Di novel ini juga disinggung tentang kepercayaan dan tingkah laku masyarakat pada
umumnya tentang orang pintar, penilaian hanya berdasarkan penampilan dan masyarakat
yang mudah tersulut bara perbedaan karena adu domba. Dan disampaikan dalam cerita-
cerita kecil untuk menguatkan pendapat penulis bahwa hal-hal yang diyakini masyarakat
tersebut salah. Dan disinilah letak keunggulan novel ini, Ben Sohib berhasil mengemas
cerita-cerita tersebut dengan lucu yang membuat orang mudah mengerti.
Novel ini juga mengangkat kisah cinta beda agama antara Delia dan Rosid yang mungkin
banyak terjadi disekitar kita. Delia diceritakan penganut agama kristen yang taat. Karena
perbedaan agama itulah terjadi pergulatan batin dalam diri Rosid apakah melanjutkan
hubungan cinta mereka atau mengakhirinya. Ditambah lagi desakan dari kedua orangtua
mereka agar mencari pasangan yang seiman. Tidak sampai disitu saja cobaan yang harus
dijalani mereka, Rosid ternyata akan dijodohkan dengan perempuan pilihan orangtua Rosid.
Sampai pada akhirnya Rosid memilih untuk mengakhiri hubungan mereka tapi pada
akhirnya rosid mengurungkan niatnya setelah melihat ketulusan cinta Delia.
Seperti penulis kebanyakan apalagi penulis yang masih baru sulit membuat ending yang
sempurna layaknya kehidupan nyata. Mengapa saya menulis demikian karena kisah
penutup dari novel ini terlihat agak dipaksakan dan aneh. Dimana rosid dengan pendirian
yang teguh tiba-tiba luluh oleh perkataan Ustad Abu Hanif, tanpa rosid memberikan
perlawanan terhadap apa yang disampaikan ustad Abu Hanif. Menurut pendapat saya
mungkin ustad Abu Hanif ini mewakili pemikiran, tujuan dan keyakinan penulis tentang apa
yang dianggap ideal olehnya.