Anda di halaman 1dari 19

Disusun oleh Davrina Rianda, S.

Ked
ToF muncul pada 3 dari 10.000 angka kelahiran. Kondisi ini merupakan penyebab tersering
dari penyakit jantung sianosis pada pasien usia neonatal, dan muncul pada 10% dari seluruh
lesi jantung kongenital. ToF adalah defek jantung kongenital sianotik yang mana kelainan
utamanya adalah deviasi anterior dari septum infundibulum (septum otot yang memisahkan
aliran darah ke pembuluh darah aorta dan pulmoner).
Etiologi ToF bersifat multifaktorial. Anomali kromosom yang berhubungan dengan ToF
dapat berupa trisomi 21, 18, dan 13, serta mikrodelesi dari kromosom 22. Satu dari lima
pasien adalah ToF dengan stenosis pulmonal, sementara dua dari lima pasien mengalami ToF
dengn atresia pulmonal. ToF dapat juga dikaitkan dengan anomali lainnya. Pada delesi
kromosom 22, misalnya, ditemukan abnormalitas palatum, fasies dismorfik, gangguan
belajar, defisiensi imun, dan hipokalsemia yang merujuk pada sindrom DiGeorge. Risiko
rekurensi pada keluarga mencapai 3%. ToF juga dikaitkan dengan konsumsi maternal asam
retinoat pada trimester pertama, diabetes yang tidak terkontrol, dan fenilketonuria yang tidak
tertangani.1,2,3,4
Pada pasien ToF, diagnosis banding mencakup penyakit sianosis dengan murmur lainnya,
seperti hipertensi pulmonal persisten pada bayi yang baru lahir, stenosis pulmonal kritis,
malformasi Ebstein, transposed arterial trunks, common arterial trunk, totally anomalous
pulmonary venous connection, dan atresia trikuspid.2

Gambar 1. Anatomi Tetralogi of Fallot5

B. Patofisiologi1,6,7,8,9,10
Embriologi jantung bermulai dari adanya tuba. Terdapat dua bagian tuba, yaitu trunkus
arteriosus dan bulbus kordis yang berkembang menuju satu sama lainnya. Trunkus arteriosus
akan mengalami perputaran 180o dan tumbuh ke arah bawan, menuju bulbus kordis.
Peprutaran ini akan memisahkan aorta dengan arteri pulmonal. Deviasi ke arah anterior dari
perputaran ini menyebabkan ToF. Deviasi antero-sefalad pada pembentukan lubang septum
ventrikular dapat disertai dengan pembentukan jaringan fibrosa pada septum yang gagal
mengalami proses muskularisasi. Deviasi ini dapat ditemukan pada absennya obsrtuksi
subpulmonal, seperti pada defek septum ventrikel Eisenmenger. Oleh karena itu, pada pasien
dengan ToF, perlu dipastikan adanya morfologi abnormal dari trabekula septoparietal yang
melingkari traktur aliran subpulmonal. Kombinasi adanya deviasi septum dan trabekulasi
septoparietal yang hipertrofi menghasilkan karakteristik adanya obstruksi aliran ventrikel
kanan. Deviasi jaringan muskular pada lubang septum juga menyebabkan adanya defek
septum ventrikel dengan gangguan alignment dan menyebabkan munculnya overriding dari
aorta. Hipertrofi miokardium ventrikel kanan merupakan konsekuensi hemodinamik akibat
adanya lesi yang disebabkan oleh deviasi lubang septum.
ToF dicirikan dengan empat abnormalitas pada jantung, yaitu

Ventricular septal defect (VSD) yang besar

Komunikasi interventrikular muncul karena adanya malaligntment lubang aliran keluar dari
septum ventrikel bagian muskular, ke arah anterior dan sefalad. Munculnya lubang pada
septum merupakan salah satu ciri defek malalignment. Pada beberapa pasien, batas posteroinferior dari lubang antara ventrikel dibentuk dengan area fibrosa yang kontinyu antara katup
trikuspid dan aorta, serta melibatkan sisa dari bagian interventrikular pada septum
membranosa. Pada pasien ini, defek VSD disebut diklasifikasikan sebagai perimembranosa.
Ketika aorta meng-override VSD lebih dari 50% dari bagiannya dan jika ada konus subaortik,
defek ini diklasifikasikan sebagai bentuk double-outlet right ventricle, namun dinamika
sirkulasinya sama dengan tetralogi Fallot .

Gambar 2 dan 3. Gambaran jaringan fibrosa pada perbatasan katup aorta dengan trikuspid
pada daerah posteroinferior VSD, memberikan gambaran perimembranosa dan gambaran
kardinal dari Tetralogi Fallot1

Gambar

4.

Gambaran Tetralogi Fallot dengan atresia pulmonal

Obstruksi pada right vetricular outflow tract (RVOT)

Deviasi antero-sefalad pada lubang septum, ditambah dengan anomali pada trabekulasi
septoparietal, menyebabkan adanya penyempitan pada traktus aliran subpulmonal. Obstruksi
muskular pada area subpulmonal dapat meningkat dengan adanya katekolamin, atau pada
kondisi volume intravaskular yang menurun, dan menjadi predisposisi untuk pasien
mengalami episode akut desaturasi (hypercyanotic spells). Obstruksi aliran menuju paru ini
dapat mengalami ekstensi. Katup pulmonal dapat mengalami hipolasia, dengan katup
fungsional yang abnormal, dan kadang mengalami konfigurasi bifoliata. Otot infundibular,
atau krista supraventrikularis, mengalami hipertrofi, yang memperberat stenosis subvalvuler
dan menghasilkan ruang infundibular dengan ukuran dan kontur bervariasi. Aliran darah ke
paru dapat dibantu oleh adanya patent ductus arteriosus (PDA) atau oleh beberapa arteri
kolateral aortopulmoner utama (MAPCAs) yang muncul dari aorta asendens dan desendens
dan memasok berbagai segmen paru. Tingkat obstruksi aliran keluar ventrikel kanan
menentukan waktu timbulnya gejala, tingkat keparahan sianosis, dan derajat hipertrofi
ventrikel kanan. Ketika obstruksi aliran ventrikel kanan hanya memiliki derajat ringan sampai
sedang dan shunt pada VSD terbilang seimbang, pasien mungkin tidak tampak sianosis
(tetralogi Fallot asianotik/pink). Ketika obstruksi parah, sianosis akan muncul sejak lahir dan
memburuk ketika PDA mulai menutup.

Right ventricle hypertrophy (RVH)

Aorta yang overriding

Karena adanya displacement pada lubang septum yang mengalami malalignment ke ventrikel
kanan, aorta dapat mengalami overriding pada septum ventrikel muskular. Pada kondisi
dengan obsrtuksi subpulmonal yang signifikan, shunting pada perhubungan interventrikular
umumnya bersifat right-to-left, sehingga menyebabkan ejeksi aliran darah yang
terdeoksigenasi ke sirkulasi sistemik. Beban volume kronik pada overriding aorta
menyebabkan dilatasi pada dasar aorta.

Gambar 5. Hipertrofi ventrikel kanan dan VSD pada ToF


Jika seorang anak minimal memiliki dua dari empat kelainan patologis (umumnya VSD yang
besar untuk menyeimbangkan tekanan pada kedua ventrikel dan obstruksi RVOT), maka anak
tersebut dapat didiagnosis sebagai ToF. Kondisi hipertrofi pada ventrikel kanan umumnya
bersifat sekunder karena adanya obstruksi RVOT dan VSD. VSD pada pasien ToF berbentuk
defek perimembranosa dengan ekstensi ke arah subpulmonal. Obstruksi RVOT umumnya
ditemukan dalam bentuk stenosis infundibular (45%), namun dapat juga dalam bentuk atresia
pulmonal (15%), setingkat katup pulmonal (10%), maupun kombinasi antara tingkat
infundibular dan katup pulmonal (10%). Pada kebanyakan pasien, arteri pulmonal utama
mengalami hipoplasia. Cabang-cabang arteri pulmonal pada ToF biasanya berukuran kecil.
Stenosis pada origin cabang arteri pulmonal sering ditemukan. Akibatnya, sering ditemukan
pula arteri kolateral sistemik untuk memperdarahi paru-paru, terutama pada kasus ToF berat.
Pada pasien ToF, perlu dilihat pula apakah terdapat abnormalitas pada arteri koroner, yang
umumnya berbentuk cabang desendens yang muncul dari arteri koroner dekstra dan
memasuki aliran RVOT sehingga insisi pembedahan di daerah tersebut tidak dapat dilakukan.
Defek septum AV komplit juga dapat ditemukan pada 2% pasien ToF, umumnya pada pasien
dengan sindrom Down. VSD memiliki komponen lubang yang besar yang muncul seiring
dengan adanya komponen inlet pada kanal AV.

C. Klasifikasi11
Terdapat berbagai varian dari ToF, yaitu:

ToF dengan atresia pulmonal

ToF dengan atresia pulmonal dengan kolateral aortapulmonal multipel

ToF dengan absennya katup pulmonal

ToF dengan double outlet RV

ToF dengan defek septum atrium

D. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik3,4,12,13


Pada pasien dengan ToF, umumnya muncul gejala biru yang muncul langsung setelah
kelahiran, maupun beberapa waktu setelah hari. Bayi yang awalnya lahir tanpa gejala biru
akan secara gradual mengalami sianosis.
Pasien yang lahir dengan kondisi biru dapat mengalami perburukan kondisi karena adanya
stenosis infundibular dan polisitemia, sehingga seiring dengan bertambahnya usia, gejala biru
akan semakin memberat. Seringkali, sianosis baru terjadi kemudian pada usia 1 tahun.
Kondisi polisitemia ini juga mengharuskan klinisi untuk melihat apakah adanya kondisi
defisiensi besi relatif yang memberat. Adanya sesak saat beraktivitas, squatting, maupun
hypoxic spells dapat muncul kemudian. Bayi dengan ToF asianotik dapat mengalami episode
asimtomatik ataupun tanda-tanda gagal jantung karena adanya left to right shunt pada
ventrikel. Jika pada pasien terdapat atresia pulmonal, dapat sianosis berat dapat muncul
langsung setelah lahir. Pada pasien dengan sianosis berat, dapat pula terjadi retardasi mental.
Kondisi koagulopati dapat muncul sebagai komplikasi pada sianosis dalam jangka panjang.
Pada bayi dengan obstruksi RVOT berat, maka sianosis akan terlihat pada saat neonatus.
Aliran darah paru hampir sepenuhnya bergantung pada aliran melalui duktus arteriosus. Saat
duktus mulai menutup dalam beberapa jam atau hari usia bayi, maka derajat sianosis akan
meningkat dan dapat terjadi kegagalan sirkulasi. Pada anak dengan sianosis yang berusia
lebih tua, maka dapat tampak kulit biru kehitaman, sklera abu-abu dengan pembuluh darah
membesar, serta clubbing pada jari.

Gambar 6. Pendekatan penyakit jantung kongenital pada anak14

Tabel 1. Pembagian Penyakit Jantung Kongenital15


Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan sianosis dengan derajat yang bervariasi. Laju
pernapasan cenderung cepat. Pada ekstremitas, dapat ditemukan clubbing finger. Pada
pemeriksaan jantung, dapat ditemukan tap pada ventrikel kanan di sepanjang garis sternal kiri
dan systolic thrill pada garis sternal kiri bagian atas dan tengah (50%). Ejection click pada

auskultasi dapat terdengar. Bunyi S2 umumnya tunggal karena bunyi komponen pulmonal
yang terlalu pelan untuk terdengar. Murmur ejection systolic dengan derajat 3/6 hingga 5/6,
yang dihasilkan oleh stenosis pulmonal, terdengar pada garis sternal kiri atas dan tengah.
Pada pasien, dapat pula terdengar murmur regurgitasi holosistolik karena adanya VSD. Jika
obstruksi RVOT cenderung berat, maka murmur sistolik akan lebih terdengar pendek dan
lebih lembut. Neonatus dengan sianosis berat yang didiagnosis mengalami ToF dengan
atresia pulmonal, murmur terkadang tidak ditemukan atau terdengar sangat pelan. Jika
terdapat PDA, dapat terdengar mumur kontinyu pada auskultasi. Pada bentuk asianotik,
murmur sistolik yang panjang muncul dari adanya VSD dan stenosis infundibular, terdengar
pada garis sternalis kiri. Hal ini disebabkan oleh adanya VSD dengan small-shunt.

Gam
bar 7. Temuan pada pemeriksaan jantung pada ToF. Terdapat murmur sistolik ejeksi dengan
S2 tunggal. EC, ejection click.3
Hypoxic Spell3,16,17
Hypoxic spell, atau dapat disebut cyanotic spell, hypercyanotic spell, atau tet spell, harus
disadari dengan cepat agar tidak menimbulkan komplikasi yang membahayakan sistem saraf
pusat. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan hiperpnea paroksismal (respirasi dalam dan
cepat), iritabilitas dan prolonged crying, sianosis yang bertambah, dan menurunnya intensitas
murmur jantung karena absennya aliran antegrade yang melewati jalur RVOT. Dengan
adanya asidosis metabolik, terdapat peningkatan resistansi vaskular pulmonal dengan
menurunnya resistansi vaskular sistemik. Cardiac output dapat berkurang karena adanya
iskemi miokard.
Hypoxic spell dapat ditemukan pada bayi dengan puncak insidens pada usai 2 hingga 4 bulan.
Umumnya, hypoxic spell muncul pada pagi hari setelah menangis, makan, maupun defekasi.
Pada kondisi berat, spell dapat berujung pada lunglai, kejang, gangguan serebrovaskular,
hingga kematian. Munculnya spell tidak memiliki hubungan dengan adanya sianosis pada
kondisi istirahat.

Gambar 8. Vicious cycle pada kondisi hypercyanotic spells16


Tatalaksana spell ditujukan untuk memutus siklus yang memperberat spell dengan cara
menurunkan resistansi pulmonal, meningkatkan resistansi sistemik, meningkatkan resistansi
vaskular sehingga berujung pada aliran left to right yang melewati defek septum dan menuju
aliran subpulmonal.. Bayi sebaiknya ditempatkan pada posisi knee-chest. Posisi ini dapat
meningkatkan resistansi vaskular sistemik dan meningkatkan aliran balik vena sistemik
menuju sisi kanan jantung. Hal ini dapat meningkatkan shunting intrakardiak left to right
yang melewati hubungan interventrikular, sehingga meningkatkan preload dari ventrikel
kanan. Sulfat morfin untuk menurunkan katekolamin dengan dosis 0,2 mg/lg dapat diberikan
melalui subkutan atau intramuskular untuk menyupresi pusat pernapasan dan meredakan
hiperpnea. Hal ini dapat memutus vicious circle dari spell. Morfin dapat meningkatkan
periode pengisian ventrikel kanan dengan menurunkan laju jantung dan meningkatkan
relaksasi spasme infundibular. Oksigen dapat diberikan namun umumnya tidak memberikan
efek yang signifikan pada saturasi oksigen. Oksigen dapat menurunkan vasokonstriksi
pulmonal perifer dan memperbaiki oksigenasi saat aliran darah menuju paru muncul kembali.
Kondisi asidosis pada bayi diatasi dengan pemberian NaHCO 3 dengan dosis 1 mEq/kg yang
diberikan melalui intravena dan dapat diulang dalam 10 hingga 15 menit. NaHCO 3 dapat
mereduksi efek asidosis yang menstimulasi pusat respirasi pada otak. Setelah tatalaksana ini,
bayi umumnya akan mengalami penurunan sianosis dan murmur jantung terdengar lebih
keras, menunjukkan adanya peningkatan aliran darah melalui RVOT yang stenosis.

Gambar 9. Sianosis pada hypercyanotic spells18


Jika hypoxic spell tidak merespon dengan tatalaksana yang telah disebutkan, maka pada bayi
dapat diberikan vasokonstriktor (seperti fenilefrin dengan dosis 0,02 mg/kg IV yang dapat
meningkatkan tekanan arteri sistemik), ketamin dengan dosis 1 hingga 3 mg/kg IV dalam 60
detik yang bekerja dengan meningkatkan resistansi vaskular sistemik dan bersifat sedatif,
ataupun propanolol dengan dosis 0,01 hingga 0,25 mg/kg dengan bolus pelan yang bertujuan
untuk mereduksi frekuensi denyut jantung. pemberian propanolol digunakan dalam dosis
kecil pada perawatan kronik pasien yang berisiko mengalami spells untuk meminimalisasi
spasme infundiblar.
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis antenatal dapat dilakukan minimal pada usia janin 12 minggu. 3 Namun demikian,
pada populasi, hanya 50% kasus yang terdeteksi melalui skrining USG obstetrik. Pasien yang
dirujuk untuk ekokardiografi fetal cenderung memiliki outcome yang lebih buruk
dibandingkan pada pasien yang terdiagnosis paskakelahiran. Fetus yang mengalami ToF
dapat lahir secara spontan, namun perlu dipastikan terdapat kardiologis pediatik pada pusat
pelayanannya.
1. Elektrokardiografi3,17
Pada pemeriksaan ini, dapat ditemukan right axis deviation (RAD), terutama pasien ToF
dengan sianosis. Pada pasien asianosis, umumnya aksis QRS normal. RVH juga dapat
ditemukan dengan pola yang tidak biasa, karena tekanan RV bukan suprasistemik. Pada
kondisi asianotik, dapat ditemukan hipertrofi ventrikel bilateral. Hipertrofi atrium kanan juga
dapat ditemukan dengan pemeriksaan EKG.

Gambar 10. Gambaran Right Axis Deviation pada ToF17


2. Foto X-Ray3
Pada foto rontgen toraks pasien ToF sianotik, ukuran jantung normal atau lebih kecil dari
normal. Corakan vaskular pulmonal cenderung menurun. Lapang paru yang hitam terlihat
pada pasien ToF dengan atresia pulmonal. Segmen arteri pulmonal dalam bentuk konkaf
dengan apeks yang berbentuk melengkung ke atas (berbentuk boot-shaped atau coueur en
sabot merupakan ciri khas dari ToF. Pembesaran atrium kanan (25%) dan arkus aorta kanan
(25%) dapat ditemukan. Sementara itu, pada pasien ToF asianotik, hasil foto toraks tidak
dapat dibedakan pada kondisi VSD ukuran kecil hingga sedang.

Gambar 11. Gambaran posteroanterior pada rontgen dada pasien ToF. Ukuran jantung
normal, namun terdapat penurunan vaskularisasi paru. Segmen arteri pulmonal yang
hipoplasi menyebabkan pembentukan jantung boot-shaped3
3. Ekokardiografi1,3
Pemeriksaan ini dapat mendiagnosis adanya ToF dan mengetahui derajat keparagannya.
Pasien dengan ToF menunjukkan adanya VSD perimembranosa infundibular yang berukuran
besar dan aorta yang overriding pada gambaran di daerah parasternal long-axis view. Pada
tampilan shor-axis view di bagian parasternal, dapat terlihat anatomi RVOT, katup pulmonal,
anulus pulmonal, dan arteri pulmonal utama beserta percabangannya. Dengan menggunakan
studi Doppler, dapat diukur perkiraan gradien tekanan pada daerah obstruksi. Distribusi arteri
koroner yang anomali dapat terlihat dengan menggunakan ekokardiografi. Gambaran anomali
yang berhubungan dengan ToF, seperti ASD dan vena kava superior sinistra yang persisten
dapat pula terlihat.
F. Tatalaksana
1. Farmakologi2,3,14
Tatalaksana farmakologi untuk ToF salah satunya adalah mengetahui dan menatalaksana
kondisi hypoxic spell dengan cepat agar tidak berujung pada komplikasi yang
membahayakan. Terapi propanolol oral dengan dosis 0,5 1,5 mg/kg tiap 6 jam dapat
diberikan untuk mencegah hypoxic spell selama menunggu koreksi melalui pembedahan pada
keadaan tidak terdapatnya prosedur pembedahan dengan bedah toraks. Dilatasi dengan balon
pada RVOT dan katup pulmonal, meskipun jarang dilakukan, dapat menjadi pilihan untuk
menunggu proses koreksi pembedahan yang ditunda dalam jangka waktu beberapa bulan.
Perawatan kebersihan mulut dan gigi serta pemberian profilaksis antibiotik untuk mencegah
terjadinya subacute bacterial endocarditis. Pada beberapa pasien, dapat ditemukan kondisi
defisiensi besi relatif karena adanya polisitemia. Kondisi ini dapat membuat anak rentan
mengalami komplikasi serebrovaskular sehingga perlu dideteksi sedini mungkin. Nilai
hemoglobin atau hematokrit yang normal, atau menurunnya jumlah eritrosit mengindikasikan
adanya defisiensi besi pada pasien sianotik.
2. Nonfarmakologi
a) Prosedur Palliative Shunt3,19,20
Prosedur ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah pulmonal. Operasi shunt lebih dipilih
dibandingkan koreksi primer pada kondisi di bawah ini:

Neonatus dengan ToF dan atresia pulmonal

Bayi dengan anulus pulmonal hipolastik yang membutuhkan transannular patch


untuk perbaikan komplit

Anak dengan arteri pulmonal hipoplastik

Anatomi arteri koroner yang menyulitkan koreksi primer

Bayi dengan usia di bawah 3-4 bulan yang mengalami hypoxic spell yang tidak
tertangani dengan pengobatam

Bayi dengan berat kurang dari 2,5 kg

Jenis prosedur yang dapat dilakukan sangat beragam, yaitu:

Classic Blalock-Taussig (BT) shunt

Metode ini bertujuan untuk membuat anastomosis antara arteri subklavia dengan arteri
pulmonal ipsilateral. Classic BT shunt umumnya dilakukan pada bayi berusia lebih dari 3
bulan, karena shunt ini sering mengalami tromosis pada bayi dengan usia yang lebih muda.
Pada pasien dengan arkus aorta kiri, maka dilakukan right-sided shunt. Sebaliknya, pada
pasien dengan arkus aorta kanan, dilakukan left-sided shunt.

Gambar 12. Prosedur paliatif pada pasien dengan defek kardiak sianotik dengan aliran darah
pulmonal yang menurun. 3

Modified Blalock-Taussig (BT) shunt

Metode ini menggunakan shunt interposisi Gore-Tex yang bertempat di antara arteri
subklavia dan arteri pulmonal ipsilateral. Prosedur ini sering digunakan pada pasien dengan
usia yang berbeda-beda, terutama pada bayi dengan usia kurang dari 3 bulan. Pasien dengan
arkus aorta kiri ditatalaksana dengan left-sided shunt dan pasien dengan arkus aorta kanan
dengan right-sided shunt.

Waterston shunt

Waterston shunt memiliki prinsip untuk membuat anastomosis antara aorta asendens dan
arteri pulmonal kanan. Namun demikian, karena tingginya komplikasi pascapembedahan,
metode ini sudah tidak lagi dilakukan. Komplikasi yang muncul pada prosedur ini adalah
hipertensi pulmonal maupun shunt besar yang berujung pada gagal jantung, serta menyempit

dan terpuntirnya arteri pulmonal kanan pada daerah anastomosis. Hal ini akan mempersulit
prosedur untuk menutup shunt dan merekonstruksi arteri pulmonal kanan saat pembedahan
korektif.

Operasi Potts

Operasi Potts membuat adanya anastomsis antara aorta desendens dengan arteri pulmonal
kiri. Sama halnya dengan Waterston shunt, metode ini juga tidak lagi dilakukan, karena dapat
menyebabkan gagal jantung atau hipertensi pulmonal. Insisi yang pada daerah berbeda
(misal: torakotomi kiri) juga dibutuhkan untuk menutup shunt pada saat pembedahan korektif
yang dilakukan pada insisi midsternal.
b) Koreksi Total3
Koreksi total sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Indikasi dilakukannya pembedahan untuk
menentukan waktu pembedahan adalah sebagai berikut:

Saturasi oksigen kurang dari 75% 80%. Munculnya hypoxic spell merupakan
pertimbangan utama indikasi operasi.

Bayi simtomatik dengan anatomi RVOT dan atresia pulmonal dapat menjalani
pembedahan korektif pada usia 3 4 bulan. Namun demikian, pada beberapa tempat,
pembedahan elektif primer dilakukan pada usia 1 2 tahun, meskipun pasien
asimtomatik, asianotik, atau sianotik minimal. Pembedahan dini memiliki keuntungan
yaitu menurunkan derajat hipertrofi dan fibrosis pada ventrikel kanan, pertumbuhan
normal dari arteri pulmonal hingga unit alveolar, dan menurunkan insidens kontraksi
ventrikular prematur paskaoperasi, serta kematian. Pembedahan dini juga menurunkan
kebutuhan akan prosedur pembedahan tambahan, sehingga dapat mereduksi lama
rawat dan biaya operasi.

Bayi sianotik ringan yang memiliki riwayat pembedahan shunt dapat menjalani
koreksi total 1 2 tahun setelah operasi shunt.

Pada pasien dengan ToF asimtomatik yang disertai dengan anomali arteri koroner
dapat menjalani pembedahan setelah usia 1 tahun, karena dibutuhkan pembuatan
kanal/saluran antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal.

Koreksi total dilakukan pada kondisi bypass kardiopulmonal, arrest pada sirkulasi, dan
hipotermia. Prosedur ini akan menutup VSD, melalui jalur transatrial dan arteri
transpulmonal; pelebaran RVOT dengan membagi dan/atau mereseksi jaringan infundibular;
dan valvotomi pulmonal. Koreksi total umumnya menghindari pemasangan fabric patch.
Pelebaran RVOT tanpa meletakkan patch umumnya dilakukan jika koreksi dilakukan pada
bayi usia muda. Namun demikian, jika terdapat hipoplasia arteri pulmonal utama dan anulus
pulmonal, transannular patch harus dipasang. Pemasangan katup monokuspid pada beberapa
pusat pelayanan dilakukan saat pembedahan inisial, sementara pada beberapa pusat
pelayanan lainnya, pemasangan katup pulmonal dilakukan hanya jika diindikasikan.

Gambar 13. Koreksi total dari ToF. Pada gambar (A), anatomi ToF menujukkan adanya VSD
yang besar dengan stenosis infundibular. Pada gambar (B), VSD ditutup dengan patch dan
reseksi dilakukan pada stenosis infundibular. Pada gambar (C), ditempatkan fabric patch
pada RVOT. AO, aorta; PA, pulmonary artery; RA, right atrium.3

Gambar 15. Operasi definitif pada TOF. 1. Penutupan VSD, 2. Pelebaran saluran aliran
keluar4
Pada pasien dengan ToF tanpa komplikasi, angka mortalitas dalam 2 tahun awal kehidupan
adalah 2% 3%. Pasien berisiko adalah pasien dengan usia kurang dari 3 bulan atau lebih
dari 4 tahun, serta pasien dengan hipoplasia berat pada anulus dan trunkus pulmonal. Faktor
risiko lainnya mencakup VSD multipel, arteri kolateral aortopulmonal besar, dan sindrom
Down.
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien ToF adalah gangguan perdarahan, terutama pada
periode paskaoperasi pada pasien yang berusia lebih tua dengan polisitemia, regurgitasi katup
pulmonal, gagal jantung yang umumnya bersifat transien, right bundle branch block (RBBB)
karena adanya ventrikulotomi kanan, dan blokade jantung komplit serta aritmia ventrikular
(jarang ditemukan).

Gambar 15. Pendekatan pembedahan pada ToF. B-T, Blalock-Taussig; RVOT, right
ventricular outflow tract; RV-PA, right ventricle-to-pulmonary artery.3
Anomali pada Arteri Koroner3
Adanya anomali pada arteri koroner desendens anterior yang merupakan percabangan dari
arteri koroner kanan merupakan kontraindikasi untuk koreksi primer. Hal ini disebabkan
karena kondisi ini membutuhkan pemasangan kanal antara ventrikular kanan dan atresia
pulmonal untuk meningkatkan jalur aliran darah, yang umumnya dilakukan setelah pasien
berusia 1 tahun. Namun demikian, hal ini dapat diatasi dengan pendekatan transatrial dan
dengan short outflow patch di atas ataupun di bawah anomali arteri koroner. Metode lainnya
adalah dengan memperbesar aliran outflow tract melalui atrium, sehingga menghasilkan
double outlet (lubang asli dan kanal buatan) yang muncul dari ventrikel kanan.

Gambar 16. Anatomi arteri koroner pada ToF3


Follow-Up Paskaoperasi3,20
Follow-up jangka panjang dilakukan setiap 6 12 bulan, terutama pada pasien dengan shunt
VSD residual, obstruksi residual dari RVOT, obsrtuksi residual dari arteri pulmonal, aritmia,
atau gangguan konduksi. Adanya regurgitasi katup pulmonal yang signifikan membutuhkan
insersi katup pulmonal homograft melalui prosedur pembedahan paskakoreksi ToF.
Regurgitasi ini umumnya disebabkan oleh stenosis arteri pulmonal utama maupun
percabangannya (baik primer maupun sekunder akibat operasi shunt). Pada beberapa kasus,
membuka stenosis arteri pulmonal dengan menggunakan balon atau stenting, dibutuhkan
untuk mengatasi regurgitas pulmonal. Pembedahan diindikasikan pada kondisi regurgitasi
pulmonal jika pasien simtomatik atau kondisi yang berhubungan dengan regurgitasi trikuspid
yang signifikan, fungsi ventrikel kanan yang buruk, atau dilatasi ventrikel kanan progresif.
Jika tidak ditangani, regurgitasi pulmonal dapat membatasi aktivitas fisik pasien.
Pada beberapa pasien, terutama pasien yang menjalani operasi Rastelli, dapat muncul stenosis
atau regurgitas valvular. Stenosis valvular dapat membaik dengan dilatasi menggunakan
balon, namun regurgitasi pulmonal akan memberat. Teknik implantasi katup pulmonal
perkutan yang tidak melalui proses pembedahan dikembangkan oleh Bonhoeffer dan
menunjukan hasil yang baik.

Pada beberapa anak dapat muncul aritmia, umumnya ventrikular takikardia, yang dapat
menyebabkan kematian. Aritmia ini berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kanan yang
persisten akibat adanya koreksi yang tidak adekuat. Keluhan pusing, pingsan, atau palpitasi
dapat mengindikasikan terjadinya aritmia.
Terapi dengan pacemaker diindikasikan pada pasien dengan blokade jantung komplit atau
disfungsi sinus node yang terinduksi oleh prosedur pembedahan. Setelah terpasang
pacemaker, perlu dilakukan follow up rutin.
Setelah dilakukannya operasi, aktivitas fisik pasien perlu dibatasi. Munculnya subacute
bacterial endocarditis perlu diobservasi seumur hidup setelah dilakukan prosedur koreksi
ToF.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailliard F, Anderson RH. Tetralogy of fallot. Orphanet Journal of rare
Disease. 2009; 4(2): 1-10.
2. Bhimji S. Tetralogy of fallot. Diakses pada Senin, 17 Maret 2014. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/2035949-overview
3. Park MK. Pediatric cardiology for practicioners, 4 th ed. Philadelphia: Mosby;
2002. [e-book]
4. Apitz C, Webb GD, Redlinton AN. Tetralogy of fallot. The Lancet. 2009; 174:
1462-71.
5. Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redigton AN. Congenital Disease dalam
Braunwalds Heart Disease, 9th ed. Philadephia: Elsevier Saunders; 2012.
[ebook].
6. Doyle T, Kavanaugh-McHugh A. Pathophysiology, clinical features, and
diagnosis of tetralogy of fallot. Diakses pada Senin, 17 Maret 2014. Diunduh
dari:
http://www.uptodate.com/contents/pathophysiology-clinical-featuresand-diagnosis-of-tetralogy-of-fallot#H2053890
7. Kleigman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 19th Ed. 2011.
Philadelphia:Elsevier-Saunders. [e-book]
8. Assenza GE, Landzberg MJ. Pathophysiology in tetralogy of fallot. In: Chessa
M, Giamberti A. The right ventricle in adults with tetralogy of fallot. Italia:
Springer-Verlag; 2012. p. 47-59.
9. Winn KJ, Hutchins GM. The pathogenesis of tetralogy of fallot. American
Journal of Pathology. 1973; 73(1): 157-70.
10. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease, 5th Edition. Philadephia:
Lippincott Williams and Wilkins; 2011. p. 380-2.

11. Gatzoulis M, Webb G, Daubeney P. Diagnosis and management of adult


congenital heart disease. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2003.
12. Silberbach M, Hannon D. Presentation of congenital heart disease in the
neonate and young infant. Pediatrics in Review. 2007; 28(4): 123-31.
13. Altman, Carolyn A. Congenital heart disease (CHD) in the newborn:
Presentation and screening for crticial CHD. Diakses pada Senin, 17 Maret
2014. Diunduh dari: http://www.uptodate.com/contents/congenital-heartdisease-chd-in-the-newborn-presentation-and-screening-for-critical-chd
14. Sasidharan P. An approach to diagnosis and management of cyanosis and
tachypnea in term infants. Pediatr Clin N Am. 2004; 51: 999-1021.
15. Anonym. Congenital heart disease classification. Diakses pada Senin, 17
Maret 2014. Diunduh dari: http://nurse-practitioners-and-physicianassistants.advanceweb.com/SharedResources/Images/1998/030198/PA/congen
tial_heart_failure.gif
16. Nickson C. Newborn with hypercyanotic episodes. Diakses pada Senin, 17
Maret 2014. Diunduh dari: http://lifeinthefastlane.com/pediatric-perplexity003/
17. The University of Chicago. Tetralogy of fallot. Diakses pada Senin, 17 Maret
2014.
Diunduh
dari:
https://pedclerk.bsd.uchicago.edu/sites/pedclerk.uchicago.edu/files/uploads/Te
tralogy%20of%20Fallot.pdf
18. Kaneshiro NK. Cyanotic tet spell. Diakses pada Senin, 17 Maret 2014.
Diunduh dari http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/18134
19. Marcano-Sanz LE, Sosa ES, Ugaide AM, Suarez FJ, Novoa JC, Griskho.
Combined interventional and surgical treatment in pediatric patients with
tetralogy of fallot. CorSalud. 2013; 5(4): 379-83.
20. Chiu SN, Wang JK, Lin MT, Wu ET, Chen CA, Hwang SC, et al. Long-term
outcomes of patients with tetralogy of fallot repaired in young infants and
toddlers. Acta Cardiol Sin. 2012; 28: 137-44.
21. Simona P, Gluffire M. Esophageal atresia in newborns: a wide spectrum from
the isolated forms to a full VACTERL phenotype. Ital J Pediatr. 2013; 39(1):
1-8.
22. National, Lung and Blood Institute. What is tetralogy of fallot? Diakses pada
Senin, 17 Maret 2014. Diunduh dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/topics/tof/printall-index.html

Anda mungkin juga menyukai