1980
KETEMU JUGA AKHIRNYA
kucari sosok tubuhmu
pada bias sukma di langit
meski langit tak mungkin secantik kenangan
nyatanya kau termangu di tikung sungai
merenungi percakapan daging dan tulang
ketemu juga akhirnya
bayang-bayang yang akan tetap
terkatung pada ranting penyesalan
kalau besok kubangun bendungan di sungai hijau
maka air harus mengalir
menyusul roh-roh yang belum pulang
1979
KOLAM
kutunjukkan padamu sebuah kolam
hai, jangan terburu engkau menyelam!
di situ sedang mekar setangkai kata
yang para pendeta tak tahu maknanya
dari manakah seekor capung yang biru itu?
ia datang tanpa salam dan pergi tanpa pamitan
tapi ekornya
jelas menuding pusat keheningan
ketika langit jadi gulita
senandung malam makin mendasar
dari kolam itu tumbuh keikhlasan
mengajarkan sujud yang paling berendam
1979
DI BUKIT WAHYU
Tengah hari di bukit wahyu kubaca Puisi-Mu. Aku tak tahu manakah yang
lebih biru, langitkah atau hatiku?
"Kun!" Perintah-Mu. Maka terjadilah alam, rahmat dan sorga. Bahkan di
hidung anjing Kaubedakan sejuta bau.
Dalam jiwaku kini hinggap sehelai daun yang gugur.
Selanjutnya senandung, lalu matahari mundur ke ufuk timur, waktu pun
kembali pagi. Di mata embun membias rentetan riwa-yat, mengeja-ngeja
desir darahku. ada selubung lepas dariku, angin pun bangkit dari paruh
kepodang di pucuk pohon kenanga.
1979
KERAPAN
1
saronen ITU ditiup orangutan
darah langit jatuh di padang, hatimu yang difermentasi menjadi
sarapan siang