Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
I.I

Latar Belakang
Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah dan jaringan

mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di bawah kendali hormon
secara normal berulang, biasanya dengan interval sekitar empat minggu, jika tidak terjadi
kehamilan selama masa subur periode produktif (pubertas sampai menopause), pada wanita
dan beberapa spesies primata. Proses ini merupakan puncak siklus haid1.
Kelainan haid merupakan masalah fisik atau mental yang mempengaruhi siklus
menstruasi, menyebabkan nyeri, perdarahan yang tidak biasa yang lebih banyak atau sedikit,
terlambatnya menarche atau hilangnya siklus menstruasi tertentu2.
Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal sebagai amenore, atau
kegagalan bermenstruasi selama masa waktu perpanjangan. Kondisi ini dapat disebabkan
oleh bermacam-macam faktor termasuk stres, hilang berat badan, olahraga berat secara
teratur, atau penyakit. Sebaliknya, beberapa wanita mengalami aliran menstruasi yang
berlebihan, kondisi yang dikenal sebagai menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi
banyak, namun dapat berlangsung lebih lama dari periode normal.
Gangguan menstruasi yang terjadi dapat berupa gangguan lama siklus menstruasi
seperti polimenorrhea dan oligomenorrhea, volume darah yang dikeluarkan sewaktu
menstruasi seperti hipermenorea, hipomenorrhea dan perdarahan bercak (spotting), beserta
gejala-gejala yang menyertai menstruasi seperti dismenorrea dan Premenstrual syndrome itu
sendiri yang mengganggu aktifitas sehari-hari.
Untuk negara Indonesia, rata-rata wanita mengalami menstruasi di usia 12-14 tahun.
Insidensi amenorrhoea primer di negara Indonesia (dimana wanita gagal mencapai
menstruasi pertama pada usia 16 tahun atau lebih atau tidak adanya tanda seksual
sekunder sampai usia 14 tahun atau lebih) mencapai 2,5%. Sementara insidensi terjadinya
amenorrhoea sekunder mencapai 1-5%10. Dysmenorrhea sekunder, nyeri menstruasi
disebabkan oleh penyakit atau patologi yang mendasarinya, ditemukan pada 5% sampai
7% wanita menstruasi(Popat) dan paling sering rekuren pada wanita usia 30 dan 45

Page | 1

tahun(Cails). Sepuluh sampai dua puluh persen dari seluruh wanita yang menstruasi
mengalami menorrhagia; kebanyakan adalah usia lebih dari 30 tahun (Shaw).

I.2

Perumusan Masalah
Adapun permasalah dari penulisan referat ini adalah:
I.2.1. Apa pengertian fisiologi menstruasi
I.2.2. Bagaimana proses menstruasi
I.2.3. Apa pengertian amenorrhea

I.3

Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah:
I.3.1. Untuk mengetahui pengertian fisiologi menstruasi
I.3.2. Untuk mengetahui proses fisiologi menstruasi
I.3.3. Untuk memahami definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, diagnosis, tata laksana, dan prognosis amenorrhea pada
perempuan.

Page | 2

BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. TINJAUAN PUSTAKA

II.2.

Anatomi Saluran Reproduksi Wanita

II.2.1. Organ Reproduksi Eksterna


a. Perineum
b. Mons Pubis
c. Labium Majus
d. Labium Minus
e. Klitoris
f. Vestibulum Vagina
g. Uretra
h. Introitus Vagina4

II.2.2. Organ Reproduksi Interna


a. Vagina
b. Uterus
c. Tuba Fallopi
d. Ovarium

Page | 3

II.3. Sistem Hormon Wanita


Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon sebagai
berikut:
1. Hormon 'releasing' hipotalamus: 'luteinixing hormone-releasing hormone' (LHRH).
2. Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon luteinisasi
(LH), yang disekresi akibat respon terhadap 'releasing hormone' dari hipotalamus.
3. Hormon ovarium: estrogen, dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium akibat
respon terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.3

II.4. Fisiologi Menstruasi


Siklus menstruasi normal pada manusia dapat dibagi menjadi dua segmen: siklus
ovarium dan siklus uterus. Siklus ovarium lebih lanjut dibagi menjadi fase follikular dan fase
luteal, mengingat siklus uterus juga dibagi sesuai fase proliferasi dan sekresi.
Siklus ovarium digolongkan seperti :
a. Fase follikuler: pada fase ini terjadi umpan balik hormonal yang menyebabkan
maturisasi follikel pada pertengahan siklus yang dipersiapkan untuk ovulasi. Lama
fase folikuler ini kurang lebih 10-14 hari.
b. Fase luteal: yaitu fase waktu dari awal ovulasi sampai awal menstruasi, dengan waktu
kurang lebih 14 hari.

II.4.1. Siklus Ovarium


Sejak lahir terdapat banyak folikel primordial di dalam kapsul ovarium. Tiap-tiap
folikel mengandung ovum imatur. Pada permulaan setiap daur, beberapa folikel
membesar dan terbentuk suatu rongga di sekitar ovum (pembentukan antrum). Biasanya
satu folikel dari salah satu ovarium mulai tumbuh cepat pada sekitar hari keenam dan
menjadi folikel dominan, sementara yang lain mengalami atresia yang melibatkan proses
apoptosis5 . Selama perkembangan folikel, sewaktu oosit primer sedang melaksanakan
sintesis dan menyimpan berbagai bahan untuk digunakan kemudian jika dibuahi, terjadi
perubahan perubahan penting di sel sel yang mengelilingi oosit

reaktif sebagai

persiapan untuk pelepasan telur dari ovarium. Pertama, selapis sel-sel granulosa di folikel
primer berproliferasi untuk membentuk beberapa lapisan mengelilingi oosit. Sel sel

Page | 4

granulosa ini mengeluarkan bahan kental mirip-gel yang membungkus oosit dan
memisahkannya dari sel-sel granulosa di sekitarnya (zona pelusida) Saat yang sama, sel
sel jaringan ikat khusus di ovarium di tepi folikel yang sedang tumbuh berproliferasi dan
berdiferensiasi untuk membentuk sel teka pada bagian luarnya. Sel teka dan granulosa
disebut sel folikel yang berfungsi mensekresikan esterogen dimana estradiol merupakan
esterogen utama dari ovarium. Sebagian dari estrogen disekresikan ke darah dan sebagian
berkumpul pada cairan antrum. Oosit mencapai ukuran maksimum pada saat antrum
terbentuk, dan pada hari ke -14 terbentuklah folikel de Graaf. Folikel de Graaf pecah pada
hari ke-14 dan terjadilah proses ovulasi. Ovum segera diambil oleh fimbrie untuk
disalurkan menuju uterus dan vagina6.
Korpus yang pecah segera terisi darah (folikel rubrum/korpus hemoragikum.
Perdarahan ringan ke rongga abdomen terjadang menimbulkan iritasi peritoneum
sehingga terjadi nyeri abdomen bawah yang berlangsung singkat (mittelschamerz). Sel
teka dan granulosa kembali berproliferasi dan bekuan darah dengan cepat diganti oleh sel
luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum dimana saat
ini siklus ovarium telah mencapai fase luteal pada daur haid. Bila terjadi kehamilan
korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid sampai setelah
melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi
sekitar 4 hari sebelum haid yang berikutnya (hari ke 24).5,6
Pada manusia, selama perkembangan janin, ovarium mengandung lebih dari 7 juta
folikel primordial. Namun, banyak yang mengalami atresia sebelum lahir dan yang lain
menghilang setelah lahir. Pada saat lahir, terdapat 2 juta ovum, namun 50 % mengalami
atresia. Proses atresia tetap terjadi hingga pada saat pubertas berjumlah 300.000 di kedua
ovarium dan hanya sekitar 500 ovum yang mencapai kematangan selama masa reproduksi
normal.5

Page | 5

II.4.2. Siklus Uterus


Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium kecuali lapisan dalam telah
terlepas. Kemudian terbentuk kembali endometrium baru di bawah pengaruh estrogen dari
folikel yang sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat meningkat dari hari ke-5 sampai
ke-14 daur haid. Seiring dengan peningkatan ketebalan, kelenjar uterus tertarik keluar
sehingga memanjang, namun kelenjar tersebut tidak menjadi berkelok-kelok atau
mengeluarkan secret. Perubahan endometrium ini disebut fase proliferatif atau fase
praovulasi atau folikular. Setelah ovulasi, vaskularisasi endometrium menjadi agak sembab
dibawah pengaruh estrogen dan progesterone dari korpus luteum. Kelenjar mulai bergelung
dan berkelok-kelok, serta mulai menyekresikan cairan jernih yang disebut sebagai fase
sekretorik atau luteal. Pada akhir fase luteal, endometrium, seperti hipofisis anterior,
menghasilkan prolaktin, namun fungsi endometrium ini tidak diketahui.5
Endometrium diperdarahi oleh dua jenis arteri dimana 2/3 endometrium yang terlepas
saat haid (stratum fungsional) dipasok oleh arteri spiralis sedangkan bagian dalam yang tidak
terlepas (stratum basal) diperdarahi oleh arteri basilaris. Pada saat korpus luteum mengalami
regresi, pasokan hormon untuk endometrium terhenti. Endometrium menjadi lebih tipis,
menambah gulungan arteri spiralis. Fokus nekrosis kemudian bermunculan di endometrium
kemudian bersatu. Selain itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding arteri spiralis, yang
menyebabkan timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan dan menghasilkan
darah haid. Vasospasme mungkin disebabkan oleh prostaglandin yang dilepaskan secara
lokal.5

II.5. Fungsi Hormon Dalam Siklus


Siklus menstruasi melibatkan kerja dari sejumlah sistem hormon yang kompleks dan
terkoordinasi dengan baik. Proses ini dipengaruhi oleh

mekanisme neuro endokrin yang

sangat kompleks. Koterks serebri, hipofisis, ovarium dan rangsangan eksterna akan dapat
mempengaruhi fungsi reproduksi. Kelenjar hipofisis dalam melakukan fungsinya dipengaruhi
oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri juga dipengaruhi oleh korteks serebri dan faktor
faktor eksterna. Ada suatu teori yang menyatakan bahwa dengan jalan transducer, pengaruh
ekstrena disalurkan melalui serabut serabut saraf tertentu dari berbagai sentrum dalam otak
yang lebih tinggi ke hipotalamus dan kemudian ke hipofisis.

Page | 6

Hubungan sentrum yang lebih tinggi

kehipotalamus ke hipofisis bersifat ganda.

Hipotalamus dan neurohipofisis dihubungkan secara neural, sedang hipotalamus dan bagian
anterior hipofisis atau adenohipofisis secara neurohumoral dengan sistem vaskuler yang khas
yang disebut sirkulasi portalhipofisis. Hipotalamus mempengaruhi adenohipofisis dengan
melepaskan releasing factor (RF) atau releasing hormon (RH). Disamping itu hipotalamus
juga mengeluarkan zat yang menghambat adenohipofisis yang disebut dengan

inhibiting

factor (IF) atau inhibing hormon (IH).


Hipofisis dibawah pengaruh

releasing hormone, adenohipofisis mengeluarkan

hormone tropik dan hormon ovarium. Hormon tropik tersebut adalah thyroid stimulating
hormone (TSH), adrenocorticotrophin hormone (ACTH), growth hormone (GH) ,melanocyt
stimulating hormone (MSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinzing hormone (LH),
dan prolaktin; sementara hormon ovariumnya, yaitu estrogen, progesteron, androgen, dan
relaksin. Siklus menstruasi dibawah pengaruh hormone FSH dan LH menyebabkan folikel
primer mulai berkembang dan memproduksi estrogen. Estrrogen ini dikeluarkan oleh sel sel
teka dari follikel. Sesudah folikel matang dan ovulasi terjadi, terbentuk korpus luteum: sel sel
granulose dari korpus luteum mengeluarkan estrogen dan progesterone. Sedangkan
androsteron dan androstenadion merupakan produksi dari stroma ovarium.
Estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan ciri ciri kelamin sekunder
dan mempunyai pengaruh terhadap psikologi perkembangan kewanitaan. Efek utama
estrogen adalah pertumbuhan alat genital wanita dan kelenjar mamma. Vulva dan vagina
berkembang di bawah pengaruh estrogen, hormone ini mempengaruhi jaringan epitel, otot
polos, dan merangsang pembuluh darah alat alat tersebut.

Estrogen juga menyebabkan

proliferasi epitel vagina , penimbunan glikogen dalam sel epitel yang oleh basil doderlein
diubah menjadi asam laktat sehingga menyebabkan pH vagina menjadi rendah.5

Page | 7

II.6. DEFINISI AMENOREA


Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim
diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer
terjadi pada seorang wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah dapat haid; sedang pada
amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat lagi.
Amenorea sekunder ditandai dengan tidak adanya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus
oligomenorea <jumlah darah menstruasi sedikit>), atau 6 siklus setelah sebelumnya
mendapatkan siklus menstruasi biasa.1
Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit
untuk diketahui, seperti kelainan-kelainan kongenital dan kelainan-kelainan genetik. Adanya
amenorea sekunder lebih menunjuk kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam
kehidupan wanita, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit
infeksi, dan lain-lain.1
II.7. ETIOLOGI

Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang
memisahkan dalam beberapa kompartemen dimana menstruasi yang normal tergantung. Hal
ini berguna untuk memakai evaluasi diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4
kompartemen, yaitu:
- Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract
- Kompartemen II : kelainan pada ovarium.
- Kompartemen III : kelainan pada pituitari anterior
- Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).1,9

Page | 8

!
Gambar 2. Etiologi Kompartemen pada Amenore
Amenorea primer dan amenorea sekunder masing-masing mempunyai sebab-sebab
sendiri; pada amenorea primer kelainan gonad memegang peranan penting. Akan tetapi,
banyak sebab ditemukan pada kedua jenis amenorea; oleh karena itu, klasifikasi di bawah ini
mencakup sebab-sebab pada amenorea primer dan amenorea sekunder.
1. Gangguan organik pusat
Sebab organik : tumor, radang, destruksi.
2. Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional;
b. Psikosis;
c. Anoreksia nervosa;
d. Pseudosiesis.
3. Gangguan poros hipotalamus-hipofisis
a. Sindrom amenorea-galaktorea;
b. Sindrom Stein-Leventhal;
c. Amenorea hipotalamik.

Page | 9

4. Gangguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds;
b. Tumor ;
1) Adenoma basofil (penyakit Cushing);
2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme);
3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright).
5. Gangguan gonad
a. Kelainan kongenital
1) Disgenesis ovarii (sindrom Turner);
2) Sindrom testicular feminization;
b. Menopause prematur;
c. The insensitive ovary;
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya;
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma.
6. Gangguan glandula suprarenalis
a. Sindrom adrenogenital;
b. Sindrom Cushing;
c. Penyakit Addison.
7. Gangguan glandula tiroidea
Hipotiroidea, hipertiroidea, kretinisme.
8. Gangguan pankreas
Diabetes mellitus.
9. Gangguan uterus, vagina
a. Aplasia dan hipoplasia uteri;
b. Sindrom Asherman;
c. Endometritis tuberkulosa;
d. Histerektomi;
e. Aplasia vaginae.
10. Penyakit-penyakit umum
a. Penyakit umum;
b. Gangguan gizi;

Page | 10

c. Obesitas.
Untuk keperluan diagnostik sebab-sebab amenorea dapat digolongkan menurut
kopartemen badan yang ikut berperan dalam terjadinya proses haid, dan yang menjadi tempat
dari kelainan yang menyebabkan amenorea.1,2
II.8. DIAGNOSIS

Dilihat dari etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu luas, maka
dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka ragam, rumit, dan mahal.
Seperti pemeriksaan hormon meliputi LH, FSH, estrogen dan lain-lain.1
Anamnesis Anamnesis yang akurat berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan sejak kanak-kanak, termasuk tinggi, berat badan dan usia saat pertama kali
mengalami pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan.1,4
Dapatkan pula informasi anggota keluarga yang lain (ibu dan saudara wanita)
mengenai usia mereka pada saat menstruasi pertama, karena biasanya antara ibu dan anakanaknya pertama kali mendapatkan menstruasi hanya berselang 1 tahun. Informasi tentang
banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi terakhir juga perlu untuk
ditanyakan.
Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga
penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan
narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting
untuk ditanyakan. Gejala-gejala klinis yang lain seperti gejala vasomotor, panas badan,
galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan
juga harus ditanyakan.3,4
1.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, yang pertama kali diperiksa adalah tanda vital, termasuk

tinggi badan, berat badan dan perkembangan seksual. Pemeriksaan fisik yang lain adalah
sebagai berikut :
a). Keadaan umum :

Anoreksia-cacheksia, bradikardi, hipotensi, dan hipotermi.

Tumor hipofise-perubahan pada funduskopi, gangguan lapang pandang, dan


tanda-tanda saraf kranial.

Page | 11

Sindroma polikistik ovarium-jerawat, akantosis, dan obesitas.

Inflammatory bowel disease-Fisura, skin tags, adanya darah pada pemeriksaan


rektal.

Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- webbed neck, lambatnya perkembangan


payudara.9

b). Keadaan payudara

Galactorrhea-palpasi payudara.

Terlambatnya pubertas- diikuti oleh rambut kemaluan yang jarang.

Gonadal dysgenesis (sindroma Turner)- tidak berkembangnya payudara dengan


normalnya pertumbuhan rambut kemaluan.1,2

c). Keadaan rambut kemaluan dan genitalia eksternal

Hiperandrogenisme- distribusi rambut kemaluan dan adanya rambut di wajah.

Sindroma insensitifitas androgen- Tidak ada atau jarangnya rambut ketiak dan
kemaluan dengan perkembangan payudara.

Terlambatnya pubertas- tidak disertai dengan perkembangan payudara.

Tumor adrenal atau ovarium- clitoromegali, virilisasi.

Massa pelvis- kehamilan, massa ovarium, dan genital anomali.1

d). Keadaan vagina

Imperforasi himen- menggembung atau edema pada vagina eksternal.

Agenesis (Sindroma Rokitansky-Hauser)- menyempitnya vagina tanpa uterus dan


rambut kemaluan normal.

Sindroma insensitifitas androgen- menyempitnya vagina tanpa uterus dan tidak


adanya rambut kemaluan.1

c). Uterus : Bila uterus membesar, kehamilan bisa diperhitungkan.


d). Cervix : Periksa lubang vagina, estrogen bereaksi dengan mukosa vagina dan sekresi
mukus.
Adanya mukus adalah tanda bahwa estradiol sedang diproduksi oleh ovarium. Kekurangan
mukus dan keringnya vagina adalah tanda bahwa tidak adanya estradiol yang sedang
diproduksi.1

Page | 12

2. Pemeriksaan Penunjang
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus
amenorea dapat diketahui penyebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran
yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
sebagai berikut :1,4
a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella
tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.
b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan
berkat pengaruhnya.
c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang pandang jika ada
kemungkinan tumor hipofisis.
d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya
endometritis tuberkulosa.
e. Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk
mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Pemeriksaan-pemeriksaan yang memerlukan fasilitas khusus :
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat,
aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (Sindrom SteinLeventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang
wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang
bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif
dijumpai pula pda gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti
XX/XO, XXXY atau XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal mengenai
kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar
FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar

Page | 13

estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid meningkat.


1,2

Dapat pula diagnosis diferensial dari amenorea didekati dengan melakukan tes-tes yang
dinamakan tes fungsional.
1. Diberikan sebagai langkah pertama kepada penderita 100 mg progesteron (dalam minyak)
intramuskulus. Jika sesudah 2-7 hari terjadi perdarahan (withdrawal bleeding), ini berarti
bahwa dalam tubuh ada estrogen endogen. Dapat diambil kesimpulan bahwa poros
hipotalamus-hipofisis-ovarium masih berfungsi, meskipun minimal. Pada penderita ini
tidak adanya galaktorea, dan adanya kadar prolaktin normal, menyingkirkan
kemungkinan adanya tumor hipofisis. Jika ditemukan kadar prolaktin tinggi, perlu
dipikirkan tumor hipofisis. Foto Roentgen biasa atau politomografi dari sella tursika
dapat membantu untuk mengetahui ada tidaknya tumor itu. Jika tidak terjadi perdarahan,
ada 2 kemungkinan :
(a) Uterus tidak bereaksi;
(b) Tidak terdapat pembuatan estrogen.
2. Untuk membedakan antara kemungkinan ini, sebagai langkah ke-2, diberikan kepada
penderita 2,5 mg conjugated estrogen (Premarin, Oestrofeminal) tiap hari untuk 21 hari,
ditambah dengan 10 mg Asetas medroksiprogesteron sehari untuk 5 hari terakhir.
Jika tidak timbul perdarahan dalam 2 minggu setelah berhentinya pemberian obat, dapat
disimpulkan bahwa uterus tidak berfungsi lagi (misalnya pada adhesi intra uterin yang
luas seperti sindrom Asherman).
3. Jika timbul perdarahan, dapat dilakukan Langkah ke-3. Langkah ini terdiri atas
pemeriksaan kadar FSH dengan jalan radioimmuno-assay.
a. Jika kadar FSH lebih tinggi dari 40 MIU/ml, sebab amenorea ialah gangguan fungsi
ovarium (angka normal berkisar antara 5-25 MIU/ml misalnya pada menopause
prematur).
b. Jika kadar FSH rendah, maka sebab amenorea ialah gangguan fungsi hipofisis atau
alat-alat lebih atas.
Dengan pemeriksaan foto Roentgen dari sella tursika dapat ditentukan ada tidaknya
tumor hipofisis.1,2

Page | 14

II.9. PENATALAKSANAAN
Tiap penderita harus diobati sesuai dengan sebabnya amenorea. Di bawah ini hanya
ditemukan pandangan umum mengenai penanganan amenorea tanpa sebab yang khas.
Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi. Misalnya, seorang wanita berumur lebih
dari 40 tahun dengan amenorea tanpa sebab yang mengkhawatirkan tidak memerlukan
pengobatan. Penderita-penderita dalam kategori ini yang memerlukan terapi ialah wanitawanita muda yang mengeluh tentang infertilitas, atau yang sangat terganggu oleh tidak
datangnya haid.
Dalam rangka terapi umum dilakukan tindakan memperbaiki keadaan kesehatan,
termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat dan tenang, dan
sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai
pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid tidak banyak gunanya,
kecuali jika ada hipotiroidi. Demikian pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada
amenorea berdasarkan gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten).
Pemberian estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara
siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid yang didahului
oleh ovulasi. Tetapi ini ada maknanya pada hipoplasia uteri, dan kadang-kadang walalupun
jarang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan.
Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan yang mencolok yang
dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang satu ialah pemberian hormon
gonadotropin yang berasal dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.

Page | 15

BAB III
KESIMPULAN

Amenorea merupakan suatu keadaan tidak adanya haid sedikitnya 3 bulan berturutturut. Amenorea dibedakan menjadi amenorea primer dan amenorea sekunder. Pembagian ini
berdasarkan batasan telah dapat haid atau belum dikatakan amenorea pimer jika belum
pernah mendapai, sedangkan dikatakan amenorea sekunder jika sudah pernah mendapat haid
namun kemudian tidak dapat lagi.
Secara garis besar, etiologi dari amenorea primer dan amenorea sekunder dapat
dibedakan yaitu amenorea primer mempunyai etiologi yang berat dan lebih sulit yaitu
kelainan kongenital dan kelainan genetik. Sedangkan amenorea sekunder disebabkan oleh
pola hidup yang tidak seimbang, seperti gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor,
penyakit infeksi dan lain-lain.
Tatalaksana dari amenorea sekunder terutama pada gangguan hormonal ini adalah
pengaturan pola hidup yang seimbang, diantaranya penurunan berat badan dengan diet atau
olah raga teratur, diharapkan terjadi penurunan resistensi insulin yang dapat menyebabkan
gangguan ovulasi. Dapat juga diberikan obat-obat induksi ovulasi, yang paling terkenal untuk
pengobatan polikistik ovarium ini adalah klomifen sitrat.

Page | 16

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223
2. Cunningham, McDonald, Gant. Obstetri Williams. Jakarta. EGC. 2005
3. http://www.klikdokter.com/kesehatankewanitaan/read/2010/07/05/4/amenorea
4. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008: 203-223
5. Ilmu Kebidanan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. EGC. 20
6. Baziad, Ali. Endokrinologi Ginekologi. FKUI. Jakarta. 2008
7. Rebar RW, Connolly HV. Clinical features of young women with hypergonadotropic
amenorrhea. Fertil Steril 1990, 53: 804-810
8. Scherzer WJ, McClamrock H. Amenorrhea. In: Berek JS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks
th

gynecology. 12 edition. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 820-832. Diunduh dari :
http://www.klik dokter.com/amenoreatatalaksana diakses tanggal 18 Juli 2011.
th

9. Brewer JI, Decosta EJ. Textbook of Gynecology. 4 edition. Baltimore: Williams &
Wilkins, 1967: 101-136. Diunduh dari : http://www.forumotionkesehatan.com diakses
tanggal 16 Juli 2011.
10. Yen SSC. Chronic anovulation caused by peripheral endocrine disorders. In: Yen SSC,
rd

Jaffe RB. Reproductive Endocrinology. 3 edition. Philadelphia: WB Saunders Company,


1991: 577-673.
11. Andon Hestiantoro, dr. SpOG, KFER. Divisi Imunoendokrinologi Reproduksi.
Departemen Obstetri dan Ginekologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2010.

Page | 17

Anda mungkin juga menyukai