Anda di halaman 1dari 7

BAB III

LEACHING
3.1.

Tujuan Percobaan
-

Mengetahui pengaruh lama waktu ekstraksi terhadap waktu ekstrak yang


didapatkan dengan menggunakan proses ekstraksi batch.

Mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap hasil ekstrak yang didapatkan


dengan menggunakan proses ekstraksi secara batch.

3.2.

Tinjauan Pustaka
Salah satu proses pemisahan suatu komponen dalam campuran yang sering

dijumpai dalam industri kimia adalah proses ekstraksi. Berdasarkan fase yang terlibat,
ekstraksi yang dibagi menjadi 2 macam, yaitu: ekstraksi cair-cair dan ekstraksi padatcair. Ekstraksi padat-cair banyak digunakan pada pengambilan suatu zat dari padatan,
misalnya pengambilan minyak dari biji-bijian hasil pertanian (jagung, kacang tanah,
kemiri, jarak), ataupun dari daun dan akar tanaman. Pada proses ekstraksi padat-cair
tersebut, bahan padat dikontakkan dengan cairan (disebut dengan pelarut), sehingga
akan diperoleh larutan solute dalam pelarut (disebut ekstrak). Selanjutnya ekstrak
dipisahkan dari pelarutnya dengan cara distilasi atau vaporasi. Sedangkan ekstraksi caircair banyak digunakan dalam industri pengilangan minyak bumi (UNY:2006).
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan di mana komponen mengalami
perpindahan massa dari suatu padatan ke cairan atau dari cairan ke cairan lain yang
bertindak sebagai pelarut. Berbagai penelitian tentang ekstraksi padat-cair telah banyak
dilakukan. Ekstraksi padat cair, yang sering disebut leaching, adalah proses pemisahan
zat yang dapat melarut (solute) dari suatu campurannya dengan padatan yang tidak
dapat larut (innert) dengan menggunakan pelarut cair. Operasi ini sering dijumpai di
dalam industri metalurgi dan farmasi, misalnya pada pemisahan biji emas, tembaga dari
biji-bijian logam, produk-produk farmasi dari akar atau daun tumbuhan tertentu
(Santosa & Sulistiawati, 2014).
Prinsip ekstraksi padat-cair adalah adanya kemampuan senyawa dalam suatu
matriks yang kompleks dari suatu padatan, yang dapat larut oleh suatu pelarut tertentu.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya kondisi optimum ekstraksi
53

54

antara lain: senyawa dapat terlarut dalam pelarut dengan waktu yang singkat, pelarut
harus selektif melarutkan senyawa yang dikehendaki, senyawa analit memiliki
konsentrasi yang tinggi untuk memudahkan ekstraksi, serta tersedia metode
memisahkan kembali senyawa analit dari pelarut pengekstraksi.
Suatu materi padat dapat mengalami difusi ke dalam larutan hingga
meningkatkan konsentrasi larutan tersebut. Bahan teresktrak yang berada dalam matrik
materi yang innert, lambat laun akan terlarut dalam larutan, demikian pula spesies
pelarut akan terdistribusi dalam materi padat tersebut hingga mengalami keadaan
kesetimbangan (Fajriati dkk, 2011).
Keseimbangan yang terjadi di dalam proses ekstraksi untuk tiga zat (solute,
innert, dan solvent) penyusun campuran dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai
berikut :
N

kg B
kg A kg C ................................................................................(3.1)

Dimana :
A = solute (kg)
B = innert (kg)
C = solvent (kg)
N untuk overflow berharga 0 dan untuk N underflow memiliki harga yang
berbeda (tergantung dari konsentrasi dari liquid). Sedangkan komposisi dari solute A
dapat dirumuskan dengan persamaan :
XA

kg B
kg solute

overflow liquid
kg A kg C kg solution
(3.2)

YA

kg B
kg solute

liquid in slurry
kg A kg C kg solution
..(3.3)

Dimana :
XA = berat fraksi dari larutan A (overflow liquid)
XA = berat fraksi dari A di dalam B (padat)

55

Gambar 3.1. Single stage leaching

Gambar 3.2. Multi stage leaching

Berdasarkan jumlah stage leaching dibagi 2 yakni single stage dan multistage. Pada
single stage leaching persamaan neraca total adalah:
Neraca massa
L0 + V2 = L1 + V1 = M.............................................................(3.4)
Neraca komponen
L0 yA0 + V2 xA2 = L1 yA1 + V1 xA2 = M xAM ........................ (3.5)
Sedangkan persamaan neraca total multistage leaching adalah:
Neraca massa
L0 + VN+1 = LN + V1 = M.........................................................(3.6)
Neraca komponen
L0 yA0 + VN+1 xAN+1 = LN yAN + V1 xA1 = M xAM ............... (3.7)
(Geankoplis, 1993)
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses leaching adalah: jumlah
konstituen (solute) dan distribusinya dalam padatan, sifat padatan, dan ukuran partikel.
Mekanisme proses leaching dimulai dari perpindahan solvent dari larutan ke permukaan
solid (adsorpsi), diikuti dengan difusi solvent ke dalam solid dan pelarutan solut oleh
solvent, kemudian difusi ikatan solute-solvent ke permukaan solid, dan desorpsi
campuran solute-solvent dari permukaan solid kedalam badan pelarut (Treyball, 1980).

56

Faktor penting yang harus diperhatikan adalah:


1. Ukuran partikel
Ukuran partikel mempengaruhi kecepatan ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel
maka areal terbesar antara padatan terhadap cairan memungkinkan terjadi kontak
secara tepat. Semakin besar partikel, maka cairan yang akan mendifusi akan
memerlukan waktu yang relatif lama.
2. Temperatur
Dalam kebanyakan kasus, kelarutan bahan yang diekstraksi akan meningkat dengan
memberikan suhu yang lebih tinggi dari ekstraksi biasanya. Selanjutnya, difusi
koefisien akan diharapkan meningkat dengan kenaikan suhu dan ini juga akan
meningkatkan tingkat ekstraksi. Dalam beberapa kasus, batas atas suhu ditentukan
oleh pertimbangan sekunder, seperti, misalnya, kebutuhan untuk menghindari aksi
enzim selama ekstraksi gula.
3. Pelarut
Pemilihan pelarut yang baik adalah pelarut yang sesuai dengan viskositas yang cukup
rendah agar sirkulasinya bebas. Umumnya pelarut murni akan digunakan meskipun
dalam operasi ekstraksi konsentrasi dari solute akan meningkat dan kecepatan reaksi
akan melambat, karena gradien konsentrasi akan hilang dan cairan akan semakin
viskos pada umumnya (Coulson & Richardsons, 2002).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut:
1. Cara dingin.
Ekstraksi cara dingin mempunyai keuntungan ekstraksi total, yaitu memperkecil
kemungkinan terjadinya kerusakan pada senyawa termolabil yang terdapat pada
sampel. Sebagian besar senyawa dapat terekstraksi dengan ekstraksi cara dingin,
walaupun ada beberapa senyawa yang memiliki keterbatasan kelarutan terhadap
pelarut pada suhu ruangan.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah ekstraksi
dingin (dalam labu besar berisi biomasa yang diagitasi menggunakan stirer), dengan
cara ini bahan kering hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berurutan
dengan pelarut yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan cara ini merupakan
metode ekstraksi yang mudah karna ekstraksi tidak dipanaskan sehingga

57

kemungkinan kecil bahan alami terurai. Contoh metode ekstraksi dengan cara panas
antara lain: maserasi dan perkolasi.
2. Cara panas
-

Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomasa ditempatkan
dalam wadah soklet yang dibuat dengan kertas saring, melalui alat ini pelarut akan
terus direflaks. Alat soklet akan mengkosongkan isinya kedalam labu dasar bulat
setelah pelarut mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati alat ini
melalui pendingin reflaks,ekstraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari
biomasa secara efektif ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah
dalam pelarut.

Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur
ruang (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50C.

Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C selama
waktu tertentu (15-20 menit). Dan dekok merupakan infus pada waktu yang lebih
lama (suhu lebih dari 30C) dan temperatur sampai titik didih air (Istiqomah,
2013).

Proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar:
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan yang akan dipisahkan
komponenkomponennya.
2. Proses pembantukan fase seimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase seimbang.

58

Sebagai tenaga pemisah, solvent harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya


terhadap salah satu komponen murninya adalah terbatas atau sama sekali tidak saling
melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fase cairan yang
saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fase yang banyak mengandung
diluen disebut fase rafinat sedangkan fase yang banyak mengandung solvent dinamakan
ekstrak.
Terbentuknya dua fase cairan, memungkinkan semua komponen yang ada
dalam campuran terbesar dalam masingmasing fase sesuai dengan koefisien
distribusinya, sehingga dicapai keseimbangan fisis. Pemisahan kedua fase seimbang
dengan mudah dapat dilakukan jika density fase rafinat dan fase ekstrak mempunyai
perbedaan yang cukup. Tetapi jika density keduanya hampir sama proses pemisahan
semakin sulit, sebab campuran tersebut cenderung untuk membentuk emulsi.
Di bidang industri, ekstraksi sangat luas penggunaannya terutama jika larutan
yang akan dipisahkan terdiri dari komponen-komponen.
1. Mempunyai sifat penguapan relatif yang rendah.
2. Mempunyai titik didih yang berdekatan.
3. Sensitif terhadap panas.
4. Merupakan campuran azeotrop.
Komponen-komponen yang terdapat dalam larutan, menentukan jenis/macam
solvent yang digunakan dalam ekstraksi. Pada umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri
sendiri, tetapi melibatkan operasi-operasi lain seperti proses pemungutan kembali
solvent dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga dapat dimanfaatkan kembali
sebagai tenaga pemisah. Untuk maksud tersebut, banyak cara yang dapat dilakukan
misalnya dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau dengan cara pendinginan
untuk mengurangi sifat kelarutannya.
Untuk memperoleh hasil sebaik-baiknnya dalam ekstraksi, kita tidak dapat
menggunakan sembarang solvent. Namun solvent tersebut harus dipilih dengan
pertimbangan sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan melarutkan solute tetapi sedikit atau tidak sama sekali
melarutkan diluent.
2. Mempunyai perbedaan titik didih yang cukup besar dengan solute.
3. Tidak bereaksi dengan solute maupun diluent.

59

4. Mempunyai kemurnian tinggi.


5. Tidak beracun dan tidak meninggalkan bau.
7. Mudah di-recovery (Maulida & Zulkarnaen, 2010).
Bayam merah (Celosia argentea) merupakan tumbuhan dari keluarga
Amaranthacea. Masyarakat lebih familiar dengan bayam hijau untuk konsumsi seharihari. Ketidakpopuleran bayam merah berakibat pada budidaya maupun pemasarannya
juga belum begitu masif. Padahal, tanaman bernama latin Alternanthera amoena voss
ini mengandung banyak khasiat yang dapat mengobati berbagai penyakit. Bahkan,
bayam merah dipercaya juga dapat membersihkan darah setelah melahirkan,
memperkuat akar rambut, mengobati disentri, dan mengatasi anemia.
Bayam terkenal dengan sayuran sumber zat besi, selain mengandung vitamin
A, vitamin C, dan kalsium. Bayam juga mengandung karotenoid dan flavonoid yang
merupakan zat aktif dengan khasiat antioksidan. Jenis karotenoid utama dalam bayam
adalah beta karoten, sedangkan zat aktif lainnya adalah klorofil. Jenis flavonoid yang
terkandung di dalam bayam adalah lutein dan kuersetin. Kuersetin merupakan
antioksidan kuat yang mampu menangkap radikal bebas superoksida dan menghambat
oksidasi kolesterol LDL.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ada dua jenis bayam, yaitu bayam hijau dan
bayam merah. Keduanya kaya vitamin C, tetapi bayam hijau lebih kaya vitamin A
sedangkan bayam merah lebih banyak mengandung zat besi. Berdasarkan kandungan
zat besi yang terkandung pada bayam merah (7mg/100g) yang lebih banyak
dibandingkan sayur-sayuran lainnya, maka bayam merah dapat dimanfaatkan dengan
baik sebagai bahan alternatif untuk mencegah dan mengatasi anemia defisiensi zat
besi (Suwita dkk, 2011).

Anda mungkin juga menyukai