Anda di halaman 1dari 3

BULAN tertusuk LALANG

Bulan Tertusuk Lalang


bulan rebah
angin lelah di atas kandang
cicit-cicit kelelawar
menghimbau di ubun bukit
di mana kelak kujemput anak cucuku
menuntun sapi berpasang-pasang
angin termangu di pohon asam
bulan tertusuk lalang
tapi malam yang penuh belas kasihan
menerima semesta bayang-bayang
dengan ramah menidurkannya
dalam ranjang-ranjang nyanyian
1978
SENANDUNG NELAYAN
angin yang kini letih
bersujud di pelupuk ibu
laut! apakah pada debur ombakmu
terangkum sunyi ajalku?
oi, buih-buih zaman saling berburu
kali ini doaku lumpuh
gagal mengusap tujuh penjuru
pada siapa kan kulepas napas cemburu?
jika sebutir airmata adalah permata
Perlu telukmu hati!
dari bisik ke bisik perahu beringsut maju
jika nanti bulan datang menyingkap teka-tekimu
tak sia-sia kujilat luka purba
tempat senyum menetas
jadi iman dan layar
1976
SUNGAI KECIL
sungai kecil, sungai kecil! dimanakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwokerto ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil sekeras rinduku dan di tepimu daundaun bergoyang menaburkan sesuatu yang kuminta dalam doaku
sungai kecil, sungai kecil! terangkanlah kepadaku, di manakah negeri
asalmu?
di atasmu akan kupasang jembatan bambu agar para petani
mudah melintasimu dan akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi merasakan dingin airmu
sungai kecil, sungai kecil! mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah, istirahatlah ke dalam tidurku! kau yang jelita
kutembangkan buat kasihku

1980
KETEMU JUGA AKHIRNYA
kucari sosok tubuhmu
pada bias sukma di langit
meski langit tak mungkin secantik kenangan
nyatanya kau termangu di tikung sungai
merenungi percakapan daging dan tulang
ketemu juga akhirnya
bayang-bayang yang akan tetap
terkatung pada ranting penyesalan
kalau besok kubangun bendungan di sungai hijau
maka air harus mengalir
menyusul roh-roh yang belum pulang
1979
KOLAM
kutunjukkan padamu sebuah kolam
hai, jangan terburu engkau menyelam!
di situ sedang mekar setangkai kata
yang para pendeta tak tahu maknanya
dari manakah seekor capung yang biru itu?
ia datang tanpa salam dan pergi tanpa pamitan
tapi ekornya
jelas menuding pusat keheningan
ketika langit jadi gulita
senandung malam makin mendasar
dari kolam itu tumbuh keikhlasan
mengajarkan sujud yang paling berendam
1979
DI BUKIT WAHYU
Tengah hari di bukit wahyu kubaca Puisi-Mu. Aku tak tahu manakah yang
lebih biru, langitkah atau hatiku?
"Kun!" Perintah-Mu. Maka terjadilah alam, rahmat dan sorga. Bahkan di
hidung anjing Kaubedakan sejuta bau.
Dalam jiwaku kini hinggap sehelai daun yang gugur.
Selanjutnya senandung, lalu matahari mundur ke ufuk timur, waktu pun
kembali pagi. Di mata embun membias rentetan riwa-yat, mengeja-ngeja
desir darahku. ada selubung lepas dariku, angin pun bangkit dari paruh
kepodang di pucuk pohon kenanga.
1979
KERAPAN
1
saronen ITU ditiup orangutan
darah langit jatuh di padang, hatimu yang difermentasi menjadi
sarapan siang

biarkan maut menghimbau, karena jejakmu telah diangkut


orang ke sampan
sampai kapan ya, ujung lalang itu menyentuh awan?
ah, harum nangkamu menerbangkanku ke bintang
tapi ekor panjang tersentak anak di bumi
hingga aku turun kembali
2
tanduk yang dibungkus beludru itu jangan dibuka, nanti matahari pecah
olehnya
mendung, wahai mendung!
jangan curahkan tangismu
sebelum daun jati sempurna ranggasnya
maka daun-daun siwalan berayun karena angin tak henti bersiul
dan kalau putus nadimu, jangan khawatir
denyutmu akan terus hidup di laut
3
sepasang sapi dengan lari yang kencang membawaku ke garis
kemenangan
arya wiraraja! butuhkan aku menang
aku meloncat dan terjun di lapangan
aku tertidur dan mimpiku aneh,
kuterima piala
berupa sebuah tengkorak
yang dari dalam berdentang sebuah lonceng
4
sapi! barangkali engkaulah anak yang lahir tanpa tangis
suaramu jauh malam menderaskan kibaran panji
larimu kencang melangkahi rindu sehingga topan senang
mengecup dahimu
jangan mungkir, bulan telah tidur dalam hatimu
bisikmu lirih menipiskan pisau yang akan memotong lehermu
bila kau tak sanggup berpacu lagi
dari hati tuanmu kini terdengar semerbak bumbu
5
soronen itu masih saja ditiup orang
embun terangkat, kaki-kaki mengalir
dari saujana ke saujana
tuhan!
tanah lapang itu tak seberapa jauh
1978
- See more at:
http://vitrisukses.blogspot.co.id/2013/06/kumpulan-puisi-dzawawiimron-bulan.html#sthash.DLNLi5ap.dpuf

Anda mungkin juga menyukai