisikan berdefinit


positif dan memiliki nilai menuju tak hingga Vi ( xi (t )) seiring dengan xi menuju
batasnya xi (t ) xi . Penggunaan fungsi Barrier sebagai kandidat fungsi Lyapunov
ditunjukkan oleh lemma berikut. [11,12]
Lemma.
Diberikan suatu sistem dengan variabel keadaan

zi ; i 1,..., nz .

z (t ) [ z1 (t ),..., zn (t )]T R n

zi ; i 1,..., nz ,

Untuk sembarang batasan variabel keadaan


z :

(16)

didefinisikan fungsi Barrier

z {z (t ) R nz : zi (t ) zi ; i 1,..., nz } (17)
Dengan dinamika dari sistem dapat diturunkan:

z(t ) f (t , z ) ; f : R R n R n
Didefinisikan suatu kandidat fungsi Lyapunov

Vi: :

231

(18)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Vi : ( zi , zi ) R ; i 1,..., nz

(19)

berdefinit positif dan dapat diturunkan secara kontinyu pada z . Dirancang Vi memiliki
nilai menuju tak hingga Vi ( zi ) jika nilai variabel keadaan menuju batasnya
zi zi , i 1,..., nz .
Didefinisikan fungsi Lyapunov sistem

V
V ( z (t )) iz1Vi ( zi (t ))
n

dengan kondisi awal variabel keadaan merupakan anggota fungsi Barrier

V ( z (t )) 0
dalam set z , variabel keadaan ada pada rentang batasnya
t [0, ) .

(20)

z (0) z . Jika,
(21)

z (t ) z setiap waktunya

Pembuktian.
Bentuk definit positif fungsi Lyapunov V dan semi-definit negatif V pada persamaan (20)
dan (21) menunjukkan V ( z (t )) terbatas pada rentangnya untuk setiap waktu
V ( z(t )) V ( z(0)) ; t [0, ) . Karena (20) adalah fungsi definit positif, maka fungsi
ini juga terbatas untuk setiap waktu t [0, ) . Dari sifat fungsi barrier, yaitu Vi
memiliki nilai tak hingga Vi ( zi ) hanya jika variabel keadaan mencapai batasannya
zi zi , i 1,..., nz , dan kondisi awal sistem juga berada dalam batasannya
zi (0) z , maka variabel keadaan berada dalam batasannya setiap waktu zi (t ) z ;
i 1,..., nz ; t [0, ) .

3.4

Desain Kontrol Penjejak Dinding

Berikut dijabarkan penurunan kontrol penjejak dinding pada kursi roda robotik yang
dirancang seperti digambarkan pada Gambar 3. Akan dibandingkan desain kontrol
penjejak dinding tanpa batasan orientasi menggunakan fungsi Lyapunov kuadratik dan
dengan batasan orientasi menggunakan fungsi Lyapunov Barrier.

232

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 3 Skema penjejak dinding

Dalam permasalahan kontrol penjejak dinding, kursi roda dirancang untuk bergerak
dengan jarak hd dan orientasi d sejajar terhadap dinding acuan serta tetap
mempertahankan kecepatan liniernya. Dengan memberi nilai jarak dan sudut orientasi
yang diinginkan konstan terhadap dinding acuan, selisih antara jarak e h dan sudut e dari
kursi roda dengan set point yang diinginkan adalah

eh h hd

(22)

e d

(23)

Dinamika dari e h dan e dapat diturunkan dari persamaan kinematika pergerakan kursi
roda sebagai berikut:

3.4.1

eh h v sin e

(24)

(25)

Kontrol Tanpa Batasan Orientasi

Didefinisikan fungsi Lyapunov kuadratik berdefinit positif untuk merancang kontrol


penjejak dinding sebagai berikut:
2

eh
e

2
2

(26)

Fungsi Lypunov yang telah didefinisikan kemudian dapat diturunkan dalam domain waktu
sebagai berikut:

V eh eh e e

(27)

Dengan mensubtitusikan persamaan (22) dan (23) kedalam turunun fungsi Lyapunov akan
diperoleh:

V eh v sin e e

(28)

Selanjutnya dirancang masukan kontrol penjajak dinding yang diberikan pada kursi roda:

v vc ; v c bernilai konstan

eh v sin e
e

(29)
(30)

Dengan memberikan kontrol yang diinginkan, maka persamaan (17) akan menjadi:
2
V e

Teorema 1.

233

(31)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Perhatikan dinamika pada persamaan (24) dan (25). Dengan memberikan masukan
kontrol (29) dan (30), nilai e h dan e akan menuju titik kesetimbangan eh , e 0,0
sehingga dapat dinyatakan sistem stabil asimtotik.
Pembuktian.
Jika e memiliki nilai tertentu, turunan dari fungsi Lyapunov V pada persamaan (31) akan
selalu memberikan nilai negatif. V adalah fungsi semi-definit negatif V 0 , sehingga
mengacu pada Barbalat lemma maka e akan menuju nol e 0 seiring waktu menuju
tak hingga t . Sistem yang telah dirancang pun dapat dinyatakan stabil asimtotik
global.
Kini dengan memberikan kontrol penjejak dinding pada persamaan (18) dan (19), lup
tertutup dari sistem menjadi:

eh sin e

e e

(32)

eh vc sin e
e

(33)

Dengan e akan menuju nol e 0 seiring waktu menuju tak hingga t , e h akan
menuju nol eh 0 seiring waktu menuju tak hingga t , sehingga kursi roda akan
bergerak pada posisi sejajar terhadap dinding dengan jarak yang diinginkan.

3.4.2

Kontrol Dengan Batasan Orientasi

Untuk kontrol dengan batasan orientasi, sudut orientasi dari kursi roda e dirancang agar
tidak mencapai batas maksimum sudut e untuk memperoleh bacaan dari sensor jarak
ultrasonik dan kondisi awal sudut orientasi e 0 dirancang berada dalam rentang batas
maksimum sudut.

e e

(34)

e 0 e

(35)

Didefinisikan fungsi Lyapunov Barrier berdefinit positif untuk merancang kontrol penjejak
dinding dengan batasan orientasi sebagai berikut
2
2
eh
1 e
VB
ln
2 2 e 2 e 2

(36)

Fungsi Lypunov Barrier yang telah didefinisikan dapat diturunkan dalam domain waktu
menjadi:

VB eh eh

e e
e e
2

(37)

Disubtitusikan persamaan (22) dan (23) kedalam turunun fungsi Lyapunov Barier sehingga
diperoleh:

234

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

VB eh v sin e

ISSN : 2085-2517

e
e e
2

(38)

Selanjutnya dirancang kontrol penjajak dinding dengan batasan orientasi yang diberikan
pada kursi roda sebagai berikut:

v vc ; v c bernilai konstan

e 2 e 2 e

e eh v sin e
e
2

(39)
(40)

Dengan memberikan kontrol yang diinginkan, maka persamaan (32) akan menjadi:
2
V e

(41)

Teorema 2.
Jika sistem yang dirancang memenuhi persyaratan kondisi awal (29) maka pada setiap
waktu t [0, ) , maka e tidak akan melebihi batas e yang telah didefinisikan sesuai
persamaan (28).
Selanjutnya dengan memberikan masukan kontrol (39) dan (40) kedalam sistem pada
persamaan (24) dan (25), nilai e h dan e akan menuju titik kesetimbangan
eh , e 0,0 sehingga dapat dinyatakan sistem stabil asimtotik.
Pembuktian.
Dengan turunan dari fungsi Lyapunov V adalah fungsi semi-definit negatif V 0 untuk
e anggota fungsi Barrier dibawah nilai batasnya pada persamaan (34), maka fungsi
Lyapunov V terbatas pada rentangnya untuk setiap waktu V (e (t )) V (e (0)) ;
t [0, ) .
Kemudian bentuk penurunan yang sama dengan sebelumnya, jika e memiliki nilai
tertentu, turunan dari fungsi Lyapunov V pada persamaan (41) akan selalu memberikan
nilai negatif. V adalah fungsi semi-definit negatif V 0 , sehingga mengacu pada
Barbalat lemma maka e akan menuju nol e 0 seiring waktu menuju tak hingga
t . Sistem yang telah dirancang pun dapat dinyatakan stabil asimtotik.
Dengan memberikan kontrol penjejak dinding pada persamaan (39) dan (40) ke dalam
sistem (22) dan (23), lup tertutup dari sistem menjadi:

e e e
2

e e

eh vc sin e

e eh vc sin e
e
2

(42)
(43)

Dari persamaan (36) dan (37) terlihat bahwa dengan e akan menuju nol e 0 seiring
waktu menuju tak hingga t dengan,

lim

e 0

235

sin e
1
e

(44)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

maka persamaan (43) hanya akan benar jika selisih e h menuju nol eh 0 seiring waktu
menuju tak hingga t . Dengan demikian akan diperoleh e dan e h menuju nol
eh , e 0,0 seiring waktu menuju tak hingga t .

Hasil Simulasi

Berikut dilakukan evaluasi dari hasil simulasi pada MATLAB untuk membandingkan hasil
rancangan pengontrol penjejak dinding tanpa batasan orientasi dengan fungsi Lyapunov
kuadratik dan hasil rancangan pengontrol penjejak dinding dengan batasan orientasi sudut
menggunakan fungsi Lyapunov Barrier.
Dalam simulasi yang dilakukan, ditetapkan kondisi awal eh (0) sebesar 3 m dan v
sebesar 0.1 m/s. Untuk batas pembacaan sensor jarak ultrasonik ditetapkan sebesar
e / 4 radian. Nilai e ini diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya [6] dengan menggunakan rangkaian sensor jarak ultrasonik PING))) Parallax.
Respon e h dan e kursi roda terhadap dinding acuan dengan keadaan awal e (0) sama
dengan nol e (0) 0 ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kemudian untuk
respon sistem dengan e (0) mendekati batas atas orientasi sudut e (0) e bergerak
menuju titik nol ditunjukan pada Gambar 6 dan Gambar 7, serta respon sistem dengan
e (0) mendekati batas bawah orientasi sudut e (0) e bergerak menuju titik nol
ditunjukan pada Gambar 8 dan Gambar 9.

Gambar 4 Respon e dengan kondisi awal e=0,


e1 Lyapunov kuadratik, e2 dengan Lyapunov barrier

Gambar 5 Respon eh dengan kondisi awal e=0,


eh1 Lyapunov kuadratik, eh2 dengan Lyapunov barrier

236

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

Gambar 6 Respon e dengan kondisi awal e ,


e1 Lyapunov kuadratik, e2 dengan Lyapunov barrier

Gambar 7 Respon eh dengan kondisi awal e ,


eh1 Lyapunov kuadratik, eh2 dengan Lyapunov barrier

Gambar 8 Respon e dengan kondisi awal e - ,


e1 Lyapunov kuadratik, e2 dengan Lyapunov barrier

237

ISSN : 2085-2517

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 9 Respon eh dengan kondisi awal e - ,


eh1 Lyapunov kuadratik, eh2 dengan Lyapunov barrier

Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 4 sampai dengan Gambar 9 memperlihatkan


bahwa untuk ketiga kasus kondisi awal e (0) yang berbeda, respon e pada pengontrol
berbasis Lyapunov barrier tidak melewati batasan e yang telah ditetapkan, sementara
respon e pada engontrol berbasis Lyapunov kuadratik pada ketiga kasus ini melewati
batasan e yang ditetapkan.
Pada hasil simulasi ini juga dapat terlihat kestabilan asimtotik sistem, dengan nilai e h dan
e dari kedua pengontrol menuju titik setimbang eh , e 0,0 seiring waktu menuju
tak hingga t .
Beda respon e pada kedua pengontrol berdampak pada profil respon eh . Pada Gambar 7
dan Gambar 9 terlihat terjadi overshoot pada respon eh , menandakan besar simpangan
perlu diperhatikan dengan mempertimbangkan batasan fisis h baik diakibatkan
keterbatasan sensor jarak ultrasonik, maupun besarnya hd yang ditetapkan. Berikut dapat
diliihat pada Gambar 10 merupakan respon eh terhadap x pada pengontrol penjejak
dinding berbasis Lyapunov Barrier.

Gambar 10 Simulasi kursi roda robotic dengan kondisi awal =0

Kesimpulan

Makalah ini menyajikan penurunan model kursi roda robotik untuk kasus pengontrolan
penjajak dinding dengan mempertimbangkan batasan orientasi sudut dari sensor jarak
ultrasonik terhadap dinding acuan. Pengontrol dengan batasan orientasi sudut yang
dirancang berbasis pada fungsi Lyapunov Barrier. Kestabilan asimtotik sistem dengan
pengontrol dan perbandingan hasil simulasi dari respon sistem dengan pengontrol penjajak

238

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

dinding umum berbasis fungsi Lyapunov kuadratik yang dirancang memperlihatkan bahwa
pengontrol penjejak dinding berbasis fungsi Lyapunov Barrier dapat menjaga orientasi
sudut tidak akan melanggar batasannya.

Daftar Pustaka

[1] M.W. Spong, S. Hutchinson, M. Vidyasagar, Robot modelling and control, 1st ed., John
Wiley & Sons, 2006, pp. 23.
[2] Y.-S. Xu, and S.K.-W Au, Stabilization and path following of a single wheel robot,
IEEE/ASME Transaction on Mechatronics, Vol.9, No.2, June 2004, pp. 407-419.
[3] C.B. Low and D.-W. Wang, GPS-based path following control for a car-like wheeled
mobile robot with skidding and slipping, IEEE Transactions on Control System
Technology, Vol.16, No.2, March 2008, pp. 340-347.
[4] Y.-L. Chen, J. Cheng, C. Lin, X.-Y Wu, Y.-S. Ou, Y.-S. Xu, Classification-based learning by
particle swarm optimization for wall-following robot navigation, Neuro-computing, Vol.
113, 2013, pp. 27-35.
[5] A.A. Pyrkin, A.A. Bobtsov, S.A. Kolyubin, M.V. Faronov, O.I. Borisov, V.S. Gromov, S.M.
Vlasov, N.A. Nikolaev, Simple robust and adaptive tracking control for mobile robot,
International Federation of Automatic Control, 2015.
[6] Gunachandra, S. Chrisander, A. Widyotriatmo dan Suprijanto, Wall following control for
the application of a brain-controlled wheelchair, International Conference on
Intelligent Autonomous Agents, Network and Systems, August 2014, pp. 36-41.
[7] A. Widyotriatmo, Suprijanto, and S. Andronicus, A collaborative control of brain
computer interface and robotic wheelchair, 10th Asian Control Conference, pp. 24-29
[8] A.Widyotriatmo and K.-S. Hong, Configuration control of an autonomous vehicle under
nonholonomic and field of view constraints, International Journal of Imaging and
Robotics, Vol. 15, No. 3, 2015, pp. 126-139
[9] A.Widyotriatmo and K.-S. Hong. Asymtotic stabilization of nonLinear systems with state
constraints, International Journal of Applied Mathematics and Statistics, Vol. 53, No.
3, 2015.
[10] Ngo,K. B., Mahony, R.,Jiang, Z. P., Integrator backstepping functions for systems with
multiple state constraints, IEEE Conf. Decision Control, Vol. 44, 2005, pp. 83068312.
[11] Tee, K. P., Ge, S. S., Tay, E. H., Barrie Lyapunov functions for the control of outputconstrained nonlinear systems, Automatica, Vol. 45, 2009, pp. 918-927.
[12] Do, K., Control of nonlinear systems with output tracking error constraints and its
application to magnetic bearings, Int. J. Control, Vol. 83, 2010, pp. 1999-1216.

239

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

SNIKO 01-025
Pengembangan instrumen berbasis konduktivitas untuk
mendeteksi cemaran pangan dalam produk pertanian
1Ani

Mulyasuryani*), 2Akhmad Zainuri

1Jurusan
2Jurusan

Kimia FMIPA Universitas Brawijaya

Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya


mulyasuryani@ub.ac.id

Abstrak
Salah satu cemaran pangan dalam produk pertanian adalah residu pestisida. Instrumen untuk
mendeteksi kadar residu pestisida dapat dikembangkan dengan mengukur konduktivitas pestisida
yang dihidrolisis secara enzimatis. Enzim diamobilkan pada suatu elektroda dalam sel konduktivitas,
sehingga dapat dihasilkan konduktivitas larutan secara langsung. Berdasarkan hubungan linier
antara konsentrasi pestisida dengan konduktivitas dapat dibuat instrumen yang menghasilkan data
dalam satuan konsentrasi. Pestisida yang diuji adalah diazinon, malathion, profenofos dan klorpirifos.
Variabel kinerja instrumen adalah ukuran elektroda, pH larutan uji, dan voltase. Kepekaan maksimum
dihasilkan pada elektroda ukuran 1x5 mm2, pH larutan 8,5 dan voltase 100 mV. Instrumen ini dapat
mengukur kadar pestisida pada kisaran 0 1000 ppb, dengan akurasi 86-100 %.
Kata Kunci: residu pestisida, diazinon, malathion, profenofos, klorpirifos

Pendahuluan

Untuk memacu produktivitas pertanian penggunaan pestisida sangat diperlukan dan


seringkali digunakan secara berlebihan. Departemen Pertanian menganjurkan pemakaian
pestisida organofosfat karena mudah hilang di alam. Meskipun demikian residu pestisida
organofosfat pada manusia dapat menimbulkan keracunan baik akut maupun kronis, hal
ini disebabkan oleh sifat akumulatif dari residu pestisida organofosfat [1]. Batas maksimum
residu pestisida dalam beras adalah 0,1 mg/Kg dan dalam sayuran 0,5 mg/Kg [2]. Untuk
itu, perlu dilakukan suatu kontrol yang baik akan keberadaan senyawa beracun ini, karena
walaupun tidak mematikan tetapi dapat terakumulasi dalam tubuh, sehingga dapat
menimbulkan penyakit yang berbahaya.
Metode baku yang digunakan SNI untuk analisis organofosfat adalah kromatografi gas (GC)
[3] dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC). Sebagai metoda alternatif untuk
pengukuran pestisida organofosfat adalah mengembangkan suatu instrumen yang lebih
sederhana. Biosensor adalah suatu instrumen yang menggabungkan antara reaksi
biokimia dengan suatu tranduser. Biosensor menawarkan berbagai keuntungan, yaitu
selektivitas tinggi, waktu uji yang cepat, dapat digunakan berulang kali , dan sangat praktis
untuk pengukuran langsung dilapangan [4].
Biosensor terdiri dari tiga komponen, yaitu bioaktif (bioreseptor), tranduser dan detektor.
Biosensor pestisida organofosfat dibuat atas dasar reaksi hidrolisis organofosfat dengan
adanya organophosphate hydrolase sebagai biokatalis (bioreseptor). Pada reaksi tersebut
dihasilkan H+. Jumlah ion H+ hasil hidrolisis dapat dideteksi secara potensiometri,
amperometri, dan konduktometri. Pada penelitian ini digunakan tranduser konduktometri,

241

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

karena memiliki beberapa keunggulan yaitu elektroda yang digunakan kecil dan praktis,
tidak membutuhkan elektroda referensi apapun, tegangan yang dibutuhkan kecil sehingga
menghemat konsumsi energi, dan biaya produksi yang murah sehingga berpotensi untuk
diproduksi dalam skala besar [5-7].
Konduktometri adalah suatu metode analisis kimia yang didasarkan pengukuran
konduktivitas larutan. Konduktivitas elektrolitik suatu larutan adalah ukuran kemampuan
larutan untuk membawa arus listrik, dalam suatu sel elektrokimia. Hantaran arus listrik
dilakukan oleh migrasi ion-ion sebagai akibat pengaruh medan elektrik. Dengan memakai
GGL (Gaya Gerak Listrik) tertentu dengan harga tetap, tetapi lebih tinggi dari voltase
penguraian elektrolit, arus (i), yang mengalir antara dua elektroda terendam dalam larutan
elektrolit, berbanding terbalik dengan tahanan R larutan elektrolit. Konduktivitas dan
dinyatakan dalam Ohm-1 atau S [8].
Konduktivitas diukur dengan menggunakan sel konduktivitas yang dibuat dari dua lempeng
logam dengan luas (A) yang sama serta pada jarak yang telah ditentukan (l), Gambar 1.

1
Gambar 1. Skema prinsip pengukuran konduktivitas larutan. U1 : signal input (AC); U2 : signal output;
R : resistor

Konduktivitas larutan merupakan fungsi dari luas elektoda dan jarak antar elektroda yang
dinyatakan dalam persamaan 1.
(1)
l : jarak antar elektroda (cm)
A : Luas permukaan elektroda (cm2)
: konduktivitas spesifik (S cm-1)
Pada penelitian ini, telah dikembangakan alat deteksi yang didasarkan pada pengukuran
konduktivitas larutan hasil hidrolisis pestisida organofosfat yang dikatalisis oleh enzim
organosfat hidrolase. Pengembangan alat yang berdasarkan konduktivitas larutan dengan
adanya reaksi enzimatis telah dikembangkan oleh penulis sejak tahun 2011 [9-11]

242

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

2
2.1

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Diskusi
Pengaruh Voltase input

Pada penelitian ini sel konduktometer terdiri dari sepasang SPCE (screen print carbon
electrode), luas elektroda adalah 5 mm 1 mm. Salah satu elektroda dilapisi membran
kitosan yang mengandung enzim organofosfat hydrolase. Elektroda yang telah dilapisi
enzim ditempatkan dalam slot elektroda kutub negatif pada konduktometer, sedangkan
slot elektroda yang lain dipasang elektroda tanpa membran dan enzim. Konduktometer
terintegrasi dengan computer, yang mampu merekam 5 data dalam satu detik. Hasil
pengukuran dalam satu siklus (20 detik) dapat terekam dalam file excel. Sinyal yang
terukur dipengaruhi oleh potensial yang diaplikasikan pada alat. Semakin besar voltase
semakin besar sinyal yang terukur. Namun voltase juga berbanding lurus dengan standar
deviasi hasil pengukuran, Gambar 2.

Gambar 2.

Pengaruh voltase terhadap standar deviasi (A). Profile signal pada voltase 50 mV
(B) ; 100 mV (C) 150 mV (D)

Berdasarkan hasil penelitian ini, pada tahap selanjutnya dipilih potensial aplikasi sebesar
100 mV, karena pada potensial ini dihasilkan sinyal yang cukup kuat (226 S), dan tidak
merusak lapisan membran kitosan di permukaan elektroda.

2.2

Pengaruh Luas Elektroda

Secara teoritis peningkatan luas elektroda dapat meningkatkan konduktivitas yang


dihasilkan, sebagaimana persamaan (1). Hal ini terjadi pada hasil penelitian ini, tetapi
tidak secara langsung berbanding lurus dengan biosensor. Gambar.3 menunjukan bahwa
sensitivitas tertinggi untuk malation, profenofos dan klorpirifos dihasilkan pada luas
elektroda 5 mm2 , tetapi diazinon pada 7 mm2. Untuk prosedur selanjutnya digunakan luas
elektroda 5 mm2.

243

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 3. Kurva hubungan antara luas elektroda terhadap sensitivitas pada diazinon, malation,
profenofos dan klorpirifos

2.3

Pengaruh pH

Secara teori aktivitas optimum enzim bebas dan enzim yang diamobilkan ada perbedaan,
karena adanya interaksi enzim dengan media amobilisasi. Hal ini akan mengubah orientasi
atau halangan ruang enzim untuk berinteraksi dengan substrat. Dengan demikian akan
terjadi pula perubahan pH yang dapat menghasilkan kinerja enzim secara maksimal. Enzim
organofosfat hidrolase bebas mempunyai pH optimum pada kisaran 7,5 9 satuan pH,
oleh karena itu pada penelitian ini optimasi pH dilakukan pada kisaran pH tersebut. Hasil
penelitian ini diperlihatkan pada Gambar 4.

Gambar 4.

Kurva hubungan antara pH terhadap kepekaan pada diazinon, malation,


profenofos dan klorpirifos.

Sensitivitas maksimum biosensor terhadap ke 4 senyawa organofosfat dihasilkan pada pH


8,5 9. Untuk pengukuran larutan diazinon dan profenofos sensitivitas biosensor
maksimum dihasilkan pada pH 8,5. Pada pengukuran malation sensitivitas biosensor
maksimum pada pH 9, tetapi standar deviasi pada pH tersebut sangat besar, sedangkan
pada pengukuran klorpirifos sensitivitas pada pH 8,5 tidak berbeda secara signifikan
dengan pH 9. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa pH optimum untuk
pengukuran keempat senyawa yang diuji adalah pada pH 8,5, maka untuk tahap
selanjutnya menggunakan pH 8,5. Hal tersebut dilakukan untuk validasi alat.

244

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

2.4

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Validasi

Berdasarkan hasl optimasi voltase input, luas elektroda dan pH larutan maka dilakukan
pengujian terhadap biosensor dengan mengukur konduktivitas larutan diazinon, malathion,
profenofos dan klorpirifos. Berdasarkan data hubungan konsentrasi terhadap
konduktivitas, dibuat persamaan regresi linier. Dari data tersebut juga dapat dihitung batas
deteksi alat terhadap masing-masing senyawa organofosfat yang diuji. Batas deteksi
didasarkan pada sinyal blanko (Tabel 1)
Tabel 1 Regresi linier hubungan konsentrasi dan konduktivitas, dan batas deteksi alat terhadap
masing-masing senyawa organofosfat yang diuji.
Senyawa

Regresi Linier

R2

LOD
(ppm)

Diazinon

y = 534 x + 1844

0,99

0,25

Malathion

y = 496 x + 1871

0,99

0,22

Profenofos

y = 389 x + 1808

0,98

0,44

Klorpirifos

y = 440 x + 1849

0,99

0,30

Berdasarkan persamaan regresi linier dari Tabel 1, dibuat program sesuai dengan
persamaan tersebut. Setelah program diterapkan dilakukan validasi terhadap alat yang
baru. Validasi menggunakan konsentrasi yang sudah diketahui, Gambar 5.

Gambar 5.

Kurva hubungan antara konsentrasi senyawa organofosfat terhadap signal output.

Berdasarkan Gambar 5, diketahui bahwa akurasi hasil pengukuran 86-100%. Tetapi pada
konsentrasi 100 ppb (0,1 ppm) akurasi lebih rendah dibandingkan pada konsentrasi
diatasnya, karena 0,1 ppm merupakan konsentrasi dibawal konsentrasi limit deteksi.
Outside

Kesimpulan

Instrumen untuk mengukur residu pestisida organofosfat dalam produk pertanian dapat
dikembangkan berdasarkan pengukuran konduktivitas larutan. Kinerja instrument
maksimum dihasilkan pada voltase input 100 mV, dengan luas elektroda 5 mm 2 dan diukur
pada pH 8,5. Instrumen dapat mengukur larutan organofosfat dengan akurasi 86 100 %.

245

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih penulis sampaikan kepada Universitas Brawijaya yang telah memberikan
Research Grant PUPT 2013 2015

Daftar Pustaka

[1] Alegantina, S., Mariana Raini, Pudji Lastari, Penelitian Kandungan Organofosfat Dalam
Tomat Dan Slada Yang Beredar Di Beberapa Jenis Pasar Di DKI, Departemen
Kesehatan RI, 2005
[2] Anonim, Badan Standardisasi Nasional, Batas maksimum residu pestisida pada hasil
pertanian, Standar Nasional Indonesia, SNI 7313:2008, 2008
[3] Anonim, Badan Standardisasi Nasional, Metode Pengujian Kadar Pestisida, Standar
Nasional Indonesia, SNI 0625101991, 1991.
[4] Garcia, M.N.V., T. Mottram, Biosensor Technology Addressing Agricultural Problems
Biosysems Engineering, 2003 : 84 ,112.
[5] Chouteau, C., S.Dzyadevych, J.M.Chovelon dan C. Durrieu, Development of Novel
Conductometric Biosensors Based on Immobilized Whole Cell Chlorella vulgaris
Microalgae, Biosensors and Bioelectronics, 2004 : 19, 1089-1096
[6] Jaffrezic-Renault, N., New Trends in Biosensors for Organophosphorus Pesticides,
Sensors , 2001 : 1, 60-74
[7] Jaffrezic-Renault, N. and Dzyadevych, S.V., Conductometric Microbiosensors for
Environmental Monitoring, Sensors, 2008 : 8, 2569-2588.
[8] Egins, B.R., Chemical Sensors and Biosensors, John Wiley & Sons, LTD, Singapore.
2002.
[9] Mulyasuryani, A. dan Arie Srihardyastutie, Conductometric Biosensor for the detection
of Uric Acid by immobilization uricase on Nata de coco membrane-Pt electrode,
Analytical Chemistry Insights, 2011 : 6, 47 51
[10] Mulyasuryani, A., Dhofir, M., 2014, Enzyme Biosensor for Detection of
Organophosphate Pesticide Residues Base on Screen Printed Carbon Electrode (SPCE)Bovine Serum Albumin (BSA), Engineering, 6, 230-235
[11] Mulyasuryani, A. dan Prasetyawan, S, Organophosphate Hydrolase in Conductometric
Biosensor for the Detection of Organophosphate Pesticides Analytical Chemistry
Insights 2015:10, 2327

246

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Rancang Bangun Pencitraan Multispektral Cahaya Tampak untuk


Deteksi Kesegaran Ikan Gurami (Osphronemus Goramy)
Reza Arraffi Birahmatika*) & Aulia M. T. Nasution
Laboratorium Rekayasa Fotonika, Jurusan Teknik Fisika - FTI, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
rabsy.arraffi@gmail.com *)

Abstrak
Pemastian tingkat kesegaran produk perikanan merupakan faktor penting untuk menunjang
kelangsungan bisnis perikanan. Metoda pencitra multispektral, yang mula dikembangkan untuk
keperluan interpretasi pencitra satelit, akan dicoba untuk diterapkan sebagai suatu teknik alternatif
dalam penentuan tingkat kesegaran produk perikanan. Dengan metoda ini, penentuan parameter
kualitas ikan dapat dilakukan secara non-kontak dan tidak merusak. Ikan gurami (osphronemus
goramy) digunakan sebagai benda uji, yang merupakan jenis ikan yang banyak dikonsumsi
masyarakat Indonesia. Akuisisi citra multispektral dilakukan dengan melakukan penyinaran bahan uji
dengan beberapa rentang pita cahaya kuasi monokromatis keluaran dari monokromator, dan
perekaman dilakukan menggunakan kamera DSLR Olympus E-620. Sebelum proses kuantifikasi
dilakukan, beberapa faktor koreksi diterapkan pada citra untuk meniadakan efek ketidakhomogenan
atas intensitas spektral sumber cahaya, respons spatial dan spektral detektor kamera, serta
karakteristik transmisi spektral dari sistem optik yang digunakan. Perlakuan waktu diberikan pada
sampel uji, untuk mensimulasikan perubahan tingkat kesegarannya. Pengukuran atas perubahan
nilai pH digunakan sebagai pembanding atas perubahan tingkat kesegaran ikan. Hasil perhitungan
atas perubahan nilai reflektansi sampel uji terhadap perubahan tingkat pembusukan dapat diamati
dengan baik pada panjang gelombang 550 - 600nm, i.e. dengan rentang sensitivitas (0.0026 0.0033) jam-1 (R2= 0.6693 - 0.7426).
Kata Kunci: reflektansi multispektral, pemastian kualitas produk perikanan, tingkat kesegaran, ikan
gurami

Pendahuluan

Ikan merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi ikan
perkapita di Indonesia setiap tahun semakin meningkat [1]. Salah satu jenis ikan yang
banyak dikonsumsi adalah ikan gurami. Meningkatnya konsumsi ikan gurami di Indonesia
juga dikarenakan keberhasilan dalam budidaya ikan gurami pada tambak-tambak yang
dulunya tidak terurus [2].
Dalam perdagangan ikan gurami diperlukan pengetahuan mengenai kualitas ikan tersebut,
yang merupakan faktor penting dalam kompetisi perdagangan ikan gurami [3]. Salah satu
aspek yang mempengaruhi kualitas ikan adalah tingkat kesegarannya, yang dipengaruhi
oleh waktu dari ikan gurami tersebut ditangkap hingga diolah. Semakin lama rentang
waktu ini maka akan semakin menurun tingkat kesegarannya. Untuk memastikan kondisi
kesegaran dari produk perikanan, maka diperlukan suatu sistem pendeteksian tingkat
kesegaran untuk membantu menseleksi agar produk ikan gurami memiliki tingkat
kesegaran yang buruk tidak terjual.
Satu teknik yang telah digunakan untuk penentuan tingkat kesegaran ikan adalah
organoleptik [4], yang bersifat subjektif dan susah dilakukan karena memerlukan
pengamat yang berpengalaman. Teknik penentuan lainnya antara adalah teknik yang

247

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

berbasis pada pengukuran kandungan kimia (biasanya adalah kandungan TVB-N dan TMA
[5, 6]). Demikian juga beberap teknik penentuan kesegaran lain yang berbasis pada
pengukuran pH, jumlah total bakteri, kapasitas kandungan air dalam produk, dan tekstur
daging dari ikan gurami [7, 8]. Teknik-teknik tersebut memerlukan waktu penentuan yang
cukup lama dalam menganalisa serta memerlukan operator yang berpengalaman. Selain
itu juga telah dikembangkan pula sistem pendeteksian kesegaran ikan menggunakan
electronic nose [9]. Sistem ini menggunakan sensor yang mendeteksi perbedaan bau yang
dihasilkan oleh ikan gurami segar danging ikan gurami yang busuk.
Telah pula dikembangkan teknik penentuan kesegaran produk perikanan dengan
menggunakan metoda pengukuran spektroskopi, yaitu dengan menggunaan fiber optic
probe untuk mendeteksi kesegaran ikan [10]. Metode ini bersifat tidak merusak, karena
dilakukan hanya dengan menempelkan fiber optic probe pada permukaan sampel, cukup
mudah dan cepat. Namun metode ini tidak dapat memberikan data spasial yang cukup
detail dari sampel.
Untuk
dapat mendapatkan data spasial yang baik beberapa peneliti telah
mengembangkan metode pencitraan hyperspektral. Sistem ini merupakan kombinasi
sitem pencitraan dan spektroskopi, yang mula dikembangkan pada pencitraan satelit atau
penginderaan jauh (remote sensing).
Dengan sistem ini kita dapat mendapatkan data spektrum pantulan pada masing-masing
titik pada permukaan objek [11]. Sistem hyperspektral ini sudah banyak digunakan untuk
berbagai penggunaan dalam bidang pertanian seperti penentuan kualitas apel [12],
kualitas tomat [13], dan bayam [14]. Sistem ini juga telah digunakan untuk melakukan
penentuan kualitas beberapa produk daging sapi [15] dan babi [16], dan juga telah
digunakan untuk menentukan kesegaran makanan yang berasal dari perairan sepeti
beberapa jenis udang [11] dan beberapa jenis ikan air asin [17]. Namun sistem tersebut
memerlukan waktu pemrosesan yang cukup lama karena harus memproses citra dari
ratusan panjang gelombang sekaligus dan biaya yang digunakan untuk menyusun sistem
ini cukup mahal.
Dengan mempertimbangkan mahalnya metode pencitraan hyperspektral ini, maka pada
penelitian yang dilakukan dicoba untuk merancang sistem pendeteksi kesegaran ikan
gurami dengan memanfaatkan teknik pencitraan multispektral. Sistem multispektral ini
pada prinsipnya memiliki susunan yang menyerupai dengan metode hyperspektral, namun
hanya menggunakan jumlah data citra spektral yang lebih kecil, sehingga proses
penentuan dapat dilakukan
lebih cepat dan lebih murah dibandingkan sistem
hyperspektral. Dalam kertas kerja ini akan dijelaskan beberapa tahapan penelitian yang
dilakukan, untuk dapat mengekstraksi parameter kesegaran produk ikan berdasarkan
pada penentuan perubahan nilai reflektansi multispektral dari obyek uji. Diharapkan
metoda yang dikembangkan ini nantinya dapat digunakan sebagai suatu komponen dalam
sistem machine vision, untuk memastikan kualitas kesegaran produk perikanan pada
skala industri.

2
2.1

Uraian Penelitian
Kuantifikasi Kesegaran Ikan

Salah satu faktor penting kualitas ikan adalah tingkat kesegaran. Tingkat kesegaran pada
ikan dipengaruhi oleh proses penyimpanan dan bakteri yang terkandung pada ikan [18].
Ketika ikan mengalami perubahan tingkat kesegaran atau mengalami pembusukan, ada
beberapa perubahan yang terjadi pada ikan seperti: warna daging ikan, bau pada ikan,

248

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

warna mata pada ikan, tingkat keasaman, tekstur dari ikan, kandungan air, kandungan
kimia pada ikan seperti ammonia, trimethylamine, dimethyamine [19], astaxanthin, dan
metmyoglobin [17].
Ada beberapa cara dalam menganalisa tingkat kesegaran dari yaitu dengan teknik analisa
kandungan kimia, analisa organoleptik, dan analisa kandungan mikrobiologi. Masingmasing cara tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Penentuan kesegaran ikan dengan metode organoleptic atau sensori merupakan cara yang
paling sederhana yaitu dengan menganalisa kesegaran ikan dengan menggunakan panca
indra manusia [20], yang biasa dianalisa adalah mengenai penampakan tubuh ikan, bau
dari ikan, kemudian tekstur kulit dari ikan. Standar penilaian kesegaran ikan khususnya
ikan telah detetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dengan SNI 01-2346-2006
[21]. Kelemahan dari teknik ini adalah teknik ini bersifat subjektif meskipun telah ada
standar penilaian.
Penentuan kesegaran ikan dengan metode analisa kandungan kimia dilakukan dengan
cara menganalisa kandungan kimia pada ikan tersebut. Kandungan kimia yang sering
dianalisa adalah kandungan TVB-N (Total Volatile Base Nitrogen) pada ikan. TVB-N
merupakan kumpulan dari senyawa basa nitrogen yang mudah menguap, dapat berupa
trimethylamin, dimethylamin, dan ammoniak [22]. Analisa ini merupakan metode
kuantitatif yang cukup mudah namun pengerjaan harus dilakukan di lab.
Pada saat ikan telah mati maka bakteri akan mulai berkembang bertambah banyak.
Perkembangan bakteri ini dapat ditentukan dan dapat dijadikan acuan sebagai tingkat
kesegaran pada ikan. Cara analisa ini dilakukan dengan mengukur TVC (Total Viable Count)
pada ikan [19].

2.2

Sistem Pencitraan Multispektral

Pencitraan multispektral merupakan teknik pencitraan yang menghasilkan citra lebih dari
satu komponen spectral [23]. Salah satu contoh sistem ini adalah sistem pencitraan pada
kamera digital pada umumnya yang memiliki komponen spektral merah, hijau , dan biru.

Gambar 1. Respon Spektral Kamera RGB dan Kamera Tujuh Komponen Spektral [24].

Cara kerja sistem ini adalah dengan menggunakan kamera digital yang memiliki sensor
dengan respon pita panjang gelombang yang lebar serta meletakkan beberapa bandpass
filter pada depan sensor [24]. Filter yang digunakan dapat berupa filter yang dipasangkan
pada filter wheel dan filter digunakan secara bergantian seperti Gambar 1(a), dapat pula
beruapa kamera yang memiliki dua sensor dan filter diletakkan pada masing-masing
sensor seperti Gambar 1(b), dapat pula filter digantikan dengan spektograf atau berupa
filter array [25].
Selain komponen sensor kamera dan filter, sistem pencitraan multispektral memerlukan
sumber cahaya yang polikromatis dengan lebar spektrum sesuai dengan yang dibutuhkan,
seperti misalnya pada pencitraan cahaya tampak dan near-infrared maka dibutuhkan

249

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

sumber cahaya yang dapat menghasilkan cahaya cahaya tampak dan near-infrared untuk
mendapatkan citra multispectral pada sistem.
Sistem pencitraan multispektal ini juga dapat dapat dibangun denga dua kemungkinan
yaitu sistem yang menggunakan sumber cahaya dengan pita panjang gelombang yang
lebar dan menggunakan filter optik yang dapat diubah-ubah dan sistem yang mengunaka
sumber cahaya yang dapat dubah-ubah panjang gelombangnya.

(a).

(b).
Gambar 2. (a) Menggunakan Wheel Filter [26], (b) Menggunakan Dua sensor [27]

2.3
2.3.1

Metode
Persiapan Sampel Daging Ikan

Sampel ikan gurami yang digunakan merupakan ikan gurami segar dalam keadaan hidup
yang diambil dari pasar swalayan di daerah Surabaya. Ikan yang dibelih adalah ikan yang
masih hidup. Ikan dibelah dan daging ikan diiris dengan ukuran 3 cm x 3 cm. Setiap ikan
dipotong menjadi tiga sampel.

Gambar 3. Hasil Pemotongan Ikan

2.3.2

Komponen

Komponen yang digunakan pada sistem ini adalah lampu Halogen 50 watt, LED biru
superbright, Monokromator Jasco CT-10 untuk memilah panjang gelombang mana yang
digunakan untuk menyinari sampel, lensa planokonveks panjang fokus 3, 5 cm, kamera
DSLR olympus E-620 untuk mengambil citra multispectral, LCD HP CQ1569x untuk
pengujian sensitivitas spasial pada kamera, dan optical power meter kit (OPM) PM120D
untuk mengukur daya untuk dapat mendapatkan nilai koreksi.

2.3.3

Pengujian Komponen

Pengujian dilakukan agar kita dapat memastikan apakah komponen yang digunakan dapat
bekerja dengan baik pada sistem dan pengujian ini ditujukan pula untuk menentukan nilai
koreksi yang akan digunakan. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian spectrum
cahaya yang mengenai sampel, pengujian berkas cahaya yang mengenai sampel,
pengujian sensitivitas spasial pada kamera, dan pengujian respon spektrum kamera.
Setelah melakukan pengujian maka didapatkan nilai koreksi pada setiap panjang
gelombang dan pada setiap posisi pada citra yang diperoleh. Nilai koreksi tersebut akan
dikalikan dengan nilai yang diperoleh dari citra asli.

250

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

2.3.4

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Penyusunan Set-up Pencitra Multispektral

Set-up yang digunakan tersusun dari dua sistem yaitu sistem pencahayaan dan sistem
perekaman citra. Sistem pencahayaan menggunakan lampu Halogen dan lampu LED, lensa
dan monokromator, dapat dilihat pada Gambar 4. Pada sistem pengambilan citra terdpat
kamera, cermin, dan wadah sampel, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Skema Susunan Sumber Cahaya dan Lensa

Gambar 5. Skema Susunan cermin dan kamera

2.3.5

Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter YK-2001PH. Sebelum


melakukan pengukuran pH, pH meter dilakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan buffer pH=10 dan pH=4. Untuk mengukur pH pada sampel ikan, 10
gram daging ikan dicampur dengan 100 gram akuades dan diaduk secara merata dengan
menggunakan blender.

2.3.6

Ekstrasi Data Reflektansi

Sebelum nilai reflekstansi spektral dapat diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan beberapa
tahapan koreksi atas citra yang terekam. Koreksi yang dilakukan ini ditujukan untuk
meniadakan efek perbedaan data kecerahan yang diakibatkan oleh ketidakhomogenan
atas intensitas spektral dari sumber cahaya, respons spatial dan spektral dari detektor
kamera, serta karakteristik transmisi spektral dari sistem optik yang digunakan. Data
tingkat kecerahan pada sampel yang akan dianalisa adalah data rata-rata nilai tingkat
kecerahan lima titik pada ROI yang telah ditentukan. Pada setiap ROI ini, nilai kecerahan
pada masing-masing layer detektor kamera akan dijumlahkan, yang kemudian
menghasilkan data I ( , x, y) . Dengan variabel

merupakan panjang gelombang, dan


( x, y) adalah merupakan posisi spasial pada citra. Nilai reflektansi spektral R( , x, y)

dapat diperoleh dengan membandingkan nilai kecerahan hasil pengukuran pada benda uji
dengan hasil pengukuran dengan menggunakan permukaan acuan.

251

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Hasil dan Diskusi

3.1
3.1.1

Ekstrasi Data Reflektansi Relatif


Pengujian Spektrum Sumber Cahaya

Sumber cahaya yang digunakan adalah sumber cahaya Halogen dan led biru. Led biru
digunakan karena pada cahaya lampu halogen spektrum biru terlalu lemah sehingga perlu
ditambahakan sumber cahaya lain yaitu led biru. Hasil pengujian spektrum lampu halogen
dan led biru dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari data spectrum yang diperoleh maka hasil dari citra yang diperoleh akan dilakukan
koreksi pada menggunkan persamaan (1). Nilai daya yang berbeda-beda akan dikoreksi
dengan nilai daya pada panjang gelombang 670 nm karena pada panjang gelombang
tersebut memiliki daya yang paling besar.

Ecor ( )
E

dengan cor
daya optis

E max
E ( )

(1)

( ) adalah nilai koreksi pada suatu panjang gelombang, E max adalah nilai

Gambar 6. Spektrum Sumber Cahaya

maksimum pada sistem, dan


gelombang pengukuran.

3.1.2

E ( )

adalah nilai daya optis sistem pada panjang

Profil Distribusi Berkas Cahaya

Distribusi berkas cahaya yang dihasilkan pada susunan pada Gambar 4 dan Gambar 5
terlihat kurang merata (Gambar 7(a)) sehingga perlu dilakukan koreksi berkas pada
gambar yang diperoleh. Nilai koreksi diperoleh dari persamaan (2). Setelah mendapatkan
nilai koreksi maka citra akan dikalikan dengan nilai koreksi yang diperoleh.

Escor ( x, y)

252

Es max
Es ( x, y)

(2)

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Escor ( x, y) adalah nilai koreksi pada posisi ( x, y) , Es max adalah nilai daya optis
E ( x, y) adalah nilai daya optis sistem pada lokasi ( x, y) .
maksimum yang terukur, dan s
dengan

a.

b.
Gambar 7. Berkas Cahaya

3.2

Pengujian Kamera

3.2.1

Pengujian Spektrum Sumber Cahaya

Kamera memiliki tiga sensor cahaya [28] dan setiap sensor tesebut memiliki respon yang
berbeda - beda sebagai fungsi panjang gelombang. Nilai count pada setiap panjang pada
sumber cahaya yang memiliki daya yang sama pada setiap panjang gelombangnya dapat
menunjukkan sensitivitas pada sensor kamera pada setiap panjang gelombangnya.

Gambar 8. Respon Spektrum Kamera

Dari data spectrum yang diperoleh maka hasil dari citra yang diperoleh akan dilakukan
koreksi pada menggunkan persamaan (3).

Ccor ( )

dengan

Ccor ( )

C max
C ( )

adalah nilai koreksi pada panjang gelombang,

kecerahan maksimum pada citra, dan


gelombang .

C ( )

253

C max

(3)
adalah nilai tingkat

adalah nilai kecerahan pada panjang

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

3.2.2

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Respons Sensitivitas Spasial Kamera

Respon spasial pada sensor kamera dapat dilihat pada (Gambar 9). Respon tersebut
diperoleh dari pengambilan citra dari sumber cahaya yang memiliki intensitas homogen
pada setiap posisinya, yaitu dilakukan dengan memanfaatkan yaitu monitor LCD HP
CQ1569x.

Gambar 9. Respon spasial Kamera

Jika dilihat kembali pada permukaan dua dimensi pada citra (Gambar 10), nampak terjadi
vignetting pada sistem kamera. Posisi tengah memiliki nilai sensitivitas yang paling tinggi
dan semakin jauh dari posisi tengah makan nilai sensitivitas sensor semakin kecil. Koreksi
atas kondisi ini dilakukan dengan menggunakan teknik yang serupa dengan yang
digunakan untuk profil distribusi berkas cahaya (3.1.2).

Gambar 10. Nilai Tingkat Kecerahan pada Setiap Posisi pada Sensor Kamera

3.2.3

Hasil Pengukuran pH

Data hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Gambar 11 Pada kondisi segar yaitu pada
waktu awal nilai pH daging ikan gurami adalah 6,9 kemudian nilai pH mengalami
penurunan pada awal jam ke-16 Proses penurunan pH terjadi karena adanya produksi
asam laktat. Namun setelah itu mengalami peningkatan sampai jam ke-72 peningkatan ini
dikarenakan adanya produksi basa-basa yang mudah menguap [21]. Hasil ini
menunjukkan bahwa pada daging ikan gurami terjadi proses pembusukan.

254

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 11. Hasil Pengukuran pH

3.2.4

Ekstrasi Data Reflektansi

Data tingkat kecerahan pada sampel yang akan dianalisa adalah nilai rata-rata dari
tingkat kecerahan pada setiap setiap layer pada ROI yang telah ditentukan. Kemudian data
tingkat kecerahan pada masing-masing layer akan dijumlahkan. Pada panjang gelombang
400 nm dan 700 nm kamera memiliki sensitivitas yang sangat kecil dan cahaya yang
dihasilkan juga sangat lemah citra yang dihasilkan pada panjang gelombang 400 nm dan
700 nm tidak dianalisa.
Secara umum, perubahan nilai reflektansi relatif terhadap waktu (menyatakan tingkat
kesegaran ikan) dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat bahwa menurunnya tingkat
kesegaran ikan maka akan berkorelasi dengan peningkatan nilai reflektansi relatif.

Gambar 12. Perubahan Reflektansi Terhadap Waktu Penyimpanan pada Panjang Gelombang 575 nm

Dari semua pita panjang gelombang yang digunakan, teramati bahwa korelasi terbaik
antara perubahan nilai reflektansi terhadap waktu (penurunan tingkat kesegaran) terjadi
pada tiga panjang gelombang, yaitu 550 nm, 575 nm, dan 600 nm, yang ditentukan
berdasarkan nilai koeffisien determinasi R2 serta sensitivitas, sebagaimana diberikan pada
Tabel-1 berikut:
Tabel 3 korelasi terbaik antara perubahan nilai reflektansi terhadap waktu
(nm)

Sensitivitas (jam-1)

255

R2

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

550 nm

0.0026

0.6693

575 nm

0.0027

0.7426

600 nm

0.0033

0.7334

Peningkatan reflektansi ini disebabkan adanya kandungan air yang meningkat [7]
khususnya pada panjang gelombang cahaya tampak [29]. dari pengamatan atas
perubahan nilai reflektansi spektral terhadap hasil percobaan yang dilakukan, diamati
bahwa penggunaan panjang gelombang 600 nm menunjukkan hasil terbaik. Pada panjang
gelombang ini, nilai sensitivitas tertinggi didapatkan, yaitu dengan nilai 0.0033 (R2 =
0.7334). Panjang gelombang dalam rentang cahaya tampak ini dapat digunakan untuk
mengamati proses penyebaran peningkatan kandungan air, yang dapat menunjukan
penurunan tingkat kesegaran pada ikan.

3.2.5

Korelasi Data Reflektansi dan pH

Dari data pH yang telah diperoleh dan data reflektansi pada ketiga panjang gelombang
terbaik diatas, dapat dicari hubungan antara pH dan nilai reflektansi relatif, sebagaimana
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 korelasi antara perubahan nilai reflektansi terhadap pH

3.2.6

(nm)

Sensitivitas (jam-1)

R2

550
575

0.2321
0.2995

0.59115
0.69491

600

0.242

0.67165

Pengamatan Proses Pembusukan

Perubahan nilai reflektansi relatif pada panjang gelombang 575 nm dapat ditampilkan
dengan menggunakan citra pseudo coloring untuk pengamatan lebih jelas dari penurunan
tingkat kesegaran pada ikan . Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 13. Pada Gambar 13a
dan Gambar 13b dapat dilihat bahwa pada 16 jam penyimpanan kandungan air mulai
meningkat, hal ini dapat diamati pada bagian biru muda sampai bagian kuning. Pada
kondisi 42 jam penyimpanan dan 72 jam penyimpanan air mulai meningkat di seluruh
permukaan, dapat dilihat pada Gambar 13c dan 13d. Warna kuning yang mulai meningkat
pada permukaan ikan gurami menunjukan kandungan air yang mulai meningkat.

256

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

Gambar 13. Proses Pembusukan, Awal (a), 16 Jam (b), 42 Jam (c) dan 72 jam (d)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil yang telah didapatkan dapat disimpulkan beberapa poin sebagai
berikut:
1. Suatu rancangan sistem pencitra multispectral sederhana dapat dibangun untuk
menentukan tingkat kesegaran produk perikanan dengan dengan memaksimalkan
penggunaan sumberdaya penelitian yang tersedia. Dengan melakukan beberapa
koreksi atas ketidak homogenan respons dari komponen-komponen penyusun sistem
yang digunakan, sistem ini dapat digunakan untuk menentukan perubahan tingkat
kesegaran produk perikanan, berbasis pada perubahan nilai reflektansi spektral.
2. Dari seluruh rentang panjang gelombang cahasa tampak yang digunakan, perubahan
atas nilai reflektansi sebagai fungsi dari penurunan tingkat kesegaran pada ikan
gurami dapat teramati dengan baik pada tiga panjang gelombang, yaitu 550 nm, 575
nm, dan 600 nm.
3. Diperlukan pengukuran kalibrasi intensitas dengan menggunakan bahan reflektans
acuan untuk lebih meningkatkan akurasi penentuan tingkat kesegaran dengan
menggunakan metoda ini.

Daftar Pustaka

[1] D. P2HP, "Statistik Konsumsi Ikan," Direktorat Jendral Pengolahan dan


Pemasaran Hasil Perikanan, 2015, url: statistik.kkp.go.id .
[2] A. G. Maulana, "Udang Kembali Jadi Tren Konsumsi Dunia Global," 31 Agustus
2013. [Online]. Available: http://bandung.bisnis.com/
[3] read/20130831/34229/423080/udang-kembali-jadi-tren-konsumsi-duniaglobal.
[4] A. C. Gonclalves, M. E. Lpez-Caballero and M. L. Nunes, "Quality Changes of
Deepwater Pink Shrimp (Parapenaeus longirostris) Packed in Modified
Atmosphere," Journal of Food Science, vol. 68, no. 8, p. 25862590, 2003.
[5] Y. O. Zogul, G. O. zyurt, F. O. zogul, E. Kuley and A. Polat, "Freshness
assessment of European eel (Anguilla anguilla) by sensory, chemical and

257

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

microbiological methods," Food Chemistry, vol. 92, pp. 745-751, 2005.


[6] A. Dhaouadia, L. Monsera, S. Sadokb and N. Adhouma, "Validation of a flow-in
jection-gas diffusion method for total volatile basic nitrogen determination in
seafood products," Food Chemistry, vol. 103, no. 3, p. 10491053, 2007.
[7] B. Jinadasa, "Determination of Quality of Marine Fishes Based on Total Volatile
Base Nitrogen test (TVB-N)," Nature and Science, vol. 5, no. 12, 2014.
[8] E. Susanto, T. W. Agustini, F. Swastawati, T. Surti, A. S. Fahmi, M. F. Albar and
M. K. Nafis, "Pemanfaatan Bahan Alami Untuk Memperpanjang Umur Simpan
Ikan Kembung (Rastrelliger Neglectus)," Jurnal Perikanan, vol. XIII, no. 2, pp.
60-69, 2011.
[9] Q. Z. Zeng., K. A. Thorarinsdottir and G. Olafsdottir, "Quality Changes of Shrimp
(Pandalus borealis) Stored under Different Cooling Conditions," Journal of Food
Science, vol. 70, no. 7, 2005.
[10] S. Gney and A. Atasoy, "An Electronic Nose System for Assessing Horse
Mackerel Freshness," in Innovations in Intelligent Systems and Applications
(INISTA), 2012.
[11] H. Nilsen, M. Esaiassen, K. Heia and F. Sigernes, "Visible/Near-Infrared
Spectroscopy: A New Tool for the Evaluation of Fish Freshness," Journal of
Food Science, vol. 67, no. 5, pp. 1821-1826, 2002.
[12] Q. Dai, J. H. Cheng, D. Sun, H. Pu, X. A. Zeng and Z. Xiong, "Potential of
visible/near-infrared hyperspectral imaging for rapid detection of freshness in
unfrozen and frozen prawns," Journal of Food Engineering, vol. 149, pp. 97104, 2015.
[13] W. Huang, J. Li, Q. Wang and L. Chen, "Development of a multispectral imaging
system for online Development of a multispectral imaging system for online,"
Journal of Food Engineering, vol. 146, p. 6271, 2005.
[14] C. Liu, W. Liu, W. Chen, J. Yang and L. Zheng, "Feasibility in multispectral
imaging for predicting the content of bioactive compounds in intact tomato
fruit," Food Chemistry , vol. 173, p. 482488, 2015.
[15] P. Talens, L. Mora, v. Morsy, D. F. Barbin, G. ElMasry and D.-W. Sun, "Prediction
of water and protein contents and quality classification of Spanish cooked ham
using NIR hyperspectral imaging," Journal of Food Engineering, vol. 117, p.
272280, 2013.
[16] E. Z. Panagou, O. Papadopoulou, J. M. Carstensen and G.-J. E. Nychas,
"Potential of multispectral imaging technology for rapid and non-destructive
determination of the microbiological quality of beeffilets during aerobic
storage," International Journal of Food Microbiology, vol. 174, pp. 1-11, 2014.
[17] F. Ma, JingYao, TingtingXie, C. Liu, W. Chen, C. Chen and L. Zheng,
"Multispectral imaging for rapid and non-destructive determination of aerobic
plate count (APC) in cooked pork sausages," Food Research International, vol.
62, p. 902908, 2014.
[18] I. Sone, R. L. Olsen, A. H. Sivertsen, G. Eilertsen and K. Heia, "Classification of
fresh Atlantic salmon (Salmo salarL.) fillets stored under different atmospheres
by hyperspectral imaging," Journal of Food Engineering, no. 109, pp. 482-489,
2012.
[19] K. Abbas, A. Mohamed, B. Jamilah and M. Ebrahimian, "A review on
correlations between fish freshness and pH during cold storage," American

258

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 8 (2), 2016

ISSN : 2085-2517

journal of biochemistry and biotechnology, vol. 4, no. 4, pp. 416-421, 2008.


[20] Z. Qingzhu, "Quality Indicators of Northern Shrimp (Pandalus borealis) Stored
under Different Cooling Conditions," UNU-Fisheries Training Programme, Tokyo,
Japan, 2003.
[21] B. S. N., Standar Nasional Indonesia 01-2346-2006: Uji Organoleptik Ikan
Segar, Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
[22] Nurjanah, T. Nurhayati and R. Zakariya, "Kemuduran Mutu Ikan Gurami
(Osphronemus gouramy) Pasca Kematian Pada Penyimpanan Suhu Chilling,"
AKUATIK-Jurnal Sumberdaya Perairan, vol. 5, no. 2, pp. 11-18, 2011.
[23] C. Riquixo, Evaluation of suitable chemical methods for seafood products in
Mozambique, Reykjavik, Iceland, Final Project Report, United Nation University
- Fisheries Training program (UNU-FTP), Icelandic Fisheries Laboratories,
1998.
[24] D. Malin, "Multispectral Imaging," in Focal Encyclopedia of Photography Fourth,
Burlington, Elsevier, 2007, p. 575.
[25] J. Kleim, "Multispectral Thecnology," 2014, url: http://www.lfb.rwth-aachen.de
[26] P.-J. Lapray, X. Wang, J.-B. Thomas and P. Gouton, "Multispectral Filter Arrays:
Recent Advances and Practical Implementation," Sensors, no. 14, pp. 2162621659, 2014.
[27] Pixelteq, "Interchangeable Optical Filters Enable High Speed Multispectral
Imaging Camera," 2011, url: http://halmapr.com/
[28] Imaco, "JAI AD - Fusion series 2-CCD cameras," 2011, url:
http://http://www.imaco.pl/.
[29] A. Narendran, "A Study of CMOS Cameras," Student Report for course ELEC
663.
[30] D. Wu, H. Shi, S. Wang, Y. He and Y. Bao, "Rapid prediction of moisture content
of dehydrated prawns using online hyperspectral imaging system," Analytica
Chimica Acta , no. 726, pp. 57-66, 2012.

259

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Rancang Bangun Troller dengan Menggunakan Sistem Remote


Kontrol RF YS-1020
1,2Randy

Rahmat Saleh *), 1Anwar Mujadin & 2Viktor Vekky Ronald Repi

1 Jurusan

Teknik Elektro, Universitas Al Azhar Indonesia

2 Jurusan

Teknik Fisika, Universitas Nasional

randyrahmat8@yahoo.co.id *)

Abstrak
Troller merupakan sebuah alat bantu pemindah barang dalam skala cukup banyak dan berat ke
tempat yang dituju dengan menggunakan tenaga manusia dengan cara didorong. Pada tulisan ini
dijelaskan rancang bangun troller yang dikendalikan oleh mikrokontroler ATMega 16 melalui sistem
kendali pulse width modulation (pwm), yang dilengkapi dengan sistem Komunikasi data remote
control RF Transceiver YS-1020 agar pengguna (manusia) lebih mudah dalam memindahkan barang.
Kata Kunci: ATMega 16; Transceiver YS-1020; pulse width modulation; remote kontrol.

Pendahuluan

Troller atau kereta dorong mulai diproduksi sekitar tahun 1936 di Oklahoma City, Amerika
Serikat oleh Sylvan Goldman. Troller dikenal sebagai alat pemindah barang yang sangat
membantu, guna mempermudah perpindahan suatu barang dalam skala yang cukup
banyak dan berat ke tempat yang dituju dengan menggunakan tenaga manusia dengan
cara didorong. Troller digunakan untuk mengangkut berbagai macam barang seperti
peralatan rumah sakit, makanan, minuman, peralatan industri, hingga barang-barang
berbahaya. Dengan semakin berkembangnya kegunaan troller, maka manusia berinovasi
menambahkan komponen elektronik berupa motor DC pada troller agar penggunaannya
lebih mudah. Salah satu contoh troller yang menggunakan motor DC adalah powered
transport cart yang diproduksi oleh HARLOFF [1].
Pada kenyataanya troller mampu didorong dengan mudah oleh operator (manusia) bila
beban tidak melebihi 30 kg. Diatas 30 kg troller perlu dilengkapi dengan mesin pendorong
elektrik agar memudahkan operator untuk mobilisasi. Selain itu pemindahan barang yang
bersifat mudah terbakar, mudah meledak dan berbau menyengat menjadi bagian yang
sangat berisiko bila troller tersebut di mobilisasi oleh manusia.

Metodologi

Troller dilengkapi dengan 2 buah motor DC power windows mobil kemudian dihubungkan
dengan roda karet. Kedua roda dikendalikan oleh mikrokontroler dengan arah dan
kecepatan yang berbeda. Optimasi momen inersia dan torsi, pada variasi pulse width
modulation (PWM) menjadi topik penelitian ini [2].

2.1

Rancang Bangun Sistem Elektronika

Rancang bangun sistem kontrol elektronik diawali dengan membuat diagram blok
keseluruhan rangkaian sebagai konsep awal untuk menentukan fitur alat. Diagram blok
keseluruhan rangkaian sistem kontrol elektronik diperlihatkan pada Gambar 1 berikut.

261

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Blok Diagram Troller

Blok Diagram Remote

Port D.2

LCD

Port C
Tombol 1

Port B.1

Driver
Motor DC1

Motor
DC 1

Driver
Motor DC2

Motor
DC 2

Port D.4
Port D.5

Tombol 2

Port B.2
Port D.3

MCU 2

MCU 1
Tombol 3

Port B.3

Tx D

Rx D
Vcc
Gnd

Tx D

Rx D

Vcc
Gnd

Tombol 4

Port B.4

YS-1020

YS-1020

Gambar 1. Diagram blok rangkaian sistem kontrol elektronik.

Mikrokontorler 1 (MCU1) berfungsi sebagai pengolah data yang diperoleh dari penekanan
tombol yang akan ditampilkan pada layar LCD dan mengirim data yang telah diolah tersebut
ke modul YS-1020 melalui kaki port D1(TxD). Mikrokontroler 2 (MCU2) berfungsi sebagai
pengolah data yang diterima dari modul YS-1020 melalui kaki port D0 (RxD) dan akan
meneruskan data ke driver motor DC untuk bergerak atau diam [3,4]. Rangkaian lengkap
sistem minimum mikrokontroler ATmega 16A dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian sistem minimum mikrokontroler ATmega 16A.

2.2

Modul YS-1020

Modul YS-1020 dirancang untuk sistem transmisi data profesional dalam jarak pendek.
Rangkaian modul YS-1020 berfungsi sebagai pengirim dan penerima data digital yang
sudah diolah mikrokontroler ATmega 16A pada jarak kurang dari 1 km. Pengiriman dan
penerimaan data digital oleh modul ini menggunakan teknik modulasi digital yaitu Gaussian
Frequency Shift Keying (GFSK) dengan frekuensi pembawa 433MHz [4,5].

2.3

Perancangan Pengendali Motor DC

Rangkaian pengendali motor DC befungsi sebagai penggerak dan pengendali arah putar
dari motor DC. Rangkaian pengendali motor DC dilengkapi dengan Optocopler, MOSFET
IRF540, Transistor BC547, dan Relay. Optocopler berfungsi sebagai pemisah sumber
tegangan mikrokontroler dengan sumber tegangan motor. MOSFET IRF540 berfungsi
sebagai saklar elektronik yang akan meneruskan sinyal PWM dari mikrokontroler menuju

262

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

motor DC. Transistor BC547 berfungsi sebagai saklar elektronik perubah kondisi Relay yang
akan menentukan arah motor DC [2,6,7] .
Pada rangkaian pengendali Motor DC ini terdapat empat buah masukan dari
mikrokontroler. Dua masukan (Port D.2 dan Port D.3) berfungsi sebagai masukan untuk
relay yang akan menentukan arah putar motor DC. Dua masukan (Port D.4 dan Port D.5)
berfungsi sebagai keluaran sinyal PWM yang akan mengendalikan kecepatan motor DC.
Pada Gambar 3 diperlihatkan rangkaian pengendali dua buah motor DC.

Gambar 3. Rangkaian pengendali motor DC.

2.4

Perancangan Perangkat Lunak

Perancangan perangkat lunak dibagi menjadi dua bagian yang pertama yaitu perangkat
lunak pada bagian pengirim (remote control), dan kedua perangkat lunak pada bagian
penerima (troller). Diagram alur perangkat lunak diperlihatkan pada Gambar 4.

263

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

Flow Chart Remote

Mulai

ISSN : 2085-2517

Mulai

Flow Chart Trolley

Inisialisasi Port
& Pengiriman
Serial

T1=0

Inisialisasi Port
& Pengiriman
Serial

Ya Tampil LCD
Maju

TxD = 1

RxD=1"

Tidak

Ya

Port D.2 = 0
Port D.3 = 0
Port D.4 = 1
Port D.5 = 1

Trolley Maju

Port D.2 = 0
Port D.3 = 1
Port D.4 = 1
Port D.5 = 1

Trolley
Belok Kiri

Port D.2 = 1
Port D.3 = 0
Port D.4 = 1
Port D.5 = 1

Trolley
Belok Kanan

Port D.2 = 1
Port D.3 = 1
Port D.4 = 1
Port D.5 = 1

Trolley
Mundur

Tidak

T2=0

Ya

Tampil LCD
Kiri

Ya

Tampil LCD
Kanan

Ya

Tampil LCD
Mundur

TxD = 2

RxD=2"

Tidak

Ya

Tidak

T3=0

TxD = 3

RxD=3"

Tidak

Ya

Tidak

T4=0

TxD = 4

RxD=4"

Tidak

Ya

Tidak

Port D =1

Ya

TxD = 0

RxD=0"

Tidak

Ya

Trolley
Stop

Tidak

Selesai

Selesai

Gambar 4. Diagram alur perangkat lunak pada bagian pengirim.

2.5

Rancang Bangun Mekanik

Troller dilengkapi dengan dua buah roda karet berdiameter 12.5 cm yang terhubung
dengan buah motor DC. Kedua roda tersebut diletakan pada alas kayu berukuran 60 cm x
90 cm untuk menempatan beban uji. Pemasangan dudukan roda sangat penting untuk
menentukan pergerakan roda. Agar troller bergerak lurus diperhitungkan penentuan garis
tepi antara dudukan roda dengan sisi troller, dengan menyesuaikan panjang diagonal antar
roda. Perancangan bangun bentuk troller dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Perancangan bangun bentuk troller.

264

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

2.6

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Perakitan Prototip

Perakitan dibagi menjadi dua bagian, yaitu perakitan sistem mekanik dan perakitan sistem
elektronika. Perakitan mekanik hasil rancang bangun diperlihatkan pada gambar 6 berikut.

Gambar 6 Mekanik torller.

Sistem elektronika terdiri dari dua bagian yaitu sistem elektronika untuk remote kontrol dan
sistem elektronika pada troller. Sistem elektronika pada remote kontrol terdiri dari modul
sistem minimum ATmega 16A, modul YS-1020, push button, dan LCD [6]. Pada Gambar 7
diperlihatkan hasil rancang bangun sistem remote kontrol .

Gambar 7. Remote Kontrol.

Sistem elektronika pada troller terdiri dari modul sistem minimum Atmega 16A yang
berfungsi sebagai pengolah data, modul YS-1020 berfungsi sebagai penerima data yang
dikirim oleh remote kontrol, Driver motor berfungsi sebagai penggerak motor DC. Pada
gambar 8 diperlihatkan sistem elektronika pada troller.

265

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Gambar 8 Sistem Elektronika troller

3
3.1

Pengujian dan Analisa


Pengujian Kemampuan Prototip

Proses pengujian pertama kemampuan Prototip dilakukan dengan cara menghitung waktu
yang diperlukan untuk mencapai jarak tertentu dengan memberikan beban yang bervariasi
dengan duty cycle 100% (12V). Dari pengujian yang telah dilakukan didapatkan hasil
seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Waktu tempuh troller dengan variasi beban (duty cycle 100% = 12V).
Jarak

Waktu Yang Diperoleh (s)


Beban

Tanpa

(cm)

Beban

10Kg

20Kg

30Kg

40Kg

50Kg

400

7,62

7,92

8,84

9,14

9,65

800

15,16

15,76

15,90

16,46

17,88

18,80

1200

22,59

23,12

23,82

24,28

26,13

28,15

1600

30,03

31,23

31,31

32,39

34,72

37,87

2000

37,56

38,52

39,36

40,31

43,38

47,20

2400

45,30

45,92

47,09

48,30

51,39

56,74

2800

52,54

53,72

54,93

55,96

60,10

65,99

3200

59,89

61,84

63,08

64,88

69,10

75,84

Pada proses pengujian yang kedua dilakukan dengan cara merubah duty cycle PWM
menjadi 75% (9V). Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Waktu tempuh troller dengan variasi beban (duty cycle 75% = 9V).

266

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Waktu Yang Diperoleh (s)

Jarak

Beban

Tanpa
(cm) Beban 10Kg

20Kg

400

8,31

10,11

800

8,9

30Kg 40Kg 50Kg

16,6 17,53 22,21

1200 24,29 25,96 34,75

1600 32,31 34,32 48,57

2000 40,1 42,83

2400 47,97 50,96 79,16

2800 55,86 59,83 96,05

3200 64,85 69,57 115,04

63,4

Pada proses pengujian yang ketiga dilakukan dengan cara merubah duty cycle PWM
menjadi 50% (6V). Hasil dari pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Waktu tempuh troller dengan variasi beban (duty cycle 50% = 6V).
Jarak

Waktu Yang Diperoleh (s)


Beban

Tanpa

(cm)

Beban 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg

400

12,41

800

25,51

1200 39,83

1600 54,85

2000 71,68

2400 89,02

2800 108,94

3200 129,96

Selain menghitung waktu yang diperlukan untuk mencapai jarak tertentu, dilakukan pula
pengujian sudut simpang badan troller tanpa membawa beban dengan cara memberikan
variasi duty cycle pada motor kanan dengan jarak 200 cm. Hasil dari pengujian tersebut
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jarak pergeseran troller dengan perubahan duty cycle.

267

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Duty cycle

Vol 4 (1), 2012

Percobaan
Jarak (Cm)
Ke1
200

Kanan
100% Kiri 100%

Kanan
90% - Kiri
100%

Kanan
80% - Kiri
100%

Kanan
70% - Kiri
100%

Kanan
60% - Kiri
100%

3.2

ISSN : 2085-2517

Lebar
(Cm)
5

200

5,5

200

4,5

200

6,5

200

200

5,5

200

200

5,5

200

4,5

200

200

3,7

200

200

3,5

200

200

200

4,3

200

3,5

200

2,9

200

2,5

200

200

200

2,7

200

2,5

200

2,5

200

2,8

Analisa Kemampuan Prototip

Dari data yang diperoleh melalui pengujian kemampuan prototip kita dapat menghitung
kecepatan rata-rata yang dapat ditempuh oleh troller seperti terlihat pada tabel
Duty cycle 100% artinya bahwa sinyal tegangan pengatur motor dilewatkan seluruhnya.
Pada penelitian kali ini catu daya yang digunakan adalah 12V, maka motor akan
mendapatkan tegangan 12Volt.
Dari data tabel 5 dapat terlihat bahwa ketika troller diberi beban yang lebih berat maka
kecepatan troller akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya
program untuk menjaga kecepatan troller agar tetap konstan.
Tabel 5. Kecepatan troller (duty cycle 100% = 12V).

268

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Lap

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Kecepatan Yang Diperoleh (m/s)


Tanpa

Beban

(4m) Beban 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg


1

0,52

0,50 0,51 0,45

0,44

0,41

0,53

0,51 0,50 0,49

0,45

0,43

0,53

0,52 0,50 0,49

0,46

0,43

0,53

0,51 0,51 0,49

0,46

0,42

0,53

0,52 0,51 0,50

0,46

0,42

0,53

0,52 0,51 0,50

0,47

0,42

0,53

0,52 0,51 0,50

0,47

0,42

0,53

0,52 0,51 0,49

0,46

0,42

Rata2 0,53

0,51 0,51 0,49

0,46

0,42

Dari tabel 2 kita dapat mengetahui kecepatan rata-rata troller dengan duty cycle 75%.
Kecepatan rata-rata troler dengan duty cycle 75% dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kecepatan troller (duty cycle 75% = 9V).

Lap
(4m)

Kecepatan Yang Diperoleh (m/s)


Tanpa

Beban

Beban 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg

0,48

0,45 0,40

0,48

0,46 0,36

0,49

0,46 0,35

0,50

0,47 0,33

0,50

0,47 0,32

0,50

0,47 0,30

0,50

0,47 0,29

0,49

0,46 0,28

Kec. Rata2 0,49

0,46 0,33

Dari tabel 4.6 dapat terlihat bahwa dengan dikurangkannya duty cycle menjadi 75% maka
kecepatan pada troller menjadi jauh berkurang, dan ketika troller diberi beban 30Kg, troller
tidak dapat bergerak. Hal ini terjadi karena dengan berkurangnya duty cycle yg dikeluarkan
oleh mikrokontroler maka daya yang diperoleh motor juga berkurang, sehingga troller tidak
dapat bergerak. Dengan diberi duty cycle 75% maka tegangan rata-rata yang diperoleh
motor sebesar 9V.
Sedangkan ketika duty cycle menjadi 50% troller hanya dapat bergerak tanpa beban,
apabila diberi beban maka troller tidak dapat bergerak. Hal ini dapat dijadikan sebagai duty
cycle minimum penggerak troller. Dengan diberi duty cycle 50% maka tegangan rata-rata
yang diperoleh motor sebesar 6V. Untuk data kecepatan troller dengan duty cycle 50%
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kecepatan troller (duty cycle 50% = 6V).

269

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Lap
(4m)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Kecepatan Yang Diperoleh (m/s)


Tanpa

Beban

Beban 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg

0,32

0,31

0,30

0,29

0,28

0,27

0,26

0,25

Kec. Rata2 0,29

Setelah data kecepatan rata-rata troller diperoleh dan mengetahui jari-jari roda (6.25 cm),
maka kita dapat mengetahui kecepatan sudut roda (). Kecepatan sudut diperoleh dengan
membagi kecepatan tangensial ( ) dengan jari-jari lintasan (r) [8], secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
(1)
Pada tabel 8 diperlihatkan kecepatan sudut roda dengan duty cycle dan bobot yang
berbeda-beda.
Tabel 8. Kecepatan sudut roda.
Kecepatan sudut (Rad/s)
duty cycle Beban Beban Beban Beban Beban Beban
0Kg 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg
100%
8.48 8.16 8.16 7.84 7.36 6.72
75%

7.84

7.36

5.28

50%

4.64

Dengan didapatnya kecepatan sudut pada roda dan daya yang digunakan oleh motor DC,
maka kita dapat mengetahui besar torsi pada motor DC dengan persamaan berikut [9]:
(2)
Pada tabel 9 diperlihatkan besar torsi pada motor dengan duty cycle dan bobot yang
berbeda-beda.
Tabel 9. Torsi pada motor.
Torsi Motor (Nm)
duty cycle Beban Beban Beban Beban Beban Beban
0Kg 10Kg 20Kg 30Kg 40Kg 50Kg
100% (12V) 2,83 2,94 2,94 3,06 3,26 3,57
75% (9V)

2,30

2,45

3,41

50% (6V)

2,59

270

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Dari data yang diperoleh terlihat bahwa metode PWM dapat mempengaruhi jarak
pergeseran badan troller dari garis lurus maju troller. Dari Tabel 4, dengan menggunakan
persamaan trigonometri maka akan diperoleh besar sudut simpang troller. Dengan duty
cycle 100% pada motor kiri dan kanan besar sudut simpangan pada troller adalah 1,57
kearah kanan. Apabila duty cycle pada motor kanan 90% dan motor kiri tetap 100%, maka
sudut simpangan pada troller adalah 1,34 kearah kanan. Apabila duty cycle pada motor
kanan menjadi 80% dan motor kiri 100%, maka sudut simpangan pada troller adalah 1,04
kearah kanan. Apabila duty cycle pada motor kanan dikurangi lagi menjadi 70%, maka
sudut simpangan pada troller menjadi 0,93 kearah kanan. Dan pada percobaan terakhir
ketika duty cycle pada motor kanan sebesar 60%, hasil sudut simpangan pada troller yaitu
0,77. Pada tabel 10 diperlihatkan besar sudut simpangan troller dengan perubahan duty
cycle.
Tabel 10 Sudut simpangan troller dengan perubahan duty cycle.
PWM

Kanan 100% Kiri 100%

Kanan 90% Kiri 100%

Kanan 80% Kiri 100%

Kanan 70% Kiri 100%

Kanan 60% Kiri 100%

Percobaan Lebar
Sudut
Tan
Rata-rata
(Cm)
simpangan
Ke1

0,025

1,43

5,5

0,027

1,57

4,5

0,022

1,29

6,5

0,032

1,86

0,03

1,71

5,5

0,027

1,57

0,025

1,43

5,5

0,027

1,57

4,5

0,022

1,29

0,015

0,86

3,7

0,018

1,05

0,02

1,14

3,5

0,017

0,02

1,14

0,015

0,86

4,3

0,021

1,23

3,5

0,017

2,9

0,014

0,83

2,5

0,012

0,72

0,015

0,86

0,015

0,86

2,7

0,013

0,77

2,5

0,012

0,72

2,5

0,012

0,72

2,8

0,014

0,8

1,572

1,344

1,038

0,928

0,774

Kesimpulan

Dari hasil perancangan, perakitan, eksperimen, dan analisa, dapat disimpulkan bahwa
telah berhasil dilakukan rancang bangun troller dengan menggunakan sistem remote
kontrol. Secara garis besar kinerja troller pada penelitian ini diukur pada duty cycle PWM
100% memiliki performa mampu menarik beban sebesar 50Kg dengan kecepatan rata-rata
sebesar 0.42 m/s. Ditunjukan pada data yang diperoleh dari pengujian dengan duty cycle
PWM 100%, troller mampu mengangkut beban sebesar 50 Kg sejauh 32 m dengan waktu
tempuh selama 75,84 detik. Dengan penurunan PWM sebesar 25% akan menurunkan
kemampuan troller dalam mengangkat beban sebesar 20 Kg. Dan dari data yang diperoleh,
metode PWM mampu mempengaruhi sudut simpangan dari troller.

271

J.Oto.Ktrl.Inst (J.Auto.Ctrl.Inst)

Vol 4 (1), 2012

ISSN : 2085-2517

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Program Studi Teknik Elektro Universitas Al


Azhar Indonesia dan Program Studi Teknik Fisika Universitas Nasional atas bantuan fasilitas
tempat laboratorium serta segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian
dilakukan.

Daftar Pustaka

[1] Powered Transport Cart. 26 Juni 2015, http://www.harloff.com/acute-carts/poweredtransport-cart/.


[2]
Jamal A. Mohammed, PulseWidth Modulation for DC Motor Control Based on LM324,
Eng. &Tech. Journal, Vol. 31,Part (A), No.10, 2013
[3]
datasheet atmega16a. 02 Desember 2014, http://www.alldatasheet.com.
[4]
Wardhana, Arif Musa Kusuma, Perancangan Sistem Komunikasi Wireless Pada
Kapal (Mcst1- Ship Autopilot) Dengan Media Komunikasi Rf Untuk Mendukung
Sistem Autopilot, Teknik Fisika, ITS Surabaya, 2012.
[5]
Michael P. Fitz, Fundamentals of Communication System, Singapore: McGraw-Hill.
[6]
David R. Shircliff, Build a Remote-Controlled Robot, Singapore. McGraw-Hill.
[7]
datasheet MOSFET IRF540. 10 Juni 2015, http://www.vishay.com/doc?91000
[8]
Mirza Satriawan, Fisika Dasar, Departemen Fisika, UGM, 2012.
[9]
Torsi
(torque)
Pada
Motor,
26
Juni
2015,
http://direktorilistrik.blogspot.com/2012/11/torsi-torque-pada-motor.htm

272

Informasi bagi Penulis Naskah


Penerimaan Naskah
Naskah yang diterima berasal dari civitas academica baik dari Institut Teknologi Bandung
maupun dari luar ITB, dan dari kalangan industri yang berhubungan dalam bidang otomasi,
kontrol, dan instrumentasi. Naskah yang dikirim tidak pernah dipublikasikan pada jurnal atau
majalah yang lain sebelumnya. Bahasa yang dipakai dalam penulisan adalah bahasa Indonesia
atau bahasa Inggris. Naskah akan diuji kelayakannya oleh Mitra Bestari berdasarkan keaslian
(orisinalitas), relevansi, dan validitas ilmiah.

Penulisan Naskah
Format penulisan dan jenis font mengikuti petunjuk berikut :
Mirror margin, margin dalam 2.5 cm, margin luar 2 cm, margin atas dan bawah 2.54 cm.
Ukuran judul 14 pt (bold), nama penulis 10 pt, alamat institusi 10 pt.
Abstrak dan kata kunci 9 pt, judul bab / sub bab 12 / 10 pt, body text 10 pt.
Judul gambar/tabel 9 pt (bold), ukuran kertas : B5 (JIS), jenis huruf : Franklin Gothic Book.
Panjang naskah termasuk tabel dan gambar maksimum 20 halaman. Naskah diterima oleh
redaksi berbentuk softcopy dengan format DOC. Pencantuman gambar diusahakan sejelas
mungkin dan dalam warna hitam putih.
Contoh penulisan judul dan penulis :

A Measurement-Based Form of the Out-of-Place Quantum


Carry Lookhead Adder
1A.
1)Department

2)Yagami

Trisetyarso, 1R. Van Meter, 2K. M. Itoh

of Applied Physics and Physico-Informatics, KeioUniversity, Japan

Campus, 3-14-1Hiyoshi, Kohoku-ku,Yokohama-shi, Kanagawa-ken 223-8522,


Japan

Abstrak
Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris disesuaikan dengan isi naskah.
Panjang abstrak tidak lebih dari 200 kata dan dalam satu paragraf. Kata kunci dicantumkan
setelah abstrak dan ditulis dengan huruf miring (italic). Jumlahnya tidak lebih dari 10 kata yang
ditulis berurutan, dengan tanda koma sebagai pemisah antar kata.

Rujukan
Penulisan rujukan dalam naskah didasarkan pada urutan pemunculannya dalam isi naskah,
seperti contoh di bawah ini:

[10] J.F. MacGregor, D.T. Fogal, Judul jurnal, Nama jurnal, 5 (3) (1995) hal 163-171.
[11] J.F. MacGregor, D.T. Fogal, Judul buku, ed.2, Penerbit (1997), hal 5-10.
[12] Nama penulis (jika ada), Judul makalah (jika ada), Organisasi, alamat situs web, (12
Juni 1998).
Setiap penulis naskah yang dimuat dalam jurnal akan mendapat satu reprint jurnal secara cumacuma.

Jurnal Otomasi, Kontrol &


Instrumentasi
Journal of Automation, Control and
Instrumentation
Volume 8, No.2, Tahun 2016
1.

Gestur Berbasis Estimasi Sudut Gulung untuk Pengendalian Manipulator


Muhammad Fuad

2.

Integrasi Rancangan Sistem Observasi Kapal Permukaan Otomatis dengan Google Earth
Mahesa G. A. Satria, Indra Jaya, Yopi Novita

3.

Komparasi Metode Deteksi Friksi Statis Katup Berbasis Pencocokan Grafis


Daniel Kristanto, Awang N.I. Wardana, Widya Rosita

4.

Komparasi Pemodelan dan Identifikasi Sistem pada Dinamika Temperatur Gas Buang
Ruang Bakar pada Circulated Fluidized Bed Boiler
Muhammad N. Anis, Awang N. I. Wardana, Ester Wijayanti

5.

Modifikasi Penggerak Proses Dressing untuk Mengatasi Trouble Roundness Valve NG pada
Mesin Seat Grinder Ntvs-2894
Muhammad Hidayat, Suhartinah, Sri Lestari

6.

Pengembangan Monitoring System dan Electronic Load Controller pada Pembangkit Listrik
Tenaga Arus Sungai (PLTAS)
Dominikus Sulistiono, Alfeus Sunarso, Agato, IG. Gunawan Widodo, Halasan Sihombing

7.

Pengontrolan Penjejak Dinding dengan Batasan Orientasi pada Kursi Roda Robotik
Stephen Andronicus, Amrizal Nainggolan, Antony Anggriawan Siswoyo, Augie Widyotriatmo

8.

Pengembangan Instrumen Berbasis Konduktivitas untuk Mendeteksi Cemaran Pangan


dalam Produk Pertanian
Ani Mulyasuryani, Akhmad Zainuri

9.

Rancang Bangun Pencitraan Multispektral Cahaya Tampak untuk Deteksi Kesegaran Ikan
Gurami (Osphronemus Goramy)
Reza Arraffi Birahmatika, Aulia M. T. Nasution

10. Rancang Bangun Troller dengan Menggunakan Sistem Remote Kontrol RF YS-1020
Randy Rahmat Saleh , Anwar Mujadin, Viktor Vekky Ronald Repi

Anda mungkin juga menyukai