Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan
merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman
jagung semakin meningkat penggunaannya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan seperti pembuatan pupuk kompos, kayu
bakar, turus (lanjaran), bahan kertas dan sayuran (Anonim, 2007) bahan dasar/bahan
olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, dextrin, aseton, gliserol, perekat,
tekstil dan asam organik bahan bakar nabati (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten
Bantul, 2008).
Jagung menempati posisi penting dalam perekonomian nasional, khususnya
untuk mendukung perekonomian Sumatera Utara, karena merupakan sumber
karbohidrat sebagai bahan baku industri pangan, pakan ternak unggas dan ikan.
Disamping bijinya, biomassa hijauan jagung juga diperlukan dalam pengembangan
ternak sapi (Ditjen Tanaman Pangan, 2006).
Kebutuhan jagung dalam negeri untuk pakan ternak mencapai 4,90 juta ton dan
bahkan masih mengimpor jagung 1.80 juta ton tahun 2005 dan diprediksi menjadi 6,60
juta ton dan diperkirakan akan mengimpor jagung mencapai 2.20 juta ton tahun 2010,
kalau produksi nasional tidak dipacu (Ditjen Tanaman Pangan, 2006., Balai Penelitian
Tanaman Serealia, 2007a). Sumatera Utara merupakan salah satu daerah potensial untuk
pengembangan jagung di Indonesia. Selama Pelita VI produktivitas jagung pipilan
kering di Sumatera Utara tergolong yaitu 3,7 t/ha/panen dan pada tiga tahun Pelita VI
menurun menjadi 3,2 ton/ha/panen (Haloho, Gurning dan Sembiring, 2004) dan sejak
tahun 1991-2000 permintaan jagung setiap tahunnya meningkat sebesar 6,4%,
sementara peningkatan laju produksi masih dibawah permintaan yaitu 5,6%.

Universitas Sumatera Utara

Produksi jagung Sumatera Utara tahun 2007 sebesar 804.850 ton, naik sebesar
122.808 ton dibandingkan produksi jagung tahun 2006 dan tahun 2008 mengalami
kenaikan produksi 198.013 ton atau 18.01% dengan luas lahan 238. 168 hektar atau
rata-rata produksi 4.3 ton/ha/panen (Sidabalok, 2008 dan BPS, 2008).

Hasil kajian

perkembangan jagung di Sumatera Utara oleh Haloho dkk (2004) produktivitas jagung
tertinggi pernah mencapai 8.0 ton/ha/panen. Dengan demikian terdapat kesenjangan
yang cukup besar antara produksi riil dengan produksi potensial.
Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi
secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan pengunaan varietas,
pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak sesuai untuk
pertumbuhan tanaman jagung, dan keragaman produktivitas tersebut diduga disebabkan
adanya perbedaan penggunaan benih bersertifikat, teknologi budidaya kurang memadai,
pola tanam yang tidak sesuai, ketidaktersediaan air dan kondisi sosial ekonomi petani
(Supriono, 2006).
Selanjutnya Haloho dkk (2004) terjadinya fluktuasi produksi jagung di Sumatera
Utara disebabkan faktor penggunaan varietas lokal dan penggunaan turunan hibrida
yang berpotensi hasil rendah, sehingga peranan varietas unggul komposit atau bersari
bebas diharapkan dapat menonjol dalam potensi hasil per satuan luas. Lebih lanjut
Suwarno (2008) menyatakan

negara berkembang lahan pertanaman jagung masih

ditanami varietas bersari bebas sekitar 61%. Hal ini dimungkinkan karena varietas
bersari bebas lebih mampu beradaptasi pada kondisi lahan marginal. Manshuri (2007)
mengatakan penggunaan varietas bersari bebas merupakan alternatif bagi peningkatan
produksi jagung serta mampu mewujudkan keunggulan hasil pada kondisi lingkungan
tumbuh tertentu. Biasanya keberadaan varietas lokal ditingkat petani dapat bertahan
lama dan petani belum mau mengganti varietas lokalnya sebelum yakin dengan varietas

Universitas Sumatera Utara

baru lebih unggul dan menguntungkan (Anonim, 2007) dan salah satu alternatifnya
menggunakan varietas unggul komposit dan harganya jauh lebih murah dari varietas
hibrida, sehingga harga benih dapat dijangkau oleh petani.
Varietas lokal Pulut, Srikandi Putih I dan Srikandi Kuning I kemungkinan dapat
dikembangkan di sentra-sentra pertanian palawija di Sumatera Utara. Azrai (2004)
mengatakan varietas tersebut dapat beradaptasi pada semua lingkungan tumbuh.
Varietas jagung komposit Srikandi Kuning I dan Putih I dapat mencapai potensi hasil
8.0 t/ha dan jagung komposit ini diperoleh dari introduksi Balai Penelitian Tanaman
Serealia Maros Sulawesi Selatan (Zubachtirodin, 2007) turunan jagung komposit ini
lebih stabil bila ditanam kembali serta dapat diperbanyak dan dikembangkan oleh
petani (Arief, 2004). Oleh karena itu, ketiga varietas tersebut mempunyai prospek
untuk dikembangkan sebagai sintesis protein pada ternak monogastrik dan manusia
yang kekurangan gizi (Azrai, 2004) karena mengandung asam amino lisin dan triptofan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak manusia (Sinar Tani Online, 2008).
Pengerjaan olah tanah merupakan persiapan tanam dan sering dikelompokkan
menjadi olah tanah pertama yang tujuannya untuk menata ulang bongkahan tanah dan
struktur tanah menjadi remah, sehingga memungkinkan peresapan air lebih cepat,
pertukaran udara yang cukup serta dapat mengendalikan gulma, sedangkan olah tanah
kedua untuk menciptakan kondisi tanah yang lebih halus (Tas, 2008).

Tetapi

pengolahan tanah yang intensif dapat menyebabkan tanah menjadi peka terhadap erosi
permukaan dan air tanah cepat menguap, karena penurunan bobot isi tanah dan akhirnya
mengakibatkan tanaman mengalami kekeringan. Selanjutnya Hakim (1986) dengan
pengolahan tanah secara terus menerus dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah,
sehingga perlu diupayakan agar tanah tidak terlalu sering diolah atau cukup dengan
pengolahan tanah minimum, sehingga gulma akan cepat tumbuh dan subur, oleh

Universitas Sumatera Utara

karenanya penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma sangat diharapkan


(Simatupang, 2006).
Tanpa Olah Tanah (TOT) mulai banyak diterapkan petani di sentra produksi
palawija Jawa Tengah dan Jawa Timur setelah panen padi, petani memanfaatkan lahan
dengan menanam

berbagai palawija.

Tanpa olah tanah diawali dengan aplikasi

herbisida berbahan aktif glifosat untuk mematikan gulma (Mulyadi, Dadang, Pramono,
2007).

Lebih lanjut Sarno (2006) keunggulan olah tanah konservasi (olah tanah

minimum dan tanpa olah tanah) lebih mampu memperbaiki dan atau mempertahankan
produktivitas lahan dibandingkan dengan olah tanah konvensional, sehingga dengan
penerapan sistim penyiapan lahan tanpa olah tanah dengan cara yang arif dan tepat akan
memberikan hasil yang optimal (Simatupang, 2006).
Peningkatan produksi jagung dapat juga dilakukan dengan cara pengaturan
tingkat kerapatan tanaman. Kerapatan tanaman akan mempengaruhi penampilan dan
produksi tanaman terutama dalam efisiensi penggunaan intensitas cahaya. Umumnya
produksi yang tinggi untuk tiap satuan luas dapat tercapai dengan populasi tanaman
yang tinggi, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimum di awal
pertumbuhan, tetapi pada akhirnya akan menurun juga pertumbuhan tanaman, karena
terjadi persaingan dalam memperoleh cahaya dan efeknya mengurangi ukuran pada
seluruh bagian-bagian tanaman. Budiastuti (2006) semakin rapat jarak tanam maka
semakin tinggi tanaman, karena jumlah cahaya akan berkurang mengenai tubuh
tanaman dan pada akhirnya mempengaruhi luas daun dan bobot kering tanaman.
Peningkatan produksi jagung tidak terbatas hanya pada pengolahan tanah dan
kerapatan tanaman saja, tetapi dapat juga dengan menggunakan varietas yang sesuai,
karena tanaman jagung ada yang tidak sesuai pada daerah tertentu yang kondisi
tanahnya kurang subur. Selain itu Manshuri (2007) mengatakan penggunaan varietas

Universitas Sumatera Utara

unggul baru merupakan alternatif bagi peningkatan produksi dan

diprogramkan

perluasan areal mengarah pada lahan-lahan bermasalah dan diupayakan penggunaan


varietas yang toleran (Supriono, 2006).
Melihat kondisi rendahnya produksi jagung ditingkat petani maupun secara
nasional khususnya di Sumatera Utara, maka masih sangat diperlukan kajian-kajian
ulang penelitian yaitu dengan memodifikasi kultur tehnisnya guna meningkatkan
pertumbuhan dan produksi jagung. Selain faktor tersebut adanya masalah sosial yang
dihadapi petani yaitu penanaman varietas lokal secara terus menerus akibat keterbatasan
modal disertai tidak adanya program bantuan dan bimbingan teknis yang ditangani oleh
Pemerintah.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang sering dihadapi petani tanaman jagung yaitu biaya pengolahan
tanah dan perlu diupayakan bagaimana memperkecil biaya tersebut melalui berbagai
upaya penelitian kearah sistim pengolahan tanah.

Pengolahan tanah (Traditional

Tillage) dianggap sebagai penentu untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan


tanaman jagung dan umumnya pengolahan tanah dilakukan dua kali. Demikian
sebaliknya dengan pengolahan tanah secara terus menerus juga dapat menyebabkan
masalah, dan saat ini sebahagian kalangan petani dan pengelola komoditi jagung ada
yang menerapkan pengolahaan tanah satu kali (Minimum tillage) atau sama sekali
tanahnya tanpa diolah (No Tillage) hanya mengandalkan teknologi herbisida, sehingga
pertumbuhan gulma dapat ditekan sekecil mungkin .
Jarak tanam juga perlu mendapat perhatian khusus, karena jarak tanam yang
rapat dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman jagung akibat persaingan
sesama tanaman. Jarak tanam yang jarang mengakibatkan tidak maksimalnya

Universitas Sumatera Utara

pemanfaatan lahan, sehingga akan mempengaruhi seluruh faktor pembatas tanaman dan
produktivitasnya.
Strategi yang dapat digunakan

untuk meningkatkan produktivitas tanaman

jagung dapat melalui pemilihan alternatif varietas, olah tanah mana yang sesuai dan
pengaturan jarak tanam yang tepat tentu akan mendukung pertumbuhan dan produksi
tanaman itu sendiri.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan sistim olah tanah yang sesuai guna meningkatkan pertumbuhan
dan produksi jagung.
2. Untuk mengetahui kerapatan tanam optimum yang tepat dan dapat menekan
keragaman dan kelimpahan gulma serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi.
3. Untuk mendapatkan varietas jagung introduksi yang terbaik dan sesuai di lahan BPP
Dinas Pertanian Kota Medan, Desa Selambo Amplas Medan.
4. Untuk mengetahui interaksi persiapan tanam melalui olah tanah yang sesuai dan
kerapatan tanam yang tepat dapat mempengaruhi keragaman dan kelimpahan gulma
untuk pertumbuhan dan produksi jagung.
1.4. Hipotesis Penelitian
1. Sistim olah tanah yang berbeda berpengaruh untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produksi.
2. Kerapatan tanam yang berbeda dapat menekan keragaman dan kelimpahan gulma
serta dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi.
3. Jagung introduksi sesuai untuk ditanam di lahan BPP Dinas Pertanian Kota Medan,
Desa Selambo Amplas Medan.

Universitas Sumatera Utara

4. Ada interaksi antara perlakuan persiapan tanam dengan kerapatan tanam terhadap
keragaman dan kelimpahan gulma serta pertumbuhan dan produksi jagung.
1.5. Kegunaan Penelitian
Untuk memperluas wawasan ilmu pengetahuan penulis maupun kalangan
peneliti lainnya yang berhubungan dengan pengolahan tanah, keragaman dan
kelimpahan gulma terhadap pertumbuhan dan produksi jagung pada jarak tanam yang
berbeda.
Sebagai bahan penulisan tesis dan merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh Magister Sains di Sekolah Pasca Sarjana USU Medan.
Hasil

penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan

kontribusi

untuk

meningkatkan produksi jagung di Sumatera Utara, khususnya kepada petani yang


menggunakan varietas jagung komposit melalui persiapan tanam dan jarak tanam.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai